STEP BROTHER [17+]

By iLaDira69

2M 39.6K 1.7K

โš ๏ธ๐Ÿ”ž WARNING!! ๐Ÿ”žโš ๏ธ MATURE CONTENT! 17+ Ada adegan dewasa dan bahasa kasar! Sinopsis : Phoenix tidak pernah m... More

Prolog
Part 1 - Sekolah
Part 2 - Atap Gedung
Part 3 - Panggilan Malam
Part 4 - Makan Malam
Part 5 - Kejutan
Part 6 - Pulang
Part 8 - Rumah Fay
Part 9 - Toilet
Part 10 - Bubar
Part 11 - Kantin
Part 12 - Sweet Seventeen
Part 13 - Tuduhan
Part 14 - Gudang
Part 15 - Damai
Part 16 - Menghindar
Part 17 - Tugas Kelompok
Part 18 - Bath Up
Part 19 - Ponsel Baru
FLASH SALE STEP BROTHER
ULANG TAHUN
Part 20 - Belanja
Part 21 - Bogor
Part 22 - Kebun Teh
Part 23 - Les
Part 24 - Berkencan
Part 25 - Liburan
Part 26 - Pasar Malam
Part 27 - Double Date
Part 28 - Tatanan
Part 29 - BBQ
Part 30 - Hotel (1)
Part 30 - Hotel (2)
Part 31 - Nonton
Part 32 - Testpack
Part 33 - Benda Pipih (1)
Part 33 - Benda Pipih (2)
Part 34 - Peringatan
Part 35 - Positif
Part 36 - Keputusan
Part 39 - Bidan
Part 40.1 - Pengakuan

Part 7 - Saudara

67K 1.5K 24
By iLaDira69

Phoenix mencari-cari hotel dan apartemen untuk hunian selama beberapa hari melalui ponselnya. Dia berbaring dan mendesah panjang. Belum menemukan tempat tinggal yang cocok.

Rumah lamanya tidak cocok. Atlas tidak mau pergi. Malah sekarang tidur di kamarnya dan Phoenix terpaksa pindah ke kamar Libra.

Phoenix memutar badannya menjadi telungkup, mengerang kesal dan suaranya teredam bantal. Dia makin stres hanya ditinggal berdua dengan Atlas. Phoenix sangat terkekang.

Atlas sangat menyebalkan. Phoenix berkali-kali memohon agar Atlas tidak mengganggunya, tetapi laki-laki itu tetap mengusik tanpa rasa bersalah. Malah semakin gencar.

Phoenix memutar badannya dan menoleh pada pintu saat mendengar suara ceklekan. Atlas berdiri dan memegang gagang pintu.

"Lo cuma bisa mengurung diri seharian?" Terdengar nada sinis dan mencemooh dari mulut menyebalkan Atlas.

Phoenix setengah berbaring, perlahan mengambil bantal dan menutupi badannya. "Kamu butuh apa?" tanyanya langsung pada intinya. Mencoba sabar dan mengabaikan kalimat sinisnya.

"Tugas lo apa?"

Phoenix menahan nafas dalam-dalam. Semakin kesal, melampiaskan dengan mengepalkan tangan. "Apa? Kamu lapar?" tebak Phoenix. "Nggak ada makanan. Kamu pesan sendiri."

Atlas diam. Pandangannya yang tajam tidak lepas dari Phoenix. Gadis itu mulai gelisah, akhirnya mengalah tanpa pikir panjang.

"Bentar dipesan dulu. Langsung sekarang."

Meraih ponsel dan mencari makanan dari lokasi terdekat. Atlas menutup pintu dan pergi ke dapur. Menunggu makanan datang sambil mengedarkan pandangannya pada penjuru ruangan lalu main ponsel. Rumah Phoenix bergaya minimalis, barang-barang disusun rapi sehingga terlihat tetap beruang.

Phoenix keluar kamar beberapa waktu kemudian. Dia mengambil makanan dari layanan antar di depan rumah. Membawa ke meja makan dan mengeluarkan dari tas belanja.

Memindahkan satu persatu dari wadah kemudian mendorong ke depan Atlas. Phoenix juga membeli untuknya, tetapi tidak mau makan bersama. Phoenix berencana makan di kamar.

"Duduk!" Atlas menghentikan Phoenix hendak pergi membawa bagiannya. Merasa dirinya tidak dibutuhkan lagi setelah menyajikan makanan.

"Aku belum lapar." Alibi gadis itu. Masih berusaha mencari jalan keluar agar mereka tidak berada di tempat yang sama dalam radius tiga meter.

"Ck!"

Phoenix lagi-lagi mengalah. Meletakkan wadah di atas meja dan duduk di depan laki-laki itu.

Mereka diam selama beberapa saat. Atlas tidak kunjung mulai makan. Dia memandang Phoenix sampai gadis itu merasa jengah.

Menahan amarah, Phoenix mengeluarkan makanannya dan terpaksa makan bersama Atlas. Barulah laki-laki itu mengikutinya makan. Phoenix mengumpat dalam hati, Atlas yang luar biasa mengendalikan hidupnya.

"Tolong kamu pulang habis makan. Garasi nggak cukup buat mobil kamu. Parkir di depan mengganggu pengguna jalan." pinta Phoenix pelan-pelan. Mengingatkan bahwa pekarangan rumah Phoenix tidak seluas milik Atlas.

"Mobil lo aja pindah parkir!" jawab Atlas ketus.

"Kamu nggak boleh ngomong seenaknya. Ini rumah aku!" Phoenix mengepalkan tangan. "Kamu ngapain ngikutin aku ke sini? Kamu punya rumah!"

"Maksa gue ke sini siapa?"

"Maksa?"

"Segampang itu lo melupakan peraturan!"

Phoenix mengerutkan dahi tidak mengerti. Aturan katanya? "Aturan apa?"

"Tolol!"

Phoenix terbata. Sungguh, dia tidak habis pikir dengan laki-laki menyebalkan itu.

"Aturan apa?" Mengerang kesal, Phoenix merasa tidak lapar lagi. Berdebat dengan Atlas benar-benar membuatnya kenyang.

"Lo nyiapin makanan." Atlas berdecak kesal. "Lo bukan anak kecil lagi! Kenapa itu aja lupa?"

Phoenix melebarkan mata. Hanya perkara pesan Libra dan Jupiter tentang pekerjaan rumah yang mereka bagi. Phoenix bagian dapur sedangkan Atlas bersih-bersih.

"Aku nggak tinggal di rumah kamu sementara ini. Artinya jalani hidup sendiri-sendiri!" sela Phoenix cepat.

Atlas memandang Phoenix tajam tanpa mengeluarkan suara. Phoenix balas memandangnya dengan berani meski jantungnya berdebar-debar. Jelas dia takut jika Atlas menyakitinya. Seperti yang sudah-sudah, mencekik lehernya dan mencengkeram rahang.

Tersenyum miring merendahkan Phoenix. Atlas tidak salah menilainya. Dia adalah gadis naif. "Menyedihkan!" makinya.

Phoenix berusaha menahan emosinya agar tidak meledak. "Terserah kamu ngomong apa. Aku nggak mau kamu ada di sini lagi! Habis makan silahkan pergi!"

"Kenapa lo yang ngatur?"

"Ini bukan rumah kamu!" Phoenix frustasi.

"Kita bersaudara, bukannya ini rumah gue juga?"

Phoenix menganga tidak percaya. Memegang kepala pusing. Tertawa garing, hampir saja Phoenix melupakan mereka bersaudara. Karena tidak ada jenis saudara seperti mereka. Tidak ada seorang saudara terutama yang lebih tua semena-mena pada adiknya.

"Kamu masih nganggap kita saudara?" sindir Phoenix sinis. "Nggak ada saudara macam kamu! Memojokkan saudaranya sendiri. Dijadiin seperti babu. Maksa-maksa dan ngancam!" dumelnya merangkai kejahatan Atlas selama ini.

"Kenapa nggak laporin ke mama lo dan putuskan buhungan persaudaraan ini?" tanya Atlas enteng.

Phoenix kaget lantas kembali memandang Atlas tajam. Dia tidak percaya kalimat itu keluar dari mulut Atlas. Laki-laki itu yang selama ini memaksa Phoenix bungkam, dia yang merampas ponsel Phoenix dan menghapus bukti kenakalannya.

Phoenix tidak menghabiskan makanannya. Membawa piring ke wastafel dan meletakkan begitu saja. Phoenix tidak mau masalah ini panjang dan ujung-ujungnya tetap dia yang salah.

"Duduk!" Atlas melarang Phoenix pergi karena pembicaraan mereka belum selesai.

Phoenix mengabaikannya, melangkah cepat dan disertai suara Atlas meninggi.

"Phoenix!!"

Phoenix berhenti melangkah dan air matanya meluruh begitu saja.

"Siapa nyuruh lo pergi?" geram Atlas menambahkan. "Duduk!"

Memutar badannya dan mendekat. Kembali duduk di kursinya. Memandang Atlas tajam menahan amarah. Wajah dan mata Phoenix basah serta memerah.

Atlas melanjutkan makan dengan tenang. Tanpa merasa bersalah maupun terbebani telah membuat Phoenix menangis. Dia balas menatap Phoenix sambil mengunyah lalu tersenyum miring.

Bagi Atlas, Phoenix sangat tidak berarti. Dia pantas mendapatkannya. Phoenix tidak tahu alasannya. Semua terjadi begitu saja. Semakin lama tinggal di rumah Atlas, semakin mengenal tabiat asli laki-laki itu.

Phoenix menunggu Atlas selesai makan. Laki-laki itu menyandarkan badannya menikmati wajah kacau Phoenix. Gadis itu tidak tahan lagi. Dia berdiri dan berlari sambil mengusap wajahnya.

Pandangannya kabur. Phoenix mendorong pintu kamar dan mengunci dari dalam. Menjatuhkan badannya dan menangis kencang.

Dia menangis hingga kelelahan dan berakhir terlelap. Sisa-sisa air matanya menggenang di pipi. Setelah pernikahan Libra dengan Jupiter, Phoenix lebih banyak menangis.

Phoenix bangun mendengar suara deringan ponsel. Memijit pangkal hidung dan memandang layar lantas mengusap pelan.

"Hallo, Sayang!" sapa Libra dari seberang.

"Eugh," Phoenix masih sangat mengantuk.

"Kamu baru bangun, Sayang?"

"Iya, Ma." jawab Phoenix serak. Mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya.

"Kamu sakit, Sayang?" Libra khawatir. "Langsung ke klinik ya? Minta tolong di anterin sama Atlas. Nanti Mama bilangin Atlas."

"Nggak, Ma. Phoenix cuma ketiduran." tolak Phoenix cepat.

Libra mendesah lega. "Kamu belum makan, ya? Capek banget pulang sekolah? Tadi olahraga ya?" tanya Libra beruntun yang dibalas dehaman oleh putrinya. "Atlas gimana, Sayang? Kalian nggak berantem, kan? Atlas baik, kan?"

"Eum," Phoenix berbohong. Dia tidak kelelahan hanya pelajaran olahraga. Dia lelah dengan sikap Atlas yang semana-mena terhadapnya. Tetapi Phoenix memilih menutupi sikap Atlas. "Mama ngapain? Phoenix kangen Mama."

Libra terkekeh, terang-terangan menunjukkan pada Jupiter bahwa putrinya manja. "Mama sama papa lagi piknik di bawah Eiffel." pamernya.

"Ihh ...," Phoenix berdecak iri. "Pengin ikut."

"Nanti kita liburan ke sini," ucap Libra menenangkan putrinya. Phoenix tersenyum kecil, perasaanya bercampur aduk. Di satu sisi, sangat bahagia dengan pernikahan Libra, Jupiter sangat mencintai mamanya.

***

Jakarta, 24 Desember 2022

Novel ini sudah ada versi E-book PDF di Playbook, Karyakarsa dan Nih Buat Jajan (NBJ)

Continue Reading

You'll Also Like

614K 74.6K 45
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
687K 108K 41
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
2.3M 19.4K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
354K 18.8K 49
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...