STEP BROTHER [17+]

By iLaDira69

2M 39.6K 1.7K

βš οΈπŸ”ž WARNING!! πŸ”žβš οΈ MATURE CONTENT! 17+ Ada adegan dewasa dan bahasa kasar! Sinopsis : Phoenix tidak pernah m... More

Prolog
Part 1 - Sekolah
Part 2 - Atap Gedung
Part 3 - Panggilan Malam
Part 4 - Makan Malam
Part 5 - Kejutan
Part 6 - Pulang
Part 7 - Saudara
Part 8 - Rumah Fay
Part 9 - Toilet
Part 10 - Bubar
Part 11 - Kantin
Part 12 - Sweet Seventeen
Part 13 - Tuduhan
Part 14 - Gudang
Part 15 - Damai
Part 16 - Menghindar
Part 17 - Tugas Kelompok
Part 18 - Bath Up
Part 19 - Ponsel Baru
FLASH SALE STEP BROTHER
ULANG TAHUN
Part 20 - Belanja
Part 21 - Bogor
Part 23 - Les
Part 24 - Berkencan
Part 25 - Liburan
Part 26 - Pasar Malam
Part 27 - Double Date
Part 28 - Tatanan
Part 29 - BBQ
Part 30 - Hotel (1)
Part 30 - Hotel (2)
Part 31 - Nonton
Part 32 - Testpack
Part 33 - Benda Pipih (1)
Part 33 - Benda Pipih (2)
Part 34 - Peringatan
Part 35 - Positif
Part 36 - Keputusan
Part 39 - Bidan
Part 40.1 - Pengakuan

Part 22 - Kebun Teh

25.2K 636 53
By iLaDira69


Baca lengkap part ini ada di Karyakarsa.

2 part cuma goceng.

🔥🔥🔥


(Cuplukan part 22 di PDF)

"Itu terang banget," Phoenix menunjuk bintang paling terang. "Kamu sering ke sini?" Atlas membenarkan. "Sama siapa?"

Atlas terkekeh, menangkap nada cemburu dari Phoenix. "Temen."

***


Keesokan harinya, Atlas bangun lebih dulu dari Phoenix. Sepertinya gadis itu kelelahan dengan aktivitas percintaan panas tadi malam dalam mobil di atas bukit yang dingin.

Mereka pulang subuh. Atlas yang bertanggung jawab. Dia mengatakan pada Nenek Helen kalau teman-teman mereka datang, janjian nongkrong di puncak. Atlas membawa Phoenix sekalian jalan-jalan, toh katanya temannya ada juga yang perempuan.

Nenek Helen tidak menemukan hal yang janggal. Atlas dan Phoenix satu sekolah, lagi pula banyak rombongan yang nongkrong malam minggu. Biarkan mereka berkenalan satu sama lain.

Nenek Helen yang pengertian, membiarkan kedua cucunya tidur. Nenek Helen juga tidak masalah mereka pulang pagi. Nenek Helen menyiapkan sarapan, kemudian sibuk di kebunnya.

Atlas menemukan Phoenix masih pulas di kamarnya. Menutup pintu asal, laki-laki itu menaiki ranjang bergabung dengan Phoenix dan menyingkap selimut.

Mengecupi kakinya, menjalar ke betis, paha dan pinggul. Phoenix mengenakan celana pendek, legging tadi malam kotor kena cairan mereka. Lagi pula sudah acak-acakan, tidak nyaman pakai.

Atlas memeluk Phoenix dari belakang. Mengecupi tubuh gadis itu mesra. Menyeruakkan wajahnya pada ceruk leher, kemudian rahang dan pipi.

Phoenix menggeliat terganggu. Kedua matanya sulit di buka, tetapi Atlas mengganggu tidur pulasnya.

"Eum," Phoenix bergumam manja. Memeluk leher Atlas dan melanjutkan tidur.

Atlas terkekeh, memandangi wajah Phoenix yang cantik. Meskipun sedang tidur dan apa adanya, Atlas tetap menyukainya.

Dengan iseng, Atlas meremas dada Phoenix. Gadis itu merintih, membusungkan dada. Meskipun dalam keadaan tidur, nafsunya dengan mudah terbakar.

Atlas makin menjadi-jadi. Ikut bergabung dalam selimut dan menutupi tubuh mereka. Dia menimpa gadis itu dari atas, menyingkap kaus dan mempertontonkan dada Phoenix di bawahnya.

Phoenix tidak memakai bra saat tidur. Memudahkan Atlas mengeluarkan dari balik kausnya.

Atlas mengecup ringan, memasukkan ke mulut dan mengulum. Memainkan lidahnya pada puncak, Phoenix bergerak gelisah.

"Masih ngantuk," gumam Phoenix serak. Tidak menghentikan aksi Atlas, kedua tangannya justru masuk ke dalam kaus laki-laki itu.

Sekali lagi Atlas terkekeh puas, dia mengecup dahi Phoenix lembut. Turun ke pipi dan bibir. Menumpu salah satu lengannya agar tidak menekan tubuh gadis itu. Tangan kanan Atlas menyusuri wajah Phoenix, menyentuh menggunakan jari telunjuk dengan ringan.

Pada akhirnya Phoenix bangun dan cemberut. Sebal tidurnya diganggu, Phoenix ingin tidur sebentar lagi.

"Aku ngantuk banget," kedua mata Phoenix berkaca-kaca.

Atlas malah tertawa, "Kamu lanjut tidur,"

"Jangan ganggu,"

"Eum,"

Phoenix kembali memejamkan mata. Atlas mengecup bibirnya lembut. Phoenix menggeliat dan menekan kepala Atlas pada ceruk lehernya.

"Kamu nggak lapar? Nenek udah siapin makan," bisik Atlas di telinganya.

Phoenix tiba-tiba sadar. Dia membuka mata sembari mendorong Atlas dari atasnya. Laki-laki itu memandangnya serius, lalu mengecupi wajahnya.

"Di rumah nenek kamu," gumam Phoenix kaget. "Aku mau bantuin nenek ke pasar. Jangan cium-cium!"

Phoenix berusaha meloloskan diri. Sekarang sudah hampir siang, tetapi mereka malah bermesraan di kamar.

Atlas mengunci tubuh Phoenix. Gadis itu memberikan tatapan memohon. "Please, aku mau ikut ke pasar. Kemarin udah janji."

"Nenek udah pergi,"

"Serius? Aku ditinggal?" Phoenix makin panik. Kemarin dia sudah janjian dengan Nenek Helen ke pasar.

Atlas malah tergelak. Gadis itu berhasil lepas dari kungkungannya. Berlari keluar kamar mencari-cari keberadaan Nenek Helen.

"Nenek masih senam," Atlas mengikuti Phoenix.

"Senam apa?" Phoenix keluar dari dapur.

"Senam lansia di kelurahan."

"Nanti ke sini lagi?"

"Iya,"

"Beneran, kan?"

"Iya,"

Phoenix sedikit lega. Dia segera bersih-bersih dan mengganti pakaiannya. Merapikan tempat tidur kemudian makan dengan Atlas.

"Kalo pagi-pagi Nenek senam?" Phoenix kembali bertanya, karena Nenek Helen tidak kunjung kembali.

"Iya, ada senam lansia." jelas Atlas. "Tuh, udah datang."

Phoenix menoleh pada jendela. Terlihat Nenek Helen dan dua orang wanita seumuran dengannya tertawa bahagia.

Phoenix segera menghabiskan makanannya dan menyapa Nenek Helen. Tidak luput dari perhatian Atlas, tersenyum kecil melihat interaksi mereka.

"Nenek belum ke pasar, kan?" tanya Phoenix memastikan.

Nenek Helen terkekeh, merasa lucu dengan ekspresi panik Phoenix. "Belum. Nenek tadi habis senam. Sekalian nunggu kamu bangun,"

"Maaf ya, Nek, Phoenix bangun kesiangan."

"Nggak apa-apa. Kalian pulang pagi, kan?" Phoenix membenarkan. "Seru tadi malam?"

Phoenix melirik Atlas melalui ekor mata, "Eum, iya, Nek." jawabnya kelu.

Nenek Helen senang mendengarnya. Dia mengambil keranjang untuk persiapan ke pasar. Phoenix mengambil alih keranjang dan keduanya pergi meninggalkan Atlas di rumah sendirian.

Selama perjalanan, Phoenix dan Nenek Helen mengobrol sambil tergelak. Pasar tidak jauh dari rumah, Nenek Helen juga masih kuat jalan, belum bungkuk.

Tetapi Nenek Helen sudah kelelahan habis senam. Dia juga tidak tega melihat Phoenix jalan, sehingga menyetop sebuah becak.

Kunjungan pertama Phoenix ke rumah Nenek Helen memberikan kesan yang tidak bisa dia lupakan. Dengan Nenek Helen, Phoenix percaya masih ada nenek baik di dunia.

Bukan maksud membanding-bandingkan, tetapi Nenek Helen memang tidak ada tandingannya. Dia juga tidak segan-segan menyuapi Phoenix ketika mencicipi jajanan pasar.

Phoenix ingin datang lagi berkunjung. Kalau mereka tidak sibuk, nanti dia akan mengajak Atlas ke sana.

Siang hari, Atlas dan Phoenix pulang. Mereka mampir di beberapa tempat, seperti kebun teh dan warung. Phoenix senang bukan main. Mereka berdua berpegangan tangan sambil berlari di tengah-tengah tanaman teh.

"Seru banget," gumam Phoenix terengah-engah. Mereka berlari cukup kencang dan jauh.

"Di sana belum dipetik," tunjuk Atlas. Dari kejauhan ada beberapa petani yang menggendong ambul, keranjang anyaman.

"Ayo ke sana!" Phoenix setengah menjerit antusias. Berpegangan tangan lagi lalu berlari sambil tergelak.

Tangan mereka lepas, Phoenix merentangkan tangan dan berputar. Wajah tengadah ke atas, Atlas menangkap tubuhnya. Mereka berpelukan, tertawa bahagia.

Atlas mengecup bahunya lembut. Membiarkan tubuh mereka ambruk di tanah kering. Phoenix tidak mau bangun, meskipun kedua lengannya di leher Atlas menghantam tanah dan ditimpa leher laki-laki itu. Phoenix tidak mengeluh sakit.

Atlas membelai pipi Phoenix. Pandangan mereka saling mengunci, Atlas menekan leher gadis itu dan mengecup hidung lalu pipi kanan.

Phoenix membalas tidak kalah manis. Mengecup dahi Atlas, dan laki-laki itu memejam sejenak.

"Seru?"

"Eum," Phoenix membenarkan.

"Lanjut?"

"Iya,"

Mereka pun bangun dan mengibaskan pakaian dari tanah dan debu. Kemudian berpegangan tangan lagi. Berlari santai dan sesekali Atlas menoleh ke belakang sehingga pandangan mereka bertemu dan saling melempar tawa.

Mereka berbincang dengan para petani. Memetik teh dan memasukkan ke dalam ambul petani. Memotret mereka, merekam aktivitas menyenangkan tersebut.

Puas berlari-lari dan memotret banyak kenangan. Mereka pamitan pada petani, menuju sebuah pohon rindang dan berisitirahat di sana.

Mereka pergi cukup jauh, sampai di jalan raya dan terdapat beberapa warung. Atlas membeli satu botol air mineral berbagi dengan Phoenix.

"Kita pergi jauh banget," keluh Phoenix baru sadar. Mencari warung tempat mobil di parkirkan tidak terlihat lagi. "Tadi dimana?"

"Di sana, jauh."

Phoenix memandang Atlas horor. Sepertinya dia sangat menikmati kebun teh sampai tidak sadar berjalan sejauh itu.

Atlas malah terkekeh santai. Laki-laki itu meluruskan kedua kaki dan menumpu kedua tangan di belakang. Dia juga kelelahan dan sedikit ngos-ngosan. Menemukan sebuah pohon rindang sangat menyenangkan, mereka berlari agar cepat sampai.

Phoenix berbaring di atas pangkuan Atlas. Menyipitkan mata dan melebarkan tangan di atasnya. Atlas tersenyum tipis, mengecup telapak tangan gadis itu. Phoenix membelai pipinya sambil tersenyum.

Atlas menekuk kedua kakinya sehingga badan Phoenix terangkat. Atlas menunduk dan mengecup bibirnya.

Kecupan manis tanpa nafsu. Phoenix membingkai wajah Atlas dengan satu tangan, sedangkan tangan satu lagi digenggam laki-laki itu.

Memisahkan bibir mereka, Atlas mengelus-elus pipi Phoenix dengan lembut. Mengendurkan kembali kakinya karena pinggang Phoenix mulai sakit.

"Nanti kapan-kapan lagi kita ke sini ya?" ajak Phoenix.

Tangan kiri Atlas menopang kepala Phoenix, sedangkan tangan kanan memeluk perutnya. Phoenix memainkan tangan laki-laki itu di perutnya.

"Kamu suka ke sini?"

Phoenix mengangguk, "Eum. Aku suka nenek kamu. Nenek kamu baik."

Atlas tersenyum lega. Kemudian mengangguk, akan membawa Phoenix ke tempat neneknya lagi.

"Tadi di pasar nenek nyuapin aku, tahu! Baik banget. Aku sayang banget sama nenek kamu." jelas Phoenix berbinar-binar.

Atlas membingkai wajah Phoenix kembali tersenyum, mengelus-elus pipi dengan jempol. "Kamu nggak punya nenek?"

"Ada dulu,"

"Kamu sayang nenek kamu juga?" Phoenix menggeleng dengan wajah kecewa mengingat masa lalu. "Kenapa?"

"Berisik,"

Ghost! Sejak kapan gadisnya itu menjadi pendendam?

Phoenix cemberut, "Dulu aku pernah dirawat nenek. Tapi nenek baik cuma di depan mama. Kalau mama nggak ada, aku sering dimarahi, dibentak-bentak, dimaki-maki. Kadang di depan orang, aku malu banget."

Atlas tersentak, ikut merasakan kekecewaan dan sakit hati Phoenix pada orang terdekatnya yang memperlakukannya tidak baik.

Mereka sama-sama memiliki orang tua tunggal. Tetapi Atlas masih memiliki Nenek Helen yang baik dan penyayang. Ketika Jupiter meninggalkannya di Bogor dan pergi bekerja, Atlas juga memiliki banyak teman, anak-anak tetangga sebayanya.

"Berat banget ya?"

"Eum, tapi udah masa lalu. Aku berusaha lupain." Phoenix mengangkat bahu santai. "Lagi pula, nenek juga udah tenang di alamnya. Aku nggak bakalan ketemu lagi. Dia juga nggak bisa marah-marahin aku lagi."

Oh, astaga! Kekasihnya itu benar-benar!

Atlas mencubit pipi Phoenix gemas. Phoenix menyengir lebar dan menimpa tangan Atlas.

"Aku juga menyakiti kamu. Aku berengsek!" gumam Atlas parau. "Aku minta maaf, Phoenix!"

Phoenix cemberut, tidak suka bahas masalah itu lagi. "Atlas," panggilnya cemberut.

Sejak mereka berbaikan. Phoenix tidak tahu berapa kali Atlas meminta maaf. Atlas merasa sangat bersalah, dia egois dan tidak bisa mengendalikan emosi.

"Kita lupain masa itu, ya?" ajak Phoenix lembut, ingin melupakan kenangan pahit itu.

"Aku nggak bisa maafin diri aku sendiri!"

"Aku udah maafin kamu," Phoenix menyela. Dia bangun dari pembaringannya dan memandang Atlas serius.

Atlas sangat malu. Demi apapun, dia sangat kejam. Menyakiti Phoenix sangat dalam. Menyiksa dan membuatnya pingsan. Dia menginginkan Phoenix dengan cara yang salah, bahkan fatal.

"Kita fokus sekarang sama masa depan ya?" bujuk Phoenix kembali lembut.

Atlas mengangguk, dia memeluk Phoenix dengan kedua mata berkaca-kaca. Mengecup puncak kepala lembut, Atlas sangat menyesal dan lega di waktu yang bersamaan.

Phoenix membuat jarak, memandang wajah laki-laki itu dan mengecup bibirnya lembut. Mereka saling berpandangan dan membingkai wajah. Phoenix lebih dulu tersenyum, menular pada Atlas. Laki-laki itu membalas kecupannya. Lembut dan manis, lalu mereka tertawa kecil. Menyatukan dahi sambil memejamkan mata.

***

Jakarta, 22 Februari 2023

Jadi, bisa kalian simpulkan part ini?

Tulis komen kalian di sini. Spekulasi kalian tentang Phoenix dan Atlas.

Spam komen ya.

Novel ini sudah tersedia versi E-book full PDF di Playbook, Karyakarsa, NBJ dan bisa beli manual (Transfer)

Bisa kalian dapatkan beberapa part harga paket.


Jangan lupa mampir di cerita gue yang ini. Cerita yang beda dari biasa gue tulis. Tapi konten dewasa juga.


Continue Reading

You'll Also Like

366K 2.2K 18
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
400K 29.8K 31
"Tanggung jawab lo cowok miskin !!" - Kalka "B-baik, kamu tenang ya ? Saya bakal tanggung jawab" - Aksa
1.2M 17.6K 37
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
677K 1.3K 15
WARNING!!! Cerita ini akan berisi penuh dengan adegan panas berupa oneshoot, twoshoot atau bahkan lebih. Untuk yang merasa belum cukup umur, dimohon...