Arjuna Senja√

By teahmanis

852 202 12

⚠SUDAH DITERBITKAN.⚠ SELF PUBLISHING. Teringat saat kita duduk berdua di tepian sebuah tempat berkemah. Menul... More

Prolog.
Arjuna Senja 1.
Arjuna Senja 2.
Ajuna Senja 3.
Arjuna Senja 4.
Arjuna Senja 5.
Arjuna Senja 7.
Arjuna Senja 8.
Arjuna Senja 9.
Arjuna Senja 10.
Arjuna Senja 11.
Langit Senja.
Camping
Asmaraloka
Sajia nasi liwet
Pesawat kertas
Lilin harapan
Amarah Elang
Arjuna Senja 13
Jay si patah hati💔
Arjuna Senja 15
Arjuna Senja 16
Part. 17
Part. 18
Part 19
Bukan update.
Part 20
Part 21
Arjuna Senja 22
Arjuna Senja 23
Part 24
Part 25.
Buat yang penasaran...
Arjuna Senja 26.
Arjuna Senja 27.
Arjuna Senja 28.
Arjuna Senja 29.
Arjuna Senja 30
Aradhana.
Arjuna Senja 32.
Extra part.
Ciuma pertama.

Arjuna Senja 6.

12 5 0
By teahmanis


Arjuna Senja 6.

Pagi-pagi sekali, Senja sudah pergi ke sekolah. Hari ini ia tidak mampir terlebih dulu ke rumah Arjuna ataupun ke rumah Elang untuk berangkat bersama seperti biasanya, dikarenakan hari itu adalah hari upacara rutin yang dilakukan seminggu sekali. Senja harus ikut bergabung bersama Palang Merah Remaja dan menyiapkan beberapa hal khususnya obat-obatan.

Hingga menjelang pulang sekolah, Senja dan Elang hanya menghabiskan waktu di kelas saja. Hari itu terasa menguras banyak energi bagi Senja, lantaran ia sudah banyak mengurusi orang sakit selama upacara berlangsung.

"Neng Senja, hari ini mau latihan Jaipongan, nggak?" Elang duduk di sampingnya.

"Kayaknya nggak deh, aku merasa nggak enak badan, besok-besok aja, ya?" Senja terlihat sedikit murung.

Elang menyentuh kening Senja dan dapat merasakan suhu tubuhnya yang hangat.

"Kalau begitu Elang anterin pulang, ya? Neng sepertinya beneran sedang gak enak badan, deh. Neng pasti demam, ketularan orang yang sakit waktu upacara," ujar Elang khawatir.

Senja menggeleng, "Nggak usah, Elang. Aku bisa pulang sendiri, Elang 'kan harus latihan. Tolong bilangin, ya, ke guru tari kalau aku izin dulu, gitu."

"Neng beneran nggak mau dianterin pulang? Atau Elang telepon a' Jay untuk jemput neng Senja?"

Senja kembali menggeleng, "Nggak usah, aku 'kan bawa motor sendiri!" tukasnya.

Elang sedikit menghela napas, kemudian menyentuh kembali kening Senja. "Yaudah, jangan lupa langsung istirahat, ya, Neng!"

Senja pun akhirnya berpamitan untuk pulang lebih dulu tanpa mengikuti latihan menari. Dalam perjalanan pulang, perasaan Senja tidak enak karena sedari tadi seperti sedang diikuti oleh seseorang. Ada dua orang pengendara motor, mereka terus mengikuti Senja. Bahkan kalau tidak salah, Senja sudah melihat kedua orang itu semenjak ia beranjak dari sekolah.

Senja pun melajukan motornya lebih cepat agar bisa menjauh dari kedua orang itu. Namun, mereka juga ikut menambah kecepatan, terus seperti itu hingga beberapa kali. Sampai tepat di jalanan yang sepi, sepanjang jalan yang melewati kebun rambutan. Kedua pengendara motor itu mulai beraksi. Satu pengendara memepet Senja hingga ke pinggir jalan, satu pengendara lagi sengaja menghalangi di depan jalan yang akan dilalui oleh Senja. Hal itu terjadi hingga beberapa saat sampai motor yang Senja kendarai hampir terperosok di sekitar persawahan.

Untuk menghindari itu semua, Senja pun membanting setir hingga ke tengah jalan sampai motornya berguling dan Senja ikut terjatuh mencium aspal jalan yang dipenuhi oleh beberapa kerikil bebatuan. Ia terluka di beberapa bagian lengan dan wajah serta kedua lututnya terlihat berlumuran darah.

"Aaww!" Senja memekik cukup keras.

Kedua pengendara motor itu hanya berhenti sesaat, kemudian membuka sedikit helmnya dan menyerukan beberapa kata kasar.

"Haha ... puas. Rasain lu!"

Mereka pun tertawa terbahak-bahak, pergi meninggalkan Senja seorang diri di jalanan yang kebetulan sepi.
Senja mulai menangis, sambil merapihkan dirinya. Motornya mengalami sedikit kerusakan, helm yang sebelumnya disimpan kini menggelinding entah kemana. Pipinya menjadi perih karena air mata mulai membasahi bagian yang terluka.

Senja memandangi kedua telapak tangannya yang berdarah, bahkan ia bisa melihat ada beberapa kerikil yang menancap di sana. Ia semakin menangis karena rasa perih itu kini menjalar di tubuhnya.

"Abah ...." Ia merengek tanpa seorang pun yang dapat mendengarnya.

Senja hanya duduk di pinggir jalan, membiarkan motornya tergeletak. Sementara ia terus menangis, berharap akan ada seseorang yang melewati jalanan itu.

Namanya orang panik dan terluka, memang kerap kali sedikit jauh dari kesadaran. Padahal, Senja bisa saja menghubungi seseorang, tapi ia hanya menangis mengabaikan apapun di sekitarnya.

"A' Juna ...." ia terus merengek memanggil beberapa nama yang diingatnya.

Keberuntungan selalu menyertainya. Untung saja ada sebuah mobil gerobak yang melewati jalanan itu.

Mobil yang mengangkut alat-alat panggung untuk organ tunggal, ternyata ada Jona di dalamnya. Mobil pun berhenti tepat di seberang jalan, Jona dan beberapa orang sontak keluar untuk menghampiri Senja.

"Neng Senja?" Jona tercengang melihatnya.

Sementara Senja masih menangis dan sepertinya sudah pasrah dengan keadaannya. Jona dapat melihat dengan jelas, bagaimana penampilan Senja saat itu. Rok panjang yang sobek, kerudung yang terpasang berantakan, serta luka di beberapa bagian yang mengeluarkan darah disertai kotoran tanah dan kerikil.

"Kamu kenal, Jona?" Tanya pria dewasa di sebelahnya.

"Iya, Mang. Ini neng Senja, istri temanku," sahut Jona.

"Ya Allah, atuh si Neng kunaon? Kenapa jadi begini?" Paman Jona mencoba bertanya motif kejadian pada Senja, tapi yang bersangkutan tidak jua meredakan tangisnya.

"Ya udah atuh, mendingan kita anterin pulang aja," tukas Paman Jona.

"Ayo, Neng!" Jona merangkul Senja secara hati-hati.

Sementara yang lainnya membantu mengurus motor dan mengambilkan tasnya, mereka berhasil menemukan helmnya yang berada jauh hingga beberapa meter dari tempat kejadian.

Senja duduk di depan bersama Jona dan pamannya Jona yang menyetir mobil gerobak itu. Sementara dua orang lainnya mencoba menyalakan motor yang untungnya masih hidup walaupun dalam keadaan sedikit rusak di bagian depan dan samping.

"Neng, ini harus diobati, kita ke rumah sakit aja, ya? Nanti tinggal telepon abah dan umi," tawar Jona.

Senja menggeleng, "Neng, mau pulang aja." Ia pun lantas kembali merengek dan menangis tersedu-sedu.

Jona mengusap pundak Senja secara perlahan, lalu meraih sebotol air mineral yang selalu tersedia di bagian pintu mobilnya.

"Udah, mending Neng minum dulu!" Jona memberikan air mineral itu pada Senja.

Senja pun meraihnya dan meneguknya secara perlahan, ia kembali memekik lantaran di bagian bibirnya juga terdapat luka sampai ke dagu.

"Aduh ...." Senja kembali menangis.

"Ya ampun, kalau Aa' Juna tahu, gimana coba?"
Senja hanya merengek tanpa menghiraukan ucapan Jona.

Sesampainya di rumah abah Koswara, Senja disambut histeris oleh umi Rasti yang merasa terkejut melihat penampilan putri bungsunya sedikit mengenaskan.
"Gusti ... si Neng kenapa?" Umi bergegas memeluknya disusul tangisnya yang pecah.
"Abah ... si bungsu, Abah ...." Umi Rasti berteriak memanggil suaminya.

Shailendra yang mengetahui keadaan adik bungsunya, segera menghubugi Sigit yang tengah bermain entah di mana dan menyuruhnya agar segera pulang. Tidak lama kemudian, Sigit Parameswara tiba di rumah. Sama halnya seperti umi, ia pun tercengang melihat keadaan adik kesayangannya itu.
"Si Neng kenapa?" Sigit mendekat dan memperhatikan keadaan Senja.

"Neng disrempet, A'," gumamnya.

"Siapa yang berani srempet, Neng? Sok aja bilang ke Aa'," tukas Sigit dengan nada emosi.

Senja hanya mengeleng dan menangis di pelukan ibunya, Sigit menoleh pada Jona dan bertanya soal kejadian itu.

"Kamu tahu siapa yang nyerempet?" tanyanya.

"Nggak, A'." Jona menggeleng, "Jona tadi lewat, terus ngeliat neng Senja di pinggir jalan sedang nangis," tuturnya.

Sigit lantas mendekat dan duduk di samping Senja. "Neng, pasti sakit, ya?" Ia pun mengusap kepala Senja dengan lembut.

"Tadi ditawarin ke rumah sakit, tapi si neng Senja malah nggak mau," ujar Jona.

Sigit sontak menoleh padanya, lalu kembali memperhatikan adiknya. "Atuh bener Neng, mendingan ayo kita ke rumah sakit. Takutnya, Neng kenapa-kenapa," ujar Sigit.

Pemuda tampan nan tegas itu kerap kali bersikap protective pada Senja, walaupun ia memiliki watak yang tempramental, tapi kasih sayangnya pada keluarga dan orang terdekat tidakklah diragukan.

"Hayu atuh Abah, Umi, udah jangan nangis saja. Lebih baik kita bawa neng Senja ke rumah sakit, Nanti malam pasti si Neng teh banyak yang dirasa. Pegal, meriang, udah jelas kalau sakit mah karena luka-luka. Hayu, ah, buruan." Sigit bergegas mengambil kunci mobil.

"Hati-hati Sigit, jangan kebawa emosi." Seloroh abah Koswara yang selalu mengingatkan anak-anaknya.

"Abah, jangan lupa, nanti kita cari tuh siapa yang berani mengganggu neng Senja," tukas Sigit.

"Udah, itu mah gampang. Lebih baik sekarang kita bawa si Neng," ujar Shailendra yang kini juga sudah bersiap untuk mengantar adiknya.

Sebelum berangkat ke rumah sakit, abah Koswara dan Shailendra mengucapkan terima kasih pada Jona.

"Jona, punten, tolong kasih tahu si Jay, suruh datang ke rumah sakit buat temanin Aa', nyak." Sigit berpesan.

"Iya, A'." Jona mengangguk dan bergegas menghubungi Jay Pramudya serta Arjuna untuk memberitahukan kabar Senja.

💝💝💝

Di sekolah, setelah latihan Elang sangat terkejut ketika mendengar kabar Senja yang mengalami insiden sampai dibawa ke rumah sakit.

"Pantes saja perasaan aing nggak enak. Ya Allah, neng Senja."

Ia pun termenung sesaat setelah menikmati pop ice rasa coklatnya, kemudian bergegas pulang dan akan menyusul ke rumah sakit untuk melihat keadaan neng Senja.

Hari itu Elang merasa bersalah karena sudah membiarkan Senja pulang sendirian dalam keadaan tidak enak badan. Biasanya mereka berdua selalu bersama seperti ari-ari bayi yang terus menempel ke manapun. Yang namanya musibah memang tidak ada yang tahu pasti kapan datangnya.

💝💝💝

Di Bandung, Arjuna merasa sangat gelisah, tidak seperti biasanya ia seperti ini. Bahkan dari siang, ia sampai tidak fokus belajar.

Sepulang kuliah ia pun mengecek ponselnya, ingin membaca beberapa pesan dari Senja yang biasanya memenuhi ruang chat. Namun, hari itu, hanya ada dua chat yang menanyakan apakah dia sudah makan atau belum dan ketikan 'kangen' dari Senja.

Arjuna mengernyit lantaran tidak seperti biasanya istri ciliknya itu bersikap demikian.

"Perasaan Aa' nggak enak, ingat terus sama neng Senja. Neng sedang apa? Aa' kangen."

Arjuna mengirimkan pesan pada Senja, tapi tidak jua mendapatkan balasan. Ia pun mencoba menghubunginya dan tidak satu pun yang dijawab.

Belum usai rasa gelisahnya, Arjuna benar-benar terkejut ketika Jona menghubunginya dan menyatakan bahwa Senja masuk ke rumah sakit.

"Yang bener, lu? Jangan bercanda, anjing!" Arjuna terperanjat, matanya sontak membulat, hingga kata-kata kasar kerap keluar dari mulutnya.

"Lu ditelepon dari tadi malah nggak diangkat-angkat, sebenernya lu lagi ngapain sih? Selingkuh lu?" ujar Jona di telepon.

"Apaan sih, lu pasti bercanda 'kan?" sahut Arjuna.

"Aing serius, Juna! Demi Allah, neng Senja dibawa ke rumah sakit. Aing sendiri yang nolongin neng Senja waktu kecelakaan," ujar si Jona.

Belum tuntas ia bicara, telepon itu sudah tidak aktif. "Hallo! Hallo ... Juna?"

Jona termenung memandangi layar ponselnya.

"Eeh ... si anjing malah ditutup!" Ia pun mengumpat beberapa kali.

💝💝💝

Senja sudah di rumah sakit dan segera mendapatkan perawatan medis, selang infus serta beberapa perban sudah menutupi bagian tubuhnya yang terluka. Bahkan, dokter spesialis tulang mulai memeriksa bagian lututnya yang terdapat sedikit cedera sendi. Untuk itu, Senja Praeswari akan dirawat inap selama beberapa hari. Di kamar VIP, Senja boleh menerima tamu sesuai waktu yang ditentukan. Selain abah Koswara dan umi Rasti yang setia menemani, Senja juga kedatangan beberapa tamu yang menjenguknya, termasuk Jay dan Elang beserta keluarga yang begitu mencemaskan gadis itu.

Elang mendekat pada Senja dan merangkulnya secara hati-hati. "Neng Senja, maafin Elang, ya? Kalau saja Elang nganterin neng Senja, Neng pasti nggak akan kecelakaan." Ia pun memeluknya tanpa ragu di hadapan semua orang.

"Udah, aku nggak apa-apa, kok. Elang nggak salah, jangan gitu, ah!" Senja pun mengusap pundak kekarnya.

"Elang, kamu ninggalin neng Senja sendirian?" tanya Jay memberinya atensi penuh.

"Bukan gitu A', si Neng pulang lebih dulu karena meriang," ujar Elang.

"Kalau si Neng meriang, kenapa kamu nggak anterin pulang?" tegas Jay.

"Jay ... udah dong, jangan gitu. Elang nggak tahu apa-apa," sahut Senja.

"Lain kali kamu nggak boleh tinggalin neng Senja, paham?" Jay kembali menegaskan ucapannya.

Elang hanya mengangguk dan menundukan wajah dengan penuh penyesalan.
"Jay, mulai deh, selalu begitu ke Elang." Senja merasa tak tega bila harus melihat Jay bersikap tegas pada Elang.

"Elang jangan diambil hati, ya. Aku nggak apa-apa, beneran deh." Senja berusaha terlihat baik-baik saja agar Elang tidak lagi ditekan oleh kakaknya.

Elang menggeleng, "Aa' banar, seharusnya Elang nggak ninggalin kamu Neng," ujarnya.

"Udah, ah!" Senja menggenggam tangan kekar Elang dan menatapnya dengan penuh perhatian disertai senyuman.

Jay si paling protective menanyakan beberapa pertanyaan pada Senja, lelaki itu sudah mirip seperti wartawan.

"Neng, kok bisa sampai disrempet orang, memangnya Neng berantem, ya?"

"Nggak, aku aja nggak tahu orang itu siapa. Aku kira itu cuma orang asing yang sama-sama lewat di jalan."

"Terus gimana sih kejadiannya?"

"Orang itu ngikutin aku di belakang, aku nggak mikir kalau itu orang jahat. Tapi, lama-kelamaan kok perasaan aku nggak enak, pas di jalan yang sepi orang itu mepet-mepet sampe aku mau nyungseb ke sawah. Aku dipepet terus dari samping dan depan sampai aku banting setir dan jatuh ke tengah jalan. Untung saja nggak ketabrak mobil, karena kebetulan sedang sepi tuh jalannya. Untung juga aku nggak nyungseb ke sawah, cuma nyium aspal aja." Senja mencoba menjelaskan dengan sedatail mungkin apa yang ia ingat hari itu.

"Ya Allah, terus Neng nggak balas?"

Senja menggeleng, "kalau orang itu turun, mungkin aku bisa balas. Tapi mereka cuma berhenti dan ngetawain. Puas ceunah!" ujarnya.

Jay terlihat kesal mendengarnya, begitupun dengan Elang dan yang lainnya.

"Terus, Neng ingat nggak gimana ciri-cirinya?"

Senja termenung sesaat untuk mengingat kedua pengendara motor itu.
"Mereka dua orang, pakai motor gede. Pakai helm, aku nggak bisa lihat mukanya, cuma lihat bibirnya ketawa sama matanya yang menyebalkan!" Senja lantas mulai menangis dan berlinang air mata.

"Udah, ah, jangan nangis." Abah Koswara mendekat dan menyeka air mata putrinya.

"Iya jangan nangis, Elang ada di sini," tutur Elang yang masih setia merangkul pundaknya.

"Abah pulang dulu, ya, sama a' Shailendra. Si Aa' juga harus jemput teteh, nanti kita ke mari lagi bareng teh Herlina," ujar abah Koswara.

"Terus Neng sama siapa?" sahut Senja.

"Aa' dan Umi masih di sini," ujar Sigit yang sudah menyelesaikan segala administrasinya untuk Senja.

"Jadi gimana, A'? Mau Aa' atau a' Sigit yang mengurus masalah ini?" tanya Shailendra dengan nada tegas, begitupun raut wajahnya yang berubah masam.

"Kalem aja A', Tuman. Mereka belum ngerasain kepalan tangan aing," ujar Sigit dengan perasaan dendam di hatinya.

Elang dan Jay sontak menoleh pada Sigit, keduanya juga sama-sama menyimpan rasa kesal pada si pelaku yang belum ketahuan identitasnya.

"Awas saja kalau sampai ketahuan, habislah ku aing digablogan," ujar Sigit dengan emosi yang sama, Jay mendekat ke samping dan menepuk pundaknya.

"Cariin, Jay, orang mana kira-kira," tukas Sigit.

"Tenang saja A', sedang dicari," ujar Jay.

"Si Arjuna udah dikasih tahu?" tanya Sigit.

Senja sontak menoleh dan melihat anggukan dari Jay.

"Si Jona udah telepon katanya," ujar Jay.

"A' Juna sedang sibuk mungkin, lebih baik jangan diganggu," tukas Senja.

Sigit sontak menoleh. "Neng, a' Juna tuh suami kamu. Kalau nggak dikasih tahu, bagaimana perasaannya coba?"

Abah Koswara mendapat telepon dari kepolisian dan menanyakan tentang kecelakaan yang menimpa putrinya.

"Umi, mending Umi ikut sama Abah. Pak polisi akan datang ke rumah," ujarnya.

"Dih ... terus Neng sama siapa?" Senja mulai mengeluh.

"Ada bunda, emang kenapa sih?" sahut Elang.

Bunda Kartiwi dan om Pramudya sudah tiba setelah barusan keluar mencari makanan, keduanya membawa banyak camilan serta nasi bungkus untuk Senja.

"Tuh, bunda udah datang," seru Shailendra. "Bund, Ayah. Kita pamit dulu, ya. Mau ada tamu ke rumah, mau urusin masalah ini. Titip si Neng, ya," ujar Shailendra, yang sudah kebiasaan memaggil ayah pada om Pramudya, dan bukan haya Shailendra, seluruh keluarga Abah Koswara beserta teman-teman Elang juga sering memanggil 'ayah' pada beliau.

"Oh, iya mangga. Hati-hati, Abah, Ujang, tong sampe emosi," ujar om Pramudya yang memang terkesan lebih kalem dari kakaknya-- abah Koswara.

"Iya silahkan, Umi. Jangan khawatir, si Neng bakalan dijagain sama bunda," ujar bunda Kartiwi yang lantas mendekat ke samping Senja dengan membawa nasi bungkus. "Ayo, lebih baik sekarang Neng makan dulu," pungkasnya.

Ketika hendak pulang mereka pun seraya menjawab salam.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Itu adalah Arjuna yang kebetulan sudah tiba dan bergegas masuk ke ruangan Senja.

"A' Juna," gumam Senja yang sedang menerima suapan nasi dari bunda Kartiwi.
"Ya Allah, Neng!" Arjuna mendekat dan memeluk istrinya itu di hadapan semua orang.

Setelah mendengar kabar dari Jona tentang kondisi Senja, Arjuna bergegas pulang dari Bandung ke Subang mengendarai motor di atas rata-rata.

"Untung atuh ujang Juna datang, Umi dan Abah nggak sempet ngasih tahu," ujar umi Rasti yang masih berada di dekat pintu.

Arjuna melepaskan pelukannya, kemudian menyeka air mata yang sudah menetes beberapa kali sedari tadi bahkan ketika masih di Bandung, matanya terlihat sembab akibat menangis.

Arjuna mendekat ke hadapan mertuanya dan menyapa keduanya dengan penuh kesopanan, begitupun pada kedua kakak iparnya juga pada orang tua Jay dan Elang.

Abah Koswara dan Umi beserta kedua kakak Senja akhirnya bergegas pulang.

Arjuna kembali mendekat dan duduk di samping Senja.

"Bapak dan Mamah belum ke sini?"

"Kami belum ngasih tahu, A'," sahut bunda Kartiwi.

Arjuna terdiam cukup lama dengan memperhatikan kondisi istrinya, hatinya terasa pilu dengan memandangi beberapa perban dan luka di sana sini.

Senja mulai menangis dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Loh, kok, nangis lagi?" tanya bunda Kartiwi.

"Kenapa?" Arjuna meraih kedua tangan Senja secara perlahan agar tidak menutup wajahnya.

"Dari tadi si Neng emang nangis aja, A'," ujar Elang.

"Udah, Neng, jangan nangis," pinta Jay yang sedari tadi masih setia berdiri di ujung brankar.

"Kenapa? Ada apa? Mana yang sakitnya? Sini biar Aa' elusin." Arjuna mendekapnya secara hati-hati dan memperhatikan beberapa luka istrinya.

"Aku cuma khawatir," gumam Senja.

"Khawatir kenapa? Nggak usah khawatir, Aa' udah ada di sini, Aa' yang akan jagain neng Senja." Arjuna memeluknya dengan erat.

"Aku khawatir kalau a' Juna bakalan ilfeel. Wajahku sekarang jadi banyak lukanya," ujar Senja dengan penuh air mata.

Jay, Elang beserta kedua orang tuanya saling menoleh dengan pandangan nanar.

"Ya ampun ... kenapa berpikiran begitu sih? Kenapa juga Aa' harus ilfeel?" Arjuna bengong menatapnya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam." Koor mereka seraya menjawab salam tersebut.

Teman-teman Arjuna pun sudah berdatangan. Seperti biasa ada Jona, Lingga, Aerlangga dan juga Sagara. Mereka diberitahu oleh Jona tentang kondisi Senja dan memutuskan untuk pergi bersama menjenguk ke rumah sakit.

"A' Jona, makasih, ya, karena udah nolongin aku," ucap Senja ke arah Jona.

Pemuda manis itu pun mengangguk seraya mengulum bibir hingga lesung pipinya sedikit membentuk.

Arjuna menyeka air mata Senja. "Udah, ya. Jangan nangis! Aku nggak ilfeel dan nggak akan pernah ilfeel sama neng Senja. Walaupun neng Senja suka ngorok dan ngiler," ujarnya disertai tawa yang khas.

"Iih ... A' Juna!" Senja menepuk pundak Arjuna.

Mereka setentak tertawa mendengarnya. Ada yang memprotes Arjuna, memakinya bahkan mengejekknya. Namun, Arjuna sama sekali tidak menghiraukan semua itu. Ia hanya ingin fokus pada istrinya, menatapnya dengan penuh cinta dan kasih sayang, lalu kembali memeluknya di hadapan mereka, hingga mereka semakin salah tingkah.

Continue Reading

You'll Also Like

639K 65.9K 40
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
5.4M 367K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
5.7M 241K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
559K 45.9K 29
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...