Married with my idol

By fourteenjae

155K 15K 1.7K

"Kalau menikah, sudah pasti berjodoh 'kan?" - [SEQUEL OF STORY "MY BOYFRIEND, JEONG JAEHYUN"] fourteenjae-202... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
chapter 12
chapter 13
chapter 14
chapter 15
chapter 16
chapter 17
chapter 18
chapter 19
chapter 20
Announcement
chapter 21
chapter 22
chapter 23
chapter 24
chapter 25
chapter 26
chapter 27
chapter 28
chapter 29
chapter 30
chapter 31
chapter 32
chapter 33
chapter 34
chapter 35
chapter 36
chapter 37
chapter 38
chapter 39
chapter 40
chapter 41
chapter 42
chapter 43
chapter 44
chapter 45
chapter 46
chapter 47
chapter 48
chapter 49
chapter 50
chapter 51
chapter 52
chapter 53
chapter 54
chapter 55
chapter 56
chapter 57
chapter 58
chapter 59
chapter 60
chapter 61
chapter 62
chapter 63
chapter 64
chapter 65
chapter 66
chapter 67
chapter 68
chapter 69
chapter 70
chapter 71
chapter 72
chapter 73
chapter 74
chapter 75
chapter 76
chapter 77a
chapter 77b
chapter 78
chapter 79a
chapter 79b
chapter 80
chapter 81
chapter 82
chapter 84
chapter 85
chapter 86
chapter 87
chapter 88
chapter 89
chapter 90
chapter 91
chapter 92
chapter 93
chapter 94
chapter 95

chapter 83

992 115 6
By fourteenjae

"Never second guess me. 'Cause, I'm the boss. Don't underestimate me." – Meghan Trainor (Badass Woman)

-

"Hyung!"

Jaehyun dengan cekatan menangkap botol mineral yang dilempar Mark. Berjarak satu meter begitu mudah untuk Jaehyun terima.

"Nice catch!" puji Mark melebar senyum. Mendekati Jaehyun selagi lelaki itu menetral dahaga. Memperhatikan lebih seksama sampai Jaehyun melirik selagi menenggak minuman.

Yang ditatap justru tersenyum. "Hyung, itu—" Mark menunjuk ragu tubuh Jaehyun yang mengernyit heran.

"Apa?" tanyanya.

"I-itu kenapa?" tunjuk Mark lagi lebih gagap. Matanya mengerjap dengan pipi merona malu.

Melihat sang adik terlihat canggung tanpa sebab membuat Jaehyun memperhatikan dirinya melalui pantulan cermin ukuran besar di sekeliling ruang latihan.

"Ada apa?" gumam Jaehyun tak paham.

Tiba-tiba dari arah kanan, Johnny dengat cekatan menarik kerah kaos hingga tampak jelas sesuatu hal yang sejak tadi ditunjuk oleh Mark. Tertampang nyata beberapa tanda ruam merah di sekitar leher Jaehyun.

"Daebaaakk!!" seru Taeyong ternganga.

"Kenapa? Kenapa?" serbu Jungwoo penasaran.

Jaehyun segera menepis tangan Johnny dan membetulkan kaos latihannya seperti semula. Hari ini, setelah pulang dari Busan dan berganti baju lebih kasual, Jaehyun segera datang ke kantor agensi untuk memulai latihan. Banyak keografi yang harus dihafalkan secara cepat karena absen beberapa kali.

Tadi pagi, usai kembali melepas hawa nafsu, Han GoEun mengolesi concealer pada titik ruam merah di leher Jaehyun. Wajahnya sampai memerah panas melihat hasil karya seni di tubuh sang suami. Begitu pula dengan Han GoEun, dirinya lebih banyak memakai alat rias tersebut demi menutupi karya Jaehyun di tubuhnya.

Namun karena peluh rutinitas dan gesekan antara kulit dan baju, sepertinya riasan tersebut meluntur begitu saja. Membuat kemerahan itu terlihat jelas walau dari jarak satu meter sekalipun.

Johnny terbahak melihat Mark mengusap wajah. Merasa bersalah telah menyadari hal tersebut sehingga ruangan heboh meledek sang kakak.

"Sepertinya hari liburmu sangat menyenangkan, Jaehyun." ledek Johnny.

"Hyung, sorry." ucap Mark pelan. "Aku tidak tau kalau ternyata hasilnya akan semerah itu." lanjutnya berterus terang.

"Hahaha!" lengking Taeyong. "Beberapa waktu lalu bahkan dia sengaja tidak menutupinya dan pergi ke sana kemari dengan leher seperti itu." (chapter 42)

"Eh? Ini membicarakan kiss mark?" tanya Jungwoo bersuara. Pertanyaan itu bergulir cepat hingga ruang latihan semakin ramai dengan tawa. "Sekarang ada lagi? Coba lihat!"

Jaehyun menghindar ketika Jungwoo mendekat. Walau usaha itu terlihat sia-sia karena Jungwoo berhasil bergelayut di lengan Jaehyun selagi memperhatikan dalam jarak dekat.

"Ini lebih parah." ujar Jungwoo santai.

"Apa?! Memangnya kamu tim pengamat sampai membandingkan seperti itu?!" seru Doyoung terpingkal salah tingkah mendengar penuturan itu.

Sebagai korban ledekan, Jaehyun hanya mampu tersenyum kecut. Kalau hasilnya seperti ini, harusnya sejak awal tidak usah ditutupi saja sekalian. Jaehyun sedikit menyesali sudah menyetujui saran Han GoEun mengenai hal ini.

"Berarti saat itu, aku tidak menyadarinya." ucap Mark berkomentar.

"Wajar saja kamu tidak menyadarinya." sahut Taeyong. "Saat itu kondisi tidak terlalu baik karena Jaehyun dan Yuta terlibat adu argumen. Kamu pasti mengingatnya, kan?" 

"OH! Saat Haechan memukul Yuta hyung?" tunjuk Mark pada Haechan.

Haechan yang sadar namanya telah disebut sontak membelalak cemas menatap Yuta yang duduk bersandar pada kursi latihan. "Aku sudah minta maaf. Tolong jangan diungkit lagi." papar Haechan panik.

"Tapi, Jaehyun," ujar Johnny. Mengheningkan seluruh pembicaraan karena fokus menunggu kelanjutan kalimat. "Ingat, istrimu sedang hamil. Jangan terlalu kasar."

"Wooho!!" seru mereka kompak meledek Jaehyun. Bersahutan dengan segala macam pikiran kotor menguasai perbicangan sesama laki-laki.

"Jika sudah menikah nanti, pasti akan ada rasa sesak akibat menahan hasrat jika tidak sering dikeluarkan. Jadi daripada merasa sesak, lebih baik diluapkan." ujar Jaehyun penuh keambiguan. Sengaja meladeni perbincangan dewasa sesuai dengan kemauan mereka.

"Kau laki-laki gila, Jaehyun!" pekik Doyoung. "Kau bukan lagi bagian dari maknae."

Suasana ruang latihan lantai sepuluh itu sangat berisik. Bahkan teramat heboh melebihi rumpian ibu-ibu komplek perumahan sekalipun. Berbanding terbalik dengan suasana ruang kerja Han GoEun yang tampak suram karena meladeni banyak klien yang bertanya macam-macam perihal rumah tangganya.

Berkali-kali memijat keningnya dengan perasaan muak mendapat pertanyaan serupa. Sampai akhirnya memanggil Kim Eunji untuk masuk ke dalam ruangan.

"Minta divisi corporate relations untuk lebih mengatasi masalah skandal ini. Aku lelah menanggapi mereka yang terus bertanya. Hubungan rumah tanggaku sangat tentram, damai dan aman terkendali tanpa perselingkuhan atau orang ketiga." papar Han GoEun kesal.

"Skandal hanyalah rumor tidak berdasar yang tidak perlu dicemaskan. Jika mereka mengkhawatirkan rumah tanggaku akan berpengaruh pada profit perusahaan, jawabannya adalah tidak. Karena tidak ada masalah yang terjadi dalam rumah tanggaku." lanjutnya berintonasi tinggi.

"Buat mereka tidak lagi bertanya dan mencemaskan hal yang tidak penting. Kirimkan pernyataan itu melalui website resmi perusahaan dan kirimkan email kepada seluruh klien. Jika ada satu saja dari mereka yang masih bertanya, kita segera meeting internal." titah Han GoEun menggebu-gebu. Lantas menoleh pada Kim Eunji yang berdiri serius menatapnya. "Sampaikan saja seperti itu. Kamu boleh pergi."

Han GoEun berhenti bicara. Menyerahkan tugas penting kepada divisi corporate relations selaku departemen yang bertugas menulis press reales dan menyiapkan informasi, mengatur juru bicara yang tepat atas sumber informasi untuk pertanyaan media, termasuk mengembangkan citra dan identitas perusahaan.

Skandal yang dikhawatirkan pihak klien memang bisa memperanguhi citra perusahaan jika skandal tersebut terbukti benar tetapi nyatanya tidak ada satupun skandal yang benar. Untuk itu Han GoEun merasa perlu merilis fakta mengenai rumah tangga dan keberlangsungan perusahaan.

Han GoEun kembali larut dalam pemberkasan topik menarik mengenai usungan konsep rias. Ia tidak mau skandal tersebut merusak suasana hatinya dalam bekerja. Dirinya harus lebih fokus mengendalikan emosi dan membedakan urusan pribadi dan pekerjaan.

"Park Hye Soo akan datang satu jam lagi." imbuh Kim Eunji mengingatkan.

"Hm, suruh masuk jika sudah datang nanti." kata Han GoEun tanpa menoleh. "Kamu boleh kembali bekerja, Eunji."

Kim Eunji menatap lurus ke arah sahabatnya. Kadang ia lupa bahwa sosok yang biasanya tampak santai itu adalah seorang Presiden Direktur sebuah perusahaan Han Beauty. Melihatnya begitu fokus pada pekerjaan dan ketegasan memimpin setiap mengambil keputusan sedikit menyentak Kim Eunji. Wanita di hadapannya terlihat lebih wibawa jika sedang seperti ini.

Tok. Tok.

Ketukan ruang kerja mengintrupsi keheningan. Han GoEun tak berminat menoleh sementara Kim Eunji sudah menyampingkan diri seraya menunggu kedatangan seseorang dari balik pintu.

"Ada apa?" tanya Kim Eunji setelah menemukan sang sekretaris memasuki ruang kerja.

Sekretaris wanita tersebut membungkuk hormat pada dua orang pemimpin di ruang itu sebelum berujar, "Nona Park Hye Soo sudah datang."

"Lebih cepat dari waktu janjian," ujar Han GoEun berkomentar.

"Kamu ingin memintanya menunggu sampai waktu janjian tiba?" tanya Kim Eunji memastikan. "Aku bisa menemaninya lebih dulu sampai satu jam ke depan."

"Tidak usah. Suruh dia masuk sekarang."

Jawaban Han GoEun segera diberi anggukan oleh sang sekretaris yang segera keluar ruangan. Sementara Han GoEun masih membaca berkas pekerjaan, "Aku penasaran dengan penjelasannya mengenai kerja sama Dispatch."

Kim Eunji mengangguk setuju. "Melihatnya tidak mempermasalahkan jika hanya bertemu denganmu dan mengiyakan untuk datang ke sini secara langsung menemuimu, kurasa memang sangat mendesak."

Pintu kembali terbuka. Menampakkan sosok wanita mungil berparas cantik yang mengulum senyum ramah. Han GoEun sontak meletakkan dokumen pekerjaannya dan beranjak menyambut. Melewati Kim Eunji yang membungkuk sopan menyapa kedatangan Park Hye Soo.

"Eonnie, maafkan aku karena membuatmu datang jauh ke sini." papar Han GoEun menyesal. "Aku tidak bisa keluar karena terlalu banyak pekerjaan yang telah kulalaikan."

"Tidak, aku sedikit senggang dan seharusnya aku yang meminta maaf karena sudah mengganggu pekerjaanmu. Apalagi kekacauan ini disebabkan olehku juga." balas Park Hye Soo tersenyum masam.

Han GoEun sedikit mengerjap ketika wajah Park Hye Soo berubah muram. Ia sampai melirik kikuk pada Kim Eunji yang membungkam mulutnya rapat-rapat.

"Eonnie, kita semua tau kalau penyebabnya adalah si pengirim anonim itu. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri." papar Han GoEun jujur. "Duduk, eonnie." Ajaknya buru-buru mempersilahkan sang tamu ke sofa panjang sebagai pengalihan pembicaraan.

Kim Eunji mendekat, "Samonim, saya akan keluar selagi kalian bicara."

Han GoEun mendongak heran pada Kim Eunji yang mendadak bicara formal. Ia mengira, sahabatnya ini akan ikut menimbrung seperti biasa. Tak disangka bahwa wanita itu mendadak peka dan menahan diri untuk tidak penasaran.

Han GoEun beralih sejenak menatap Park Hye Soo, "Eonnie, apakah kamu menyukai teh chamomile?"

Park Hye Soo mengangguk sopan. "Aku suka,"

Han GoEun tersenyum senang. Kemudian menoleh pada Kim Eunji, "Tolong, katakan pada OB untuk menyiapkan kudapan ringan dan teh chamomile, ya?"

"Baik, Samonim." balas Kim Eunji tersenyum. "Panggil aku jika kamu membutuhkan sesuatu,"

"Hm,"

"Jangan terlalu membebankan diri. Kamu sedang ha—"

Han GoEun mendongak memberhentikan kalimat Kim Eunji melalui tatapan mata. Begitu pula dengan Kim Eunji yang segera terdiam merutuki diri karena nyaris meloloskan bagian penting sebelum perilisan pernyataan.

"Aku tau." jawab Han GoEun singkat. "Tidak perlu bicara lagi, kamu boleh pergi."

Kim Eunji membungkuk rendah dengan mulut terkatup rapat. Dirinya sangat bersalah pada hal ini. Lantas segera meninggalkan Han GoEun dan Park Hye Soo di dalam ruang kerja besar itu.

"Perusahaanmu lebih besar dari perkiraanku," ungkap Park Hye Soo setelah mengamati interior ruang. "Bukan bermaksud merendahkan. Aku membayangkan sebuah rumah bergaya klasik berornamen earth tone atau bernuansa pink dengan lukisan alat rias dan semacamnya. Tidak mengira akan terlihat sama seperti perusahaan perkantoran pada umumnya."

Han GoEun terkekeh melihat kepanikan Park Hye Soo. "Aku paham. Santai saja, eonnie."

Park Hye Soo menghela pelan. "Masalah yang terjadi membuatku sedikit cemas pada ucapanku sendiri. Aku takut membuat lawan bicaraku salah paham lagi."

"Tidak, aku tidak akan salah paham." balas Han GoEun menenangkan. "Sejujurnya daripada itu, aku lebih penasaran dengan isi pembahasanmu sekarang. Kamu sampai datang menemuiku secara langsung seperti ini, pasti bukanlah sekedar obrolan biasa."

"Kamu benar," Park Hye Soo tersenyum sendu.

Obrolan mereka kembali terganggu dengan kehadiran seorang pegawai yang membawa kudapan dan teh sesuai pesanan Han GoEun. Menempatkannya di atas meja kedua orang tersebut sebelum kembali pergi keluar ruangan.

"Mungkin kamu sudah mendengarnya bahwa kemarin pihak Dispatch menemuiku ke agensi," papar Park Hye Soo memulai. Menjeda sesaat selagi Han GoEun menganggukkan kepala. "Alih-alih mengatakan akan membantuku, dia justru mengatakan bahwa bersedia mengungkap kebenaran."

Park Hye Soo terkekeh singkat. "Saat aku mendengar kalimat itu, pikiranku langsung mengarah pada sebuah adegan superhero yang datang membela kebenaran memberantas kejahatan."

Han GoEun masih menyimak, mempersilahkan lebih leluasa bagi Park Hye Soo untuk bercerita sampai tuntas. Walau wanita ini datang sebagai seorang aktris tetapi menurut Han GoEun, Park Hye Soo lebih terlihat seperti korban yang membutuhkan teman bicara untuk meluapkan keluh kesah.

Karena dibanding dengan Han GoEun yang memiliki Jaehyun, wanita ini hanya sendirian. Sementara masyarakat sedang merutukinya sebagai wanita perusak hubungan.

"Dan kedatangan pihak Dispatch yang begitu mendadak membuatku curiga. Apakah ini hanyalah jebakan untuk membuatku semakin tersudut? Atau memang sudah saatnya bagiku untuk melawan? Saat itu aku sangat bimbang karena juga duduk bersama Pimpinan dan Min Jae Oppa. Skandal ini bukan hanya mencoreng reputasiku, melainkan agensiku, Ketua pimpinan, Manajer dan rumah tanggamu." ujar Park Hye Soo panjang.

Kedua tangannya bertaut cemas di atas paha selagi wanita itu bicara. "Mereka membutuhkan akses untuk meretas isi ponselku. Menggeledah sampai menemukan titik terang demi mengungkapkan kebenaran. Mendengar itu, aku merasa dikuliti sangat dalam. Seakan dia memang menuduhku sebagai pembuat onar."

Bibir Park Hye Soo bergetar. Wajahnya semakin muram dengan perasaan sesak yang menghimpit dada. "Tetapi kemudian, aku tersadar, setidaknya ada seseorang yang ingin menuntaskan masalahku. Aku yakin bukan aku yang bersalah. Karena itulah aku setuju untuk bekerja sama dengan Dispatch."

Park Hye Soo menghening. Ia terus menundukkan tatap tanpa ingin melihat ke arah Han GoEun selagi bicara panjang. Sangat teramat gugup pada keputusannya itu.

"Minumlah dulu, eonnie." imbuh Han GoEun pelan.

Park Hye Soo tersenyum lagi. Namun berbarengan dengan mengangkat cangkir teh dengan kedua tangan hingga Han GoEun sangat yakin bahwa tubuh itu memanglah bergetar cemas.

"Kamu bisa pelan-pelan menjelaskannya padaku. Aku tidak akan menyudutkanmu seperti orang lain. Tenang saja." papar Han GoEun lagi lebih mencoba memberi ketenangan.

Cangkir itu mendarat di atas piring kecil dengan suara tak beraturan. Park Hye Soo mengatur pernafasannya untuk merilekskan diri. Teramat sadar bahwa ia terlalu terbawa suasana selagi bicara dengan lawan bicaranya.

"Aku teramat bersyukur pada bantuan itu walau ternyata tiba-tiba dia mengatakan sesuatu yang mengejutkanku. Setelah mendengarnya, aku segera merasa, ah, ternyata aku harus lebih berterima kasih pada orang ini. Karena berkatnya, aku mendapat pertolongan." imbuh Park Hye Soo melanjutkan.

Kali ini, Park Hye Soo meluruskan pandang menatap Han GoEun. "Orang yang datang padaku adalah kenalanmu semasa kuliah."

"Eh?!" mata Han GoEun melebar kaget. "Kenalanku saat kuliah?"

Park Hye Soo mengangguk. "Dia mengatakannya dengan sangat bangga saat mengakui diri sebagai temanmu, GoEun."

Alis Han GoEun mengerung dengan kening berkerut. Tampak berpikir mengenai kenalannya semasa kuliah yang bekerja di Dispatch. Namun sebanyak apapun dia menebak, pikirannya hanya tertuju kepada satu orang.

Tetapi sosok tersebut sudah tidak lagi bekerja di sana setelah masa pemagangan berakhir. Dan memilih pindah ke luar negeri setelah lulus kuliah. Bahkan kehilangan kontak sampai tidak bisa dihubungi untuk sekedar mengundangnya ke acara pernikahan.

"Dia laki-laki?"

Park Hye Soo mengangguk. Memberi waktu lebih lama untuk Han GoEun berhasil menebaknya.

"Apakah dia bernama Kim Jaehwa?" tanya Han GoEun asal. "Dia adalah temanku satu-satunya yang pernah melakukan pemagangan di sana. Walaupun begitu, dia segera pindah ke luar negeri setelah kelulusan. Sudah pasti bukan dia, kan?"

Park Hye Soo diam sambil mengulas senyum lebar menatap Han GoEun yang tergelak.

"Serius Kim Jaehwa?" ulang Han GoEun tak percaya.

Park Hye Soo mengangguk. "Benar. Dia datang dengan alasan ingin mengungkap kebenaran dan membantu seorang teman lama."

Han GoEun benar-benar melebarkan matanya dengan mulut menganga. Beberapa detik hanya terlewat begitu saja sampai Park Hye Soo tertawa melihat keterkejutan lawan bicaranya. Begitu lucu menyaksikan wanita itu kehilangan kata-kata.

Klek. Brak.

Kim Eunji datang tergesa-gesa memasuki ruang kerja mendekati Han GoEun yang masih tak bersuara. Menimbulkan keheranan penuh penasaran bagi Kim Eunji yang baru saja datang.

"Han Go—" Eunji melirik keberadaan Park Hye Soo yang tengah menatapnya bingung. Membuat Kim Eunji mengerjap sambil menyentuh pundak Han GoEun. "Samonim, Anda kedatangan tamu tidak terduga. Dia belum membuat janji tetapi kamu pasti akan terkejut jika mau menemuinya."

"Tidak, aku tidak mau menemuinya." sergah Han GoEun mengangkat satu tangannya menolak cepat. "Aku sudah terlalu terkejut dengan fakta mengejutkan yang baru saja kudengar."

Park Hye Soo tertawa. Ditambah dengan Kim Eunji yang menelisik ingin tau. "Aku akan segera pamit agar kamu bisa menemui tamu tak terdugamu, GoEun."

Bagai kehilangan jiwa, Han GoEun mengerjap linglung. "Eonnie,"

"Bantuan yang kudapatkan berasal dari seorang kenalanmu, GoEun. Aku ke sini karena ingin berterima kasih secara tulus padamu." ujar Park Hye Soo penuh kesungguhan. "Karena sudah selesai, aku akan pamit sekarang."

Wanita itu beranjak. Diikuti Han GoEun yang tidak dapat menghentikan Park Hye Soo. Sementara Kim Eunji sudah dari tadi merasa gatal ingin bertanya macam-macam sembari mengekori kedua orang di depannya.

"Kabari aku jika ada perkembangan terbaru, Eonnie." pinta Han GoEun.

"Agensiku selalu melaporkannya ke SM Entertainment. Lalu diteruskan kepada suamimu setiap perkembangan sekecil apapun. Itulah yang kudengar dari Min Jae Oppa." jawab Park Hye Soo menjelaskan. Lalu berbalik sebelum keluar dari ruang kerja. "Mari bertemu lagi setelah semua masalah ini selesai."

Han GoEun mengangguk. "Aku menantikannya, Eonnie."

Tepat kala pintu ruang kerja terbuka, sosok yang sedaritadi menjadi topik pembahasan berdiri sambil berbincang ramah bersama seorang pegawai. Ikut menolehkan kepala ketika pintu besar terbuka. Saling terkejut karena mendadak berkumpul seperti ini.

Park Hye Soo membungkuk sopan pada sosok laki-laki tersebut. "Kita bertemu lagi, Kim Jaehwassi."

"Melihat Anda keluar dari ruangan itu, sepertinya hubungan kalian memang sangat dekat. Saya tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini." balas Kim Jaehwa mendekat. "Apakah Anda sudah ingin pergi?"

"Ya, saya harus segera pergi ke lokasi pemotretan." jawabnya. "Kalau begitu, saya permisi lebih dulu." Park Hye Soo membungkuk sekilas pada ketiga orang itu. Membiarkan Han GoEun yang kembali terkejut dua kali dengan orang yang sama.

"Kamu," Han GoEun mendengus sebal tidak percaya. Lantas menoleh pada Eunji, "Ini yang kamu maksud sebagai tamu tak terduga yang akan membuatku terkejut?"

Kim Eunji meringis sambil tersenyum kikuk. "Pihak receptionist mengatakan ada seseorang yang datang ingin menemuimu dan mengaku sebagai teman lama. Setelah mengetahui bahwa orang tersebut adalah dia," tunjuk Eunji ke arah Kim Jaehwa, "Aku segera memintanya naik."

"Setelah hampir dua tahun tidak bertemu, sepertinya kamu tidak senang melihat kehadiranku."

Pernyataan Kim Jaehwa membuat Han GoEun semakin menghela nafas panjang. Lihatlah sosok yang pernah membuatnya pontang-panting kesusahan karena terciduk berpacaran dengan Jaehyun. Lalu menghilang tanpa kabar dan mendadak muncul secara mengejutkan.

"Masuk." titah Han GoEun pada dua orang tersebut memasuki ruang kerja.

"Wah, perusahaanmu luar biasa!" puji Kim Jaehwa jujur. "Sejak masuk, aku memang sudah mengaguminya. Ini benar-benar besar untuk sebuah jasa penata rias."

Han GoEun memincing sebal. "Setelah menghilang tiba-tiba dan datang mendadak seperti ini, kamu masih bisa mengejekku?"

Kim Jaehwa tertawa menempati satu sofa. "Itu pujian!"

Han GoEun mendecih. "Kenapa kamu datang?"

"Aku hanya merindukan kedua sahabatku. Apalagi?"

Kini Kim Eunji yang berlagak mual. "Kamu menghilang tanpa kabar setelah kelulusan sampai sulit mencari kontakmu. Tetapi sekarang datang tanpa pemberitahuan."

"Aku kembali datang dengan pemberitahuan. Kamu saja yang belum tau." balas Kim Jaehwa menjulurkan lidah.

"Aku saja? Hei, Han GoEun pun belum—"

"Han GoEun baru saja tau setelah pertemuannya dengan Park Hye Soo tadi. Makanya semakin terkejut saat melihatku di sini. Benar, kan?" sela Kim Jaehwa mengerlingkan tatap pada Han GoEun yang menatapnya sebal.

Kim Eunji menoleh pada Han GoEun yang tidak menyangkal apapun mengenai kalimat Kim Jaehwa barusan. "Benar seperti itu?" Lalu menoleh pada Kim Jaehwa, "Kamu juga tampak mengenali Park Hye Soo. Bagaimana bisa?"

Dagu Kim Jaehwa bergerak menunjuk Han GoEun. "Dia bisa memberitahumu."

Sekali lagi Kim Eunji memalingkan tatap ke arah Han GoEun. "Ayolah, katakan sesuatu! Aku sudah penasaran!"

"Kamu datang sebagai teman lama atau perwakilan Dispatch?" tanya Han GoEun pada Kim Jaehwa yang merebahkan punggung. Juga sekaligus semakin membuat Kim Eunji melongo penasaran.

"Dispatch? Kamu bekerja untuk Dispatch lagi?! Sejak kapan?" cerca Kim Eunji. "Kamu juga tiba-tiba kembali ke Korea tanpa mengabari sama sekali!"

"Aku paham jika kalian memiliki banyak pertanyaan. Aku bisa menjawab semuanya." jawab Kim Jaehwa menyunggingkan senyum. "Dan aku datang ke sini sebagai teman lama."

Kim Eunji yang menyadari tatapan Kim Jaehwa terlalu melekat pada Han GoEun mendadak menjentik jarinya di hadapan lelaki itu. "Aku harus memberitahumu kalau Han GoEun sudah menikah."

Kim Jaehwa mengalihkan tatap pada Eunji. "Menurutmu, aku tidak tau?"

"Aku hanya mengingatkan." balas Kim Eunji mengangkat bahu tak acuh.

"Dia menikahi seorang laki-laki selebritas dari agensi terbesar. Tidak mungkin, aku tidak tau." jawabnya. "Selamat untuk pernikahanmu, Han GoEun."

Sudut bibir Han GoEun menukik sekilas. "Kenapa kamu tiba-tiba ada di Korea dan kenapa juga bergabung lagi ke perusahaan itu?"

Kaki Kim Jaehwa bertongkat lutut sambil tersenyum. "Setelah melakukan pelatihan dan menenangkan diri di Amerika, pada awal tahun ini, aku mendapat tawaran pekerjaan untuk menempati divisi infotainment Dispatch. Saat itu, aku langsung menolak tanpa pertimbangan."

Lelaki itu bergantian menatap lawan bicaranya yang diam menyimak. "Kesalahanku dulu adalah membiarkanmu terciduk oleh rekanku. Dan sebagai mahasiswa pemagangan tidak ada yang bisa kulakukan untuk menyelamatkanmu selain menghilangkan jejak foto. Aku juga sedikit trauma dengan pekerjaan itu, jadi saat Dispatch menawarkan pekerjaan, langsung kutolak."

"Kupikir tetap berada di sana, menghilang tanpa kabar dan menolak tawaran kerja agar tidak kembali ke Korea adalah pilihan terbaik. Tetapi tiba-tiba Dispacth kembali menawariku pekerjaan lain, sebuah divisi investigasi. Bukan hanya perihal mencari sensasi kalangan selebriti tetapi lebih luas sampai meranah pada dunia bisnis untuk mengungkap kebenaran."

Kim Jaehwa masih terus berbicara tanpa jeda. "Aku sangat tertarik dengan divisi itu. Dan segera kembali ke Korea pada akhir bulan setelahnya. Setibanya di sini, aku mendapat kabar bahwa ada tragedi kekerasan verbal di sebuah lobby gedung agensi terkenal."

Kim Eunji sontak menoleh pada Han GoEun. Pernyataan Kim Jaehwa barusan sangat jelas mengarah pada kejadian pertengkaran antara Kim Sae Ron dan Han GoEun di lobby SM Entertainment.

"Saat itu, aku berusaha mencari tau pemilik cerita di situs Pann. Aku ingin tau, siapa aktris kim dan non selebriti yang pingsan di lobby agensi. Tetapi kemudian, skandal mengenai Park Hye Soo segera mencuat setelahnya. Dan sebelum aku menemui Park Hye Soo, aku mencari berbagai informasi sampai mendapatkan tanggal persidangan aktris Kim mengenai kasus kekerasan verbal tersebut." ungkap Kim Jaehwa lurus menatap Han GoEun.

Tatapan serius itu mendadak berubah sendu bersirat khawatir. Menatap lekat pada manik mata Han GoEun yang tidak lagi terkejut walau dirinya telah mengetahui hal tersebut. "Han GoEun, kamu sungguh tidak apa-apa?"

Han GoEun menjeda sebelum menjawab. Ternyata sudah sejauh itu lelaki ini mengetahui permasalahan yang terjadi. Dirinya cukup terkesan karena tidak perlu repot-repot menjelaskan situasi yang sebenarnya.

"Saat itu, aku harus masuk rumah sakit dan wajib melakukan konsultasi mental karena PTSD." Han GoEun terkekeh kecil. "Memalukan sekali."

Kim Eunji sampai menoleh tak percaya mendengar penuturan tadi. "Tidak ada yang memalukan dari dirimu, Han GoEun! Kim Sae Ron yang bersalah karena telah membuatmu sakit seperti saat itu."

"Eunji benar," imbuh Kim Jaehwa menyetujui. "Dalam kasus ini, kamu adalah korban. Kekerasan verbal justru lebih mengkhawatirkan karena tidak tampak oleh mata seperti luka fisik."

"Lalu kaitannya dengan Park Hye Soo?" tanya Kim Eunji masih belum menyambung.

Kim Jaehwa menghela pelan. "Aku mengajaknya bekerja sama untuk mengungkap kebenaran jika skandal tersebut memang hanyalah salah paham. Tadi, aku juga sudah menemui pemilik akun anonim itu. Ini sangat menarik karena ternyata dia benar-benar teman lamanya Park Hye Soo."

"Wanita itu memang gila, berusaha merubuhkan Park Hye Soo dengan menyeret rumah tangga orang lain. Menjijikan." sulut Kim Eunji emosi.

"Semua berspekulasi bahwa ada seseorang yang mendalangi agar Cha Hae Rin, si penyebar skandal, berbuat seperti itu. Dan melihatnya mati-matian mempertahankan argumen bahwa dirinya hanya sendirian, berarti orang tersebut telah berhasil mempengaruhi." papar Kim Jaehwa lagi. "Minggu depan aku akan merilis sesuatu mengenai percakapan Park Hye Soo dan pelaku di masa lalu dan sekarang."

"Wow! Secepat itu." puji Kim Eunji antusias. "Tak kusangka kehadiranmu sekarang sangat berguna dibanding saat itu."

Kim Jaehwa tersenyum kecut. "Akan kuanggap sebagai pujian." katanya lalu kembali memperhatikan Han GoEun. "Kamu tampak lebih berisi jika dibandingkan dengan pertemuan terakhir kali. Apakah kamu sedang hamil?"

Kim Eunji tersedak air liurnya sendiri. Seharusnya Han GoEun yang merasa terkejut tetapi wanita itu justru lebih ekspresif sampai Kim Jaehwa tersenyum puas karena berhasil menebak.

"Temanmu sangat tidak pandai menjaga rahasia, GoEun." ungkap Kim Jaehwa.

Ringgg!!!

Ketiga orang itu menoleh serempak pada sumber suara dari benda pipih yang tergeletak di atas meja kerja Han GoEun. "Sebentar," katanya beranjak mengambil ponsel.

Seulas senyum terpatri cantik saat nama kontak sang suami tercetak jelas di layar ponsel. Memberi penjelasan cukup akurat bagi dua orang lainnya untuk segera mengetahui sosok pemanggil telepon tersebut.

"Hm, sayang?"

Kim Eunji meringis mendengar suara manja Han GoEun saat memanggil Jaehyun. Menginterupsi Kim Jaehwa yang terkekeh melihat ekspresi teman lamanya.

"Mereka selalu seperti itu?" ujar Kim Jaehwa tanpa rasa penasaran. Pertanyaan yang tidak perlu dijawab karena sudah sangat jelas diketahui.

"Setiap hari yang mereka lakukan hanyalah berduaan tanpa kenal waktu." papar Kim Eunji menjelaskan situasi. "Tidak ada hari libur untuk bermesraan."

Bibir Kim Jaehwa terus melengkungkan senyum saat Han GoEun kembali menoleh pada mereka. Wanita itu mengangguk sambil berujar pada sang suami, "Aku juga terkejut melihatnya datang ke sini. Secara fisik dia masih tampak sama. Tapi kurasa sekarang dia cukup pintar karena bersedia membantu kita."

Satu alis Kim Jaehwa menukik samar. Mendengar Han GoEun mendeskripsikan dirinya pada sang suami terasa sedikit mencanggungkan. Apalagi dirinya memiliki riwayat sempat menyukai wanita ini di masa lalu.

"Hm, nanti aku sampaikan. Kamu kembalilah bekerja.... Iya, sayang, sampai jumpa." tutup Han GoEun setibanya dia kembali bergabung duduk di sofa. "Suamiku menitipkan salam untukmu. Katanya, terima kasih sudah bersedia membantu."

"Tidak masalah. Tapi jika memang ingin berterima kasih, traktir aku makan malam." ujar Kim Jaehwa menyeringai lebar.

"Gajimu kurang untuk membiayai makan malam?" sungut Kim Eunji.

Kim Jaehwa mendelik ejek saat Han GoEun tertawa tanpa membuka mulut. "Tidak apa-apa. Cukup sesuaikan jadwal kita untuk makan malam." katanya lembut. "Kamu juga boleh ikut, Eunji."

Senyum Kim Eunji mendadak lebar mendengar ajakan sang sahabat. Begitu cepat suasana hatinya membaik hanya karena sebuah makan malam.

"Murah sekali senyummu, Nona. Hanya makan malam, seringaimu sudah selebar itu?" komentar Kim Jaehwa meledek. Merengutkan wajah Kim Eunji yang segera mendatar seperti sebelumnya.

"Tutup mulutmu." hardik Kim Eunji.

"Sikapmu masih mengerikan. Kamu tidak boleh menjadi pemarah di depan wanita hamil." balas Kim Jaehwa menggelakkan tawa. Membiarkan Kim Eunji semakin merengut sebal. "By the way, GoEun, kuucapkan selamat untuk kehamilanmu."

🍑🍑

Esoknya, Park Hye Soo datang ke salah satu pusat penahanan sementara bersama Min Jae. Wanita itu tampak gelisah menunggu kedatangan Park Jaehwa yang saat ini sedang melakukan introgasi lanjutan bersama rekan kepolisian setempat kepada teman lamanya, si pelaku penyebar skandal.

Sampai ketika setengah jam berlalu, sosok Kim Jaehwa dan seorang wanita memasuki ruang yang sama dengan Park Hye Soo. Diikuti satu laki-laki bertubuh kekar yang berjaga di ambang pintu tertutup. Rasa cemas dan takut memenuhi sorot mata Park Hye Soo ketika bertatap dengan wanita itu. Bahkan tak sanggup mengulaskan senyum saat Kim Jaehwa menyapanya.

"Cha Hae Rin, duduk." titah Kim Jaehwa.

"Kau datang untuk menertawaiku, kan?" tanya Cha Hae Rin tanpa basa-basi. "Melihatmu ada di sini membuatku semakin muak."

"Jaga sopan-santunmu!" bentak Min Jae hendak beranjak yang segera dicegahkan Park Hye Soo.

Begitu pula dengan Kim Jaehwa, lelaki itu terperangah menatap pelaku yang duduk di sampingnya. Begitu dingin dengan raut kebencian sakit hati. Dia juga nyaris berteriak jika Min Jae tidak mendahului. Melihat wajah pucat Park Hye Soo, ia yakin wanita itu juga terkejut.

Walau takut setengah mati hingga jantungnya berdegup sangat cepat, Park Hye Soo masih mencoba menenangkan diri agar tidak ikut tersulut. Ia tau bahwa lawan bicaranya akan terus membuatnya marah.

Namun bagi Cha Hae Rin, melihat Min Jae segera menahan diri setelah Park Hye Soo menyentuh lengannya justru semakin mendengus benci. Ia sangat mengenal lelaki ini. Seorang manajer yang berusaha melerai rundungannya pada Park Hye Soo bertahun-tahun lalu.

"Menjijikan," imbuh Cha Hae Rin. "Kau masih saja berlagak melindungi seperti anjing peliharaan."

"Cha Hae Rin," panggil Park Hye Soo memperingati. Sementara tangannya terus menahan lengan Min Jae seraya menenangkan dan tidak perlu lagi menanggapi ocehan itu.

"Aku tidak mengerti, mengapa kamu sangat benci padaku? Dan yang membuatku semakin tidak paham adalah kamu juga membenci orang-orang disekelilingku. Aku tidak lagi melihat keramah-tamahan yang selalu kamu tunjukkan pada orang banyak."

Lawan bicaranya mendecih. "Ramah-tamah?"

"Kamu terlalu larut dalam kebelengguan sakit hati tanpa mencoba ingin memperbaiki penyebab perpisahan dan kebencian itu terjadi." balas Park Hye Soo. "Aku sama sekali tidak merasa telah merusak hubunganmu. Justru kamu sendiri yang merusaknya sampai mantan kekasihmu tidak ingin menemui."

"Ya, Park Hye Soo!" Suara Cha Hae Rin bergetar marah. Matanya memerah tidak terima mendapat kalimat cemooh itu. "Kamu tidak berhak mengomentari sikapku!"

"Kamu mencampuri urusanku, membuat rumor palsu di situs pann hingga orang-orang mencemoohku. Tapi kamu masih berkata, aku tidak berhak mengomentari sikapmu?" Park Hye Soo mengerjap heran. "Bukankah kamu sendiri yang bilang bahwa cepat atau lamban, setiap perbuatan akan selalu ada balasannya? Kamu akan segera mendapat balasan setimpal atas perbuatanmu, Hae Rin."

Park Hye Soo menyerngit melihat Cha Hae Rin tertawa keras. Seakan nada tawa itu menyiratkan bahwa dia tidaklah takut pada apapun yang Park Hye Soo katakan.

"Omong kosong," balas Cha Hae Rin. "Bodoh sekali jika kamu merasa bahwa ini adalah balasan perbuatanku. Justru saat kamu melakukan ini padaku, kamu yang akan menerima balasannya!"

Park Hye Soo terdiam menatap seringai ejek Cha Hae Rin.

"Memangnya orang-orang akan langsung percaya saat kamu mengatakan bahwa dirimu bukan seorang perusak hubungan? Percaya diri sekali." lanjut Cha Hae Rin. "Kamu selalu berlagak lugu padahal diam-diam mencoba memikat banyak laki-laki."

"Aku tidak pernah melakukannya,"

"Kamu melakukannya!!" teriak Cha Hae Rin. Tidak ada lagi seringai ejek, rautnya telah berganti kebencian teramat dalam pada Park Hye Soo yang tidak gentar. Matanya memerah panas dengan nafas memburu cepat.

"Kamu selalu bisa membuat banyak laki-laki datang tanpa diminta padahal aku harus berusaha sekuat tenaga agar mendapat perhatian mereka. Kamu selalu menjadi topik yang paling dibicarakan setelah tau kalau aku adalah teman dekatmu! Aku muak!" papar Cha Hae Rin lagi. Derai air mata itu mengalir deras membahasi pipi.

Sementara Park Hye Soo mengatup bibirnya serapat mungkin agar tidak bergetar akibat gemuruh menahan tangis. Memperhatikan keberangan Cha Hae Rin yang tenggelam dalam sakit hati.

"Mereka hanya mengenalku sebagai 'teman dekat sang dewi' seakan tidak ada yang mengenal namaku. Aku menjadi bayanganmu selama bertahun-tahun dan ketika aku memiliki kekasih, ternyata dia juga menyukaimu. Apa yang kamu rasakan jika itu terjadi padamu?!" Cha Hae Rin tersengal usai mengatakan kalimat panjang tadi.

"Aku bahkan tidak mau menerima ajakan para lelaki itu—"

"Itu yang paling membuatku muak!" sela Cha Hae Rin emosi. "Kamu sama sekali tidak menghargai perasaan mereka dan menyia-nyiakan begitu saja padahal kamu tau bahwa aku selalu menyukai kedekatan antar jenis."

"Justru karena aku tau mengenai hal itu, makanya aku selalu menolak." papar Park Hye Soo berusaha tenang. "Jika aku dan kamu terus menemui mereka sedangkan mereka hanya penasaran denganku, kamu tetap tidak terlihat oleh mereka. Sementara aku membencinya."

Melihat Cha Hae Rin membuang muka tak ingin bertatap, Park Hye Soo pun kembali berujar. "Aku tidak suka mereka sibuk bertanya macam-macam seakan menemuiku adalah sebuah ajang perlombaan berharga yang tidak boleh dilewatkan. Dan juga sangat benci melihatmu berpura-pura tersenyum menjawab pertanyaan mereka mengenai kehidupanku."

Cha Hae Rin mendengus kasar walau air mata tetap menjejaki pipi. "Yeoksi, seorang dewi yang tidak menginginkan perhatian tetapi kini menjadi aktris. Kamu lebih munafik dari dugaanku."

"Sepertinya kamu keliru, menjadi aktris hanya perlu memerankan suatu tokoh. Perhatian yang kudapatkan juga berasal dari kerja kerasku. Bakat akting yang dikenal luas dan diakui banyak penghargaan. Bukan hanya sekedar perjumpaan singkat dengan mengandalkan wajah." balas Park Hye Soo lugas.

"Kamu mengetahui bahwa aku tidak menyukai perjumpaan dengan para lelaki tetapi kamu terus memaksaku untuk menanggapi mereka. Bukankah kamu juga harus memikirkan perasaanku?" lanjut Park Hye Soo memutar keadaan. Menatap Cha Hae Rin penuh kekecewaan tak terima. "Alih-alih memahami perasaanku yang tidak ingin dekat dengan para laki-laki tetapi kamu justru merasa bahwa aku menggoda kekasihmu?"

Park Hye Soo belum memalingkan tatap. Secara tegas tetap lurus menatap inti mata Cha Hae Rin yang tidak berkutik. "Kamu tau bahwa aku tidak melakukannya tetapi kamu terus merasa bahwa berakhirnya hubunganmu adalah aku? Kamu hanya tidak ingin mengakui kalau ternyata sikapmu yang membuatnya berpaling. Dan justru menjadikanku sebagai kambing hitam untuk disalahkan."

"Cukup,"

"Membual ke sana ke mari dengan mengatakan bahwa aku adalah perusak hubunganmu tidak membuatnya akan kembali padamu, Cha Hae Rin. Dia akan terus berpaling darimu walau kamu bersujud minta maaf sekalipun." imbuh Park Hye Soo.

"Kubilang, cukup!" ujar Cha Hae Rin tegas. "Aku tau! Aku tau!" teriaknya menangkup wajah. Terseguk pecahnya tangis yang tidak berkesudahan. "Kamu tidak perlu menjabarkan dengan sangat detail."

"Aku harus menjelaskannya dengan sangat detail agar kamu menyadari kesalahanmu." balas Park Hye Soo lagi. Kedua tangannya terkepal di atas paha, menahan gejolak emosi selama mengingat kejadian beberapa hari ini.

"Kamu membuat pekerjaanku terhambat. Banyak orang penting dalam industri perfilman yang kini meragukanku untuk memerankan tokoh. Dramaku menjadi tertunda penayangan." ujar Park Hye Soo sambil meremas kuat bajunya.

"Tidak cukup membuatku jatuh, kamu juga membuat image hubungan rumah tangga rekan kerjaku kacau balau. Walau mereka tidak semudah itu untuk merasa terusik hanya karena berita yang kamu buat tetapi penggemar dan agensi cukup sibuk mengatasi dampaknya." lanjutnya menjelaskan situasi. "Kamu membawa banyak orang yang tidak terlibat dalam masalahmu padaku. Jika ingin menjatuhkanku, lakukan dengan benar."

Tangisan Cha Hae Rin semakin keras. Wajahnya tertangkup kedua telapak tangan tanpa ingin bertatap. Tentu saja dia sangat menyesali perbuatannya ini. Membuat seseorang terpuruk sampai ke dasar jurang bukanlah keahliannya. Membuat banyak orang terjebak atas kesalahannya juga bukanlah tujuannya. Ia hanya ingin menggertak Park Hye Soo namun semakin terbuai akibat nominal uang yang diberikan seseorang secara cuma-cuma.

"Ini semua karena dia,"

Ucapan Cha Hae Rin yang begitu lirih mengejutkan ketiga orang dalam ruang itu. Ketiganya kompak semakin membisu dengan mata membesar saling bertatap tanya. Sementara Kim Jaehwa tergesa-gesa mengeluarkan ponsel untuk menyalakan aplikasi rekaman suara.

"Dia?" tanya Park Hye Soo setelah mendapat instruksi gerak tubuh dari Kim Jaehwa.

"Unggahan itu memang milikku. Aku adalah penulis dari setiap kata dan kalimat yang tertulis di sana. Tetapi seorang pemilik akun anonim memintaku untuk mengunggahnya dengan sangat tergesa. Bahkan tak segan memberiku sejumlah uang jika aku bersedia melakukannya." ungkap Cha Hae Rin menjelaskan.

"Dia berjanji akan mengirimiku uang setelah selesai diunggah. Dan terus mengirimiku pesan agar segera mengunggahnya." lanjutnya menggebu-gebu.

"Dan kamu menerima uang itu?" tanya Park Hye Soo menginterogasi.

Cha Hae Rin memperlihatkan wajahnya. Mengusap kasar jejak air mata yang tertinggal. "Aku tidak tau, ponselku sudah disita tim mereka." tunjuknya ke arah Kim Jaehwa. "Lagi pula, dia tidak kunjung membayar sesuai dengan janjinya. Aku sudah tidak berselera untuk menutupi keberadaannya."

"Jadi, kamu bersedia menyerahkan akunmu? Bersedia kooperatif selagi penyelidikan dilakukan?" tanya Kim Jaehwa. Ia harus menyusup dari berbagai celah selagi kesempatan telah datang. Setelah dua hari enggan memberi pernyataan dan selalu mengelak seakan menutup diri, kejadian ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Ketiga orang itu menahan nafas menunggu jawaban Cha Hae Rin. Menatap lekat tanpa enggan berpaling. Dengan sorot tajam dari harga diri yang masih tersisa, Cha Hae Rin menjawab lugas. Membuat ketiga orang itu terperangah setelah mendengar jawaban itu.

🍑🍑🍑

mau drop percakapan ambigu ini...

trans :

Doy: "Pertama-tama, kita harus diskusi kenapa kita menggerakkan celana?"
Taeyong: "Benar. Kenapa kita menggerakkan celana kita?"
Doy: "Karena ada noda?"
Jae: "Karena terlalu ketat."
Jungwoo: "Ketat? Haha"
Johnny: "Tapi emang ketat, sih."

Jujur aja ini ngakak banget, apalagi reaksi mereka.
Mark segala nabok Jaehyun. Jungwoo Doyoung yang langsung konek dan Johnny yang ikut-ikutan iyain kata Jaehyun.

Ayo follow akun wattpad authornya!
Instagram: @1497_tjae
Twitter: @fourteenjae
Tiktok: @fourteenjae

2020 - fourteenjae

Continue Reading

You'll Also Like

310K 42.3K 25
"Ada yang abadi dalam dunia ini, cinta orang tua kepada anaknya." ©piyelur, September 2020
169K 11.4K 42
Krystal Jung adalah seorang perempuan yang pekerja keras dan akan melakukan apa saja untuk mendapatkan uang. Bertemu dengan CEO yang mempunyai banyak...
1.4M 81.7K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...
110K 11.5K 47
Dia dingin, acuh, tapi aku mencintainya. © chanchan_cdp 21 Januari 2019 - start 27 Juni 2019 - end #44 in hunrene #31 in hunrene #3 in hunrene