Arjuna Senja√

Af teahmanis

852 202 12

⚠SUDAH DITERBITKAN.⚠ SELF PUBLISHING. Teringat saat kita duduk berdua di tepian sebuah tempat berkemah. Menul... Mere

Prolog.
Arjuna Senja 1.
Arjuna Senja 2.
Ajuna Senja 3.
Arjuna Senja 4.
Arjuna Senja 5.
Arjuna Senja 6.
Arjuna Senja 8.
Arjuna Senja 9.
Arjuna Senja 10.
Arjuna Senja 11.
Langit Senja.
Camping
Asmaraloka
Sajia nasi liwet
Pesawat kertas
Lilin harapan
Amarah Elang
Arjuna Senja 13
Jay si patah hati💔
Arjuna Senja 15
Arjuna Senja 16
Part. 17
Part. 18
Part 19
Bukan update.
Part 20
Part 21
Arjuna Senja 22
Arjuna Senja 23
Part 24
Part 25.
Buat yang penasaran...
Arjuna Senja 26.
Arjuna Senja 27.
Arjuna Senja 28.
Arjuna Senja 29.
Arjuna Senja 30
Aradhana.
Arjuna Senja 32.
Extra part.
Ciuma pertama.

Arjuna Senja 7.

8 6 0
Af teahmanis


Arjuna Senja 7.

Insiden yang menimpa Senja akhirnya sudah dilimpahkan kepada pihak yang berwajib dan tinggal menunggu hasil. Jika saja di jalan itu ada CCTV, mungkin prosesnya akan lebih mudah.

***

Arjuna masih setia menemani Senja di rumah sakit, sesekali membantu istrinya untuk bergerak ke sana ke mari. Karena kata dokter, Senja juga harus rutin bergerak agar ototnya tidak kaku.

Saat waktu makan siang tiba, Arjuna juga menyuapi Senja secara perlahan agar luka di bibirnya tidak retak.

Senja tidak hanya diam saja, ia pun bergantian ingin menyuapi Arjuna dengan penuh kasih sayang.

"A' Juna. Maafin aku, ya! Gara-gara aku, kuliahnya a' Juna jadi keganggu."

Arjuna menatapnya dan sesekali fokus pada suapan nasi yang akan ia berikan pada Senja.

"Nggak perlu minta maaf, kuliahnya bisa dilanjutin lain waktu. Tenang saja, Aa' udah minta izin untuk beberapa hari. Buat jagain neng Senja, istri Aa'," tukas Arjuna sembari mengusap sisa makanan di bibir Senja.

"Pengantin baru, bukannya istri yang melayani suami. Ini malah suami yang merawat istri," celoteh Senja.

Arjuna terdiam menatapnya. "Nggak boleh ngomong gitu, Neng. Lagian kalau neng Senja sehat, pasti bakalan urusin aku, 'kan?"

Senja mengangguk.

"Nanti, kalau aku udah lulus dan dapat pekerjaan tetap. Aku juga nggak bakalan ninggal-ninggalin neng Senja. Aku akan bawa ke mana pun istri Aa' yang imut ini, Aa' Janji." Arjuna mengusap surai istrinya.

"Neng Senja mau, 'kan, ikut ke mana pun bareng Aa'?" tuturnya. Senja mengangguk dengan penuh antusias.

"Aa' akan berdoa buat kesembuhan neng Senja. Dan neng Senja do'ain Aa', ya, biar cepat lulus dan dapat pekerjaan. Supaya Aa' bisa menafkahi neng Senja dan mencukupkan segala kebutuhan kita di masa depan, lahir dan batin." Arjuna menyelipkan anak rambut Senja ke belakang telinga. "Supaya Aa' nggak bergantung terus sama mama dan bapak, juga abah dan Umi."

"Aku selalu berdoa untuk kebahagiaan kita! Khususnya untuk a' Juna,"ujar Senja.

Arjuna tersenyum bahagia mendengar ucapan istri ciliknya, mengusap pipi dan mengecup keningnya.

"A' Juna?"

"Apa?"

"A' Juna masih cinta kan sama aku?"

"Kok nanya gitu? Kenapa?" Arjuna menatapnya lebih intens.

"Karena wajah aku sekarang ada lukanya, jadi jelek, deh," ujar Senja.

Arjuna tersenyum simpul. "Ini cuma luka dan masih bisa diobati. Nanti, kita pergi ke dokter kulit, ya? Di Bandung banyak dokter kulit yang bagus," ujar Arjuna.

Senja merasa lega mendengar penuturannya, kemudian melabuhkan diri ke dalam pelukan suaminya. "Aku sayang sama a' Juna."

"A' Juna juga sayang sama neng Senja. Cinta, sayang banget pokoknya!"

"A' Juna bisa aja deh gombalnya!" Senja menepuk dada bidang suaminya.

"Siapa yang gombal sih? Neng Senja duluan yang gombalin Aa'!" Arjuna menahan senyuman.

Senja tersipu malu karena Arjuna semakin merayunya.

💝💝💝

Sepulangnya dari rumah sakit, Saga menghubungi pacarnya yang bernama Marine untuk mengajak bertemu. Namun, ketika di perjalanan menuju ke rumahnya, Saga melihat Marine sedang naik motor bersama pria lain. Saga lantas mendahului motor itu dan membuatnya berhenti tepat di pinggir jalan.

Saga hampir marah lantaran melihat pacarnya berboncengan dengan pria itu, tapi Marine bergegas menjelaskan bahwa pria yang bersamanya adalah sepupunya.

Saga lantas meredam amarahnya hingga tak sampai meledak seperti biasa, mengajak pacarnya agar berpindah bersamanya meski Marine terlihat enggan hingga Saga terkesan memaksanya.

Pemuda dingin itu memang kerap kali memaksakan kehendak, apalagi sikapnya yang posesif selalu membuat beberapa perempuan incarannya berpaling karena terlalu mengekang. Hubungan percintaannya selalu putus di tengah jalan. Namun, tenang saja, karena yang namanya Sagara selalu mempunyai beberapa cadangan, membuatnya tidak akan dilanda galau.

***

Pagi-pagi sebelum Saga berangkat ke Bandung untuk kuliah, ia harus dikejutkan dengan telepon dari salah satu musuhnya selama ini yang bernama Fredi. Maklum saja, orang tempramental sepertinya memang mempunyai beberapa musuh bebuyutan, hasil tawuran di sekolah saat SMP, SMA, hingga bekas rebutan pacarnyang sampai sekarang mereka kerap kali bertengkar dan menyimpan dendam masing-masing.

"Hah? Ngebacot apaan lu, Anjing? Lu nyerempet siapa? Anjing lu, yang lu serempet itu bukan cewek aing goblok! Itu istri teman aing, Setan!" Saga memaki sesuka hati.

Namun, orang yang meneleponnya hanya tertawa merasa puas dan berharap kalau Saga akan disalahkan oleh Arjuna atas semua yang terjadi.

"Monyet, lu!" Saga kembali membentak di telepon, tapi telepon itu sudah terputus.

Sagara menggenggam ponselnya dan mengusap wajah secara kasar. Ia tidak pernah menyangka bahwa salah satu musuhnya akan mengira Senja sebagai pacarnya. Setelah diingat-ingat, mereka mengetahui Senja ketika berada di acara undangan yang kebetulan sedang mengobrol dengannya.
Saga memang kerap diburu kalau ada acara hiburan, lantaran 'musuhnya' selalu ingin mengajaknya berduel.

Saga tidak bisa diam saja. Walaupun apa yang terjadi pada Senja adalah suatu kesalah pahaman, tapi ia merasa ikut bertanggung jawab karena semua itu terjadi atas ulah musuhnya.

Tanpa berpikir panjang, Saga bergegas pergi ke rumah sakit tempat Senja dirawat. Untungnya Senja masih berada di ruangan yang sama, gadis itu baru diperbolehkan pulang esok hari.

Kebetulan di dalam ruangan itu hanya ada Arjuna dan Senja.

"Saga?" Arjuna memandang kedatangan rekannya.

"Sorry, aku mengganggu kalian," ucap Saga yang kini terlihat bingung.

"Ada apa, A'?" tanya Senja.

Namun, Saga masih berdiam diri memandangi keduanya seolah kehilangan kata untuk memulai pembicaraan. Arjuna lantas mendekat, mengulangi pertanyaan yang Senja lontarkan pada Saga.

"Kenapa?" Arjuna memandangnya.

"Aku mau ngomong sesuatu,"ujar Sagara.

Arjuna dapat melihat raut wajahnya yang tampak serius.

"Katakan saja, ada apaan sih?" Arjuna semakin penasaran.

Saga hendak membuka mulutnya, tapi beberapa teman yang datang ke ruangan Senja membuatnya mengurungkan niat. Seperti biasa, satu circle pertemannya selama ini, siapa lagi kalau bukan Elang, Jay, Jona, Aerlangga dan Lingga.

"Wow! Tumben si Saga udah datang duluan," seru si Jona.

Arjuna dan Saga menoleh padanya, Jay menghampiri Senja dan segera menanyakan kabarnya. Senja memberinya senyuman, Elang bergegas duduk di sampingnya.
Jay dapat melihat keseriusan di antara Arjuna dan Saga, ia pun bergegas mendekat dan menatap keduanya dengan penuh pertanyaan. Melihat ketiganya seperti itu, Lingga dan Aerlangga lantas ikut mendekat dan menunggu apa yang akan diutarakan oleh salah satunya.

"Sepertinya, si Saga punya sesuatu yang akan dibicarakan," ujar si Jona yang memang selalu tepat menerka sesuatu.

"Aa, sedang ngapain sih ngumpul gitu?" tanya Senja yang merasa penasaran.

"Udah, Neng duduk aja di sini bareng Elang," pinta Elang yang sedang berusaha membujuknya.

Arjun hanya menoleh dengan melemparkan senyuman. Sementara Elang memberinya anggukan, seolah memberi kode pada Arjuna untuk tetap melanjutkan diskusinya.

Mereka seperti sudah saling terhubung satu sama lain, pertemanannya begitu erat sehingga ketika yang satu mempunyai masalah, maka mereka akan dapat merasakan feeling yang sama.

"Aku tahu siapa yang nyerempet neng Senja," tukas Saga.

Arjuna mengernyit.

"Siapa?" tanya Jay dengan antusias.

"Si Fredi," sahut Saga secara gamblang.

"Fredi ... teman sekolah kita waktu di SMA?" tanya Arjuna.

Saga mengangguk.

"Ko bisa si fried chicken itu mencelakai neng Senja?" tanya Aerlangga semakin penasaran.

"Karena si Monyet itu mengira kalau neng Senja ...." Saga terdiam sesaat untuk mengutarakan segalanya di hadapan Arjuna, "dia mengira kalau Senja adalah pacarku."

Arjuna mengernyit, sikapnya yang dewasa mampu membuatnya terlihat tenang. Berbeda dengan Jona dan yang lainnya kerap terkejut mendengar penuturan Saga.

"Kok bisa, si Chicken itu mengira kalau neng Senja pacarmu?" tanya Jay mengharap penjelasan.

Saga tampak berpikir sesaat, lalu memandang ke arah Senja, hingga gadis itu pun ikut melihat ke arahnya.

"Beberapa hari yang lalu, kami bertemu di undangan. Mungkin, di situ si Fred dan temannya memantau kami," ujar Saga.

Arjuna mengangguk. "Aku tahu itu. Neng Senja udah chat waktu itu, si Neng juga cerita kalau ketemu kalian bertiga." Arjuna menoleh ke arah Saga, Aerlangga dan Lingga.

"Jadi, si Chiken itu emang sengaja mengincar Senja?" Jay meloloskan pandangannya yang mulai misterius.

"Astaga, untung saja si Neng Senja nggak diperkosa di jalan," celoteh Jona.

"Ya! Sia, sembarangan saja kalau ngomong." Jay lantas menimpali ucapan Jona dengan nada tinggi, hingga Senja dan Elang menoleh ke arahnya.

Senja juga sedikitnya dapat menangkap ke mana arah pembicaraan itu, mendengar kata yang menjurus ke 'pelecehan' cukup membuatnya terpaku.

Jona membungkam mulutnya dan meminta maaf beberapa kali.

"Lu tuh, ya, nggak bisa jaga mulut apa?" Lingga menepuk lengan bisep Jona.

"Iya, maaf!" sahut Jona menyesal.

Aerlangga berdecak lalu mendekat ke arah Senja, Jay menatap tajam saat memikirkan si Fredi yang ingin sekali ia beri pelajaran.

Sementara Arjuna tidak ingin emosi sebelum melihat langsung orang yang telah berani mencelakai istrinya. Ia pun mendekat dan duduk di sebelah Senja, menggenggam salah satu tangannya dan menatap dengan penuh cinta.

"Neng Senja, baik-baik saja, 'kan?"
Senja hanya teridam, tapi raut wajahnya sudah cukup memberikan jawaban. Bahwa, ucapan Jona memang sedikit membuatnya terganggu.

"Neng Senja, sedang mikirin apa?" tanya Arjuna.

"A' Jona benar. Untung saja, Neng nggak diperkosa," ucap Senja pelan, "kalau sampai itu terjadi--"

"Sstt!" Arjuna sontak membungkamnya dengan meletakan jari telunjuk di bibir Senja. "Jangan bicara seperti itu," lirihnya.

Senja mengangguk dengan tatapan nanar, Arjuna mengatup bibir kemudian memeluknya dengan erat.

Elang menundukan wajah, mengepal tangan serta mengatupkan bibir seraya mengerjap mata saat mendengar ucapan Senja yang membuatnya juga ingin ikut menghajar si Fredi.

Sementara Sagara hanya terpaku memandangi dua sejoli yang kini tengah saling berpelukan. Pikirannya sedikit terganggu, ada sedikit terguncang, merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Senja. Apalagi ketika Jona menyatakan hal demikian, tentu semakin membuatnya merasa bersalah disertai kegelisahan yang tidak jelas penyebabnya.

💝💝💝

Senja sudah diperbolehkan pulang ke rumah, tapi ia masih harus mengenakan beberapa perban untuk menutup luka. Arjuna menemaninya, beranjak pergi ketika Senja sudah terlelap oleh efek obat sore itu.

Arjuna beserta teman-temannya bergegas pergi untuk memberikan pelajaran kepada pemuda yang bernama Fredi.

Arjuna mencarinya di setiap tempat tongkrongan yang sering Fredi singgahi. Namun, sayangnya sudah tiga tempat mereka tidak mendapatkan presensi Fredi di sana.

Saga menghubungi beberapa temannya dan menanyakan tentang Fredi, akhirnya salah satu dari mereka memberitahu keberadaan Fredi.
Arjuna dan Saga bergegas ke tempat tujuan diikuti oleh Jay dan Elang, juga yang lainnya. Ternyata, Fredi sedang karaokean di sebuah cafe musik salah satu tempat di Subang.

Arjuna yang sudah tidak bisa menahan amarahnya kini dihadang oleh pelayan cafe tersebut. Tanpa basa-basi, Arjuna pun mengeluarkan sejumlah uang untuk menutup mulut pelayan itu juga agar memberinya akses masuk ke ruangan Fredi.

Arjuna yang berhasil masuk akhirnya dapat melihat wajah si Fredi dan langsung memberinya bogem mentah sampai beberapa kali. Sontak saja, wanita yang menemani Fredi berteriak.

Bugh!

"Rasakan ini, Anjing!" Arjuna mencengkram kerah baju Fredi setelah berhasil membuatnya babak belur, mendorongnya ke lantai hingga tubuh lelaki itu membentur meja kaca sampai pecah membuat Fredi berlumur darah.

Tatapannya setajam pedang, napasnya memburu tak beraturan. Arjuna mengepal tangan, merasa belum puas untuk memberinya pelajaran.

"Berani sia ke istri, Aing?" Arjuna kembali menyerangnya dengan menendang perut Fredi yang kini sudah meringkuk.

"Ampun, Juna. Aing nggak tahu kalau itu istrimu." Fredi memekik menahan sakit.

"Di mana teman sia yang satu lagi? Aing mampusin kalian berdua!" Arjuna kembali menendangnya.

Saga dan yang lainnya kini berhasil masuk ke dalam ruangan. Saga terpaku ketika melihat wanita yang bersama Fredi ternyata adalah Marine, pacarnya.

Arjuna sudah beranjak beberapa langkah, tapi Fredi segera bangkit dan mengambil sebotol minuman lalu berhasil memukulkannya tepat ke kepala Arjuna.

Brok!

"Agh!" Arjuna terpaku seketika, sementara darah segar mulai merembes di bagian kepalanya.
Wanita itu semakin berteriak hysteris, kegaduhan ini amat membuatnya takut.

Elang segera membantu Arjuna, giliran Jay memberikan pelajaran pada Fredi dengan menendangnya dan memukul berkali-kali sampai lelaki itu jatuh pingsan.

Arjuna dilarikan ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan intensif, lukanya harus mendapat beberapa jahitan.

Kejadian itu langsung ditangani oleh pihak berwajib setempat, beberapa orang tua yang terlibat langsung dihubungi dan diberi sanksi serta ganti rugi dari pihak cafe.

Senja menangis ketika mengetahui kabar keributan di cafe, apalagi mendengar bahwa Arjuna dilarikan ke rumah sakit karena kepalanya terluka oleh botol minuman.

Gadis itu menangis histeris dan bergegas untuk menemui suaminya, padahal lukanya saja masih belum kering.

"A' Juna!"

"Neng Senja!"

Senja masuk ke dalam ruangan suaminya, di sana juga sudah ada Saga, Jay dan Elang beserta tiga orang temannya yang lain.

Arjuna sedang duduk di brankar, kepalanya sudah pelontos dan dibalut perban. Senja memeluk Arjuna tanpa ragu, matanya terpejam melabuhkan segala rasa kekhawatiran.

"Syukurlah, a' Juna baik-baik saja! Aku udah bicara ke abah, agar membantu untuk memberikan jaminan ke kantor polisi," ucap Senja.

"Udah, neng Senja nggak perlu khawatir. Bapak Aa' bakalan menyelesaikan semuanya. Itu semua tidak akan sebanding dan yang penting bagi Aa' adalah kebahagiaan neng Senja," ujar Arjuna dengan mengusap pipinya.

Senja mengatup bibir dan kembali memeluknya.

"Sekarang, Aa' pengen nanya!"
"Apa?"

"Kepala Aa' udah botak begini, Neng Senja masih cinta nggak sama Aa'?"

Pertanyaan Arjuna sontak membuat mereka tersenyum dan tertawa.

"Tenang aja, Neng masih cinta!"

"Beneran? Aa' udah botak nih? Udah mirip tentara baru!"

"Iya beneran. Memangnya kenapa kalau botak? Cuma karena botak, cintaku padamu nggak akan langsung hilang?" ujar Senja yang kemudian menatap Arjuna, hingga pemuda itu menahan senyuman.

"Eeaak ...." Elang sontak menimpali sambil tertawa renyah.

"Kiw-kiw!" Disahut oleh si Linggga.

"Ekheum-ekheum, ah!" sahut Aerlangga.

"Kalian jomblo pada berisik banget dah," seloroh Jona.

"Bacot lu ...." sahut Lingga disertai ledekan sembari menjulurkan bibir bawahnya ke depan.

"Idih!" Jona menyeringai, mereka kembali tertawa.

"Untung saja ada Jay, kalau nggak, Aa' udah tepar berlumur darah!"

"Sstt! Udah, ah, jangan ngomong gtu." Senja membungkam mulut Arjuna dengan salah satu telapak tangannya.

Ia pun melabuhkan diri untuk kesekian kalinya ke dalam dekapan Arjuna. "Aku takut sekali, Aa' jangan berkelahi lagi, ya," pinta Senja.

"Nggak usah takut! Selama Aa' masih hidup, kebahagiaan neng Senja adalah tanggung jawab Aa' sepenuhnya!"

Keduanya saling menatap dengan penuh harapan, atensi Arjuna teralihkan ketika melihat Saga seperti tengah gelisah.

"Saga, lu nggak apa-apa, 'kan?"

Sagara hanya menggeleng secara singkat, tapi raut wajahnya tidak bisa menutupi apapun.

"Dari awal, aing udah curiga sama tuh cewek!" celoteh Jona.

"Lu udah pernah lihat belum sih, si Marine ada di aplikasi?" tanya Lingga.

Jona pun menggeleng secara perlahan.

"Maksudnya apa, ya? Emangnya a' Saga kenapa lagi?" tanya Senja.

Arjuna hanya menggeleng kemudian merangkul pinggang rampingnya dengan penuh.

"Ceweknya si Saga, jadi jablay!" celoteh Jona, Senja sontak terpaku mendengarnya.

"Si Jona, mulutmu, ih!" protes si Lingga.

"Tenang aja, si Saga masih punya banyak cadangan, benerkan, Ga?" ujar Jona.

Saga hanya mengedikan bahu lalu berpaling, merasa malas menanggapi ocehan itu.

"A' Saga pacarnya banyak, ya?" celoteh Senja.

Saga lantas teresenyum tipis.

"Jangan ditanya, Neng, dia tuh setia, setiap tikungan ada," ujar Lingga.

Aerlangga menepuk pundaknya lalu tertawa.

"Aku pernah baca sebuah buku. Katanya, orang yang sering selingkuh itu ada kemungkinan bukan karena mereka tidak setia. Melainkan, mereka hanya sedang mencari siapa yang benar-benar pantas untuk menjadi pelabuhan terakhirnya," jelas Senja dengan penuh keseriusan.

"Kapal laut kali, ah, pelabuhan terakhir." Jona yang selalu ingin meledek tertawa sendiri.

"Bacot, Jona, bacot!" Jona pun diserang langsung oleh Lingga.

Senja tidak pernah menghiraukan ledekkan itu.

"Mungkin saja, saat ini a' Saga masih belum menemukan pelabuhan hatinya. Katanya, jika seseorang sudah menemukan orang yang tepat, maka cinta dan hatinya tidak akan terbagi. Walaupun, banyak yang lebih cantik dan lebih tampan di hadapan kita, tetapi kita tidak akan peduli dan hanya akan memandang cinta kita untuk seorang itu saja." Senja kini menatap wajah Arjuna. "Tidak akan ada ruang untuk orang lain, yang ada hanya orang yang kita cintai saja."

Sagara terpaku dengan memandang ke arah Senja.

"Apakah si Saga sudah mempunyai orang yang tepat?" berisik Jona.

Seperti biasa, Sagara sama sekali tidak berniat untuk membahas masalahnya lebih lanjut, dan memilih bungkam.

Arjuna tersenyum dan semakin mengeratkan rangkulan pada pinggang istrinya.

"Istri cilik Aa' ini ko pintar, belajar dari mana?"

"Neng Senja, 'kan, sering baca sastra dan novel cinta di perpustakaan," ujar Elang.

Senja menoleh dan tersenyum padanya.

"Aa' udah menemukan orang yang tepat, yaitu neng Senja," ujar Arjuna yakin.

Senja tersenyum menatapnya kemudian mengusap pipi tampan suaminya dengan lembut.

"Awalnya tatap-tatapan! Lalu ciuman ...." Jona terus meledek dengan melantunkan beberapa lirik lagu.

"Si Jona rese' banget, yakin!" Protes Arjuna, tapi Jona hanya mengulum senyuman.

"Lu udah menemukan orang yang tepat belum, Jona?" tanya Lingga.

"Si Jona pengennya cewek seksi, bahenol, nerkom," ujar Aerlangga sambil membentuk tubuh dengan kedua tangannya.

"Oh, jadi a' Jona mandang fisik, ya?" tanya Senja.

"Ah, nggak juga!" Jona menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.

"Kalau mandang fisik, selamanya tidak akan peenah cukup. Fisik akan luntur seiring waktu, tapi kalau memandang dari hati, maka fisik sudah tidak penting lagi," Ujar Senja semakin bijak.

"Ah, masa sih? Itu bullshit, Neng. Kecuali orang buta. Contohnya, Neng juga mandang fisik ke Arjun karena Arjuna tampan dan tinggi, 'kan?" sergah Jona membela diri.

Berdebat dengannya memang tidak akan pernah ada habisnya, Senja lantas mengukir senyuman dan bertanya balik pada Jona.

"Kenapa a' Jona tidak bertanya pada a' Juna? Kenapa a' Juna bisa memilih aku yang sederhana ini? Bukankah di Bandung banyak perempuan cantik?"

Pertanyaan itu sontak membuat semuanya terpaku. Dari segi fisik, Senja memang tidak termasuk kriteria seksi ataupun berparas cantik. Hanya saja, Senja memiliki wajah yang manis, apalagi kalau tersenyum. Tubuhnya juga biasa, tidak terlalu tinggi, sekitar 160 cm. Namun, ada sesuatu di dalam dirinya yang tidak dimiliki oleh gadis lain, inner beauty-nya begitu terpancar, hingga siapapun yang melihat akan merasa senang dan bahagia.

"Aku mencintai neng Senja. Udah, nggak ada alasan lain," ujar Arjuna.

"Aku mencintai a' Juna karena apa, ya? Kalau karena fisik, masa' aku suka pas pertama ketemu, a' Juna masih kerempeng. Kalau karena fisik, sekarang a' Juna botak, sepertinya aku bakalan ilfeel," ujar Senja sambil menatap suaminya.

"Lalu karena apa?" tanya Arjuna.

Senja pun menggeleng.

"Neng Senja, benar. Jika kita jatuh cinta, maka kita akan sulit untuk mendeskripsikannya," ujar Jona.

Semua mata tertuju padanya, Senja terenyum dan memberinya sebuah anggukan.

"Itu lu tahu, tapi lu masih mandang fisik, Jona?" sarkas Lingga.

"Terserah, ah, aku masih muda, belum mau serius," Jona mengendikkan bahunya.

"Awas aja kalau lu nikung aing dari belakang!" celetuk Saga.

Semua mata sontak tertuju padanya.

"Hah? Aing nggak ada niat sedikit pun untuk mendekati salah satu dari pacar, lu, Saga! Aing lebih suka cewek yang setia, lebih berkarakter," ujar Jona dengan pandangan lurus ke depan.

Saga mengikuti ke mana arah pandangannya, kemudian tersenyum simpul. "Nenek aing tuh, setia!" kekehnya, kemudian tertawa renyah.

"Miring otak lu!" Jona sontak memprotesnya.

Senja dan Arjun ikut tertawa, gadis itu mendekat ke hadapan Jay yang sedari tadi lebih banyak diam.

"Jay, kamu nggak apa-apa, 'kan?" Senja menyentuh salah satu lengannya.

"Nggak, aku nggak apa-apa." Jay tersenyum padanya.

"Jay, lalu kamu bagaimana? Apakah kamu suka sama Widuri?" Senja ingin memastikannya.

Jay kembali tersenyum dan menggelengkan kepalanya secara perlahan. "Untuk saat ini, aku belum ingin memikirkan masalah suka pada perempuan. Aku hanya ingin fokus pada pendidikan dan organ tunggal," ujarnya.

Senja cemberut, "Sayang sekali, Widuri pasti akan kecewa!"

Jay tersenyum sekaligus merasa geli karenanya. "Tapi, 'kan, kalau jodoh nggak akan ke mana?" Ia pun menggenggam tangan Senja dengan erat.

"Neng Senja ... Elang juga mau ditanya " Elang mendekat ke sampingnya.

"Emangnya Elang sedang jatuh cinta?" tanya Senja.
"Nggak!" sahut Elang.

Semuanya sontak tertawa, lelaki satu ini memang ada aneh-anehnya.

"Elang akan nyari tahu dulu, cinta itu apa, baru Elang akan jatuh cinta," ujar pemuda bertubuh kekar itu.

"Wah ...." sahut Senja.

"Menurut neng Senja, cinta itu apa?" Elang kembali bertanya.

"Cinta itu persahabatan," ujar Senja disusul dengan tawanya yang khas.

"Haha, itu mah Kuch Kuch Hota Hai!" seru Aerlangga.

Senja pun semakin tertawa dibuatnya.

"Cinta itu cileuh dinu mata, Elang!" Aerlangga kembali meledekknya.
(Cinta itu belek 'kotoran mata')

"Diam kunyuk, aing sedang serius," protes Elang pada Aerlangga, hingga semua terus tertawa dibuatnya.

"Serius, Neng, ah. Abaikan mereka," Elang menginginkan atensi penuh.

Senja sedikit menghela napas, pemuda di hadapannya memang tidak pernah patah arang untuk mendapat jawaban dari pertanyaannya.

Definisi cinta memang tidak ada habisnya, semua orang mempunyai deskripsinya masing-masing, cinta itu luas, tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

Fortsæt med at læse

You'll Also Like

ALZELVIN Af Diazepam

Teenage Fiktion

4M 235K 29
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
278K 33.2K 29
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...
320K 23.6K 23
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
5.7M 243K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...