=/= Love

By SangBison

5.3K 215 445

Untuk menjadi lebih baik kita perlu berubah, namun dengan berubah apakah kita selalu jadi lebih baik ? Bagaim... More

Disclaimer
Chapter 1 : Endless Free Fall
Chapter 2 : Good Boy Gone Bad
Chapter 3 : "Kontak"
Chapter 4 : Now and Before
Chapter 5 : Asserting Dominance
Chapter 6 : The First Hit
Chapter 7 : Ally or Foe
Chapter 8 : Student Council
Chapter 9 : The Terror Behind Her Smile
Chapter 10 : Him
Chapter 11 : Memories
Chapter 12 : Blood
Chapter 14 : Dirinya
Chapter 15 : Regret(s)

Chapter 13 : Theo

236 13 60
By SangBison

"This is my new face, and i love it..."

-------------------------------------------

3rd P.O.V.

Hari demi hari berlalu pasca kejadian berdarah itu. Dey dan Yonat tak ada masalah, namun keduanya dipisahkan oleh lingkungannya. Gita tidak pernah membiarkan Dey dan Yonat pergi bersama.

Semenjak hari itu, Gita tak pernah bersikap ramah pada Yonat. Bukan tidak ramah, lebih tepatnya ia tak pernah menganggap kehadiran Yonat. Di ruang OSIS pun, ia hanya memberi arahan pekerjaan pada wakilnya itu dan tak pernah membicarakan hal lain.

Tak hanya Gita, Eli dan Muthe pun juga demikian. Renggang bak ikatan tali yang kendur, hari itu menjadi hari dimana rasa percaya mereka pada Yonat memudar. Yonat dibuat tak punya kesempatan untuk berbicara dengan Dey.

Bagi Yonat sebetulnya hal ini tidak terlalu berpengaruh. Yang disayangkan, ia tidak bisa memanfaatkan Dey untuk menggali informasi lebih dalam mengenai Ardiansyah. Ia kini hanya bisa mengandalkan pencariannya sendiri dan rekannya Rey yang belum berkabar hingga kini.

"Yon lu sama Gita kenapa si ?", tanya Aldo yang sedang duduk di sebelah bangku kantin itu.

"Iya kalian kenapa si ? Gue ngeliatnya kalian kaya ada masalah gitu ?", tambah Oniel yang memegang gorengan bala-bala di tangannya.

Maklum, anak-anak OSIS dan sekolah tidak mengetahui pembicaraan Gita, Eli, Muthe, dan Yonat pasca kejadian kemarin. Mereka hanya tahu menahu mengenai kecelakaan Dey.

"Gapapa, cuma masalah kecil. Kita bakal tetep professional kok nyelesaiin tanggungjawab kita."

"Baru juga mulai kepengurusan, ada-ada aja deh kalian" , ucap Azizi yang tiba-tiba bergabung.

"Eh Zee ? Tumben jajan, biasanya bawa makan sendiri"

"Bosen do makanan rumah gitu-gitu aja, eh tapi balik ke topik tadi. Gita jarang banget lho bersikap gitu ke orang lain."

Mereka menatap ke arah Zee setelah kalimat itu muncul dari mulutnya. Ada benarnya, sedingin apapun kulkas 1000 pintu itu dirinya tak pernah bersikap sejahat itu ke siapapun kecuali...

"Sebetulnya ada si Zee, cuma keknya gak pantes kita bahas disini", ucap Oniel yang tak ingin melanjutkan pembicaraan ini.

"Hmmm...oke deh"

"By the way Zee, Club Band belom ngirimin proposal program kerja bulan depan. Buruan kirim 'ege"

"EH IYA SORRY BANGETTT"

***

Bel sekolah berbunyi, untungnya hari ini tak ada kegiatan OSIS. Yonat menjadi bagian dari orang yang keluar dari kelas terakhir. Keramaian yang biasa dibawa Dey dan grupnya tak lagi menemani Yonat.

Membawa helm full-face andalannya, Yonat melangkahkan kaki menuju motornya yang terparkir. Melengkapi SOP berkendara yang biasa ia kenakan, tiba-tiba ponsel genggamnya itu berbunyi. Sebuah nama yang lama tak ia hubungi muncul pada layar itu.

"Bang Yon, gue ada info tentang Ardiansyah. Kita ketemu di Food Court samping Pasar Senen"

Mendengar ini, sebuah senyuman yang lama tak tergambar pada wajah Yonat kembali menunjukkan dirinya. Ujung buntu di pencariannya selama berhari-hari terbayar dengan informasi yang akan ia dengar ini.

Kuda hitam bermesin itu ia pacu dengan cepat menuju tempat yang telah mereka sepakati. Macetnya ibukota tak menghalangi perjalanan Yonat, namun di tengah lampu merah lagi-lagi ponsel genggamnya itu berbunyi. Nama ketua OSIS yang relasinya sedang tidak baik itu terpampang jelas.

"Yon, Ruang OSIS, sekarang !"

"Sorry Git gue gak bisa, ada yang harus gue urus"

"Gak bisa ? Ini tanggungjawab lu-"

Yonat menekan tombol merah untuk mematikan panggilan dari Gita. Ia cukup muak dengan pekerjaan yang terus dilimpahkan kepadanya selama beberapa hari belakangan ini. Lagipula, ia tahu ini cara Gita untuk menyiksa Yonat.

Sobat kita ini tak pernah menyukai pekerjaan kantor dengan tulisan yang banyak. Detail bertumpuk selalu membuatnya pusing seperti orang mabuk. Tak jarang ia mempertanyakan dirinya sendiri yang mau menerima posisi wakil ketua OSIS itu.

Yonat akhirnya tiba di food court itu. Sembari menenteng helm, ia mencari wajah familiar yang akan menjadi perantara kabar baik baginya. Untungnya penampilan Rey yang cukup mencolok itu mempermudah dirinya.

"Rey", ucap Yonat sembari menepuk bahunya.

"E-Eh bang !"

Ia tampak gelisah, seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan dari Yonat. Namun mata Yonat terlalu cepat untuk gerakan tangan Rey. Ia tahu apa yang berusaha Rey tutupi.

"Lu malu minum milkshake strawberry ?"

"H-ha ? Strawberry ? Enggak ! Mana ada ! Haha"

"Udeh si gapapa, emang anak geng gak boleh minum strawberry apa ?"

"Hehe paham banget emang lu bang."

Yonat duduk dengan santai di seberang Rey, tentunya setelah memesan segelas kopi dingin dari kasir di depan. Keduanya berbincang santai terlebih dahulu sebelum Yonat langsung membahas alasan Rey memanggilnya hari ini.

"Ardian, gimana Rey ?"

"Jadi gue denger-denger dari anak tongkrongan. Ada yang liat dia pernah ketemu sama anak dari Thursday Child"

"Thursday Child ? Baru denger gue nama itu kelompok", sebut Yonat.

"Kalo gue denger si, itu grup kumpulan anak-anak geng veteran yang kelompoknya udah bubar"

Sembari meminum kopi dingin, Yonat merenung. Deskripsi yang disampaikan Rey itu membuatnya berpikir sejenak.

Apa yang terjadi pada member Opening Sequence ?

Semenjak pembubaran tak profesional yang terjadi, empat member yang tersisa itu tak pernah bertemu satu sama lain lagi. Konflik antar geng yang pertama kali menelan korban jiwa dari sisi Opening Sequence begitu fatal hingga mempengaruhi pertemanan mereka.

"Mungkin gak...ada anggota Opening Sequence di situ...?"

Rey memandang ke arah Yonat dengan terkejut. Pertanyaan itu jujur tak pernah terpikir olehnya. Membayangkan satu dari keempat anggota yang tersisa kembali ke dunia pertarungan rasanya akan cukup menggemparkan.

"Kayanya enggak si bang, kalo ada anggota Opening Sequence keknya udah pasti bakal heboh duluan deh. Kemarin lu muncul bentar aja udah jadi bahasan dimana-mana."

Ada benarnya yang dikatakan Rey, pasti geng itu sudah ditakuti di mana-mana jika ada salah satu mantan anggota Opening Sequence. Ya memang se-mengerikan itu, anggaplah Yonat dibelah menjadi lima dengan ciri khas bertarung masing-masing.

"Balik ke topik, Thursday Child ini anak-anaknya suka nongkrong di deket Tebet. Mereka selalu kumpul hari kamis malem, kita bisa kesana bang"

"Biar gue aja Rey"

"Eh lho ?"

"Bukan apa, lu kan disini cuma bantuin gue. Buat urusan kek gini, biar gue aja yang kesana. Lu juga ada kerjaan yang harus diurus kan ?"

Rey ingin menepis statement dari Yonat itu, tapi ia tak bisa karena memang benar perkataannya. Rey masih memiliki kerja sampingan untuk hidup sendiri.

"Makasih ya infonya Rey, gue utang budi sama lu"

"Ah gapapa bang, gue seneng bisa bantu. Oh sama ini bang !"

Rey menyerahkan sebuah foto, di dalamnya terdapat foto seorang pemuda yang sedang bermain dengan anak-anak. Awalnya foto itu tak menarik, tapi semakin diperhatikan semakin terlihat nilai dari foto itu.

"Ini..."

"Anggota Opening Sequence kan bang ? Gue kira ini bakal ngebantu lu jadi-"

"Ini foto kapan lu ambil ?"

"Eh-hari ini si tadi sebelum gue kesini."

"Ini tempatnya dimana ?"

***

Mesin kuda hitam itu berhenti di depan sebuah ruko. Dari desain dan jenis font yang digunakan pada signage, tempat itu benar-benar ditujukan untuk anak-anak atau lebih tepatnya balita.

Mengapa ia kesini ? Tujuannya jelas, ia ingin menemui temannya. Kontras ? Ya, Yonat sendiri juga cukup terkejut melihat sosoknya dalam foto tadi.

Yonat melangkahkan kakinya, dari jauh ia mencoba untuk melihat ke dalam ruangan dari sekat pintu kaca. Namun baru melihat sebentar, pintu itu tiba-tiba terbuka.

"Selamat mal..am..(?)"

Mata orang itu terkejut diikuti nada suaranya yang melemah. Ia hampir saja menjatuhkan keranjang sampah yang hendak dibuang. Pupil matanya bergetar, tak menyangka dirinya akan menemui senjata mematikan Opening Sequence itu di depannya.

"B-Bang Yon ?"

"Theo..."

Theodorus Yuniar Dharmendra, atau dikenal sebagai Theo. Satu dari empat member Opening Sequence yang tersisa. Seorang analyst dan penyusun strategi yang hebat dulu ketika ia masih tergabung dalam grup yang ditakuti berandalan ibukota.

"Astaga bang, lu apa kabar ?"

Theo memeluk siswa yang lebih tua itu dengan hangat, setelah meletakan sampah kertas itu disisinya. Pasalnya sudah lama ia tak bertemu dengannya. Theo memang merindukan sosok kakak yang ada pada Yonat.

"Baik kok gue, lu keliatannya juga baik nih"

"Haha ya gitu deh, eh ayok masuk dulu aja ke ruko. Bosnya santai kokk"

Yonat mengiyakan ajakan temannya itu. Perasaan homey dan nyaman begitu terasa di dalam ruko. Bisa dikatakan memang begitu ramah bagi anak-anak.

"Maap ya bang cuma bisa ngasih minum kopi kaleng"

"Gapapa, makasi lho."

Berbeda dengan Yonat yang berpenampilan anak nakal, Theo memiliki penampilan yang rapi. Wajahnya juga tak mencerminkan mantan anggota geng, ia memiliki wajah flower boy yang ramah.

"Rambut lu jadi campur gitu bang, perasaan terakhir liat udah item semua haha"

"Ya gitulah, ada urusan yang bikin gue harus balik lagi"

Theo tampak sedikit lemas mendengar kata "balik". Kata itu sudah cukup untuk membuatnya mengingat berbagai hal yang terjadi dalam masa-masa muda mereka. Masa-masa tangan mereka dipenuhi oleh dosa.

"Lu sekarang kerja di sini The ?'

"Magang si bang, salah satu bentuk community service dari beasiswa gue."

"Idihh keren banget adek gue yang satu ini, baru SMA aja udah dapet beasiswa"

Yonat mengunci kepala Theo dalam lengannya. Jemari tangannya mengacak-acak rambut Theo, bangga dan senang dengan apa yang terjadi pada Theo. Sebuah kesempatan untuk hidup lebih baik.

"Lu pasti seneng ya bisa main juga sama bocah-bocah di sini ?"

"Valid, lagian gue dulu susah bang kalo mau main sama anak-anak. Kita kan dulu sering banget tu gelud ama kelompok lain"

Keduanya tertawa mendengar perbincangan mereka tentang masa lalu itu. Masa-masa indah yang mewarnai kehidupan SMP mereka.

"Tapi jujur bang, gue...gak pengen balik ke dunia itu lagi..."

Perkataan Theo memotong hawa hangat yang tadinya mewarnai perbincangan mereka. Yonat mengangguk, paham akan apa yang dimaksud oleh kawannya itu.

Theo sendiri tak pernah menyukai dunia pertarungan jalan itu. Dirinya yang hanya anak baik, terseret dalam dunia pertarungan jalanan karena salah satu temannya yang kini sudah tiada mengajaknya.

"Yudi...lu balik bukan karena masalah Yudi kan bang ?"

Yudi, sebuah nama yang begitu dikenang oleh semua member Opening Sequence dan salah satu sebab bubarnya kelompok berandal top di kota itu.

Kecemasan Theo hadir, karena ia takut Yonat kembali hanya untuk menyelesaikan masalah Yudi yang kini telah tidak bersama mereka. Ia tahu persis musuh yang menghabisi Yudi, dan masih terrekam jelas suara Yudi yang meminta dirinya untuk pergi.

"Engga 'the, gue ada urusan tapi bukan tentang Yudi. Tapi gegara lu sebut gue jadi pengen selesaii-"

"JANGAN BANG !"

Wajah Theo tampak penuh rasa takut. Nada bicaranya bukan sebuah anjuran melainkan sebuah permintaan. Ia benar-benar tak ingin Yohat terlibat lagi dengan manusia itu. Ia tak bisa kehilangan satu lagi teman dekatnya.

"Yaudah, tapi gue tetep harus selesaiin masalah gue ya 'the."

Theo hanya mengangguk sembari menghela nafas. Sikap Theo tadi jujur membuat Yonat semakin penasaran dengan sosok yang membunuh temannya. Tentu ia ingin mengincar dan menghabisi lawannya itu, tapi agak bodoh jika ia datang sendiri melawannya.

"Lu sama Kak Chika gimana bang ? Aman-aman aja kan ya ?"

Pertanyaan itu kini membawa sesak ke dada Yonat. Dirinya melihat ke arah samping, tak ingin Theo membaca ekspresi pada wajahnya. Pasalnya, Chika juga adalah salah satu sebab kehancuran Opening Sequence.

"Itu alasan gue balik lagi ke hidup gue yang dulu 'the..."

"Hah maksud lu bang ?"

Theo adalah satu-satunya orang yang mendukung relasi Yonat dengan Chika ketika masa itu. Ia sendiri mengerti pentingnya rasa cinta dalam hidup, sama halnya dengan Yudi yang akan mengatakan hal yang sama jika ia masih hidup.

Yonat menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dengan Chika. Kejadian hari itu yang masih menyakitkan jika ia ingat kembali. Rencana yang telah ia susun yang kini mulai goyah diterpa rasa bimbang.

"Wow...sorry bang gue gatau kalo lu ngalamin itu semua...."

"Iya gapapa, makasi ya 'the udah jadi orang yang ngebelain relasi gue sama Chika dulu waktu di Opening Sequence"

"Gue tahu lu secinta itu sama Kak Chika. Semoga bisa cepet kelar ya masalahnya."

"Tadi sebetulnya gue pengen nanya ke elu tentang si Ardiansyah ini, tapi berhubung lu udah gak terlibat lagi di dunia itu kayanya gajadi."

"Yah sorry yak bang..."

"Elah santai si, gue seneng ngeliat lu nemuin cahaya baru dalam hidup. Udah lama banget gue gak liat mata lu penuh sama semangat hidup"

Theo kembali mengangguk, ia paham dengan apa yang Yonat maksud. Belum sempat melanjutkan perbincangan, suara pemilik ruko itu memanggil Theo dari dalam.

"Gue cabut deh ya, makasi 'the. Sehat-sehat ya lu"

"Siap bang, lu juga tetep jaga kesehatan yak"

Yonat berdiri membawa helm full-face pada tangannya kanannya, sementara tangan kirinya merogoh kantong untuk mengambil kunci motor hitam yang ia sayangi itu.

"Eh bang bentar !"

Langkah pria yang lebih tua itu terhenti sejenak, dirinya kembali melihat ke arah Theo yang berdiri jauh darinya. Sepertinya ada yang ingin Theo sampaikan pada dirinya.

"Tentang siapa tadi yang ngenalin Ardiansyah ? Dhea ya ?"

"Iya, kenapa si Dhea ?"

"Lu udah pernah omongin masalah itu langsung sama orangnya ?"

"Hm ?"

"Dhea, gue rasa lu bisa obrolin masalah ini sama dia langsung. Entah kenapa, dari cerita lu gue ngerasa lu gak seharusnya musuhin si Dhea ini deh."

Anjuran Theo itu membuat Yonat berpikir sejenak, awalnya ia berpikir apa yang dikatakan oleh rekannya itu bodoh. Namun setelah dipikir lagi, cara ini mungkin bisa bekerja. Lagipula dalam waktu dekat ini, mereka akan berada dalam space yang sama untuk melakukan sesuatu.

"Makasi 'the sarannya..."

-------x--------

Words count : 2058

Makasii yak udah baca chapter ini, jan lupa pencet tombol bintang di pojok kiri bawah biar nyala-nyala hehe ✌

Oh iya KangBison baru nyadar, ternyata buku ini udah 1.2k reads ! Makasii yakk udah ngasih buku ini kesempatan buat dibaca, hopefully you'll like it till the end.

Ni salam dari yang lagi duduk di depan KangBison

#bercanda #gwskangbison #kataguetidurdulu #deykangendey #stressdikit #kapansemhas

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 83.5K 127
Maddison Sloan starts her residency at Seattle Grace Hospital and runs into old faces and new friends. "Ugh, men are idiots." OC x OC
1.7M 62.6K 43
" Wtf is wrong with you, can't you sleep peacefully " " I-Its pain..ning d-down there, I can't...s-sleep " " JUST SLEEP QUIETLY & LET ME ALSO SLEEP...
1.7M 98.9K 119
Kira Kokoa was a completely normal girl... At least that's what she wants you to believe. A brilliant mind-reader that's been masquerading as quirkle...
743K 20.2K 75
မင်းဟာ လူသားတွေကိုကယ်တင်နေတဲ့ဆရာဝန်မလေးပေမယ့်ကိုယ့်အတွက်တော့ အချစ်တွေကုသပေးမယ့် အချစ်ဒေါက်တာမလေးပါ..... #စဝ်ခ...