Raden Saka

Par matvhace

4K 1.7K 851

[ Dalam Proses Revisi ] ๐–๐ข๐ญ๐ข๐ง๐  ๐ญ๐ซ๐ž๐ฌ๐ง๐จ ๐ฃ๐š๐ฅ๐š๐ซ๐š๐ง ๐ฌ๐š๐ค๐š ๐ค๐ฎ๐ฅ๐ข๐ง๐จ Kutipan di atas merupa... Plus

Prolog.
LEAD CAST
เน‘'โ€ข. Gadis Biola
เน‘'โ€ข. Pulang dari Belanda
เน‘'โ€ข. Di Bawah Beringin
เน‘'โ€ข. Sombong
เน‘'โ€ข. Berdua dengannya
เน‘'โ€ข. Bulan Purnama
เน‘'โ€ข. Janu Kesal
เน‘'โ€ข. Bersemi
เน‘'โ€ข. Witing Tresno
เน‘'โ€ข. Keraguan
เน‘'โ€ข. Sayap Pelindung
เน‘'โ€ข. Rama dan Sinta
เน‘'โ€ข. Layar Tancap
HI RADSAVERS !
เน‘'โ€ข. Malioboro
เน‘'โ€ข. Anak Baru
เน‘'โ€ข. Ulang Tahun Rossa
เน‘'โ€ข. Mawar Putih
เน‘'โ€ข. Protektif
เน‘'โ€ข. Londo
เน‘'โ€ข. La Vie en Rose
เน‘'โ€ข. Parangtritis
เน‘'โ€ข. Orang Ketiga
เน‘'โ€ข. Payung

เน‘'โ€ข. Bukit

78 46 42
Par matvhace

WARNING
Sebelum membaca dimohon untuk menekan tombol bintang dan jangan lupa memberi komentar positif juga !

------


Esok harinya Saka bersiap untuk menuntut ilmu kembali ke sekolah.

Dia sengaja berangkat lebih awal lalu berpamitan terlebih dahulu.

"Ma, Saka berangkat."

"Hati hati cah bagus."

Eliza melemparkan senyum lalu mencium Saka dengan lembut.

Laki laki itu berjalan menuju mobil dan melajukan keluar dari gerbang kediamannya.

Dua puluh menit kemudian dia telah sampai di parkiran sekolah.

Mata Saka tiba tiba melihat seorang gadis yang tengah memarkirkan sepeda bersamaan dengan kedatangannya.

Alhasil dia pun turun dan mengikuti langkahnya menuju kelas.

Di sisi lain Abel terlihat sangat tidak bersemangat hari ini.

Tiba tiba dari arah belakang ada Saka yang mendahului.

Gadis itu menatap langkah kaki Saka yang semakin jauh di hadapannya.

Abel tiba di kelas yang masih sepi pagi itu, hanya dirinya dan beberapa anak lain termasuk Saka.

Dia baru sadar kalau hari ini jadwal nya piket.

Abel langsung ambil sapu dan mulai membersihkan sebagian kelas.

Saat akan membuang kantong sampah mendadak tangannya dicekal oleh Saka.

"Biar aku saja."

"Tidak usah, aku juga bisa."

"Hari ini aku juga piket."

Tanpa basa basi Saka langsung mengangkut dua kantong plastik hitam tersebut menuju tempat sampah besar.

"Terima kasih."

"Butuh bantuan lagi?"

"Kurasa belum, kau menghapus papan tulis saja."

Saka langsung mematuhi perintah Abel dengan bergerak mengambil penghapus dan membersihkan papannya.

"Sisanya biar yang lain, kita cukup disini."

"Kau tak apa? wajahmu lesu."

"Ha? aku tidak apa apa."

Saka kembali ke bangkunya setelah perdebatan kecil dengan Abel.

Tak lama kemudian Aksena datang dengan jaket lepis membalut seragam miliknya.

Laki laki berambut setengah gondrong itu duduk di bangku dan mengeluarkan beberapa buku.

Dia melirik ke arah Abel yang masih sendirian dan memutuskan untuk mendatanginya.

"Hai."

Abel terkejut saat Aksena sudah ada di sampingnya.

"I-iya?"

"Kita satu kelompok kan?"

"Aku tahu itu Sena, ada apa?"

"Kapan kapan aku ingin belajar denganmu."

"Denganku?"

Aksena mengangguk mengiyakan.

"T-tentu, tapi lihat jadwal ya?"

"Kutunggu."

Entah apa lagi yang akan memasuki kehidupan Abel setelah ini.

Anak yang baru saja ia kenal beberapa hari mengajaknya belajar bersama.

Memang tidak ada yang salah dengan itu.

Dari pojok kiri belakang terlihat tatapan Saka nampak tidak mengenakkan.

"Hei, kau kenapa?" ucap Angga baru datang.

"Tidak ada."

"Matamu seperti ingin marah."

"Memang biasanya seperti apa?"

"Tidak, berarti aku salah duga" balas Angga sambil membuka tasnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 7 tapi guru untuk mata pelajaran jam pertama tak kunjung datang.

"Ketua kelas, kita jam kosong?" tanya Adi, si murid yang suka berisik di kelas.

"Sebentar, aku akan ke ruang guru."

Beberapa menit kemudian Ratna telah kembali dan membawa kabar.

"Jam pertama kosong tapi ada tugas dan harus dikumpulkan siang ini paling lambat pukul satu."

Semuanya langsung membuka halaman yang dijadikan tugas dan mengerjakannya.

"Bel, ajari aku yang ini."

Tanpa pamrih Abel selalu mengajari salah satu dari ketiga temannya di kala perlu bantuan atau kurang paham.

"Sudah jelas?"

"Sudah, terima kasih bu Abel!" ucap Ajeng antusias.

"Hah? susah sekali!" gerutu Abel lalu mengacak acak rambutnya.

"Tumben anda begitu" sahut Dian lalu menghentikan aktivitas menulisnya setelah melihat tingkah Abel.

"Sudahlah, suasana hatiku tak karuan."

"Ini pasti karena tamu bulananmu belum selesai kan bel?" duga Rachel.

"Mungkin."

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan dan saatnya istirahat tiba.

"Ke kantin yuk? lapar aku" gerutu Ajeng yang sudah tak tahan.

"Kau dengan Dian saja , kita nitip."

"Lah? ya sudah sini."

"Bel, kau titip apa?" tanya Rachel.

"Air minum saja dengan gorengan seperti biasa."

"Aku juga seperti biasa, ditambah batagor Pak Asdi yang katanya enak itu."

Rachel lalu menyodorkan uangnya dan Abel pada kedua gadis itu.

Ajeng dan Dian keluar kelas menuju kantin sementara itu mereka berdua masih fokus mengerjakan tugas.

"Kalau suasana hati belum stabil, jangan dipaksa."

"Tidak kok hel, tak apa."

Rachel pun membiarkan Abel tetapi juga sedikit mengawasi dirinya.

Tiba tiba Rachel ingin pergi ke toilet lantas berpamitan pada Abel terlebih dulu.

"Bel, aku mau buang air kecil sebentar."

Abel mengangguk dan kini ia sendirian di bangku sambil mengotak atik bukunya.

"Makan ini."

Abel melihat Saka yang lewat di jalan samping deretan bangkunya sambil menyodorkan sebungkus roti.

"Kau tak perlu repot repot."

"Wajahmu lesu, aku takut kau sakit."

Perhatian kecil itu datang lagi.

"I-iya, terima kasih."

Abel menerima roti itu dan memutuskan untuk memakannya sedikit.

Tak lama kemudian ketiga temannya telah kembali dari tujuan masing masing.

"Loh, roti dari mana?" tanya Ajeng penasaran karena Abel sudah mendahului.

"Dari Saka."

"Oh, kami tak kaget" timpal Dian.

"Kenapa?"

"Saka kan penggemar nomor satu Abel."

"Kau ini ya?!"

Abel mulai menyerang Ajeng karena emosinya yang masih belum stabil.

"Ampun ndoro."

Mereka berempat akhirnya menikmati santap siang dengan tenang setelah pertengkaran iseng tadi.

Tak lama kemudian bel masuk sudah berbunyi dan mereka siap menerima pelajaran selanjutnya.

Guru pun masuk dan seisi kelas pun duduk tenang di bangku sembari menyimak penjelasan materi.

"Kerjakan halaman 17 , lima soal saja."

Dua jam kemudian mata pelajaran ini berakhir dan kelas olahraga pun tiba.

Abel dan teman temannya segera keluar kelas dan berganti pakaian sebelum antrian membludak.

"Sudah?" ujar Ajeng lebih dulu saat melihat Dian yang baru saja keluar kamar mandi.

Di dalam kelas ada Saka dan Angga sedang mengambil bola.

"Saka, ayo cepat!" teriak Angga dari arah pintu.

"Sabar."

Saka lalu menyusul Angga keluar dan melihat Abel sekilas bersama tiga temannya.

Terlihat gadis itu nampak sudah lebih baik dari sebelumnya.

Keempat gadis itu kembali ke kelas terlebih dahulu untuk meletakkan seragam.

"Nanti selepas olahraga, beli air dingin" saran Rachel disetujui ketiganya.

Mereka segera ke lapangan dan nampak yang lainnya sudah berbaris.

Ajeng berbaris di belakang lalu disusul yang lain juga berdiri di sampingnya.

prittt prittt

Peluit sudah berbunyi menandakan kelas olahraga akan segera dimulai.

"Hari ini kita bermain bola tangan dengan peraturan tidak boleh berlari saat akan menjatuhkan kerucut lawan, tidak boleh curang , dan saya beri waktu setengah jam untuk bertanding."

Satu kelas membagi menjadi empat kelompok besar untuk diadu.

"Kelompok 2 dan 3 , silahkan main."

"Bel, kita jadi rival dulu" ujar Dian.

"Iya iya."

Kedua kelompok tersebut mengatur formasi dan strategi untuk permainan.

Setelah peluit berbunyi mereka dipersilahkan mencetak gol sebanyak mungkin selama setengah jam.

Pritt

Dengan cekatan Abel mengoper bola ke kawan satu timnya dan berupaya menghindari serangan lawan.

"SEMANGAT BEL!" teriak Ajeng dari kejauhan.

Finalnya, tim Abel berhasil mencetak dua poin di ronde pertama sementara tim lawan masih satu.

Babak kedua dimulai, masing masing tim saling kompetitif dan berusaha lebih keras.

Namun kali ini sesuatu tak diinginkan terjadi pada Abel.

Saat akan menangkap bola tiba tiba kakinya tersandung dan Abel akan tersungkur ke belakang.

Alhasil bola pun terjatuh bersama dirinya akan tetapi ada seseorang yang menangkapnya.

Dia rela jadi tumpuan badan Abel dan kini saling adu pandang pun terjadi.

"Kau tak apa?"

Abel masih terdiam menatap wajahnya yang diterpa terik matahari.

"A-ku tidak apa apa" jawab Abel sambil berusaha bangkit dari pelukan Aksena.

Karena peristiwa itu membuat ketiga teman Abel sekaligus Saka juga ikut panik.

"Terima kasih."

Abel tak mau jadi bahan omongan dan lekas kembali ke posisi.

"Maaf pak!" teriak Aksena yang mendadak lari ke lapangan sebelum gilirannya.

"Bel , kamu benar tak apa?" tanya Dian memastikan.

"Tak apa yan, sudah."

Permainan yang terhenti pun kembali dilanjutkan hingga skor akhir 4-2 dengan kelompok 3 memimpin.

"Karena baru saja ada kejadian tak mengenakkan, untuk dua kelompok terakhir kita sambung minggu depan."

Akhirnya satu kelas pun bebas berolahraga sendiri atau istirahat.

"Aku benar benar terkejut" ujar Ajeng.

"Soal Abel dan Sena tadi?" timpal Rachel membuat Abel menoleh.

"Dia berani sekali" tambah Dian.

"Sudah, jangan dibahas."

Saat berjalan dia melihat Saka yang tengah bermain bola dengan Angga dan Nando.

Entah kenapa ada sesuatu yang membuatnya merasa bersalah dengan laki laki itu.

"Kalian duluan saja, aku mau ke kelas."

"Loh?"

"Aku baik baik saja, sungguh."

Karena suasana hatinya makin buruk gadis itu berjalan sendiri menuju kelas.

Abel menghela nafas panjang lalu meletakkan kepala di atas meja sejenak.

Karena terkena terpaan semilir angin gadis itu pun tertidur.

"Sen, kau mau ini tidak?" ujar Jaka bersama Aksena memasuki kelas.

"Bisa kau pergi sebentar?"

"Kenapa bung?"

"Kembalikan bola basket ini dulu" dalih laki laki itu.

Setelah Jaka keluar kelas dia melihat Abel yang tengah tertidur di bangkunya.

Perlahan dia datangi Abel dan berusaha merapikan rambutnya yang berantakan.

"Kau luar biasa hari ini."

Aksena memandangi wajah sayu Abel cukup lama dan entah kenapa semakin membuatnya tak ingin beralih.

"Sena!"

Tiba tiba ada yang memanggilnya.

"Iya, ada apa?"

"Kau ditunggu Jaka."

Laki laki itu lantas keluar dari kelas dan menyusul temannya.

"Bel, bangun."

Saka perlahan membangunkan Abel dan gadis itu pun membuka matanya.

"Sejak kapan aku tidur?"

"Kurasa sejak tadi."

"K-kau kenapa disini?"

"Tak usah ganti atasan, ganti saja celana dengan rokmu."

"A-aku tak nyaman begitu" sergah Abel.

"Ya sudah, sesukamu."

Abel pun bangkit dari duduknya dan mengambil seragam untuk segera berganti.

"Kakimu tak apa?" tanya Saka lagi.

"Baik baik saja."

"Duduk."

Saka menghampiri Abel yang terduduk tiba tiba lalu mengecek keadaan pergelangan kakinya.

"A-aku tak apa apa Saka."

"Lain kali hati hati."

Laki laki itu kembali berdiri dan menuju bangkunya.

Sementara itu Abel langsung berjalan keluar kelas untuk berganti pakaian.

Seusai melakukan kegiatan itu tepatnya di pertengahan koridor Abel bertemu ketiga temannya.

"Sudah ganti duluan dia" sergah Ajeng.

"Maaf."

"Tidak apa, kau istirahat saja" timpal Rachel.

Alhasil Abel pun berjalan menuju kelas terlebih dahulu dan memasukkan seragamnya ke dalam tas khusus.

Hari ini cukup berat dan melelahkan baginya ditambah tamu bulanan yang masih belum usai.

Beberapa jam kemudian waktu pulang sudah tiba dan Abel bersama gengnya memutuskan untuk lihat pertandingan futsal terlebih dahulu.

"Aku mau dukung Kak Tio!" ucap Ajeng antusias.

"Kak Tio teruss."

"Biarin, dia itu kapten futsal tampan sekolah kita."

Mereka telah sampai di tribun dan segera duduk berjejer.

Keempat gadis itu bersorak bahagia ketika jagoannya berhasil mencetak dua poin di babak pertama.

"Kan sudah kubilang" ucap bangga seorang Ajeng.

"Futsal kita memang terbaik" tambah Dian.

Kini skor akhir 5-3 dan wasit meniup peluit untuk masuk babak kedua.

"AYO KAK TIO, PASTI BISA!"

"Jeng?" kaget mereka bertiga.

"Kenapa to?"

"Suaramu kencang sekali" sahut Dian lirih.

"Halah, aku mau dukung jagoanku."

Seusai pertandingan tamat Abel pamit terlebih dahulu karena takut kemalaman.

Dia menuju ke parkiran dan mengayuh sepedanya untuk pulang.

Tak lama kemudian dia telah sampai di depan rumahnya.

"Ibu sedang apa?"

"Memisahkan cengkeh dari kotoran, tumben pulang agak terlambat."

"Tadi Abel menonton futsal dengan teman teman."

"Oh begitu, ya sudah mandi dulu."

Gadis itu mengambil handuk dan menimba air di sumur terlebih dahulu karena ternyata pompa air padam.

Dia taruh air hasil timbaan ke dalam bak sampai penuh lalu ia gunakan secukupnya untuk mandi.

Setelahnya Abel masuk ke kamar untuk mengeringkan rambut dan berias sedikit.

"Tadi Janu kemari" beritahu Ratmi sambil meletakkan tumpukan pakaian ke dalam lemari Abel.

"Ada perihal apa bu?"

"Ingin mengajakmu ke air terjun, tapi kau masih belum pulang sekolah."

"Nanti saja kalau aku libur."

"Ngomong ngomong, kita jadi pindah ke kota bulan depan."

"Sungguh?"

"Bapakmu sudah beli rumah di sana."

"Syukurlah, aku turut senang."

"Iya nak."

"T-tapi Abel tak mau meninggalkan desa ini."

Ratmi duduk di samping putrinya dan memeluknya menyamping.

"Sama nak, tapi kita juga harus hargai usaha bapakmu."

Abel hanya menuruti kedua orang tuanya sebagai seorang anak tunggal yang patuh.

Malam hari pun tiba dan gadis itu masih diam di kamarnya karena mengerjakan tugas.

Beberapa menit kemudian ada yang mengetuk pintu rumahnya sebanyak dua kali.

"Sebentar."

Alangkah terkejutnya Abel saat melihat Saka sudah berpakaian rapi di hadapannya.

"Bel, ayo ikut aku ke bukit."

"H-hah?! kau gila?"

"Siapa bel?" tiba tiba Ratmi datang dari arah dapur dan melihat Saka di depan pintu.

"Malam bu."

"Loh nak Saka, ayo duduk."

Keduanya pun duduk dalam satu kursi sembari Ratmi membawakan teh hangat untuk laki laki itu.

"Ada perlu apa kemari nak?"

"Saya mohon izin untuk membawa Abel."

"Kemana?"

"Ke suatu tempat, apa boleh?"

"Tentu, ibu percaya denganmu."

Saka tersenyum tipis lalu melihat ke arah Abel yang terdiam.

"Bel, sana ganti pakaian yang bagus."

"Tapi bu...."

"Aku tidak akan mencelakaimu, tenang."

Abel hanya mengiyakan ajakan itu dan berganti pakaian di kamar.

Saka memutuskan untuk menunggu Abel di teras dan berpamitan dahulu pada ibunya.

Beberapa menit kemudian gadis itu keluar dan penampilannya kali ini berhasil membuat Saka tak berkedip.

"Kenapa menatapku begitu?"

"T-tidak apa apa."

Saka lalu berjalan diikuti Abel di belakangnya.

"Ada apa to malam malam begini?"

"Sesuatu."

Abel makin dibuat tak mengerti dengan jawaban laki laki yang memakai setelah kemeja hitam dan kaos putih itu.

Tak lama kemudian mereka menyusuri jalan setapak yang cukup menanjak.

"Hati hati."

Rasanya Abel ingin terguling tatkala berjalan dengan sepatu yang ber hak.

"S-saka!" teriaknya ingin jatuh.

"Aku gandeng tanganmu sini."

Abel menyodorkan tangan kanan lalu laki laki itu menggandeng dirinya erat.

Akhirnya mereka sampai di tempat yang dimaksud Saka yaitu bukit.

"I-ini kan tempat yang kita temukan dulu."

"Benar."

"Lantas?"

Saka membawa gadis itu ke bawah pohon besar yang pernah jadi tempat mereka beristirahat sambil menatap pemandangan dari atas.

"Duduk di sebelahku."

"Saka?"

"Iya?"

"Aku curiga kau nampak tak suka saat aku dekat dengan Aksena."

"Maksudmu?"

"Iya seperti itu, maaf kalau salah."

Saka menundukkan kepala lalu terkekeh saat mendengar pernyataan itu.

"Kalau dugaanmu memang benar?"

"I-iya tapi kenapa?"

"Kau masih belum menyadarinya bel."

"Ha?"

Saka lalu mengambil salah satu tangan Abel dan digenggamnya.

"Rasakan ketulusan dari orang orang terdekatmu."

"Sudah."

"Yakin?"

"Iya yakin, lalu?"

"Sekarang aku ingin bertanya."

"Tingkahmu aneh sejak tadi" sergah Abel mulai merasa ada yang tidak beres dengan Saka.

"Jika ada orang yang suka denganmu, kau akan apa?"

"Aku t-tak tahu."

Saka lalu berdiri dan mengambil sesuatu dari atas pohon.

"EH BELALANG!"

"Kau takut?" goda Saka sambil tertawa kecil.

"Aku geli, tolong buang!"

"Dasar wanita."

"Cepat katakan, apa maksudmu membawaku ke tempat ini?"

Abel makin terbawa emosi saat Saka terus memutar mutar obrolan sejak tadi.

"Tidak semudah itu."

"Kau ini ya?!" ucap Abel sambil memukul bahu laki laki itu.

"Ada singa mengamuk di sini."

"BERHENTI BILANG AKU SINGA!"

Saka tertawa puas setelah menggoda gadis itu dan ini kali pertama Abel melihatnya seperti itu.

"Lebih baik aku pulang saja."

Namun saat Abel akan berdiri tiba tiba tercetus beberapa kata dari mulut Saka.

"Aku menyukaimu bel."

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

2.7M 280K 65
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
Possessive Drake Par Ree

Roman pour Adolescents

343K 15.9K 29
Valerie Grazella Margaretta adalah gadis yang bebas melakukan apapun semau dia. Pakai rok mini? Boleh. Mabuk? boleh. Punya banyak pacar? Kenapa tidak...
1.8M 133K 50
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
5.7M 296K 61
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...