Raden Saka

By matvhace

4K 1.7K 851

[ Dalam Proses Revisi ] ๐–๐ข๐ญ๐ข๐ง๐  ๐ญ๐ซ๐ž๐ฌ๐ง๐จ ๐ฃ๐š๐ฅ๐š๐ซ๐š๐ง ๐ฌ๐š๐ค๐š ๐ค๐ฎ๐ฅ๐ข๐ง๐จ Kutipan di atas merupa... More

Prolog.
LEAD CAST
เน‘'โ€ข. Gadis Biola
เน‘'โ€ข. Pulang dari Belanda
เน‘'โ€ข. Di Bawah Beringin
เน‘'โ€ข. Sombong
เน‘'โ€ข. Berdua dengannya
เน‘'โ€ข. Bulan Purnama
เน‘'โ€ข. Janu Kesal
เน‘'โ€ข. Bersemi
เน‘'โ€ข. Witing Tresno
เน‘'โ€ข. Sayap Pelindung
เน‘'โ€ข. Rama dan Sinta
เน‘'โ€ข. Layar Tancap
HI RADSAVERS !
เน‘'โ€ข. Malioboro
เน‘'โ€ข. Anak Baru
เน‘'โ€ข. Ulang Tahun Rossa
เน‘'โ€ข. Bukit
เน‘'โ€ข. Mawar Putih
เน‘'โ€ข. Protektif
เน‘'โ€ข. Londo
เน‘'โ€ข. La Vie en Rose
เน‘'โ€ข. Parangtritis
เน‘'โ€ข. Orang Ketiga
เน‘'โ€ข. Payung

เน‘'โ€ข. Keraguan

117 73 18
By matvhace

WARNING
Sebelum membaca dimohon untuk menekan tombol bintang dan jangan lupa memberi komentar positif juga !

------

Keesokan harinya Saka dan Abel bersiap untuk pergi ke sekolah dengan membawa peralatan seperti biasa.

"Hati hati, jalannya becek."

Abel memberi peringatan pada laki laki itu saat melintasi jalan yang penuh lumpur karena hujan yang tiba tiba turun semalam lalu keduanya menaiki mobil untuk segera menuju lokasi tujuan yaitu sekolah.

Udaranya terasa sejuk kala itu ditambah munculnya kabut di beberapa tempat dan cukup tebal, burung berkicau saling bersahutan juga mengiringi perjalanan keduanya.

Abel yang semula diam saja kemudian reflek berbalik untuk mengecek barangnya kembali sebab dia tipikal orang yang gampang kepikiran.

"Saka, bekalnya tadi sudah to?"

"Sudah, di kursi belakang."

Setengah jam kemudian Saka sudah memberhentikan kendaraan miliknya tepat di parkiran sekolah kemudian Abel turun terlebih dahulu serta mengambil bekal, untung suasana sekitar sekolah masih cukup lengang sehingga mungkin tak akan ada yang memergoki keduanya.

Abel menghampiri Saka yang masih mengunci pintu mobil kemudian berjalan beriringan menuju kelas, setibanya di lokasi mereka berpisah ke arah tempat duduk masing masing dan Abel melihat kedatangan Rachel setelahnya tak lama kemudian.

"Tumben kamu lebih awal."

"Hehe, tak apa to?" balas Abel sambil tersenyum.

"Apa itu? bekal?" tanya Rachel karena tak sengaja memergoki wadah bekal berwarna biru tua dengan corak benda langit tersebut.

"Iya, ibuku yang bawakan."

"Boleh aku cicipi sedikit nanti?"

"Tentu."

Mereka saling sepakat untuk bertukar bekal ketika jam istirahat lalu Abel mengambil buku dari dalam tas dan dibebernya di atas meja, gadis ini lebih suka menghabiskan waktu senggang sebelum bel masuk dengan mengulas kembali materi yang belum dipahami walau ia kadang tiba tiba merasa malas atau bosan dan akhirnya cari kegiatan menyenangkan lain.

"Oh ya, saat ke rumahmu aku diantar papa" ujar Rachel tiba tiba membahas kerja kelompok.

"Boleh, boleh saja."

"Mungkin ketiga teman kita yang lain bisa menumpang di mobilku sekalian, kamu bagaimana?"

Abel seketika diam seribu bahasa serta gugup sebab tak tahu harus menjawab apa, sejujurnya akhir akhir ini dia banyak terlibat aktivitas bersama dengan Saka dan merencanakan untuk menutup semua dari keempat temannya.

"Sebentar ya, a-aku pikirkan lagi."

Bel masuk sudah berbunyi lalu semua siswa di kelas tersebut kembali duduk dengan rapi, mereka mengikuti pelajaran jam pertama yang diberikan dengan serius serta teliti sebab pagi ini mereka harus menghadapi matematika dengan segala rumus yang memusingkan kepala jika tidak paham atau jago di bidangnya.

Ketika menulis Abel merasa kesal sebab salah satu tulisannya salah kemudian diberi tipe x lalu mengambil bolpoinnya kembali, saat itu terjadi bolpoin milik Abel tergelincir dan menggelinding hingga jatuh ke bawah, gadis tersebut berusaha mengambil hingga berhasil ia dapatkan kembali.

Di posisi bangku pojok belakang ada Saka yang tengah sibuk bergulat dengan penggaris lalu pensilnya, anak muda tampan itu nampak fokus saat menggambar sebuah bangun ruang seperti yang sudah dicontohkan di papan tulis.

"Hei, boleh aku pinjam penggarismu?" ujar teman sebangku Saka yang menepuk bahunya terlebih dahulu.

Karena pekerjaan sendiri sudah usai Saka langsung memberikan penggaris tersebut padanya, Angga adalah sapaan akrab untuk teman Saka yang satu ini lalu tiba tiba dia menoleh serta mendekatkan kepala tepat di telinga kiri Saka.

"Aku tadi tak sengaja melihatmu dengan seorang anak perempuan."

Saka yang sedang menebali garis gambarnya tadi langsung berhenti ketika mendengar itu sebab terkejut namun dia hanya menanggapi dengan cuek saja.

"Mungkin kau salah lihat."

"I-itu benar, sungguh."

"Angga!"

Guru memperingati Angga yang berbicara dengan nada hampir tinggi tersebut karena mengganggu suasana pembelajaran di kelas lalu pria itu kembali pada posisi semula dan Saka hanya geleng geleng kepala di sebelahnya.

Pukul sembilan tepat waktu istirahat di mulai dan sekarang Abel sudah mengotak atik bekal sampai dibukanya, Rachel yang tadi sepakat untuk mencicipi langsung minta izin terlebih dahulu dan mengambil sedikit lauk yang dia sukai. Rasanya sungguh enak bahkan lidah eropa milik Rachel pun terkesima dengan cita rasa masakan ibu Abel.

"Enak, ini enak banget bel."

"Terima kasih, kalian datang saja ke rumahku nanti aku minta ibuku masakkan."

"T-tak usah repot repot" sahut Dian di depannya dan juga menyantap bekal buah segar.

"TEMAN TEMAN, ADA BERITA PENTING DI MADING SEKOLAH!"

Mendadak salah satu anggota 11 MIPA 1 berteriak dari arah luar setelah berlarian menuju kelas, nampaknya ada sesuatu yang benar benar serius sampai seisi kelas harus tahu tentang itu.

"Ada apa ya? riweuh banget" heran Ajeng yang baru selesai meneguk air minumnya.

"Entahlah jeng, ayo kita lihat" ajak Dian ikut penasaran.

"Halah, paling cuma berita kemenangan anak anak yang ikut lomba, tak usah" sangkal Rachel yang menolak.

Abel yang kaget tiba tiba merasakan hawa kurang nyaman dari dalam hati dan akhirnya menyetujui ajakan Ajeng, dia beranjak dari bangku terlebih dahulu lalu membawa ketiga temannya di belakang.

Setibanya di tempat sudah banyak sekali anak dari kelas lain berkerumun sementara Abel yang baru saja datang langsung mendesak mereka untuk memberinya jalan hingga tubuhnya tepat berdiri di depan mading tersebut, mula mula matanya mencari hingga terhenti pada sebuah kertas bergambar yang ditempel.

Itu adalah foto dirinya bersama Saka pagi tadi.

Sesuatu yang seharusnya tidak ia saksikan sekarang lalu cibiran cibiran pedas perlahan mulai memasuki lubang telinga Abel.

"Seharusnya dia punya malu."

"Cantik tapi rendah harga diri."

"Kudengar katanya dia salah satu penerima beasiswa, tapi entahlah."

Omongan omongan tersebut Abel berusaha tak hiraukan lalu berlari meninggalkan mading untuk mencari tempat yang sedikit tenang dan dia memilih lapangan basket pada akhirnya, Abel naik ke tribun lalu duduk sambil merenung bahkan merasa sangat kesal.

"Siapa yang berani melakukan itu?!"

Abel belum berani kembali ke kelas saat ini sebab takut kalau anak anak akan menghujamnya kembali dengan kata kata jahat dan yang dibutuhkan sekarang adalah kejelasan mengapa dan siapa pelaku yang melakukan kegiatan tersebut.

"Oh tuhan, apa yang harus kulakukan? tolong bantu aku."

"Kau sudah tahu?" tiba tiba ada yang menyahut gadis itu sampai Abel reflek menoleh.

"Saka? mengapa kau kemari?"

"Kita harus selesaikan ini."

"Tapi, aku saja tak tahu mengapa itu terjadi" balas Abel sangat kebingungan sekarang.

"Satu satunya jalan kita harus ke ruang guru, ayo ikut."

Saat Saka akan mengambil tangan Abel mendadak gadis itu menjauhinya.

"Tidak" tolak Abel singkat dan jelas.

"Ada apa denganmu?" kaget Saka yang melihat reaksi dari Abel.

"Tolong, jauhi aku untuk sementara."

Saka yang tidak terima dalam gejolak batinnya kemudian berjongkok dan mengambil salah satu tangan Abel untuk meyakinkan dia agar tak lari dari masalah saat ini.

"Kita hadapi bersama, kau mengerti?"

"T-tapi, nama baikmu ternoda karena aku, jadi tolong jauhi aku sekali lagi......."

Bukannya Saka yang pergi tapi Abel yang pergi menuju tepi kolam ikan yang tak jauh dari lokasi sebelumnya, ia berjongkok dan memainkan air menggunakan jari jari tangannya dengan harapan supaya pikiran Abel agak tenang dan bisa menemukan solusi.

"Apa salahku ya?"

Dalam hati Abel kembali diselimuti keraguan besar apalagi saat ini dia tiba tiba memikirkan Saka, laki laki itu mungkin akan membuatnya kecewa suatu saat nanti namun semua pikiran buruk itu dia tepis ketika teringat perbuatan tanggung jawabnya.

Karena tak ada pilihan lain Abel memutuskan untuk kembali ke kelas dan tak lagi mengindahkan segala bentuk makian apapun yang mungkin ia dengar sepanjang perjalanan, setibanya di kelas gadis ini melihat ketiga temannya.

"Bel, kamu tak apa?" tanya Rachel kawan sebangku yang begitu cemas terhadapnya.

"Tidak, kalau kalian ingin menjauhiku juga silahkan."

"Hah? apa maksudmu bel?" sahut Ajeng yang tidak terima.

"Siapa yang akan melakukan itu? kami akan selalu di sisimu" tambah Rachel lalu seketika Abel merasa bersalah sebab melantur bilang seperti itu.

"T-terima kasih, kukira kalian....."

"Tidak bel, bukan begitu cara menjadi seorang teman baik."

Ajeng, Rachel, dan Dian terpikir untuk mengajak Abel keluar kelas sebentar selagi masih ada sisa waktu lima belas menit beristirahat, keempat gadis ini berjalan pelan sembari menikmati pemandangan sekolah yang cukup banyak taman taman hijau.

"Bagaimana kalau Abel aku traktir? kalian jaga dia disini" saran Ajeng yang mencoba untuk mengembalikan suasana hati Abel.

"Tak usah repot repot jeng." tolak Abel Sungkan.

"Halah santai wae lo, kaya karo sopo ae."
( Halah santai, seperti dengan siapa saja )

Ajeng mengajak Dian untuk pergi bersamanya sementara Rachel menemani Abel duduk di bangku kayu taman sekolah, keduanya saling mengobrol ringan dan lagi lagi Abel beruntung dikelilingi kawan yang baik serta pengertian layaknya mereka bertiga. Tak lama kemudian Ajeng datang membawa satu kresek penuh makanan ringan dan empat botol air putih dingin.

"Selamat makan!"

"Walah, banyak sekali jeng" kaget Rachel.

"Hehe, tidak apa to? siapa tahu kalian sedang benar benar lapar sekarang."

Abel tersenyum tipis lalu menerima pemberian dari Ajeng, dia meminum airnya lalu kembali fokus menghadap mereka.

"Bel, memangnya hubunganmu dengan Saka apa? kalian cukup dekat kelihatannya" tanya Dian mengingat kembali masalah yang terjadi.

"Kami hanya teman biasa."

"Oh iya? lalu bagaimana kalian bisa saling mengenal?" lanjut Rachel.

Abel menarik nafas dan dibuangnya kemudian menceritakan kronologi pertemuan mereka dari awal hingga saat ini.

"Karena biolaku yang dia rusakkan waktu itu dan aku memintanya untuk bertanggung jawab."

"Lalu?"

"A-aku mengajaknya ke rumahku saat memperbaiki biola sampai akhirnya kami jadi cukup dekat sebab saat ini dia menginap di rumahku juga."

"Hah?! nekat sekali" kaget Dian.

"Mulanya aku larang tapi ada alasan tertentu yang mengharuskan Saka untuk tinggal sementara" jelas Abel.

"Baiklah, tapi jika Saka macam macam denganmu bilang ya? akan ku pukul nanti" gerutu Ajeng.

"Memangnya kamu berani jeng?" tanya Rachel meledeknya.

"Berani lah."

Keempatnya berhasil tertawa bersama karena tingkah Ajeng yang menghibur dan tidak lama kemudian bel masuk telah berbunyi, mereka mengikuti pelajaran seperti biasa sampai pada waktunya pulang sekolah, Abel masih menghindari Saka lalu berjalan sendirian menuju arah gerbang sekolah.

Saat di tengah jalan dia mendengar ada suara teriakan yang tak asing di telinga.

"Abel!"

Gadis itu pun berhenti kemudian menoleh ke belakang, rupanya itu adalah Saka yang masih saja berupaya untuk membujuk Abel.

"Jangan seperti itu, ayo pulang."

"Tidak Saka, kau duluan saja."

"Lalu? kau akan sendirian?"

"Lebih baik sepertinya."

Abel berbalik dan lanjut melangkah tanpa mengindahkan lelaki itu lagi sebab hatinya masih dikerubungi dilema serta perasaan bersalah sampai Saka pun terlibat masalah, dia duduk di halte lalu menunggu datangnya kendaraan umum seperti saat sebelum mengenal Saka.

Tiga puluh menit kemudian Abel tiba di rumah lalu Ratmi merasa ada yang tidak beres dengan kedatangan sang putri, dia nampak gontai ketika berjalan dan raut wajahnya lesu tak bersemangat.

"Bel? di mana Saka?"

"Dalam perjalanan mungkin."

"Kalian bertengkar? ada apa nak?"

Abel hanya terus berjalan tanpa menjawab pertanyaan ibunya lalu Ratmi berinisiatif untuk masuk ke kamar Abel.

"Kalau ada masalah selesaikan, jangan menghindar seperti itu, justru malah kamu akan terus tidak tenang bel."

Abel memikirkan kembali apa yang dikatakan Ratmi dan itu memang benar, suatu masalah yang datang namun dihindari akan jadi tak berujung tanpa solusi dan kini gadis itu sedang bingung apa yang harus dia lakukan tanpa harus membuat masalah baru lagi.

"Maaf bu."

"Sudah sudah, jika Saka datang tolong berbaikan ya?"

Abel mengangguk lalu segera menghapus bulir air mata yang mendadak jatuh, tak lama kemudian laki laki tersebut tiba dan hanya sampai di teras saja. Dia tak berani masuk rumah sebab takut Abel akan menjauh lagi seperti di sekolah.

Sementara Abel yang sadar akan kedatangan Saka berjalan keluar lalu pura pura acuh padahal dia tahu jelas kalau pria tersebut sedang duduk di kursi panjang, Saka berdiri lalu mengejar Abel hingga berhasil mencekal pergelangan tangannya.

"Tolong, jangan diamkan aku seperti ini."

Tubuh Abel rasanya hampir bergetar saat Saka mengatakan itu namun dia harus tetap pada pendirian yaitu menjauhinya untuk sekarang.

"Jangan Saka, jangan."

"Kenapa? kamu cuma peduli dengan dirimu sendiri?"

"Tidak, bukan....."

"Aku tahu bel, kamu sengaja menempatkanku dalam posisi ini karena masih tak percaya padaku."

"Sa...." Sekarang bukannya lega namun rasa bersalah dalam hati Abel makin dalam, dia melihat pria itu pergi berjalan entah kemana dan Abel hanya bisa memandangnya saja.

"Maaf, maafkan aku."

Malam harinya Abel berada di kamar untuk mengerjakan tugas kemudian dia tak sengaja mendengar suara sang ibu tengah mengobrol dengan seseorang dari arah luar, karena penasaran dia pun menguping diam diam dan melihat Saka menenteng tasnya.

"Saya pamit bu."

"Ada apa antara kamu dan Abel?"

"Tidak baik juga kalau saya terus di sini, titip salam untuk dia."

Ratmi tak bisa berkata apa apa lagi dan sebelum Saka meninggalkan kediamannya dia memberikan sebuah kotak yang ditujukan untuk Abel.

"Tolong berikan padanya bu, terima kasih."

Saka menenteng tas dan diletakkan di kursi belakang kemudian beranjak meninggalkan desa yang memberinya cukup banyak kenangan tersebut, tempat baru yang juga membawa pengalaman serta pelajaran tak terduga. Dia berharap pilihan ini adalah hal baik dan untuk Abel pula.

Di sisi lain Abel merutuki semua perbuatannya lalu menangis di dalam kamar, dia terpaksa melakukan ini karena tak mau memperburuk situasi dan semoga Saka bisa memahaminya.

"Bel?"

Abel buru buru menghapus air matanya kemudian menengok pada sang ibu.

"Saka titip ini untukmu, terimalah."

Gadis itu memandang ke arah kotak berwarna coklat tua tersebut sebentar dan diambilnya, Abel tersenyum sekilas dan Ratmi pergi keluar dari kamar.

"Apa ini?"

Perlahan Abel membuka kotak itu dan dia terkejut saat melihat sebuah gantungan kunci berbentuk kupu kupu sepasang berwarna biru sangat cantik serta berkilau, saat melihat itu reflek senyuman tipis tergurat pada bibirnya.

[ ilustrasi gantungan kupu kupu ]

Perempuan tersebut menggantung benda itu di dekat meja belajar kemudian duduk sambil terus memandanginya.

Saka baru saja tiba lalu memarkir mobilnya di garasi seperti biasa, Sapto yang kebetulan tengah berjaga langsung menyambut kedatangan tuan mudanya yang akhirnya kembali setelah lama pergi.

"Tuan muda dari mana? Non Rossa selalu menanyakan anda."

"Dimana dia?"

"Di kamarnya."

Saka bergegas menuju lantai atas untuk menemui sang adik namun Rossa sudah lebih dahulu berlari ke arahnya.

"Kakaakkk!" gadis belia ini memeluk Saka dengan erat seolah takut kehilangannya lagi.

"Kakak kemana saja? aku takut."

Saka tersenyum lalu membalas pelukan hangat tersebut, dia juga merasa bersalah sebab meninggalkan Rossa tanpa alasan yang jelas dan juga harus menanggung bebas keegoisannya.

"Masuk kamar? kamu terlihat sudah mengantuk."

Saka membawa Rossa ke kamarnya terlebih dahulu kemudian berniat untuk menanyakan segalanya pada sang adik.

"Kapan mama berangkat?" tanya Saka.

"Kemarin malam, dia juga titip salam pada kakak kalau sudah pulang ke rumah."

"Sudah makan?"

"Sudah juga, kakak tak perlu khawatir padaku."

"Baguslah, sekarang kamu tidur."

"Kak?"

Saka yang merapikan selimut Rossa mendadak terhenti ketika adiknya itu memanggilnya.

"Aku kesepian saat kakak pergi, jadi jangan lagi ya?"

Saka hanya mengangguk kemudian menidurkan Rossa sampai matanya terpejam, kini yang dia pikirkan hanyalah kebahagiaan Rossa dan menjaga dengan baik sebab ini adalah tanggung jawab seorang kakak laki laki terhadap adik perempuannya saat kedua orang tua tidak ada.

"Bagaimana ayam bumbu kuning buatan ibu? enak?"

"Enak kok, selalu."

Saat ini Abel tengah menyantap makan malam bersama Ratmi dan dia amat sangat menyukai ayam goreng yang dibumbui dengan bumbu kuning khas buatan sang ibu, selepas makan Abel membantu cuci piring kemudian meletakkan tumpukannya ke rak.

Saat dia memegang piring terakhir mendadak tangannya terpeleset hingga benda tersebut jatuh, Abel reflek berjongkok lalu mengambil pecahan
kaca tadi untuk dibersihkan agar tidak melukai.

"Aw!"

"Bel, ada apa?"

"Tanganku...."

"Astaga, cepat obati nak, biar ibu saja."

Abel menuruti perintah sang ibu lalu masuk ke kamar untuk mencari kotak obat sebagai pertolongan pertama, dia beri salep terlebih dahulu kemudian dibalut dengan plester dan untungnya luka tersebut tak terlalu besar. Tiba tiba dari arah jendela muncul Janu yang selalu datang diam diam menengok saat malam hari, lelaki tersebut memperhatikannya dahulu kemudian melangkah masuk kamar Abel.

"Bel?"

"Astaga jan! aku kaget loh."

"Maaf maaf, i-itu tanganmu kenapa?!" kagetnya saat menyadari kalau ada yang lain dengan Abel.

"Terluka akibat pecahan piring."

"Lain kali jangan ceroboh, kau ini."

"Kau memarahiku?" tanya Abel dengan suasana hati yang sudah teramat kacau.

"Tidak bel, duduk sini."

Janu adalah sosok sahabat yang selalu peduli pada keadaan Abel bagaimanapun itu bahkan ia tak segan menegurnya jika berbuat salah atau sebaliknya.

"Ngomong ngomong dimana pria itu? dia tidak kelihatan."

"Saka? dia memang sudah pulang tadi."

"Baguslah kalau dia sadar diri."

"Maksudmu jan?" heran Abel yang mengira seolah Janu puas akan kepergian Saka.

"Tak apa apa, aku hanya khawatir saja."

Abel mengalihkan pandangan lalu teringat kembali dengan masalahnya ditambah omongan Janu yang seperti ingin mengalihkan pikiran baik akan Saka.

"Menurutku dia baik" ucap Abel reflek menyimpulkan.

"Jangan langsung mencetuskan itu karena kau baru kenal dia dan melihat perhatiannya."

Apa yang dikatakan Janu itu memang benar kalau kita jangan langsung menilai sikap seseorang hanya dari kesan pertama namun di sisi dalam hati Abel dia yakin kalau Saka adalah pria baik dengan apapun yang ada dalam dirinya.

"Sudahlah, aku mau tidur."

"Aku pulang, selamat istirahat Abella!"

Janu kembali pulang lewat jendela diiringi dengan Abel yang berjalan untuk menutupnya, sementara itu di dalam ruang kebesarannya Saka sedang rebahan sambil melamun menatap langit langit kemudian dipejamkan matanya dan semilir angin masuk lewat celah jendela yang terbuka separuh menerpa wajah tampan itu.

Malam itu suasana di rumahnya cukup lengang dan hanya terdengar suara jangkrik bersahutan lalu tiba tiba samar samar Saka melihat sekelebat bayangan seseorang yang melewati daerah belakang kamarnya.

Karena penasaran dia segera keluar untuk mengecek namun malah bertemu dengan Pak Sapto kemudian laki laki berkumis itu mencegah kepergian Saka yang tiba tiba.

"Tuan muda mau kemana?"

"Minggir, ini urusanku" tegas Saka bersikeras.

"Tapi tuan, sesuai pesan nyonya anda dan Non Rossa tidak diperbolehkan keluar di atas pukul sembilan malam."

Bukannya kapok Saka semakin memberontak dan menerobos keluar pintu utama rumah, dia berlari menuju arah jendela kamarnya di samping namun tak menemukan siapapun di sana sampai pada suatu ketika dia kembali melihat seseorang dengan jubah hitam berlari cukup cepat.

"Siapa itu?!" teriaknya kemudian berlari menuju arah taman.

Saka tidak berhasil menangkapnya dan hanya mendapat kekecewaan di sana.

"Sialan!"

Tiba tiba kejadian malang menimpa laki laki tersebut yaitu leher Saka ditimpuk dengan sebilah kayu dari arah belakang hingga pingsan.

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 126K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET ๐Ÿšซ "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.4M 303K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
5.9M 388K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACAโš ๏ธ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
10.6M 674K 43
Otw terbit di Penerbit LovRinz, silahkan ditunggu. Part sudah tidak lengkap. ~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN D...