L for Light

By ReidXWolf

27.8K 1.3K 265

"One day someone is going to hug you so tight. that all of your broken pieces will stick back together " Lau... More

PART 1.
Part 2.
Part 3
Part 4
Part 5
PART 6
PART 7
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
SPECIAL PART DENVER's HONEYMOON [ Disimpan Sayang ]
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
Part 28
Part 29
PART 30
Memory

PART 8

805 49 11
By ReidXWolf

Hi guys, sorry baru bisa update sekarang. semoga semakin suka dengan cerita si L dan Nam ya..

bakalan diusahain buat update selasa / kamis . smoga hehehe... terimakasih buat yang udah nyempetin mampir ke lapak ane dan ngasih waktunya buat cerita ane buat agan agan semuanya, thks a lot.





loneliness does not come from being alone,

but from being unable to communicate the things

that seem important to you - unknown






PART 8

Langit kota Jakarta tampak cerah. Lauren terlihat sedang duduk di balkon lantai atas cafe. Wajahnya mengadah ke langit biru cerah, terlihat seperti sedang melamun. Selang beberapa hari sejak hari pembukaan cafe mulai tampak ramai oleh pengujung. Di seberang ruangan, diam-diam Lucia menatap ke arah Lauren.Ia ingin berterima kasih pada Lauren karena telah membelanya semalam. Namun, keraguan menghampirinya.Ia tampak gugup mengingat kejadian semalam ketika Lauren mengatakan bahwa ia adalah kekasihnya. Lucia mengira apa mungkin Lauren jatuh hati kepadanya, kurang lebih ia sedikit ke Ge-eRan. Merasa geli dengan pemikirannya, seketika membuat pipi Lucia merona. Lucia segera menepuk-nepuk pipinya yang terasa panas.

Lauren menatap kearah perempuan itu.Bagi Lauren seorang Lucia adalah perempuan polos yang selalu melakukan hal konyol dan mengelikan. Menepuk-nepuk pipinya sendiri, berbicara sendiri dan ya ia terlihat lucu. Setiap melihat Lucia, Lauren seakan melupakan rasa sakitnya di masa lalu. Lucia seringkali membuat Lauren tersenyum setiap kali memikirnya.Hanya dengan memikirkannya saja, ya hanya itu. Ia merasa seakan angin segar bertiup memasuki kehidupannya yang selama ini terasa tak utuh lagi.

Satu tahun telah berlalu. Benar bila Nara adalah cinta pertamanya. Dan Nara jugalah yang mengajarinya bagaimana rasa sakit karena cinta serta rasanya hancur. Satu tahun rasanya sudah cukup membuat Lauren harus melupakan Nara. Ia harus bangkit dan meninggalkan semuanya dimasa lalu. Ia harus melangkah maju tanpa melihat kebelakang. Lauren harus mencari alasan dan tujuan untuk hidup kedepan.Sebuah tujuan yang memotivasinya untuk apa serta arti dirinya dalam siklus kehidupan ini. Matanya memandang Lucia yang masih terlihat gugup. Apakah pertemuannya dengan Lucia adalah takdir untuknya?Kalimat ini terlintas begitu saja di otaknya.

Lauren menatap ke arah Lucia.Ia melambaikan tangannya dengan wajah sumringah, tersenyum lebar.Lucia bertambah gugup dibuatnya.Bagaimana tidak, ia sebenarnya hanya mengendap-endap bersembunyi mengintip Lauren dan sekarang Lauren mengetahui keberadaannya. Ia merasa tertangkap basah. Lucia dengan ragu-ragu sedikit mengangkat tangannya hendakmembalas lambaian tangan Lauren. Lucia tersenyum sungkan malu-malu, haruskah ia menghampiri Lauren?Pelan iamulai melangkahkan kakinya.

"Permisi Nona," tegur seorang wanita.Penampilannya sangat menarik lebih tepatnya menggoda.

"Oh-ya, silahkan," Lucia mempersilahkan.Langkahnya terhenti ketika ia melihat wanita itu ikut melambaikan tangannya ke arah Lauren.

Wanita itu berjalan menuju Lauren dan Lauren terlihat sangat ramahmenyambut kedatangan wanita itu. Tampaknya Lucia salah mengira, Lauren tidak memperhatikannya melainkan wanita itu.

"Ya ampun, memalukan sekali," Lucia menatap telapak tangannya yang melambai tadi.

Lucia masih memperhatikan Lauren dan wanita cantik itu.Kalau harus dibandingkan, tentu Lucia tidak ada apa-apanya. Wajahnya cantik, tubuhnya molek, bahkan beberapa pelanggan pria pun ikut terkesima dengan kemolekan tubuh itu. Wanita itu terlihat sangat mengenal Lauren.Ia segera masuk kedalam pelukan Lauren dan tanpa sungkan mengecup sekilas pipi Lauren.

"Bodoh sekali kau Lucia,bisa-bisanya berfikir bosmu akan melirikmu. Kau pikir kau siapa?" Lucia mendengus menatap dirinya di pantulan kaca dinding.

Wanita tersebut terlihat masih betah berlama-lama bergelendotan manja di dalam pelukan Lauren. Lauren hanya tersenyum, sedikit risih,tapi masih membiarkan wanita itu melepaskan rasa rindunya.

"Oh my sweety, akhirnya aku menemukanmu. Bagaimana bisa kau tidak menghubungiku lagi?" wanita itu sedikit merajuk dengan manja.

"I'm sorry darling, aku sangat sibuk. Bahkan aku juga belum sempat memberi kabarpada Lea," kata Lauren sembari mempersilahkan wanita itu duduk disampingnya.

"Lea terlihat sangat baik kok.Bahkan ia terlihat sering bersama kekasihnya," sahut wanita itu.

"Mike? Di masih bersama Mike?" tanya Lauren lagi.

"Mike? Itu pria baru. Aku dengar Mike menghilang ketika melakukan pendakian ke gunung," jawab Wanita itu.

"Mike menghilang? Lea tak pernah menceritakan apapun kepadaku, Ann," Lauren seolah tak percaya mendengar berita tersebut.

"Kau tahu sendiri Lea selalu tertutup, tapi syukurlah dia sudah menemukan penganti Mike," kata wanita itu, Anna.

"Lalu Apa yang membawamu kemari?" tanya Lauren, matanya melihat kearah Lucia, memanggilnya.

"Hanya sekedar melepas rindu dengan lelaki playboy yang tiba-tiba menghilang dari klub malam.Kau ingat Sandra?" tanyanya sambil menatap Lauren.

Lucia melihat Lauren yang sedang mencoba memanggilnya lebih tepatnya menyuruh Lucia untuk melayani mereka. Ia menatap dengan jelas Lauren sedang mengisyaratkan untuk menyediakan sebuah minuman. Tentunya minuman dingin karena hari ini kota sangat panas dan sangat memerlukan kesejukan. Lucia mengangguk mengerti dan segera bergegas ke dapur Cafe.

"Apa kau benar-benar tidak akan kembali ke Paris?" tanya wanita itu lagi.

"Tentu saja aku akan kembali, hemm belum tahu kapan tepatnya," jawab Lauren menimbang-nimbang.

"Permisi," Lucia meletakkan hidangan sebuah secangkir es krim yang cantik.

"Kau ingat Sandra, darling? Wanita yang kau buang begitu saja. Dia sangat frustrasi sekali karena mu," tanya Anna tanpa memperdulikan Lucia.

"Sandra? Wanita gila itu?" Lauren terlihat tidak tertarik.

"Darling? Wanita gila? Mengerikan"batin Lucia sedikit kaget.

Lauren memperhatikan gerak-gerik yang aneh dalam diri Lucia. Ia tersenyum geli melirik ke arah Lucia, ia bisa menerka apa yang ada dipikiran seorang Lucia saat ini.

"Kau benar-benar seorang playboy nakal dan brengsek Lauren.Sudah berapa banyak wanita yang kau permainkan dan tinggalkan begitu saja?" ejek Anna sambilmenyuap es krimnya.

"Aku tidak mempermainkan mereka.Mereka yang menghampiriku. Lihatlah dirimu sekarang ini, terbang jauh dari Millan hanya untuk menemuiku," Lauren membalas ejekkan Anna sambil tersenyum angkuh.

"Berapa banyak wanita? Kau seorang Playboy ulung L! Dasar brengsek," tanpa sadar Lucia menampakan wajah jengkel dan bergegas pergi menghindari Lauren.

"Pelayanmu tidak tau tata krama," Anna mendengus angkuh.

Lauren hanya tersenyum geli.Ia merasa Lucia sangat konyol. Ia menangkap raut sebal dan kesal di wajah Lucia setelah mendengar pembicaraannya dengan Anna. Seketika saja bayangan seorang Lauren yang sebelumnya adalah seorang pangeran yang tampan dan baik hati hancur.

Lucia membantu mengelap perkakas masakan di dapur dengan wajah yang masih cemberut. Ia masih membayangkan kajadian semalam.Pantas saja Lauren dengan mudah mengakui diri sebagai kekasihnya. Tentu baginya ini adalah hal biasa karenaternyata banyak wanita yang diobral oleh mulut sampahnya dengan kata kekasih, pikir Lucia. Ia tersenyum geli membayangkan betapa bodohnya iayang sempat berpikir jika Lauren tertarik padanya. Tanpa sadar ia tertawa.

"Apa ada hal lucu yang sedang terjadi?" tanya Lauren yang sedari tadi sudah memperhatikan Lucia.

"Hah! AW!" teriak Lucia, ia sangat kaget. Sebuah piring terlepas dari tangannya dan jatuh, pecahannya mengenai kaki Lucia.

Lauren panik.Ia segera berlutut dihadapan Lucia dan memperhatikan luka di telapak kaki Lucia. Ia memopoh Lucia dan mendudukan Lucia di kursi.Dengan segera ia pergi mengambil kotak P3k dan kembali dalam sesaat. Lauren mengobati luka Lucia dengan sangat hati-hati dan sesekali ia meniup lukanya ketika terdengar rintihan Lucia ketika merasa perih.

Ia menengadahkan wajahnya menatap Lucia dengan padangan kesal. Tidak ada senyum disana, membuat Lucia membeku dengan tatapan dingin itu. Lucia berniat mengucapkan terimakasih, tapi tatapan itu membuatnya menelan ludah. Rasa-rasanya Lauren terlihat sangat tidak senang.

"Tidak bisakah kau lebih berhati-hati," gertak Lauren, membuat bulu kuduk Lucia meremang.

"Maafkan aku," Lucia menunduk merasa tidak enak. "Terimakasih sudah merawat lukaku," kata Lucia.

"Aku akan mengantarkan mu pulang," kata Lauren tegas.

"Tidak perlu, aku akan pulang bersama.." Lucia terdiam.

" Hai Lucia," sapa Alex yang tiba-tiba muncul ke dalam cafe yang sudah tutup.

"..Alex." Lucia menyelesaikan kata-katanya.

"Sepertinya kekasihmu sudah menjemputmu.Kurasa aku tidak perlu repot untuk mengatarmu pulang," Lauren bergegas meninggalkan Lucia dan Alex.

Lauren tampak tidak perduli dengan keberadaan Alex, walaupun Alex sudah memberikan sebuah senyuman basa-basi. Ia terlihat mengabaikannya dan pergi melewati Alex begitu saja. Jasmine yang hendak kedapur melihat keberadaan Alex segera berbalik arah mengikuti Lauren. Lagi dan lagi Alex terabaikan, ia tersenyum kecut dan jengkel melihat perlakuan itu. Lucia sedikit merasa tidak enak hati, tapi ia merasa binggung ia tidak enak hati dengan Alex atau Lauren kah.

"Ada apa dengan kakimu?" tanya Alex dengan ekspresi datar.

"Aku ceroboh menjatuhkan piring," jawab Lucia.

"Oh, masih bisa berjalan kan?" tanya Alex tidak menunjukan rasa khawatir.

"Masih!" Lucia sedikit jengkel dengan sikap Alex yang sangat cuek kepadanya.

Dengan menahan rasa perih ia berdiri dari tempat duduk dan melangkah dengan sedikit tertatih mendahului Alex. Alex mengikuti Lucia, ia tidak tergerak untuk merangkul Lucia sekadar untuk membantu Lucia memopohnya. Mereka segera keluar dari cafe yang sudah tampak rapi dan sepi. Lebih tepatnya para pegawai sudah pulang jam 10 malam. Lauren memperhatikan Lucia dan Alex dari lantai atas. Dengan kedua tangan terlipat didadanya, ia mendecak kesal menatap pasangan itu.

*****

Lucia berjalan perlahan dengan sebuah cangkir di gengamannya, menuju teras rumah kontrakan Lucia dan Jasmine. Matanya mendelik ke arah Alex yang tidak memperhatikan keberadaannya.Ia terlihat sangat sibuk dengan ponselnya. Lucia menjatuhkan pantatnya ke atas sofa teras dengan kesal. Pria itu selalu dan masih sama seperti dulu selalu cuek dan jarang sekali memberikan perhatian kepada Lucia. Dan sekarang Lucia terlihat peduli dengan dirinya, ia mulai mempermasalahkan rasa cinta Alex kepadanya.

"Alex," panggil Lucia dengan serius.

Alex berbalik menatap Lucia yang sudah berada disampingnya dengan tersenyum, ia meletakan ponsel miliknya di atas sofa. Memandangi Lucia dengan seksama, tatapan mata Alex mampu meluluhkan hati Lucia.

"Ada apa Lucia?" tanya Alex.

"Apa kau mencintaiku?" tanya Lucia, membuat Laex sedikit kaget.

Suasana menjadi hening. Alex menatap Lucia tanpa memberikan jawabannya secara langsung. Mata Lucia masih menatap Alex, tapi Alex mengalihkan pandangannya. Sedikit terbata ia bergumam.

"Y-ya," kata Alex, bangkit dari sofa. " Aku harus segera pergi Lucia. Besok aku harus melakukan pemotretan di Bali. Aku harus segera bersiap," kata Alex mencoba menghindari pertanyaan Lucia lebih lanjut.

Lucia sedikit kecewa dengan sikap Alex, tapi ia hanya memendamnya sendirian. Alex melangkah pergi begitu saja menyisakan kekecewaan yang teramat dalam di hati Lucia. Dengan langkah sedikit perih Lucia masih mengantarkan Alex dan menyemangati Alex. Bayangan pria yang menjadi kekasihnya menghilang di dalam mobilnya dan melaju begitu saja.

Sendirian dan selalu begini ia di tinggalkan begitu saja, hanya dapat tersenyum kecut dibalik punggung Alex. Menelan rasa kecewa Lucia kembali duduk di atas sofa dan melihat ponsel milik Alex masih berada disana. Ia memegang ponsel tersebut, kapan lagi pikirnya. Selama ini Alex tidak pernah mengizinkan Lucia menyentuh ataupun menggunakan ponsel miliknya. Dengan rasa sedikit ragu ia mencoba menghidupkan layar dan mulai mengotak-atikponsel milik Alex. Tanpa ia sadari, Lauren sudah berdiri dekat teras rumah, memperhatikan Lucia sejak tadi.

"Ehem," Lauren berdeham, menyadarkan Lucia tentang keberadaannya.

"Hah! L? Bagaimana kau bisa kesini?" tanya Lucia sedikit grogi.

"Dengan jalan kaki," jawab Lauren ketus.

"Jarak dari Cafe sampai rumah ku cukup jauh.Melelahkan jika harus berjalan kaki," kata Lucia lagi dengan polos.

"Tentu saja aku naik mobil, Nam," kata Lauren, bergegas masuk kedalam teras dan duduk di sofa tanpa permisi.

"Lalu apa yang membuatmu datang kemari?" tanya Lucia sedikit heran.

"Oh eh, ini buat mu," Lauren menyerahkan sebuah kotak makanan kehadapan wajah Lucia.

"Apa ini L?" tanya Lucia lagi.

"Tidak bisakah kau melihatnya sendiri?" Lauren meletakan kotak makanan tersebut kepangkuan Lucia.

"Hemm baunya harum, martabak telur? Haha seorang L membelikan aku martabak telur?" Lucia tertawa geli, selama ini pandangannya terhadap seorang L adalah seorang pria dengan kelas elite yang tak menyentuh makanan jajanan kaki lima.

"Hanya karna sebuah martabak kau bisa tertawa terpingkal-pingkal?Kau gadis gila. Apa yang salah? Martabak itu enak dan aku sangat menyukainya," Lauren segera menyerobot sepotong martabak dan melahapnya.

"Hanya di luar dugaanku.Terimakasih sudah membelikan makanan ini untukku. Kebetulan aku sangat lapar dan Jasmine sudah tidur. Tidak enak kalau memintanya masak," Lucia ikut menyantap martabak.

"Kau benar-benar payah, seorang wanita tidak bisa masak. Dunia sekarang koki saja seorang pria dan kau wanita, malang sekali pria yang akan menikahimu kelak," celoteh Lauren.

"Kan bisa delivery wekk.." Lucia menjulurkan lidahnya. "Lalu bagaimana kau bisa tahu tempat tinggalku?" tanya Lucia, sontak membuat Lauren kaget dan tersedak seketika.

"Ini minum," Lucia segera menyuguhi Lauren dengan minumannya, membuat Lauren lega seketika.

Lauren sedikit memikirkan jawaban pertanyaan Lucia, bagaimana ia bisa tahu rumah Lucia. Lucia tidak pernah menceritakannya sekalipun. Ia memutar otak jawaban apa yang harus ia berikan kepada Lucia agar Lucia tidak curiga, bahwa sebenarnya Lauren sudah mengikuti Lucia dan Alex sejak tadi. Dan Lauren teringat Lucia belum sempat makan sejak sore tadi dan Alex tidak menghentikan kendaraan mereka kesebuah restoran atau tempat makan manapun. Lauren dengan sigap membelikan martabak telur ini yang tidak jauh dari kediaman Lucia. Dan ia memperhatikan Lucia yang terlihat sedih dan kecewa dengan sikap Alex. Sebagai seorang pria tentu ia tahu, Alex tak jujur kepada Lucia bahwasanya ia tidak mencintai Lucia. Lalu apa yang harus ia lakukan, ia tidak boleh masuk ke ranah hubungan Alex dan Lucia. Tapi hati kecilnya terpanggil untuk melindungi gadis yang sedang di hadapannya yang sedang khawatir dan menepuk-nepuk punggung Lauren.

"Kau lupa dengan resume mu saat melamar pekerjaan, aku melihatnya. Lagi pula aku hanya merasa sedikit bersalah kerena membuat kaget dan menjatuhkan piring ke kakimu. Meskipun seharusnya kau harus mengganti rugi piring kita yang pecah itu, harganya lebih dari kotak ini," Lauren mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Oh baiklah Tuan L, potong saja gajiku," dengus Lucia.

"Baiklah, lalu apa yang kau lakukan dengan ponsel itu?" tanya Lauren.

"Aku mencoba membuka pasword ponsel ini," Lucia menunjukkan ponsel ke arah Lauren.

"Tanggal lahirmu? Lahirnya? Tanggal kalian jadian? Atau perusahaan tempat ia bekerja" Lauren mencoba menebak.

"Semua tidak bisa, ia satu agency dengan wanita yang datang ke acara pembukaan cafe kemarin malam aku tidak ingat kapan ia masuk ke agency itu," Lucia terlihat frustasi.

"Biar aku yang coba," Lauren mencoba menebak pasword ponsel itu.

Sebuah tebakan yang tepat kunci layar ponsel tersebut terbuka. Lucia terlihat sangat senang, tapi Lauren menampakkan senyum sungkan yangterlihat menyedihkan. Bagaimana bisa tanggal ulang tahun Nara bisa menjadi pasword ponsel milik seorang Alex. Notabennya Alex adalah kekasih Lucia seharusnya tanggal lahirnya Lucia disana atau tanggal mereka jadian. Hal ini membuat Lauren semakin yakin ada ketidak jujuran dalam hubungan Lucia dan Alex. Sebuah pengkhianatan dan kenapa harus ada Nara kembali di dalam kehidupan Lucia.

"Wah kau hebat sekali dalam menebak apa kau seorang detektif?" Tanya Lucia.

"Sherloc holmes haha," goda Lauren.

Dalam sekejab air wajah Lucia berubah ketika ia menekan aplikasi galeri dalam ponsel milik Alex. Lauren mengangkap sebuah ekspresi rasa kecewa dan patah hati di dalam diri seorang Lucia. Ia mencoba mengintip ada apa disana, matanya terbelalak namun tidak terlalu kaget karen sesuai dengan tebakannya. Galeri milik Alex dipenuhi dengan foto dan selfieannya bersama beberapa wanita. Alex terlihat sangat mesra dengan beberapa wanita di dalam foto tersebut. Mata Lucia berkaca-kaca, hatinya hancur seketika. Pria yang selama ini dipuja dan cintainya tega mengkhianatinya tanpa rasa bersalah bahkan saat bersama Lucia, Alex jarang sekali bermesraan atau sekedar mengecup kening Lucia.

Lucia mengganti pilihan aplikasi lainnya. Ia memilih pilihan pesan dalam ponsel Alex. Sebuah pesan atas nama samaran 'My Queen', Lucia melihat kedalam pesan tersebut. Lagi dan lagi ia harus menelan rasa pahit dan kecewa, pesan-pesan mesra dan menggoda di kirimkan oleh Alex. Dan besok adalah rencana liburannya ke tempat wanita itu di Bali. Sangat menyedihkan bagi Lucia, selama ini seorang Alex sudah menipunya mentah-mentah. Membodohi Lucia, memanfaatkan Lucia. Bulir air mata Lucia jatuh seketika tanpa rasa ragu Lucia membutuhkan bahu seseorang untuk menopang dirinya yang lemas. Dengan sigap Lauren mendekap Lucia dalam dadanya, sebuah pelukan yang terasa hangat. Lucia menangis tersedu-sedu tanpa bisa menahannya.

" Apa-apa ini!" bentak Alex, yang tiba-tiba muncul.

" Al.ex.." Lucia terisak.

"Jadi gini dibelakang gue! Cewe apaan!" Alex sedikit menghina.

Lauren tanpa ba bi bu segera melepaskan pelukkannya kepada Lucia dan bangkit dari sofa tanpa segan melayangkan sebuah pukulan tepat mengenai pelipis Alex. Alex tersungkur ia memeganggi wajahnya yang terasa sakit. Ia segera bangkit dan mencoba membalas Lauren. Dengan sigap Lauren dapat menangkis pukulan Alex dan menghujani Alex dengan tinju yang sangat keras. Lauren terlihat sangat emosi, keributan mereka membuat Jasmine terbangun dan segera bergegas ke teras rumah. Ia melihat Lucia sudah berdiri diantara Lauren dan Alex yang terlibat baku hantam. Dengan wajah Alex yang sudah ternodai oleh darah sedangkan Lauren pakaiannya sudah berantakan.

"STOP!" teriak Jasmine kesal.

Lauren dan Alex sempat terhenti dan menatap Jasmine. Namun, Alex mengambil kesempatan dengan mencoba memukul Lauren yang terlihat lengah. Lucia mendapati Alex yang berlaku curang mencoba mengambil kesempatan ketika Lauren lengah, Lucia mencoba menghadang dan pukulan Alex tepat mengenai wajah Lucia. Lucia hampir terjerembab jatuh kedalam pelukan Lauren. Lauren terlihat sangat kesal dan segera mendudukan Lucia ke sofa dan mengejar Alex. Namun, beberapa warga datang dan menahan Lauren dan Alex.

"BANCI!" geram Lauren yang masih menahan emosinya melihat Alex.

Alex hanya diam di dalam gengaman warga sekitar kontrakan Lucia. Jasmine terlihat duduk di samping Lucia membantu Lucia yang masih terlihat shock atas pukulan Alex yang sangat keras tadi di pipinya. Terasa sakit dan berkedut-kedut di wajahnya. Lucia meringis kesakitan. Warga meminta penjelasan apa yang sedang terjadi, Jasmine datang menghampiri Alex yang menuduh Lauren sedang mengoda Lucia kekasihnya. Tanpa ragu Jasmine menapar wajah Alex.

"Kau benar-benar pria brengsek! Mulai sekarang jauhi Lucia jangan temui dia," bentak Jasmine dan kembali memberikan tamparan yang kedua. Melempar ponsel milik Alex ke dada Alex, dengan segera Alex menangkap ponsel miliknya.

"Simpan hati-hati rahasia perselingkuhanmu, Bung," ejek Lauren di hadapan Alex, kemudian berlalu.

Alex tampak malu setelah mendapatkan tamparan di muka umum.Ia menggenggam erat ponselnya dan menghentak, melepaskan tangan warga yang memeganginya. Ia segera berlalu pergi meninggalkan rumah Lucia. Hubungan mereka benar-benar berakhir dengan sangat menyakitkan.

Lucia bergegas masuk kedalam rumah diikuti Jasmine. Lauren hendak melihat keadaan Lucia, tapi Jasmine segera menahannya.

"Maaf L, biarkan dia sendiri. Dia perlu waktu untuk menyendiri. Sebaiknya kau pulang saja L," kata Jasmine.

Jasmine segera masuk dan menutup pintu rumah mereka. Langkah Lauren terhenti dan berbalik mungkin lebih baik meninggalkan Lucia bersama rasa kecewa dan patah hatinya. Ia pernah merasakan rasanya patah hati hanya dengan berdamai dengan diri sendiri bisa membuat kita sedikit mengurangi rasa sakit dikhianati oleh orang yang kita cintai. Kita terlalu menaruh harapan yang besar kepada orang yang kita cintai dan ketika harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada,maka kita sendirian yang merasakan sakitnya. Harapan kita mengkhianati kenyataan yang sebenarnya.

Continue Reading

You'll Also Like

16.6M 707K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
54.6M 4.2M 58
Selamat membaca cerita SEPTIHAN: Septian Aidan Nugroho & Jihan Halana BAGIAN Ravispa II Spin Off Novel Galaksi | A Story Teen Fiction by PoppiPertiwi...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...