SKALETTA [END]

By Umillstri

3.2M 274K 13.8K

Kisah sederhana tentang Aletta, gadis broken home yang mencintai Skala si pria lumpuh pada pandangan pertama... More

PROLOG
01. Awal__
02. Good morning__
03. Gabut__
04. Bekal__
05. Bullying__
06. Kebencian__
07. Tugas kelompok__
08. Kemana?__
09. List keinginan__
10. Pantai__
11. Basket__
12. Orang Misterius__
13. Terapi__
14. Panti Asuhan__
15. Jealous__
16. Dia__
17. Tidak lagi sama__
18. Senja__
19. Rumah Skala__
20. Bunga matahari__
21. Boneka gurita__
22. Hukuman__
23. Raya birthday__
24. Marah?__
25. Kebenaran masa lalu__
26. Berusaha menerima__
27. Pingsan__
28. Bertemu__
29. Aletta dan Lyly__
30. Happy Birthday papa__
31.Mengunjunginya__
32. Mimpi itu__
33. Tiga Oktober__
34. Mereka bertemu__
35. Dihukum__
36. Teh untuk papa__
37. Pesta__
38. No coment__
39. Pemerasan pada Gibran__
40. Sebuah bukti baru__
41. Memburuk__
43. Partner olimpiade__
44. Semakin kacau__
45. Insiden__
46. Orang masa lalu__
47. Penjelasan kebenaran__
48. Opa Bima__
49. Kepindahan__
50. Kehidupan baru__
51. Buket bunga misterius__
52. Rindu yang sama__
53. Bertemu mama__
54. Keputusan__
55. Kembali__
56. Siuman__
57. Pertemuan__
58. Papa pulang__
59. Sakit dibalas maaf itu curang__
60. Terluka__
61. Kenyataan menyakitkan__
62. Baby Ayla__
63. Kelulusan__
64. Pernikahan (END)__
EXTRA PART
EPILOG
AU IG SKALETTA?

42. Sebuah mimpi?__

35.7K 3.4K 240
By Umillstri

HOLLA VREEN

HAPPY READING

Jangan lupa follow :
IG @umilestariii_
Tik tok @coretanmimi_

⚠️WARNING⚠️

Jangan salah lapak / atau menyebut karakter cerita lain di cerita ini. Mohon belajar menghargai hal sekecil apapun itu!🐣

Dan

Jangan lupa vote dan komen!!

Pliss jangan jadi siders, hargai author!!


🌻🌻🌻

Bulu mata lentik itu bergerak kecil, perlahan kelopak mata yang terpejam terbuka hingga menampakkan iris coklat yang indah.

"Non Aletta" suara lembut seorang wanita paruh terdengar lirih disertai usapan lembut di pipi sang gadis.

"Bi" lirih Aletta menatap Bi Mirna yang juga tengah menatapnya dengan khawatir. Gadis itu tampak linglung menatap sekitarnya.

"Aku di mana?" tanya Aletta.

"Non ada di rumah sakit" sahut Bi Mirna membuat Aletta terdiam. Dia mencoba mengingat apa yang terjadi padanya.

"Kok bisa?" tanya Aletta membuat bi Mirna terdiam.

"Tadi malam non—"

Ceklek

"Udah bangun dek?" tanya Gibran yang baru saja membuka pintu rung rawat, pria berjas putih itu langsung mendaratkan satu kecupan lama dikening Aletta.

"Gimana perasaan kamu?" tanya Gibran sembari mengelus rambut Aletta.

"Hmm lumayan baik"

"Kepala kamu masih sakit?" tanya Gibran lagi yang dibalas gelengan kecil oleh Aletta.

"Yasudah, kamu istirahat aja dulu, tubuh kamu masih lemah" ujar Gibran sembari mengusap kepala Aletta membuat sang empu menutup mata menikmati usapan lembut itu.

"Kak" panggil Aletta tanpa membuka matanya.

"Hmm"

"Tadi malam Letta mimpi buruk" ucap Aletta perlahan membuka mata lalu menatap Gibran yang terdiam.

"Mimpi buruk apa?" tanya Gubran penasaran, dia menatap lamat wajah Aletta yang masih tampak pucat.

"Aku mimpi Skala marah sama aku dan mengakhiri hubungan kita. Dia kelihatan marah banget sama aku dan nuduh aku sebagai pembunuh sahabat masa kecilnya" ucap Aletta membuat kedua orang yang berdiri disampingnya terdiam membisu.

"Lalu?" tanya Gibran lagi.

"Lalu Skala ninggalin aku gitu aja, dia benar-benar terlihat benci sama aku kak" suara Aletta melirih, tak sadar satu bulir air mata lolos disudut matanya.

"Tapi non itu—"

"Itu hanya mimpi dek, kamu jangan terlalu fikirin yah. Tubuh kamu masih lemah dan harus banyak istirahat" ucap Gibran menatap Bi Mirna sembari menggeleng kecil, seakan mengatakan 'jangan beritahun dulu'

Bi Mirna hanya mengngguk menyetujui, dia juga masih khawatir dengan keadaan gadis kesayangannya itu.

"Kakak ponsel aku mana?" tanya Aletta menatap nakas disamping ranjang pasiennya, namun tak menemukan benda pipihnya.

Gibran terdiam, memikirkan alasan apa yang harus dia berikan pada Aletta.

"Mau apa?" tanya Gubran mencoba bersikap tenang.

"Mau chat Skala kalau aku nggak masuk sekolah. Nanti dia khawatir kak" ucap Aletta sembari mencari-cari ponselnya, tanpa ia ketahui kedua orang disampingnya lagi-lagi terdiam membisu.

Lelah tak mendapat apa yang ia cari, lantas Aletta menarik ujung jas dokter milik Gibran membuat pria muda itu menunduk menatap wajah sang adik.

"Ponsel Letta mana kak?" tanya Letta lagi.

Gibran kalang kabut, ia melirik Bi Mirna yang menggeleng kecil.

"Ponsel kamu ketinggalan di rumah dek" dusta Gibran berharap Aletta percaya.

"Yahhh, terus aku kabarin Ala pakai apa dong" lesu Aletta merosotkan bahunya. Gadis itu tampak berfikir membuat Gibran was-was.

"Kakak bawa ponsel nggak?" tanya Aletta.

Gibran menggeleng "Nggak, ketinggalan di ruangan kakak" bohong Gibran lagi.

"Kalau bibi?"

"Bibi juga lupa ponsel Bibi dirumah non" ucap Bi Mirna ikut berbohong.

"Yahhh, kok pada lupa sih" kesal Aletta menekuk wajahnya. Gibran terkekeh lalu mengusap puncak kepala Aletta dengan sedikir mengacaknya.

"Udah jangan main ponsel dulu, lebih baik kamu istirahat. Dan masalah Skala, biar nanti kakak yang hubungi dia, okey?"

Aletta mengangguk lalu kembali membaringkan tubuhnya. Ia menatap Gibran dengan tatapan memohon.

"Iyya dek, kamu tenang aja. Nanti kakak yang beritahu Skala" ucap Gibran.

"Tapi jangan bilang kalau aku lagi di rumah sakit, cari alasan yang lain yah kak" kata Aletta yang dibalas anggukan oleh Gibran.

Menit berlalu, begitupun mata indah itu telah terpejam mengarungi alam mimpinya. Gibran menatap sendu sang adik yang tampak damai dalam tidurnya. Tidak bisa membayangkan bagai mana reaksi Aletta jika mengetahui bahwa mimpi yang dia maksud sebenarnya adalah nyata, dan penyebab mengapa dia sekarang berada di rumah sakit.

"Dokter Gibran" panggilan lirih itu menarik Atensi Gibran, ia menatap Bi Mirna yang sudah menangis dalam diam.

"Jangan fikirkan masalah itu dulu bi, karna yang terpenting sekarang adalah kesehatan Aletta. Kita bisa jelaskan semuanya ketika dia sudah sehat nanti" ucap Gibran menepuk bahu Bi Mirna.

"Iyya Dok"

🌻🌻🌻

Nuasa putih berbau obat-obatan membuat Aletta merasa bosan didalam ruang rawatnya. Dan kini gadis itu memilih menghabiskan waktu sorenya ditaman rumah sakit. Ia menatap objek didepannya dengan tatapan kosong. Setelah mengingat semuanya dengan baik, Aletta tersadar, jika mimpi buruknya semalam benar-benar terjadi. Semuanya juga diperkuat oleh alasan Bi Mirna dan Dokter Gibran yang selalu mengatakan jika ponselnya tertinggal di rumah, padahal yang sebenarnya ponselnya sudah rusak dimalam pertengkarannya dengan Skala ditaman.

Menghebuskan nafas panjang, Aletta mengedarkan pandangannya pada salah satu bangku taman yang tak jauh darinya. Disana terlihat sepasang anak perempuan dan ayahnya tampak menikmati suasana sore hari ini.

Raut bahagia terlihat diwajah gadis itu kala sang ayah menarik kepalanya untuk bersandar didada bidang pria paruh baya itu, sesekali mendaratkan ciuman dikening sang putri. Samar-samar Aletta mendengar pecakapan mereka yang membuat rasa iri timbul dihatinya.

"Princess harus berjanji sama papa untuk segera sembuh, agar kita bisa berlibur ke Disneyland" ucap sang ayah sembari mengelus rambut hitam putrinya.

Gadis itu tampak mengangguk antusias "Siap komandan, aku janji akan cepat sembuh, agar aku, papa dan mama bisa berlibur" ucap gadis itu antusias sembari memberi hormat.

"Tentu sayang, apapun untuk putri cantiknya papa"

Cup

"Aku sayang papa"

"Papa lebih menyayangimu" ucap gadis itu lalu memeluk tubuh ayahnya manja.

Hal itu tak luput dari pandangan Aletta, satu bulir air mata membasahi pipi putihnya. Gadis itu tersenyum miris, merasa iri pada gadis yang sedang didekap hangat oleh ayahnya itu.

"Kapan yah aku juga bisa dipeluk dan dicium sama papa seperti gadis itu" gumam Aletta lirih.

Dia menunduk, meremas baju pasiennya dengan kuat. Berharap rasa sesak dan sakit didadanya lekas menghilang. Kenapa tuhan begitu tidak adil padanya, jika memang tuhan membuat Bramata membencinya, setidaknya jangan mengambil Helda-mamanya.

"Hikss"

Satu isakan lolos, Aletta tak sanggup menahannya lagi. Hanya ini yang bisa ia lakukan untuk melegahkan sedikit rasa sakitnya.

"Kakak jangan nangis" suara imut nan lucu disertai usapan lembut dipipihnya menbuat Aletta mendongak. Ia mendapatu gadis cantik tengah tersenyum manis padanya.

"Don't cry" ucap gadis itu dengan lembut.

Aletta tertegun, ia menatap gadis mungil didepannya yang tampak menggemaskan dengan pakaian rumah sakit persis sepertinya, hanya saja berbeda warna. Jika pasin dewasa menggunakan warna biru maka pasien anak-anak akan menggunakan warna merah muda.

"Kakak tidak mengangis" ucap Aletta menyeka sisa-sisa air matanya.

"Kakak bohong" kata gadis kecil itu cemberut, ia menyodorkan sebatang bunga matahari pada Aletta.

"Ini buat kakak, jangan sedih lagi yah" ucapnya seakan menenangkan Aletta seperti seorang ibu yang perhatian.

"Wah, bagai mana kamu tau kalau kakak suka bunga matanari?" tanya Aletta berbinar, menerima bunga itu lalu menghirup aromanya.

Gadis itu kembali tersenyum "tadi saat aku ketaman ujung sana, aku melihat bunga matahari yang cantik. Lalu aku memetiknya untuk dibawa keruanganku. Tapi saat aku melihat kakak menangis, aku berubah pikiran" ujar gadis kecil itu menjelaskan.

Aletta tersenyum hangat, sedikit terhibur dengan kedatangan gadis manis ini.

"Terima kasih cantik, emm lalu kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Aletta.

Gadis itu seketika lesu "Kemarin saat sepulang dari sekolah aku demam tinggi. Lalu papi dan mami membawa aku ke sini" gadis itu menceritakan dengan wajah yang ditekuk, dan terlihat lucu dimata Aletta.

"Apa kamu benci rumah sakit?" tanya Aletta saat menyadari jika gadis kecil itu juga tidak menyukai rumah sakit sama sepertinya.

"Iyya, aku tidak suka rumah sakit. Apalagi dengan bau obat-obatnya yang aneh. Sangat tidak enak" sahut gadis itu membuat Aletta mengangguk membenarkan.

"Benar sekali, kakak juga tidak suka dengan rumah sakit dan bau obat-oabatannya" kata Aletta juga ikut menekuk wajahnya kesal.

"Lalu kenapa kakak ada disini, kakak sakit apa?" tanya gadis kecil itu.

Aletta terdian membisu, lidahnya terasa kelu untuk menjawab pertanyaan sederhana itu namun memiliki jawaban yang cukup sulit.

"Kakak...emm itu... kakak sakit—"

"SAYANG, YA AMPUN TERNYATA KAMU DI SINI, PAPI SIBUK CARI KAMU KEMANA-MANA LOH" suara menggelegar itu mengagetkan kedua perempun berbeda generasi itu. Dibelakang mereka tampak seorang pria paruh baya berjalan sembari berkacak pinggang.

Gadis kecil itu menyengir , dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal saat melihat wajah kesal ayahnya dan juga wajah kaget Aletta.

"Hehehehe Aku bosan dikamar pi, makanya ke sini" ucap gadis kecil itu cengengesan.

"Terus kenapa nggak pamit sama papi atau mami?" tanya pria paruh baya itu masih kesal.

"Papi~~" rengek gadis kecil itu lalu menghampiri sang ayah. Hei dia sudah besar, umurnya sudah tujuh tahun dan sekarang dimarih didepan orang asing, dia jadi malu.

"Ck, sekarang kembali ke ruangan kamu. Dokter menyuruh kamu untuk meminum obat" ucap pria paruh haya itu lalu beralih menatap Aletta yang masih terbengong.

"Maaf yah jika putri saya menganggumu nak, dia memang nakal dan suka kabur-kaburan" kata pria paruh baya itu.

"Papi ishhh, aku malu tau sama kakak cantik kalau dimarahin gini" gadis kecil itu mengerucutkan bibirnya kesal.

Aletta terkekeh, merasa gemas dengan tingkah gadis kecil itu. 'Dia sangat beruntung disayang oleh ayahnya. Tidak seperti aku'—batin Aletta.

"Nggak papa kok om, justru karna putri om saya jadi nggak kesepian ditaman ini" tutur Aletta tersenyum kecil. Pria itu hanya mengangguk tersenyum lalu menarik sang putri meninggalkan Aletta setelah berpamitan.

Namun baru beberapa langlah, gadis kecil itu menoleh dan menatap Aletta dengan senyum lebarnya.

"Kakak cantik kita belum berkenalan, nama aku Lizi" seru gadis itu sebelum menghilang dibalik tembok.

"Lizi, nama yang cantik" gumam Aletta tersenyum.

Dan tanpa  Aletta sadari, sedari tadi sepasang mata terus menatapnya. Tatapannya begitu sulit dijelaskan, tampak rumit.

Pub:13/12/2022

Jangan lupa vote dan komen!

Tandai jika ada typo atau kata yang salah!

Papay Vreen

Continue Reading

You'll Also Like

128K 4K 39
Jentop Jennie futa Dosa tanggung sendiri
2.1K 179 31
Diawali dengan Hanun Almeera, perempuan yang selalu menjadi sasaran empuk bagi para pembully di sekolahnya. Hidupnya yang amat menyedihkan tak sekali...
4.1K 586 48
Toxic Area!!! #HashWord *** -Tentang persahabatan yang pelik- -Tentang kisah cinta antara Rendi dan Sherly di masa putih birunya- Di SMP Nusa Bangsa...
5.6M 238K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...