Bismillah, kami segenap tim MOW TEA SLIM memberikan dukungan penuh untuk saudara-saudara kita di tanah Palestina. Tidak ada lahan yang pantas menjadi tempatnya kekerasan, tidak ada tanah yang pantas menjadi tempat pertumpahan darah, dan yang paling penting, tidak ada nyawa yang pantas melayang sia-sia.
Semoga Allah melindungi saudara kita di Palestina🇵🇸 Merdekalah Palestina, biar kiamat menjadi urusan Allah!
______________
Playlist Wedding Song (Just)
______________
"Bar, karpetnya sebelah sini aja kayanya biar nggak langsung duduk di lantai," Ucap Aufar meminta adik iparnya untuk membawakan karpet tebal yang berat dari Arab tersebut ke arahnya. Tentu, Bara dengan cepat menuruti permintaan Aufar barusan.
Sementara Umi Zainab dan menantunya, Zahra, sibuk menata makanan ringan di meja yang tersedia agar tamunya dapat mengambil makanan-makanan itu secara prasmanan. "Bentar, Zahra ambil gulainya dulu, Mi," Tutur Zahra.
"Jangan!" Tolak Umi Zainab. Panci yang digunakan untuk memasak gulai itu cukup besar. Tenaga Zahra tak akan kuat mengangkatnya. "Mas Bara, Umi minta tolong..."
"Iya, Mi?" Sesaat setelah karpetnya digelar, Bara melangkah ke arah ibu mertuanya itu.
"Zahra kuat kok, Mi," Ucap Zahra sembari melirik Naqiya yang bersantai di sofa dan bermain dengan anak serta keponakannya. "Nay! Ayo bantu aku ngangkat gulainya."
"Hah?" Naqiya melongo mendengarnya. Gila kah Zahra ini? Panci sebesar itu diangkat berdua?
"Ayo, biar Bara bantu Bang Aufar itu masangin karpet masih banyak yang belum," Jelas Zahra mengajak adik iparnya. Dari tadi Naqiya hanya bersantai dan tertawa riang oleh anak-anak kecil menggemaskan itu.
"Udah ndak usah, Kak," Tolak Bara. "Kasian Naqiya kecapekan, biar saya aja yang angkat kesini."
Cengiran lebar terpampang dari wajah Naqiya saat suaminya seperti biasa memasang badan lebar-lebar. Mengapa tidak dilakukan dari dulu untuk mencegah istrinya kelelahan?
"Untung suamimu Bara ya, Nay," Celetuk Zahra yang gemas dengan adik iparnya ini. Dari dulu, Naqiya sudah ia anggap selayaknya adik kandung sendiri.
Kekehan Naqiya terdengar di sana. Ia kembali menyandarkan tubuhnya pada sofa dan memainkan miniatur dinosaurus milik Gaza yang dibawa oleh Bara. "Laper, dinonya makan dulu ya, Abang, Dek," Monolognya memainkan miniatur itu.
Aufar menghentikan aktivitasnya sejenak sebelum menoleh pada sang adik. "Berasa punya anak dua lagi dimomong Ammaty nya, Yang," Celetuknya.
"Ahaha..." Zahra tertawa dengan ledekan itu. Kalau orang lain tak mengetahui Naqiya adalah seorang ibu, pasti akan langsung menilai wanita itu sekadar anak ABG yang sedang mengasuh keponakannya. "Iya bener. Gaza kaya ponakanmu, Nay."
Saat matanya menangkap Bara yang urat-uratnya tampak menojol ketika mengangkat panci besar tersebut, sontak saja Naqiya membalas ucapan Zahra. "Ya, emang harusnya tugas aku momong ponakan, bukan momong anak," Balasnya menyindir Bara.
"Enggak juga ah, itu Fat lebih muda dari kamu juga udah momong Yusuf," Timpal Zahra yang rasa-rasanya selalu membela Bara. "Tergantung tolok ukurmu siapa dulu."
"Tau deh, Kak," Jawab Naqiya, malas membahas Bara. Fokusnya beralih pada balita-balita menggemaskan itu lagi, "Ayo lanjut lagi, dinonya nyemplung sumur."
"Ya Allah, tragis amat ceritain ke bocah," Celetuk Aufar manyadari cerita aneh yang Naqiya ceritakan pada anak-anak kecil itu.
Waktu mulai menjelang sore dan teman-teman pengajian sekaligus arisan Umi sudah mulai berdatangan. Tentu saja, baik anak, suami, maupun menantu semuanya masuk ke ruangan lain.
"Bi," Panggil Naqiya pada Abinya di kamar. "Umi ngaji ngapain bawa cucu, ajang pamer cucu?" Tanyanya.
"Iyalah, ditunjukkan kalau cucu-cucu Umi Abi anteng-anteng. Syukur-syukur dibiasakan ngaji bisa jadi hafidz cilik," Timpal Abi Muh sebelum memasang kacamatanya untuk membaca kitab yang Naqiya tak mengetahui kitab apa.
Naqiya manggut-manggut. Jujur, ia bersantai di kamar Abi dan Uminya karena malas berduaan dengan Bara di kamarnya. Pria itu pasti akan menguras emosinya lagi.
"Abi," Panggil Naqiya lagi. "Abi malu nggak kalo anak Abi jadi janda?"
"Astaghfirullah..." Abi tampak mendongak ke arah Naqiya dengan terkejut. "Setan semua itu di pikiran kamu. Wudhu, solat tobat kamu itu."
Persis seperti Bara, selalu saja menganggapnya kesetanan.
"Ya Nay nanya doang, Bi, 'kan kita nggak tau jodoh itu sampe mana," Ucap Naqiya membela diri. "Kalo orang nikah lima tahun abis itu cerai, berati mereka jodohnya ya cuma lima tahun. Itu semua rahasia Allah, Bi."
Abi Muh melepas kacamatanya sebelum menggeleng-gelengkan kepala pada putrinya. "Istri itu haram hukumnya minta cerai dari suami tanpa sebab yang jelas," Nasihat Abi yang tak habis pikir dengan jalan pikiran putrinya.
"Alesannya 'kan jelas, Bi. Kita udah nggak satu visi misi lagi udah nggak bisa nyatu lagi," Kekeuh Naqiya pada pemikirannya. "Nay harus fokus sama dunianya Nay, dan Mas Bara juga begitu."
"Itu bukan alasan syar'i!" Tolak Abi.
Naqiya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Terus alesan syar'i tuh gimana, Bi? Nutupin dada?"
Ah, Naqiya bodoh. Itu namanya jilbab syar'i.
"Nay jawab pertanyaan Abi dengan jujur," Ucap Abi dengan nada seriusnya, "Apa Mas Bara tidak memberikan Nay nafkah? Baik itu uang, tempat tinggal, ataupun nafkah batin?"
Hah?
Pertanyaan apa itu barusan?
Jelas-jelas baru semalam nafkah batinnya diberikan oleh Bara. Bara juga rutin mentransfer uang bulanan dan memberikannya tempat tinggal yang sangat layak.
"Ya dikasih lah, Bi. Kalo nggak dikasih Nay nggak bisa makan dong."
Abi Muh mengangguk, "Pertanyaan kedua," Tuturnya. "Apa Nay pernah dipukul, direndahkan martabatnya, dimaki atau dihina sama Mas Bara?"
Tidak!
Justru Naqiyalah yang banyak memaki. Kalau Abinya tahu tadi Naqiya baru saja memaki pria itu dengan mengatakan 'Bara brengsek' bisa tamat riwayat hidupnya.
"Enggak lah, Bi, hubungan kita nggak toxic relationship," Ucap Naqiya sebelum menggigit bibir bawahnya. Ampuni Naqiya, Ya Allah, kali ini saja.
"Kalau begitu, apa suamimu punya penyakit berbahaya? Impoten?" Tanya Abi lagi. "Karena Abi saksi mata, di mana ada kamu selalu suamimu. Mas Bara tidak pernah meninggalkan kamu sendirian."
Naqiya terkekeh mendengar pertanyaan itu, "Ya enggak lah, Bi, kalo Mas Bara impoten itu Gaza anaknya siapa?" Tanya Naqiya pada pertanyaan absurd ini. "Masa Nay belah diri."
"Ya sudah," Ucap Abi sebelum mengatakan keputusannya. "Artinya alasanmu minta cerai itu tidak berdasarkan alasan syar'i. Kamu tau apa hukumannya?" Tanya Abi.
Tentu anaknya yang sangat minim ilmu agama itu menggeleng. "Banyak kok istri yang minta cerai suaminya. Kok cuma Nay yang diancem dosa?"
"Karena alasan mereka syar'i!" Ketus Abi yang kesabarannya dipermainkan oleh putri satu-satunya ini.
"Terus gimana, Bi?"
"Abi besarkan Nay, bukan untuk ngerelain Nay terbakar di neraka. Abi percayakan kamu ke suamimu, bukan untuk dijauhkan dari surga, Nak," Jelas Abi. "Kamu dapat suami sebaik apapun yang bisa bimbing kamu, tapi kalo kamunya sendiri pembangkang, bisa apa suamimu?"
Naqiya menggeleng, Abinya tidak mengerti bebannya selama ini berat sekali. "Bangkang apa sih..."
"Bangkang terus kamu itu kalo dibilangin sama suami."
Suara Bara di telepon pada saat itu terngiang-ngiang di telinga Naqiya. Apakah pria itu juga sudah berpikir bahwa istrinya ini pembangkang?
"Kamu tau hukumnya istri-istri yang minta cerai dari suaminya tanpa alasan yang jelas tadi?" Tanya Abi Muh yang dijawab gelengan oleh anaknya. "Haram mencium bau surga, Nay."
Naqiya terdiam.
Jadi... Bau surga sudah haram ya untuknya?
Tapi mengapa Bara tak pernah menasihatinya perkara ini? Mengapa Bara selalu diam saat dirinya meminta cerai?
"Nyium bau surganya saja sudah haram, apalagi surga itu sendiri, jangan harap kamu bisa leyeh-leyeh di sana," Ketus Abi menasihati putrinya yang keras kepala ini.
"Kamu nggak pernah tau kapan emosi suamimu di titik paling maksimal karena selama ini yang kamu lihat suamimu sabar-sabar aja sama kamu," Jelas Abi. "Tapi kalau kamu terus-menerus mudah meminta cerai, sekali Bara mengiyakan, habis sudah pernikahanmu. Jatuh sudah talak atas kamu."
"Jangan main-main kamu sama kata-kata perceraian," Tambah Abi lagi. "Sepele buat wanita, tapi sakral buat pria walaupun hanya di ujung lidahnya saja."
Naqiya tertohok mendengar penjelasan Abinya yang mulai gondok dengan putrinya sendiri. Kabur dari rumah suaminya, hingga tiba-tiba berpikiran menjadi janda semakin membuat Abi Muh menyadari satu hal.
Naqiya belum siap berumah tangga.
Tapi mau tidak mau, suka tidak suka, anaknya sudah menyebur di dalamnya. Tak ada jalan keluar selain menikmatinya. Karena suaminya pun memperlakukan Naqiya sudah semaksimal mungkin.
"Hah?" Suara berat Aufar terdengar dari ambang pintu. "Siapa yang mau cerai?!"
Naqiya sontak melotot saat Abangnya mendengar percakapan dengan Abi barusan.
"Abi, Bang!" Tunjuknya pada Abi Muh tiba-tiba.
[ B A Y I D O S E N K U 2]
"Siapapun perempuan yang meminta talak kepada suaminya tanpa ada alasan maka haram baginya wewangian surga." (HR Abu Daud dan Tirmizi).
Wayolooo nayy, ketar ketir dikit ga ngaruh ya🤣
FRESH BARU UPDATE HANYA UNTUK 21 TAHUN KE ATAS!!🔞
💕 Karyakarsa = fridayukht
💕 WhatsApp = 0896032104731
💕 Instagram = fridaywattpad