Arjuna Senja√

Od teahmanis

852 202 12

⚠SUDAH DITERBITKAN.⚠ SELF PUBLISHING. Teringat saat kita duduk berdua di tepian sebuah tempat berkemah. Menul... Viac

Prolog.
Arjuna Senja 1.
Arjuna Senja 2.
Ajuna Senja 3.
Arjuna Senja 4.
Arjuna Senja 5.
Arjuna Senja 6.
Arjuna Senja 7.
Arjuna Senja 8.
Arjuna Senja 10.
Arjuna Senja 11.
Langit Senja.
Camping
Asmaraloka
Sajia nasi liwet
Pesawat kertas
Lilin harapan
Amarah Elang
Arjuna Senja 13
Jay si patah hati💔
Arjuna Senja 15
Arjuna Senja 16
Part. 17
Part. 18
Part 19
Bukan update.
Part 20
Part 21
Arjuna Senja 22
Arjuna Senja 23
Part 24
Part 25.
Buat yang penasaran...
Arjuna Senja 26.
Arjuna Senja 27.
Arjuna Senja 28.
Arjuna Senja 29.
Arjuna Senja 30
Aradhana.
Arjuna Senja 32.
Extra part.
Ciuma pertama.

Arjuna Senja 9.

14 5 0
Od teahmanis


Arjuna Senja 9.


Pagi-pagi sekali, Senja Prameswari sudah bangun. Memang rutinitasnya setiap hari dimulai dari bangun pagi. Setelah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim, ia pun bergegas pergi ke dapur untuk membantu ibunya.

"Neng, udah siap?"

Umi Rasti sedang sibuk menyiapkan makanan ke dalam rantang susun yang akan dibawa Senja untuk mengunjungi mertuanya, sekaligus suaminya Arjuna yang memang berbeda kampung dengan mereka.

"Sini, Umi, biar Senja bantuin. Mau bawa apa saja buat mama dan bapak?"

Senja pun tak lantas diam, ia kemudian menyiapkan wadah lainnya untuk tempat makanan.

Ada sayur, lauk pauk, sambal lengkap dengan lalapannya. Maklumlah, hidup di kampung memang kurang nikmat rasanya jika makan tanpa sambal dan lalapan, tak lupa beberapa buah-buahan hasil dari kebun langsung yang masih segar-segar. Lumayan untuk dijadikan rujak saat cuaca yang cukup menyengat setiap harinya.

"Neng, tapi berangkat sendiri, nggak apa-apa, 'kan? Soalnya Umi dan Abah mau pergi kondangan!"

Senja lantas mengangguk. "Iya, nggak apa-apa, Umi."

"Sebenarnya Umi bisa saja telepon Arjuna untuk jemput kamu, tapi umi nggak enak hati. Mungkin saja, menantu Umi itu sedang istirahat. Sedang liburan kuliah, masa' Umi gangguin," celoteh umi Rasti sedikit mengeluh pada Senja.

"Ya ampun, Umi. Udah nggak apa-apa, Senja bisa kok sendirian ke rumah A' Juna!" Gadis itu pun kembali mengangguk untuk meyakinkan ibunya.

"Atau umi telepon saja kakakmu? Biar salah satu dari mereka anterin kamu, gitu?"

Senja menggelengkan kepalanya secara perlahan dan kembali meyakinkan ibunya.

"Nggak, Umi. Ayo, sebaiknya Senja harus buru-buru. Takut A' Juna keburu makan siang, nanti gimana dong makanan yang udah Umi siapin ini, 'kan mubazir kalau nggak dimakan."

Senja bergegas memasukan rantang susunnya ke dalam shopping bag dengan rapih.

"Yaudah, anak perawan Umi hati-hati, ya!" seru umi Rasti sambil mengusap pipi gembil Senja yang tampak merona. "Eh, anak Umi beneran masih perawan nggak sih?"

Pertanyaan itu sontak membuat wajah Senja semakin merona.

"Umi, apaan sih? Umi nggak percaya sama kita?" Senja pun tersipu malu di hadapan ibunya.

Jarak perjalanan dari rumah Senja ke rumah Arjuna memang cukup jauh. Melewati hamparan sawah, kebun rambutan dan kebuh tebu. Namun, semua itu tidaklah masalah, karena mereka yang tinggal di perkampungan itu memang sudah terbiasa melewati jalanan yang juga cukup membuat tubuh menjadi pegal-pegal.

Senja pun sampai di rumah Arjuna setelah menempuh sekitar 30 menit perjalanan. Gadis yang telaten, ia tidak merasa terbebani sedikit pun oleh barang bawaannya dan juga tidak ingin merepotkan orang lain. Membawa makanan secara hati-hati, lalu menutup kembali gerbang setelah memarkirkan si hitam Deluxe diantara motor-motor gede yang sudah lebih dulu berjejer di sana. Sepertinya sedang ada tamu, pasti siapa lagi kalau bukan teman-temannya Arjuna yakni Saga, Jona, Elang dan Aerlangga.

Senja masuk ke dalam rumah Arjuna.

"Assalamualaikum."

Benar saja, di ruang pertama masuk sedang berkumpul pemuda-pemuda yang disebutkan tadi.

"Walaikumsalam." mereka pun serempak menjawab.

"Neng, bawa apaan itu?"

Elang lantas menyambut Senja dengan sumringah, pemuda itu memang selalu gesit untuk mendekat.

"Ini, aku bawa titipan dari Umi."

Senja menaruh shopping bagnya yang berisikan makanan di dalam rantang susun.

"Deuh ... buat Elang mana?" Pemuda itu lantas cemberut.

Emang kebiasaannya yang kerap kali bersikap sedikit childish.

"Tenang saja, Umi juga udah nyiapin titipan buat ayah dan bunda," ujar Senja.

"Asiikk!" Elang spontan sumringah dibuatnya.

Senja menoleh kesana kemari, di ruangan itu hanya ada Saga yang sedang bermain gitar dan Jona yang sibuk ngegame di ponselnya, serta Aerlangga yang tengah sibuk teleponan.

"Aa' di mana?"

"Aa' yang mana? Ini banyak Aa' di sini?" sahut Jona yang kini menoleh pada Senja.

Saga hanya mengulum senyuman mendengarnya, tapi pandangannya beralih pada keduanya, Jona dan Senja.

Senja berdecak. "Aa' Juna, Aa'nya Neng!" Sahutnya yang kemudian mengambil kembali shopping bag tadi.

"Aa' sedang mandi," ujar Saga.

Senja mengangguk. "A' Saga udah sembuh, ya?" serunya, wajahnya tampak polos hingga membuatnya semakin terlihat menarik. Saga lantas mengangguk dengan pandangan mata tertuju pada Senja.

"Sini, biar Elang bantu!" Elang membawakan shopping bag di tangan Senja.

"Awas, pelan-pelan, takut jatuh, tar makanannya pada tumpah."

"Tenang aja."

Keduanya pun pergi ke dapur.

Jona lantas tertawa dan menoleh pada Saga.

"Kamu lihat nggak tadi raut wajah neng Senja?"

"Kenapa sih, lo demen banget ngeledeknya?" Saga meloloskan pandangannya pada Jona seraya menyudahi petikan pada senar gitar.

"Haha ...." Jona semakin tertawa karenanya.

"Si Jona emang gitu dih, awas, ya! Jangan sampe keterlaluan meledek Senja, apalagi di hadapan si Jay. Untung saja, Jay sedang nggak ikut gabung," celoteh Aerlangga yang kini duduk di samping Jona setelah menyelesaikan perbincangannya di telepon.

Pemuda tampan, alis tebal dan hidung mancung, berkulit sawo matang itu pun menepuk pundak Jona yang lantas kembali tertawa sesuka hati.

"Iya, ngomong-ngomong si Jay ke mana, sih?" Aerlangga kembali bertanya.

"Jay sedang ada urusan bareng si Lingga, katanya mau nyari baju-baju buat acara apa gitu," ujar Saga.

Tidak lama kemudian, Arjuna keluar dari kamarnya hanya memakai handuk melingkar menutupi pinggangnya sampai lutut layaknya pria sesudah mandi serta handuk kecil yang menggantung di pundaknya.

Sambil mengusak rambut basahnya dengan handuk kecil itu, Arjuna lantas bertanya pada ketiganya.

"Ada apaan sih? Perasaan kalian berisik banget, deh?"

Ketiganya pun menoleh pada Arjuna.

"Ada neng Senja," sahut Saga.

"Hah? Si Neng ada di sini? Kapan? Di mana?" Arjuna menoleh ke sana ke mari.

"Si Neneng ada di dapur tuh bareng si Elang," ujar Aerlangga yang kemudian beranjak dari duduknya untuk menghampiri Elang dan Senja ke dapur.

Di dapur itu, Elang dan Senja sedang sibuk merapihkan makanan di atas meja makan. Kebetulan orang tua Arjuna sedang tidak ada di rumah, mereka sedang pergi ke sawah.

"Elang, bantuin rapihin di sini, ya, aku mau masukin nasi timbel ke dalam penghangat nasi."

Senja membawa beberapa kepal nasi timbel yang sudah dibungkus rapih oleh daun pisang dan memasukannya ke dalam rice cooker.

"Ciiee ... berdua aja, Angga nggak diajak," ujar Aerlangga yang kini mendekat pada Elang dan Senja.

"Apaan sih? Cie-cie aja. Najis luh!" Elang menyahut, membuat Aerlangga tertawa renyah karenanya.

"Aer, kamu mau bantuin apa? Aer, A' Saga dan A' Jona kalau mau dibuatin kopi, bilang aja sama aku." Pemuda itu lantas bengong

Itu memang menjadi kebiasaannya, selalu ngeleg kalau diajak bicara. Sangat berbeda kalau diajak ngobrol di telepon seperti beberapa saat yang lalu, lancar jaya tanpa hambatan. Maklum lah, sedang mengungkapkan kemahirannya dalam menggaet gadis incaran.

"Yeeh, si Aer mah gitu, dih, ditanya tuh malah ngebug, malah ngebangke!" Elang bergegas mendekatinya kemudian menepuk pundak Aerlangga. "Jawab atuh," tukasnya.

"Iya, mau." Aerlangga langsung menjawabnya.

"Mau apa kamu, teh?"

"Mau kopi. "

"Yaudah cepetan tanyain ke A' Saga dan A' Jona juga," titah Elang pada Aerlangga.

Aerlangga pun bergegas untuk menyampaikan pertanyaan itu.

"Dasar si ngelag," tukas Elang dengan nada ejekan.

"Sudah, Elang. Bukannya sama aja, ya?" tanya Senja.

"Sama apanya nih?"

Elang bertanya-tanya, raut wajahnya tampak bingung dan sedang menerka-nerka.

"Sama-sama ngeleg kalau diajak ngobrol," sahut Senja sambil menyibukan diri untuk melanjutkan aktivitasnya barusan.

Aerlangga kembali menghampiri Elang dan Senja.

"Mereka mau dibuatin kopi, ceunah," serunya.

Senja pun mengangguk dan bergegas menyalakan kompor untuk menyiapkan air panas. Arjuna mendatanginya ke dapur dan masih mengenakan handuk seperti sebelumnya, sontak saja Aerlangga berisik melontarkan beberapa kata yang membuat ambigu.

"Aw-aw!"

Senja tersipu malu memandang suaminya yang memamerkan dada bidang serta perut sixpack, seperti biasa Arjuna tidak ingin menghiraukan reaksi teman-temannya yang selalu berlebihan. Lebih baik ia bergegas mendekap Senja dari belakang, mengabaikan kedua pemuda itu. Elang mengulum senyuman dan mulai menjauhi keduanya.

"Kok nggak bilang-bilang kalau neng Senja mau datang?" Arjuna menelusupkan wajahnya pada ceruk leher istrinya.

"Neng pikir, a' Juna belum bangun."

Arjuna mengecup pundak istrinya, "ini Aa' udah bangun, udah mandi dan udah wangi." Ia pun mencium pelipisnya hingga ke pipi. "Udah ganteng," tuturnya.

Senja mengangguk dan kembali fokus pada rebusan air di kompor yang belum matang, Arjuna semakin mendekapnya dan mencium beberapa bagian wajah Senja hingga Elang dan Aerlangga semakin membuat kegaduhan. Disusul oleh si Jona yang memang merasa penasaran, pemuda berparas manis itu pun ingin melihat langsung tentang apa yang sebenarnya tengah terjadi.

"Wow-wow ...." Jona sontak berisik ketika melihat Arjuna sedang mencium pipi Senja berkali-kali, sementara si pelaku hanya bersikap cuek seolah tidak melihat keberadaan teman-temannya, membuat Senja semakin tertunduk malu dibuatnya.

Jona dan Aerlangga saling memandang, keduanya bergegas menjahili Arjuna dengan menarik handuknya yang masih melingkar di pinggang hingga keduanya pun sontak tertawa.

"Astagfirullah!" Senja sontak beristighfar melihat kelakuan mereka, sementara Arjuna masih bersikap bodo amat.

Senja menggertak gigi merasa gemas oleh sikap dua pemuda itu, lalu bergegas ke hadapannya untuk mengambil kembali handuk suaminya.

"Ih ... kalian tuh, ya, nggak sopan tahu!" Senja mencubit lengan keduanya, hingga Jona dan Aerlangga memohon ampun sambil tertawa.

"Haha ... ampun, Neng!," kekeh keduanya.

Sementara Elang hanya tertawa melihat keadaan itu, Senja kembali ke hadapan Arjuna yang kini hanya bersandar pada wastafel. Untung saja Arjuna mengenakan celana dalam, jika tidak, maka asetnya yang berharga akan terpampang sempurna.

Senja menutup bagian inti tubuh Arjuna dan melingkarkan kembali handuknya persis seperti semula.

"Aa' mah malah diam aja, dih," protesnya.

Arjuna tersenyum sambil merangkul pundak Senja. "Udah nggak apa-apa, lagian kita udah nikah, biarin aja, mereka emang gitu!" tukasnya.

Senja cemberut lalu menoleh ke arah Aerlangga dan Jona yang masih berdiri di tempat, wajah keduanya masih terlihat menahan senyuman.

"Ya udah, mending sekarang a' Juna cepetan pakai baju, nanti kalau mereka jahil lagi, Neng akan sentil satu-satu," ujar Senja.

"Haha ... disentil apanya, Neng?" tanya Jona.

"Sentil bijinya, Neng," sahut Aerlangga.

"Idih ... kalian tuh emang jorok!" Senja memprotes keduanya.

Arjuna dan yang lainnya lantas tertawa.

"Udah, ah, pergi sana, aku sedang masak air. Nanti takut tumpah, mana panas lagi!" Senja merasa kesal dibuatnya.

Arjuna menahan senyuman dan menyuruh Jona dan Aerlangga untuk tidak lagi mengganggu istrinya. Arjuna pun melangkah pergi ke arah kamarnya untuk memakai baju. Tidak lama kemudian, Saga datang setelah sebelumnya ia pergi ke warung untuk membeli kopi. Membawa satu renteng kopi mix favoritnya ke dapur dan memberikannya pada Senja.

Namun, melihat raut wajah Senja yang kala itu sedang masam, ia pun menjadi segan untuk meminta dibuatkan kopi padanya.

Senja menoleh padanya, "A' Saga mau dibuatkan kopi?"

Saga tidak lantas menjawabnya, bibirnya seolah kaku dan menjadi sulit untuk mengucapkan sesuatu.

"Tunggu, ya." Senja pun bergegas membuatkan kopi, sekaligus untuk yang lainnya yang memang belum sempat dibuatkan karena terlalu fokus pada kejahilan Aerlangga dan Jona.

Saga tidak sampai hati melihat Senja yang sedang menyiapkan beberapa gelas kopi untuk teman-temannya, ia pun mendekatinya dan mengambil alih tugasnya.

"Udah sini, Aa' yang bawain," ujarnya, lalu menata gelas kopi itu ke nampan.

"Nggak usah, A', biar aku aja," tolak Senja yang kemudian hendak mengambil nampan dari hadapan Saga, sontak saja Saga mencekal pergelangan tangan Senja dengan erat.

"Udah nggak apa-apa."

Senja terdiam seketika dan Sagara menyadari, mungkin saja sikapnya telah membuat Senja menjadi takut.

"Maaf, mendingan neng Senja samperin A' Juna, gih," ucap Saga dengan lemah lembut.

Senja tak lantas pergi dan terlihat sedikit bingung.

"A' Juna tadi manggil tuh ..." tutur Saga yang sebenarnya tengah berbohong.

Senja lantas menoleh ke arah kamar Arjuna kemudian menoleh pada Saga yang kini tersenyum sambil mengangguk.

"Oh, yaudah kalau begitu, aku nyamperin A' Juna dulu," ucap Senja yang kemudian berlalu dari hadapan Saga.

Sagara terdiam memandang ke arah Senja pergi, ia pun berpaling dan termenung menatap telapak tangannya yang telah berani mencekal lengan gadis itu.

Senja menghampiri Arjuna ke kamarnya. "A' Juna, kata a' Saga, a' Juna manggil aku?"

Arjuna menoleh pada Senja dan bergegas memakai tshirt berwarna putih, membuatnya terlihat lebih santai. Arjuna memeluknya dan mengecup bibirnya berkali-kali.

"A' Juna, ih ... ada teman-teman juga, nanti ketahuan gimana coba?" Senja mencoba menghidar karena merasa tidak nyaman, tapi Arjuna tidak akan sedikit pun membiarkan istrinya menghindar darinya.

"Biarin aja, biarin mereka tahu apa yang kita lakukan." Arjuna kembali mencium Senja, di pipi, kening dan dagu. "Kangen pokoknya!" Arjuna lantas memanggut bibirnya dengan gemas, menangkup wajah Senja dan mendekapnya dengan erat.

Suasana pengantin baru masih tetap menggebu menyertai kesehariannya, Arjuna dan Senja tidak menyadari bahwa pintu kamarnya masih terbuka, hingga ada Jona dan Aerlangga yang kini tidak sengaja melihat keduanya sedang berciuman.

Kedua pemuda itu kembali membuat kegaduhan. Tawa dan canda menghiasi suasana di rumah itu, mereka saling meledek dan melemparkan berbagai kata ambigu.

Sagara hanya menggeleng, ada rasa geli serta malu sekaligus ingin tertawa mendengar semua penuturan kedua pemuda jahil itu. Ia pun beranjak dari duduknya dan melangkah ke arah kamar Arjuna untuk menutup pintunya. Apa yang dikatakan Jona dan Aerlangga memang benar adanya, bahkan Sagara kini tengah tertegun memandangi keduanya yang tengah berpelukan. Arjuna terlihat menangkup wajah istrinya dan menciumnya tepat di bibir. Saga sontak berpaling dan bergegas pergi untuk kembali berkumpul bersama yang lainnya.

"Lu lihat apa, Saga?" tanya Jona yang lantas tersenyum dengan menggigit bibir bawahnya.

"Muke lu tuh mesum!" celetuk Saga, ia menyeringai dan semuanya sontak tertawa.

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

RAYDEN Od onel

Tínedžerská beletria

3.6M 221K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
ARSYAD DAYYAN Od aLa

Tínedžerská beletria

2.1M 114K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
Ervan [End🤎] Od inizizi

Tínedžerská beletria

1.7M 121K 81
[Brothership] [Not bl] Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Erva...
KANAYA (REVISI) Od liaa0415

Tínedžerská beletria

2.1M 127K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...