💕Shopee/ig : mowteaslim
💕 WhatsApp : 0896032104731
_______________
Bara melirik ponselnya sejenak sebelum kuluman senyum di bibirnya tampak. Tangannya menggosok bibir tipis itu dan menggelengkan kepala mengingat bagaimana istrinya bereaksi kala ia didekati wanita lain.
Jelas bukan? Naqiya masih menyimpan rasa cemburu. Namun, wanita itu selalu berusaha menyembunyikan perasaannya sendiri.
"Bikin Mama pulang ternyata caranya segampang itu," Gumam Bara sembari kaki panjangnya melangkah menghampiri bayi mungil menggemaskan itu. "Papa cuma perlu ngadain rapat besar buat berhentiin model baru di perusahaan."
Seakan mengerti penuturan Ayahnya, bayi Gaza menggeliat dalam tidur lelapnya. Berharap gerak-gerik itu dapat diartikan sebagai rasa gembira oleh Bara.
Sementara di sisi lain, Naqiya asyik memantau jumlah saldo yang ada di rekening suaminya. Bara memang terdaftar sebagai nasabah prioritas dan ia mengetahui hal itu. Beruntungnya lagi, pria itu terbuka mengenai keungannya pada sang istri.
"Ini kalo aku ambil juga dia nggak sadar 'kan," Gumam Naqiya sembari memikirkan berapa banyak yang harus ia ambil dari rekening itu. "Aku juga butuh biaya hidup nanti."
"Masih mikirin cita-cita jadi janda?" Celetuk suara perempuan dari belakang Naqiya. Tentu saja, sahabatnya yang baru selesai kelas itu menghampirinya di sana.
Buru-buru Naqiya memasukkan kembali ponselnya dan mendongak pada Cantiya yang berdiri. "Males aku sama kamu," Gerutu Naqiya lagi. "Semua orang ada di pihak Mas Bara, nggak ada yang ngerti aku."
Cantiya tertawa mendengarnya. "Aku dukung kamu kok, cepet kamu jadi janda, makin cepet juga kesempatan cewek-cewek lebih baik dapetin Pak Bara."
"Can!" Protes Naqiya pada sahabatnya ini. "Terserah kalo Mas Bara nggak bisa berhentiin si perempuan gila itu, biar aku yang berhenti jadi istrinya," Ancamnya dengan kesal.
"Kamu waktu itu minta pisah dari Pak Bara juga bukan karna Tsania kerja di butiknya loh, alesannya ganti lagi?" Ledek Cantiya. "Emang kalo Pak Bara mecat tuh cewek, kamu batal jadi janda?"
Naqiya tampak terdiam sejenak, "Ya, aku balik ke rumahnya, resmi jadi istrinya lagi lah."
Fokus mereka seketika berpindah pada Bara yang keluar dari ruangannya dengan tangan kanan menggendong Gaza. Bayi itu tampak sangat mungil di lengan besar Ayahnya.
"Hot daddy..." Gumam Cantiya tanpa sadar. "Kaya di film-film aslinya gini ya..."
"Heh!" Protes Naqiya menepuk pelan pundak sahabatnya. "Suami aku itu."
Cantiya hanya melirik Naqiya sekilas sebelum kembali fokus pada Bara dan bayinya. Astaga, bahkan Gaza di gendongan Bara juga tak kalah tampannya.
"Mari, Pak Bara," Sapa Cantiya pada suami sahabatnya itu. "Mau makan siang ya, Pak?" Basa-basinya lagi.
"Iya, Cantiya," Jawab Bara, "Saya duluan ya."
Hanya itu, Bara bahkan tak menyapa istrinya yang jelas-jelas duduk di sana. Apakah karena Naqiya tidak menyapa lebih dahulu sehingga dosen sombong itu melewatkannya?
"Dasar dosen gila!" Maki Naqiya pada Bara yang sudah berjalan jauh dari posisi mereka. Rasa jengkelnya sudah bertubi-tubi kali ini.
Belum sempat kekesalannya hilang, mata Naqiya kembali terfokus pada miniatur dinosaurus milik Gaza. Tentu saja milik Gaza, siapa mahasiswa atau dosen yang membawa miniatur seperti ini ke kampus?
Refleks, Naqiya mengambil benda berharga kesayangan putranya dan berlari mengejar Bara. Meninggalkan Cantiya yang kebingungan di sana.
"Mas!" Panggilnya di wilayah parkir fakultas. Lokasi yang cukup sepi karena mahasiswa kesini hanya menaruh kendaraan atau mengambilnya saja.
"Iya?" Tanya Bara dengan santai membalikkan badan setelah ia rapi menaruh bayinya di bangku kemudi khusus bayi.
Dengan napas berat, Naqiya memberikan miniatur itu pada suaminya. "Bisa nggak sih jadi orang lebih hati-hati? Ini miniaturnya bisa ilang loh, kalo ilang anaknya nangis gimana?" Protesnya pada sang suami.
Bara mengerutkan keningnya, "Oh jatuh ya," Ucapnya sembari mengambil miniatur itu dari tangan istrinya. "Terima kasih, Naqiya."
"Ck!" Decak Naqiya. "Mas tuh belajar dong dari pengalaman. Jangan nyepelin barangnya si bayi deh, Mas nggak tau kalo orang udah sayang sama satu barang dan kehilangan barang itu rasanya gimana."
"Pak. Bara," Koreksi Bara saat Naqiya memanggilnya 'Mas'. Bara membukakan pintu penumpang di sebelah kemudi untuk istrinya.
"Kalo mau manggil 'Mas' bisa dibicarakan di dalem," Ucapnya mempersilakan istrinya masuk ke mobil Pajero sport hitam itu.
Naqiya tentu saja menolaknya. Semalam ia sudah dipermainkan oleh pria ini, jelas hari ini ia enggan berdekatan dengan suaminya itu. "Nggak, makasih!"
Saat Naqiya memilih pergi tanpa basa-basi atau pamit terlebih dahulu, Bara menarik pergelangan tangan istrinya itu. "Ikut saya makan siang mau ndak?" Tanyanya dengan lembut.
Tentu saja Naqiya menatap Bara dengan tatapan membunuhnya. "Nggak sudi, ntar ujung-ujungnya saya disuruh-suruh, udah cukup Pak Bara mempermainkan saya selama ini."
"Iya saya suruh pasti," Jawab Bara sembari memasukkan jemarinya ke dalam saku celana. "Saya suruh makan."
Demi Tuhan, rasanya Naqiya ingin memukul kepala Bara dengan ponselnya. Setiap melihat pria itu entah mengapa emosinya terpancing.
"Jagain anak saya," Ucap Naqiya pada Bara sebelum ia memilih menjauh. "Awas kalo diapa-apain, Bapak berurusan sama saya."
Kekehan pria dewasa itu terdengar sembari ia menunduk. Astaga, istrinya ini kekanakan sekali. Tapi entah mengapa justru membuat Bara gemas setengah mati.
"Ya nggak masalah kalo gitu," Jawabnya. "Urusanmu sama saya nanti malem lagi berarti?"
[ B A Y I D O S E N K U 2 ]
"Dasar otak tua bangka isinya cuma selangkangan!!" Desis Naqiya sangat pelan saat mobil Bara sudah melaju semakin menjauh. Wanita itu menetralkan emosinya dengan menghela napas segera.
"Nah itu si Nay," Ucapan Cantiya membuat Naqiya seketika tersadar kalau tadi ia meninggalkan sahabatnya begitu saja. "Abis pacaran dia sama suaminya," Ledek Cantiya.
"Nggak!" Tolak Naqiya mentah-mentah. "Sori ya aku pacaran nggak di kampus kaya kalian, Can, Ram."
"Iya nggak di kampus," Ledek Cantiya. "Tapi di kasur," Celetuknya pelan sebelum matanya melirik langit dengan wajah puas meledek sahabatnya.
Rama terkekeh, "Jangan gitu, Kak Can, kasian Kak Nay."
"Kok masih 'Kak' sih manggilnya, By?" Protes Cantiya pada brondongnya itu.
"Nay!" Panggilan dari arah belakang Naqiya sontak menyita perhatian ketiga orang itu. Suara melengking sedikit berat itu sangat familiar di telinga ketiganya. "Loh, Ram?"
Melihat sosok Rasel berjalan menghampiri mereka seketika Cantiya bersedekap dada dan mengangkat dagunya. Ia tak takut lagi pada apapun ancaman wanita iblis ini untuk menjauhi sahabatnya sendiri.
"Mau ngapain kesini?" Tantangnya. "Mau ngadu domba lagi?"
Rasel menghela napasnya sebelum memutar bola mata. Ia hanya ingin menemui Naqiya tanpa perlu bertemu malaikat kesiangannya ini. "Urusan kita udah selesai, Can. Nggak usah diperpanjang."
"Gitu?" Tantang Cantiya.
Rasel mengangguk, "Gue nggak ada urusan sama lo, gue cuma mau ketemu Nay," Tanpa ragu Rasel mengatakan tujuannya. "Nay bisa kita ngomong sebentar?"
"Enak banget ya jadi lo, Sel," Timpal Cantiya. "Perlu gue ingetin lagi apa aja yang udah otak iblis lo lakuin ke temen gue? Ampe Pak Bara nuduh gue pelakunya? Gila sih, hebat banget lo mainin skenario, nggak sekalian jadi sutradara aja?"
"Gue nggak pernah maksa lo, Can," Ucap Rasel yang emosinya terpancing. "Lo milih pilihan lo sendiri."
"LO NGGAK MAKSA GUE TAPI NGANCEM GUE, SETAN!" Maki Cantiya sembari mendorong tubuh Rasel hingga hampir terjatuh. Emosinya sudah berada di ambang batas, tak bisa lagi ia kontrol. Entah keberanian dari mana untuk Rasel berani menemuinya lagi.
"Can!"
"Kak Sel!"
Kedua orang yang tadi kebingungan itu segera berlari melerai dua wanita keras kepala ini. Naqiya memegangi lengan sahabatnya agar tak melampiaskan emosi pada Rasel lagi.
"By...?" Gumam Cantiya saat melihat kekasihnya sendiri membantu Rasel berdiri. Jelas saja, ia menyentuh tubuh wanita ular itu di depan matanya.
Bukan, bukan Rasel yang membuat hatinya berdarah. Linangan air itu menumpuk di matanya sesaat setelah sang kekasih lebih memilih menolong Rasel ketimbang dirinya.
Katakan pada Cantiya, kekasih mana yang tidak berdarah hatinya apabila seperti ini?
"Kak Can," Rama menyadari pacarnya ini menahan tangis sehingga memaksanya untuk membuka suara. "Ini Kak Sel, Raselia, kakakku yang sering aku ceritain."
[ B A Y I D O S E N K U 2 ]
اِيّاكُم والظنَّ فاِن الظنَّ اَكْذَبُ الحَدِيث
"Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta." (HR. Al-Bukhari).
Komen "MAU" kalo mau update lagi nanti abis tarawih/ jam 9 nan dehh