The Fate of Us | Jaerosè

By jaeandje

257K 22.5K 3.9K

Bagaimana jadinya apabila seorang Ketua Dewan Rumah Sakit secara tiba-tiba 'melamar' salah satu dokter reside... More

PROLOGUE
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

20

6.4K 602 79
By jaeandje

21.03

jiakh malmingan ditemenin siapa nih?

momennya masih agak tipis-tipis emang sengaja bikin kalian kesel nungguin momen Rasel clingy sama Jehan kiw

hope u enjoy!

klo ada typo harap maklum ya gesya xixi

"She is safe with me"

Mendengar kalimat itu membuat Jehan langsung menuruti perkataan temannya. Kini dia sedang berada diperjalanan dengan kecepatan mobilnya yang diatas rata-rata.

Tentunya Jehan tidak sendiri. Marven, Ezzra, Alaya, Jendra, Kanara, Yaslan, Tania bahkan Jisya pun mengikutinya di belakang. Awalnya Jehan tidak begitu memercayai ucapan Natalie. Lagian wanita itu memberitahu satu hal yang tidak masuk akal dijam empat pagi hari jaxi siapa yang akan percaya?

Ditambah dia membawa nama Rasel sehingga Jehan memiliki banyak pertanyaan tetapi ketika Jehan berulang kali mencoba menelpon balik, Natalie tidak menjawab.

Jehan sungguh terkejut sekaligus bingung bagaimana Rasel bisa bersama Natalie setelah beberapa jam tragedi penculikan yang membuatnya ketakutan parah.

Ketika dia bimbang antara percaya dan tidak, saat itu juga Tania malah menyuruh Jehan untuk mengikuti apa yang Natalie katakan dan berjanji akan menjelaskan semuanya nanti. Berakhirlah mereka terburu-buru menuju tempat rahasia yang mungkin maksudnya adalah markas rahasia timnya.

Jehan mencengkram kuat stir mobilnya di seperjalanan. Tepat setelah Tania berhasil meyakinkannya untuk mempercayai Natalie, Jehan memiliki harapan besar sekarang terhadap temannya itu. Pertanyaan yang terkumpul dipikiran Jehan ia tahan dulu dan akan ia tanyakan nanti.

Di pagi-pagi seperti ini jalanan besar seperti yang mereka lalui masih belum sepadat biasanya, maka dari itu tidak memerlukan waktu banyak untuk sampai di tujuan. Jehan masuk ke pekarangan rumah disusul lima mobil lainnya di belakang.

Tetapi kaki panjang lelaki itu sontak menginjak pedal rem ketika melihat mobil jeep hitam tak dikenal memenuhi halaman depan dari rumah ini. Anehnya adalah kondisi beberapa mobil tersebut terlihat ada yang penyok, kaca-kaca jendelanya pecah serta bintik-bintik yang menandakan mobil tersebut telah dihujami peluru.

'What the-- Mobil-mobil siapa nih?'

Tanpa berpikir panjang, Jehan keluar dari mobil lalu berlari masuk ke dalam rumah tanpa memikirkan segala resiko yang kemungkinan ada. Tindakannya ini diikuti Jendra, Kanara, Yaslan, Ezzra, Alaya, Marven juga Jisya.

Sementara Tania, dia tidak langsung mengikuti mereka semua. Ia justru memandangi mobil-mobil tersebut dengan tatapan sendu dan senyuman miris.

"Rasel really went through a lot"

-

"Sel?!" panggil Jehan yang intonasinya terdengar sangat berharap mendapat jawaban dengan suara yang ia tunggu selama ini.

Tepat setelah membuka pintu utama, Jehan dikejutkan oleh kumpulan orang-orang yang tiba-tiba menunduk kepadanya. "Siapa kalian?" tanyanya.

Namun tidak ada jawaban. Dan itu membuat kecurigaan muncul dibenak Jehan ditambah wajah-wajah mereka terasa begitu asing. Tak hanya dia, yang lain pun terkejut dengan pemandangan ini.

Marven, Yaslan, Jendra, Kanara dan Ezzra sigap mengeluarkan pistolnya lalu menodong semua orang tak dikenal tersebut tepat di sampingnya. Tindakan ini langsung dihentikan Jehan dengan memberi tanda, pasalnya orang-orang yang menunduk kepadanya itu tidak terlihat ingin menyerang.

Alaya juga telah bersiap seperti yang lainnya namun dia tidak sejajar dengan mereka karena dirinya ditugaskan untuk melindungi Jisya yang sedang terkejut sekaligus ketakutan dibelakangnya.

Masih belum ada jawaban apapun dari orang-orang yang membingungkan Jehan serta rekan timnya ini. Bahkan Jehan semakin dibuat curiga ketika salah satu dari mereka bersikap seolah hendak menunjukkan jalan.

Namun Marven lebih dulu mengikutinya sebelum Jehan melangkah karena entah apa yang akan orang itu tunjukkan. Todongannya sedikit merendah tetapi matanya terus menilik waspada ke setiap titik ruang tamu dari rumah ini.

Orang itu berjalan menuntun Marven dengan yang lainnya hingga ruang keluarga yang bernuansa kuno dan didominasi oleh warna krem. Disitu Marven pun melihat sesuatu yang  mengejutkan namun cukup melegakan.

"Je.." Marven sontak memanggil Jehan. Seseorang yang sudah pasti akan merasa senang jika mengetahui hal ini sembari menyimpan kembali pistolnya.

Di sampingnya, Jehan berdiri dengan seluruh tubuhnya langsung melemas bahkan pistol di tangannya pun jatuh tanpa sadar. Pemandangan tak mengenakkan yang sedang Jehan lihat saat ini menyakiti perasaannya namun lega disaat yang bersamaan.

Selang beberapa detik, Jehan melangkah pelan mendekati sofa besar. Menghampiri dia, wanita yang ia rindukan, sedang terbaring lemah disana. Ia tidak yakin apakah wanita itu memang terlelap atau sedang tidak sadarkan diri, tetapi tak dipungkiri ia senang bisa melihatnya lagi meskipun dengan keadaan yang seperti ini.

"Sel.."

Wajah wanita itu banyak sekali luka sobek kecil serta lecet dan ada beberapa plester yang menutupi luka-luka tersebut. Bibir mungilnya sangat pucat dan juga pecah-pecah. Lalu kedua pergelangan kaki dan tangannya diperban yang artinya kedua bagian itu terluka.

Jehan duduk di tepian sofa. Menempati sisa ruang yang ada karena tidak ingin berjauhan dengannya lagi. Tangannya bergerak meraih punggung tangan Rasel yang menampakkan benda kecil melingkar di jari manisnya.

Setelah memastikan bahwa hal ini bukanlah sebuah mimpi, tentu Jehan langsung menggenggam erat telapak tangan tersebut lalu menghela nafas panjangnya.

"Sel, ini gue--" gumam Jehan berharap istrinya ini membuka kelopak matanya dan melihatnya ada disini.

Jendra, Ezzra, Yaslan, Kanara, Alaya serta Jisya berdiri tepat di samping Marven yang masih setia menyaksikan pasangan itu. Keenamnya menghela lega sama-sama, melupakan kejanggalan yang menghantui mereka sebelumnya.

"Thank God.." hela Alaya merasa sangat tenang melihat temannya itu kembali ke pelukan sang suami.

Tubuh Jisya merosot ke bawah begitu melihat kondisi sahabatnya yang tidak begitu baik. Kali ini dirinya benar-benar tidak bisa berkata-kata ditambah orang-orang bersetelan serba hitam tidak dikenal yang menakutkan.

Tentu saja Jisya merasa tenang dan senang namun disisi lain dirinya masih tidak percaya atas kebenaran yang baru ia ketahui tentang sahabatnya satu lagi tak lain yakni, Lola.

Jadi benar Lola yang melakukan ini semua kepada Rasel?

Yaslan menotis keterkejutan Jisya di bawah lantai. Ia tersenyum miris. Wanita kejam yang bernama Lola itu sungguh keterlaluan kepada kedua sahabatnya sendiri. Meskipun masih belum ditemukan motif Lola melakukan semua ini kepada Rasel, tetapi Yaslan yakin satu hal.

Tujuan Lola adalah membalas dendam.

Jehan bergerak mengelus samping kepala Rasel dengan lembut. Menyalurkan rasa sayang serta rindu yang begitu luar biasa besarnya. Entah apa yang terjadi namun Jehan ingin sekali istrinya itu membuka mata sekarang juga.

Ayolah Jehan rindu celoteh-celotehnya, ia rindu sifat manja kekanakkannya, ia rindu bagaimana Rasel bersikap ketus kepadanya, ia juga rindu senyumnya dan yang menjadi nomor satunya adalah ia rindu tatapan dia kepadanya.

"Hey, please wake up. Gue disini," ucapnya dengan suara yang sangat kecil.

"She really went through a lot so she came home like that, I'm sorry, Je" sahut seseorang tiba-tiba datang sambil membawa kotak P3K.

Merasa familiar dengan nada suaranya, Jehan menoleh dengan rahang yang mengeras. "Lo sebenernya siapa, Nat?"

Rasa curiga bercampur menjadi satu sehingga Jehan menghampiri wanita yang telah membawa Rasel kembali kepadanya dan menarik wanita itu supaya berhadapan dengannya. Meskipun ada kain hitam yang menutup hidung sampai mulutnya, Jehan tetap bisa mengenali siapa wanita itu dari matanya.

Natalie. Penampilan dia sangat tidak biasa di mata Jehan. Setelan serba hitam dari kepala hingga ujung kaki seperti ini bukanlah gaya Natalie yang ia kenal. Ditambah aliran darah di pelipisnya membuat aura wanita itu berbeda.

"Lo siapa?" tanya Jehan dengan tatapan menuntut.

Natalie tersenyum tipis sambil membuka kain yang menutupi wajahnya lalu menatap Jehan. "As you can see, I'm Natalie"

Hal ini juga mengejutkan Marven, Jendra, Ezzra dan Kanara karena hanya mereka berempat yang benar-benar mengetahu siapa itu Natalie. Selama ini mereka mengenalnya sebagai partner bisnis dan teman kuliah Jehan jadi melihat penampilan wanita itu subuh ini berhasil membuat mereka tercengang.

"Nat?" Dahi Kanara mengerut heran.

"Ini sosok gue sebenarnya. Sayangnya lo kenal gue dari sisi yang lain, tapi diri gue yang sekarang ngga jauh beda sama diri gue yang lo kenal,"

"I know this is hard to believe but I mean well for you and her." kata Natalie serius.

"I should be the one who giving the explanation" celetuk seorang wanita paruh baya yang baru masuk ke dalam rumah.

Natalie membalikkan badan setelah mendengar suara itu. Ia langsung membungkukkan sedikit tubuhnya ke arahnya. "Bu.."

Lagi-lagi Jehan dibuat bingung. Kali ini oleh sikap Natalie terhadap ibunya. Bahkan tak hanya Jehan, yang lainnya juga kebingungan dengan pemandangan yang mereka lihat saat ini. Pasalnya sikap membungkuk begitu biasanya bentuk rasa hormat dan mereka tidak pernah melihat Natalie seperti ini.

Yang lebih mengejutkan Kanara serta Jendra adalah fakta bahwa Natalie dan ibunya saling mengenal satu sama lain.

Yaslan mengawasi gerak gerik wanita yang bernama Natalie itu. Firasatnya berkata lain, kejanggalan yang dibenaknya juga belum menghilang justru ketika melihat Natalie, rasa janggal itu sedikit bertambah.

Alaya merasa atmosfer di ruangan ini begitu penuh dengan pertanyaan dan kecurigaan. Ia juga merasakan hal yang sama dengan Yaslan, keanehan itu semakin terasa setelah melihat Natalie.

"Nanti kamu harus ketemu sama seseorang kepercayaan aku di Amerika"

"Seseorang? Siapa?"

"Direktur perusahaan JS Amerika, namanya Nicole. Dia satu-satunya temen kepercayaan aku sama Farez selain Reygan jadi kalo kamu butuh bantuan cukup tunjukkin kartu ini--" Aretha menyerahkan kartu tanda pengenal sebagai agen intelijen miliknya.

"You have to be close to her daughter, Tan. Trust me, she has amazing abillity. And when she's grow up she can become our ally later" tambahnya.

(part flashback in case kalian lupa)

Kilasan secuil memori terlintas begitu saja di pikiran Tania. Ia menghela nafasnya lalu mendudukan diri pada single sofa yang ada disitu.

"Dulu bundanya Rasel minta mamah cari orang yang namanya Nicole. Orang itu direktur salah satu perusahaan di Amerika dan dia orang kepercayaan Aretha. Awalnya mamah bingung kenapa Aretha minta mamah ketemu sama dia ternyata dia anggota organisasi swasta,"

"Bundanya Rasel juga bilang anaknya Nicole bisa jadi sekutu kita karena dia juga terlatih sama kayak kalian--" Tania melempar tatap ke arah ketiga anaknya, Marven dan Yaslan di hadapannya.

"And now look at her."

Natalie mengambil handuk kecil yang direndam air pada sebuah baskom di atas meja lalu dirinya membersihkan noda darah di pelipisnya. Sambil melakukan itu ia berkata,

"Gue dilatih dari kecil sama ibu gue dan waktu itu yang ngelatih gue bukan cuma ibu gue aja tapi nyokapnya Rasel juga. Gue belajar banyak disitu,"

"Tante Retha sering banget nyeritain Rasel dan gue bisa liat sebesar apa rasa sayangnya tapi gue ngga pernah ketemu Rasel secara langsung. Suatu waktu ibu gue cerita tentang apa yang lagi dialamin keluarga Rasel--"

Natalie menatap Jehan yang sedang menatapnya sangat datar seolah-olah pria itu belum bisa memercayainya. Ini pertama kalinya dia mendapat tatapan seperti ini selama bertahun-tahun saling mengenal dekat.

"Tragedi duabelas tahun lalu bikin ibu gue marah besar, meskipun ngga tau apa-apa tentang permasalahannya tapi nyokap Rasel itu sahabat deket ibu gue dan ibu gue mau balas dendam. Sampe akhirnya Bu Tania dateng dan buat semuanya jadi lebih gampang."

"We made a deal until this moment so here I am" Natalie menyimpan handuk kecilnya setelah ia selesai membersihkan noda darah di pelipisnya.

Jehan melipat kedua tangannya di depan dada, "Dan lo baru ngasih tau gue sekarang? Kita udah kenal berapa lama sih, Nat?"

"Atau lo emang sengaja temenan sama gue demi dendam lo itu?"

"Jehan--" panggil Tania namun tertahan oleh Natalie yang tiba-tiba menyahut.

"Gue tau ini susah dipercaya tapi tahun pertama gue kenal lo, gue belum tau kalo lo anaknya Bu Tania." jawab Natalie terdengar jujur di telinga semua orang.

"Tapi setelah lo tau kenapa lo milih diem?"

"Karena mamah yang ngelarang, Je" celetuk Tania yang membuat Jehan menoleh ke arahnya.

Suasana di ruangan yang mulanya dipenuhi oleh kecurigaan dan kejanggalan kini berubah menjadi sedikit canggung dan menegangkan. Mereka merasa cukup terintimidasi hanya karena intonasi dari suara Jehan.

Kanara, Jendra, Yaslan, Ezzra, Marven dan Jisya tak ada satupun dari mereka yang ingin menyela perbincangan serius antara ketiganya. Mereka berenam memilih untuk mendengar dan mencerna lebih dulu meski beberapa dari mereka memiliki pertanyaan.

"Bukannya mamah ngga percaya kalian, tapi Jeksa belum tau apa-apa tentang Natalie dan kita harus manfaatin keadaan itu. Dan mamah pikir Natalie bisa jadi senjata yang bagus buat kita," ucap Tania yang cukup berhasil membuat pola pikir semuanya termasuk Jehan lebih terbuka.

Pasalnya itu merupakan ide yang masuk akal dan luar biasa cemerlang sehingga mereka pun mulai memahami alasan Tania melakukan semua ini. Bahkan Ezzra, Yaslan, Alaya dan Marven dibuat takjub tak berkata-kata.

"Mamah bisa aja ngasih tau kamu tapi mamah ngga mau ambil resiko, Je. Natalie sama organisasinya ngga boleh terlalu menonjol dan bikin Jeksa curiga,"

Natalie mengangguk setuju. "Ibaratnya lo punya gue, lo punya kartu as. Apa lo bakal tunjukkin kartu as itu ke musuh lo sendiri?"

Jehan dibuat bungkam oleh pertanyaan yang Natalie lontarkan. Ia menghembuskan nafasnya setelah merasa penjelasan tadi sangatlah masuk akal dan lelaki itu perlahan mulai memahaminya sekarang.

"Gue minta maaf kalo kesannya gue nipu lo, Je" ucap Natalie bersungguh-sungguh. Ia menatap Kanara dan Jendra juga sambil tersenyum tipis.

Ezzra, Yaslan, Marven dan Alaya hanya menghela nafas. Sejujurnya rencana diam-diam yang telah disusun oleh Tania dan Natalie itu sangat menguntungkan mereka. Dan mereka tentu merasa puas dengan penjelasannya barusan.

Misi Natalie berhasil, Rasel sudah kembali ke pelukan mereka jadi apa lagi yang harus dipermasalahkan?

"Gue jadi penasaran sama kemampuan lo, Nat" ujar Kanara terkekeh kecil yang artinya ia bercanda.

"Selama ini gue liat lo selalu feminim, sekarang serba hitam gini gue rasa lo keren juga" tambah Jendra mencoba mencairkan suasana.

Candaan Kanara dan Jendra sukses mengundang tawa Natalie serta yang lainnya. Sementara Jisya yang masih belum bisa memahami situasi macam ini hanya diam mendengarkan. Ia juga belum menerima kebenaran yang terjadi. Apalagi melihat kondisi Rasel yang memprihatinkan.

Kenalan bunda Rasel adalah anggota organisasi swasta, hal ini tentunya membuat  Jisya penasaran ada cerita apa dikeluarga Rasel dulu sampai orang-orang hebat dan berkuasa seperti Tania, Jehan serta yang lainnya sangat peduli dan rela melakukan apa saja demi melindunginya.

Jisya bisa melihat seberapa pentingnya Rasel untuk keluarga Kanagara.

"Ah iya, gue mau minta maaf mewakili salah satu orang gue yang terpaksa nampar Rasel.." celetuk Natalie ditengah-tengah tawaan.

Semua yang ada disitu membulat kaget terutama Jehan, lelaki itu langsung menoleh. "Maksud lo?"

"Empat orang yang bawa Rasel dari apartemen Lola itu salah satunya anak buah gue yang gue tugasin jadi mata-mata Jeksa" balas Natalie yang telah siap mendapat amukan Jehan.

"Tunggu, lo bilang anak buah lo nampar istri gue?!"

Marven, Ezzra, Yaslan, Alaya, Kanara dan Jendra saling bertukar tatap sambil menutup mulutnya rapat-rapat. Sepertinya mereka satu sepemikiran tentang apa yang akan terjadi antara keduanya.

Apakah akan terjadi adu jotos?

"Si bos ngga terima istrinya ditampar," bisik Marven dengan nada meledek.

"Siapapun orangnya pasti ngga bakal terima kalo orang kesayangannya ditampar, bego" balas Ezzra.

"Kalo mereka berantem mau taruhan siapa yang menang?" tanya Alaya iseng kepada Yaslan.

Yaslan tersenyum miring, "Makan gratis sebulan kalo Jehan kalah" jawabnya.

"Deal."

Jehan kembali mengubah tatapannya menjadi datar yang ditakuti banyak orang. "Gue sendiri aja ngga pernah nampar dia, lo--"

Natalie berdecak memotong ucapan lelaki itu, "Gue tau lo marah. Tapi gue beneran jamin dia terpaksa karena situasi"

"Istri lo nyoba kabur diem-diem tapi sayangnya ketauan sama salah satu anak buah Jeksa. Dia hampir dihukum abis-abisan jadi anak buah gue ambil alih dan terpaksa nampar biar ngga ada kecurigaan" Natalie sengaja menjelaskan secara detail dengan niat meredakan emosi Jehan.

Alaya mendecak kesal sambil merotasikan bola matanya ketika mendengar bisikkan Yaslan di sampingnya. "Gue tunggu makan gratisnya nona Alaya.."

Tania menggelengkan kepalanya sambil menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. "Jehan, Jehan.."

Jehan menghela nafasnya sambil berkacak pinggang. "Lo punya rencana apa kedepannya?"

"Belum ada karena beberapa hari terakhir gue fokus sama misi ini. Tadinya gue pengen main bersih tapi si brengsek itu ngehancurin semua nya jadi ada kemungkinan Jeksa sama Lola udah tau tentang gue," jawab Natalie.

"Kok bisa?!" desis Tania terkejut.

"I think Billy betrayed us again--"

"Billy?!" pekik Kanara, Jehan dan Jendra bersamaan.

"Lo salah besar, Nat. Bajingan itu ngga pernah bisa jadi sekutu kita," kata Jehan yang membuat Natalie mengumpat kasar.

"Gue tau tapi pimpinan langsung yang ngasih dia kesempatan, gue ngga bisa apa-apa"

"Pimpinan?"

Detik itu juga semuanya mendengar sahutan seseorang di belakang mereka. "Bos--"

"Burung Gagak disini bersama Billy" perkataan salah satu anak buahnya itu berhasil membuat Natalie sigap mengambil pistolnya.

Tentu tindakannya ini mengundang kewaspadaan yang lain sehingga Marven, Ezzra, Yaslan, Jendra, dan Kanara terbawa suasana.

"Brengsek--" Natalie menarik kasar jaket Billy lalu dia mendorongnya sampai punggung lelaki itu menabrak tembok. "Lo yang ngatur serangan tadi kan?!"

"Ngomong apa lo sama Jeksa Lola?!"

Amarahnya yang memuncak membuat Natalie menodongkan pistolnya tepat di kepala Billy. Ia menatap pria brengsek tersebut dengan tajam dan emosi yang tertahan.

Setelah mengacaukan rencananya kini lelaki itu beraninya datang kesini dengan tampang tidak bersalah. Tak tahukah dia kalau itu membuat Natalie sebal melihatnya?

"Mobil lo nabrak dan lo ngebiarin Rasel sendirian di dalam situ?! Bajingan!!"

Pria yang datang bersama Billy memandangi atasannya tak mengerti. Ia bentanya-tanya apa yang membuat atasannya semarah ini namun tak lama kemudian ia menyadari sesuatu.

"Bu--"

"Lo juga yang ngasih tau Tuan lo tentang rencana pagi ini ya kan?!"

"Punya bukti apa lo?" sentak Billy langsung.

Natalie semakin menekan dahi pria itu membuat Billy langsung menutup mulutnya. "Pengkhianat-" geramnya.

"Pada dasarnya jiwa dia emang pengkhianat" cetus Alaya mengompori.

"Sesuai omongan gue, kalo lo macem-macem gue bisa bunuh lo sekarang juga dan gue udah siap untuk itu" Natalie menarik pelatuknya pertanda bahwa dia sudah murka dan tidak main-main.

Billy menyeringai, "Silakan tembak gue"

Jehan, Kanara, Jendra, Marven, Yaslan, Ezzra dan Alaya menatap marah ke arah Billy. Pasalnya pria itu memiliki kesan yang buruk karena pembelotan dia ketika menjalankan misi dulu, ingat?

Diantara mereka bertujuh hanya Jendra yang merasa begitu dendam besar. Beberapa waktu ini orangnya tidak berhasil menemukannya tapi kini, Billy, sudah berada di depan mata dan Jendra tak akan melewatkan momen ini.

Jendra akan menghabisi bajingan itu.

Dan hanya Jisya yang tidak mengetahui apa-apa ataupun mengenal laki-laki bernama Billy itu. Ia sempat tersentak kaget melihat Natalie bertindak kasar seperti itu. Ini kali pertamanya melihat adegan mengerikan yang biasanya ada di dalam film secara langsung.

"Lo dikasih kesempatan sama pimpinan sendiri tapi lo malah nyia-nyiain itu, udah ngga peduli sama keluarga lo di rumah sakit?" tanya Natalie mengangkat salah satu alisnya.

"Gue emang salah ninggalin Rasel sendirian di dalem mobil--"

Jehan mengepalkan tangannya bersiap untuk melayangkan tinjuan sebagai pembalasannya karena kedengarannya dia menelantarkan istrinya di tengah jalan namun Ezzra menahannya.

"Tahan dulu," katanya.

"Tapi gue pergi buat ngecohin orang-orang Jeksa supaya ngga ada yang tau tempat ini. Gue berani bersumpah gue ngga punya niat lain, Nat" ucap Billy masih terdengar meyakinkan di telinga yang lain.

"Aku yang meminta Billy untuk membantuku, Bu. Jeksa dan Lola tidak akan berhenti mencari dan mereka mengerahkan semua anak buahnya,"

Lelaki yang diberi nama samar Burung Gagak itu akhirnya mengeluarkan suara untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Intinya adalah terjadi kesalahpahaman disini.

Memang meninggalkan Rasel sendirian dengan kondisi terluka bukan tindakan yang dapat dibiarkan khususnya mereka yang ditugaskan melindungi Rasel dalam kondisi apapun. Wajar apabila Natalie marah karena Billy yang ceroboh.

Namun untuk masalah Billy berkhianat atau tidak jawabannya adalah tidak.

"Kita terlalu meremehkan Jeksa, Bu. Aku ngga tau mereka punya tim sniper yang lain karena itu mobil Billy dan Nyonya yang pertama diserang tanpa ada yang tau"

"Tiga mobil yang Ibu liat tadi salah satunya itu aku. Sebelum kalian dikejar lebih banyak mobil, aku minta Billy ikut biar mereka percaya kalau aku berhasil mengambil Nyonya dari kalian"

Natalie masih tetap menodongkan pistolnya di dahi Billy sambil terus menatapnya dengan sorot tajam dan marah. Telinganya mendengar dengan baik setiap kata yang dijelaskan.

Meskipun terdengar masuk akal dan dapat dipercaya, tetapi Natalie masih tidak yakin dengan lelaki di hadapannya ini.

"Mereka ngaa peduli siapa lo dan organisasi lo karena kemauan mereka cuma satu, Rasel balik ke tangan mereka." timpal Billy.

"Tapi untungnya mereka percaya dan kita pergi lewat jalur yang lain. Kalo bukan karena Billy, aku tidak akan disini, Bu"

Billy menatap lekat Natalie. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya tidak berbohong karena ia tidak mau mengambil resiko setelah diancam yang oleh Pimpinan bulan lalu.

"Gue bisa mastiin ngga ada yang ngikutin kalian jadi untuk sementara aman" katanya.

"Udah, Nat" sahut Tania meminta Natalie untuk menyudahi amarahnya.

Natalie mengeraskan rahangnya seraya melepas kan cengkramannya pada jaket Billy dan perlahan menurunkan todongan pistolnya dari hadapan lelaki itu.

"Brengsek!"

Bugh!

Bugh!

"Jehan!" pekik Tania.

Tepat setelah Natalie menjauh, saat itu Jehan langsung melayangkan tinjuannya yang sempat tertahan. "Berani lo muncul disini?"

Billy tersungkur begitu menerima bogeman yang tiba-tiba. Ia mengusap ujung bibirnya yang terasa ngilu dan sesuai dugaan satu namun kuat tinjuan tersebut berhasil mengeluarkan darah.

"Apa tujuan lo kesini sebenarnya hah?!" Billy diam tidak membalas. "Lo bisa nipu yang lain tapi lo ngga akan bisa nipu gue untuk yang kedua kalinya"

Billy mengulum bibirnya, "Kali ini misi gue cuma satu, bawa istri lo pulang"

"Lo pikir gue percaya manusia brengsek kayak lo?"

"Percaya ngga percaya itu terserah lo tapi kali ini gue beneran serius sama misi gue"

Jehan menarik jaket Billy agar lelaki bajingan nan labil itu menghadapnya. "Setelah apa yang udah lo perbuat, lo pikir gue bakal maafin lo?"

"Pengkhianat kaya lo enaknya ngga gue kasih ampun, gimana? Lo bersedia?"

Tania mengulum bibirnya, "Jehan.." panggilnya.

Diantara Jendra, Kanara, Marven, Ezzra, Yaslan dan Alaya, tidak ada satupun yang berniat untuk menghentikan aksi Jehan yang mewakili kekesalan mereka. Faktanya lelaki itu memang brengsek dan pantas mendapat ganjarannya.

Tinjuan Jehan belum ada apa-apanya jika kita bandingkan dengan 'ganjaran tanpa ampun' ciri khas Jehan yang sesungguhnya. Mungkin dia bermain sedikit lembut karena upayanya dalam membawa Rasel pulang.

Billy tidak berencana untuk mengelak ataupun melawan karena ia mengakui kalau dirinya salah dan brengsek jadi ia mewajarkan reaksi Jehan seperti ini.

"Gue penasaran dari sekian banyaknya orang kenapa nyokap gue milih lo sebagai sekutunya" kata Jehan agak sinis setelah menghempaskan tubuh Billy lumayan kasar.

"Bukan nyokap lo, bukan Bu Tania tapi Pimpinan KNG's. Lebih tepatnya kakek lo yang milih gue," balasan Billy ini sukses mengejurtkan semua orang yang ada di ruangan. Kecuali Tania dan Natalie.

"Kakek gue?" Jehan mengernyit tak mengerti. Ia pun menoleh, menatap seakan-akan ia meminta penjelasan kepada ibunya yang sedari tadi hanya diam membisu.

"Kakek tau tentang ini, Mah?" tanya Kanara terkejut sekaligus memastikan. Tiga kakak beradik Kanagara itu sama-sama terkejut mengenai fakta ini, khususnya Jehan.

Pasalnya Jehan merasa sudah meminta ke siapa pun agar tetap menutup mulutnya rapat-rapat. Da ia juga sudah memastikan supaya kakeknya tidak tau menau tentang semua ini.

Jadi bagaimana bisa?

Tania melipat kedua tangan di depan dadanya dan mengangguk tipis sebagai respon tanpa mengucapkan sepatah kata.

"Sejak kapan?" tanya Jehan dengan suara beratnya.

"Ngga lama setelah kamu nikah kakek udah tau tapi kakek ngelarang mamah ngasih tau kamu" jawab Tania.

"Mamah belum tau gimana caranya kakek kamu bisa tau tentang ini, nanti mamah minta asisten mamah buat cari tau--"

Jehan menggeleng, "Ngga perlu, Mah. Biar aku sendiri yang ngobrol sama kakek"

Natalie memberi isyarat kepada semua anak buahnya termasuk Burung Gagak untuk pergi meninggalkan ruangan dan berjaga-jaga diluar karena takutnya sesuatu terjadi.

Flashback sedikit ya.

Tania berjalan cukup cepat bersama asisten di sampingnya. Mereka menuruni tangga satu per satu menuju ruang bawah tanah dimana sudah ada yang menunggunya dibawah sana.

"Kamu bilang Natalie bawa siapa?" tanya Tania kepada asistennya untuk memastikan.

"Billy, Bu"

Tania mengernyit bingung, "Billy?"

"Dia orang kepercayaan Jeksa dan informasi yang saya dapat mereka sudah bekerja sama semenjak kecil. Tuan Jehan dan timnya pernah menjalin kerjasama tapi mereka dikhianati dan sepertinya pimpinan tau tentang itu," jelas si asistennya.

"Saya tau siapa dia, maksudnya kenapa Natalie bawa Billy ke hadapan Pimpinan?"

"Mohon maaf tapi saya belum tau, Bu. Tapi kalau dugaan saya benar sepertinya Pimpinan memiliki rencana yang melibatkan dia,"

Tania paham dan langsung masuk ke ruangan bawah tanah sesuai dengan pemberitahuan yang ia dapat bersama asistennya dan sudah banyak orang yang berkumpul di dalam sana, tetapi ada satu orang yang berlutut di tengah sekumpulan itu dengan kedua tangannya terikat di belakang.

"Bu.." Natalie dan beberapa orangnya sedikit membungkuk sebagai rasa hormat kepada Tania yang secara tidak langsung merupakan atasan mereka.

Tania hanya membalas dengan senyuman saja lalu berdiri tepat di samping ayah mertuanya. Ia memandangi sosok pria yang sedang berlutut dengan mata yang memicing.

"Saya dapat informasi bahwa Tuan kamu punya rencana menculik istri cucu saya tapi saya belum tau waktunya kapan dan tentunya saya tidak bisa membiarkan itu terjadi"

Istri cucunya? Maksudnya Rasel?

Billy mengernyit tak mengerti. Walaupun ia tau pria paruh baya di depannya ini sedang membhs Jeksa dan Lola, tetapi ia tidak tau menau tentang rencana penculikan Rasel.

"Saya tidak tau ap--"

"Kamu pernah turut andil dalam salah satu misi Jehan bukan? Di misi itu kamu mengkhianati mereka tapi sepertinya kamu sengaja melakukan itu supaya bisa terbebas dari Tuan kamu,"

"Jadi? Kamu berhasil bebas? Saya rasa tidak dan kalau orang saya tidak membawamu kesini, kemungkinan kamu sudah mati sekarang"

Billy tertegun mendengarnya. Terkejut sekaligus bertanya-tanya seberapa banyak yang mereka tau tentang dirinya sampai berhasil membungkamny begini.

Walaupun sejujurnya Billy tidak aneh karena yang di depannya sekarang adalah Kanagara. Mereka memang mampu bahkan sangat mampu untuk menggali informasi sedalam-dalamnya dengan segala cara.

Kanagara cukup berkuasa dan sama kuatnya dengan Navarez. Jadi tak heran lagi jika Navarez ataupun Kanagara menghilalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Hanya satu perbedaannya. Kanagara memegang prinsip kebaikan dan keadilan sementara Navare sudah murni diselimuti kegelapan.

"Jadi saya harus berterima kasih?" tanya Billy sambil berdecih. "Tidak usah bertele-tele, saya juga tau kalian membawaku kesini pasti ada maksud lain kan?"

"Katakan saja apa yang kalian mau"

Tania masih belum memahami apa yang sedang terjadi saat ini dan apa yang akan direncanakan oleh ayah mertuanya ini.

"Kek, apa--"

"Permintaan saya sederhana. Rasel sangat penting untuk keluarga Kanagara jadi ketika Tuan kamu menjalankan misi itu saya hanya mau kamu sedikit berperan untuk rencana menantu saya, Natalie" Kakek Kanagara menyela Tania yang hendak berbicara.

Billy tersenyum miring, "Apa untungnya buat saya? Kalian pasti sama saja,"

"Keluarga kamu yang dirawat di rumah sakit akan saya tanggung dan ngga usah khawatir karena keselamatan mereka terjamin dan kalau tugas kamu selesai, kamu dan keluarga kamu akan saya kirim ke negara yang kalian inginkan untuk hidup bebas dan aman dari Tuan kamu"

"Saya tau jati diri kamu itu baik, Billy. Dan disini saya mau memberi kamu satu kesempatan terakhir, gimana?"

"Tugas kamu tidak berat cukup turuti perintah menantu saya"

Saat itu juga Tania paham. Alasan ayah mertuanya melakukan ini adalah untuk memanfaatkan semua hal yang bisa di gunakan untuk memperlemah Jeksa serta Lola.

Tapi apakah Billy dapat dipercaya?

"Pokoknya semua kemauan kamu akan saya penuhi tapi kalau macam-macam, bukan nyawa kamu saja yang terancam tapi keluarga kamu juga"

"Dan kamu harus menyaksikan itu"

Pimpinan KNG's Group yakni ayahnya Reygan, kakeknya Jehan, Kanara dan Jendra nyatanya adalah 'dalang' dari matangnya rencana Natalie dalam misi penyelamatan Rasel.

-

Jehan menarik lagi jaket Billy, tetapi kali ini lebih kasar dibanding dengan sebelumnya. Ia sungguh murka terhadap laki-laki di depannya ini ya meskipun sepertinya dia cukup berkontribusi dalam setiap rencana Natalie.

Tetapi Jehan tidak akan pernah melupakan bagaimana dia mengkhianatinya dan seluruh tim.

"Gue tau gue salah dan gue mau nebus itu" ujar Billy serius.

"Gimana cara lo nebus kesalahan lo?"

"I will obey all your orders"

"After breaking my trust, you think you can persuade me that easily?" Jehan tersenyum menantanginya.

"Kali ini nyawa gue jaminannya. Jadi kalau gue berkhianat lagi lo boleh bunuh gue langsung, is that enough for you?" kata Billy yang berusaha meyakinkan Jehan walaupun harus menawarkan nyawanya sendiri sebagai jaminan.

Tania menatap putranya yang masih terlihat emosi. Billy memang lelaki kurang ajar, tetapi lelaki itu mempunyai alasan tersendiri dan ia berharap sang putra tidak menerima tawaran tersebut.

Karena bagaimanapun juga mereka bukan pembunuh. Dan siapapun itu yang ada di dalam ruangan ini tidak ada yang boleh menjadi seorang pembunuh.

"Gue rasa itu bukan tawaran yang buruk, bang" celetuk Jendra menyeringai suka dengan satu tawaran itu.

Selagi mereka sibuk berseteru, dari ujung mata kanannya Jisya merasa sedikit pergerakan dari tempat Rasel terbaring. Dia menoleh, dan melihat sahabatnya itu berusaha meraih sebuah gunting di atas meja.

"Sel?"

"Lo mau ngapain?" panggilnya dengan suara kecil. Jisya mengernyit bingung melihat tindakan Rasel. Kemudian ia perlahan bergerak mendekat ke posisi sahabatnya yang terlihat ketakutan.

"Istri lo, Je-" Jisya sengaja berujar dengan suara yang tinggi supaya perseteruan antara mereka berhenti sejenak karena ini saatnya Jehan harus kembali memerhatikan Rasel.

Jehan sontak menoleh dan melihat Rasel telah bangun namun ada yang aneh dari istrinya itu. Ia langsung panik ketika mata elangnya menangkap satu alat tajam berada di genggaman Rasel.

Ia melepaskan Billy begitu saja lalu menghampiri Rasel secara perlahan. Istrinya itu terus mundur menjauh seakan-akan dia takut kepada mereka semua bahkan Rasel sampai mengarahkan alat tajam yang lebih tepatnya gunting itu agar tidak ada yang mendekat.

"Sel??" Jehan berhenti tiga langkah di depan Rasel. Dirinya bisa merasakan Rasel sedang luar biasa ketakutan jika dilihat dari tubuhnya yang bergetar hebat sambil menundukkan kepalanya.

"Jangan deket-deket!" sentak Rasel tanpa mengangkat kepalanya. Tangannya yang memegang gunting terlihat bergetar, hal itu membuat semua orang yang ada di dalam ruangan ini menjadi risau.

"Kalian mau apa lagi?!"

Tampaknya Rasel merasa dirinya masih berada di tempat dimana ia disekelilingi oleh orang-orang yang menculiknya. Mereka khawatir apabila Rasel melakukan sesuatu yang tidak diinginkan dengan menggunakan gunting di tangannya.

Selain itu mereka juga merasa tidak tahan melihat Rasel yang seperti ini. Tragedi yang menimpanya belasan jam ini sungguh menghasilkan luka yang sangat mendalam sampai Rasel terlihat begitu trauma seperti ini.

Jisya menotis sesuatu dari tubuh sahabatnya, ia menatap miris kondisi Rasel sekarang. Berteman belasan tahun, Jisya tidak pernah melihat Rasel seperti ini.

"Selain trauma gue rasa Rasel sedikit dehidrasi," gumam Jisya sangat mengkhawatirkan kondisi sahabatnya.

"Sorry, tapi gue rasa kita harus bawa dia ke Rumah sakit" celetuk Jisya khawatir.

"Jangan!" elak Natalie langsung. "Rumah sakit terlalu bahaya--"

Natalie menatap Jisya, "Berhubung lo dokter, bisa rawat dia di rumah aja?"

Jisya mengangguk kecil, "Kalo gitu gue ambil cairan infus dulu ke rumah sakit," ucapnya lalu berlari kecil, pergi menuju rumah sakit untuk mengambil beberapa keperluan yang ada dipikirannya demi Rasel.

Kepergian Jisya membuat Yaslan berdecak sebal ia menepuk bahu Ezzra dan berkata, "Kabarin gue kalo ada apa-apa. Gue temenin Jisya dulu,"

Ezzra mengangguk saja lalu setelahnya berjalan menuju belakang Rasel secara diam-diam agar wanita itu tidak mengetahui keberadaannya. Dia menjaga-jaga apabila Rasel bertindak diluar nalar

Ketika pandangan matanya menangkap Ezzra berjaga tepat di belakang Rasel, kepala Jehan menggeleng yang bermaksud biarkan dirinya yang mengatasi ini.

"It's okay, you're safe now" ujar Jehan yang berusaha mengambil gunting itu dari tangan Rasel.

Masih menundukkan kepalanya, Rasel menggeleng. "Jangan deket-deket!"

"A-aku cuma mau pulang.." lirih Rasel memohon. Mendengar isakan tangis wanita itu membuat hati Jehan terasa ditusuk oleh jutaan pisau tajam.

Jehan menatap istrinya dengan tatapan sendu, ia tidak tahan melihatnya. Kondisi Rasel seperti ini begitu menyakiti perasaannya. Entah apa yang telah dilakukan orang-orang itu terhadap istrinya sampai Rasel setakut ini.

Namun ia bersumpah akan membalas semua orang yang sudah menciptakan trauma baru untuk Rasel tanpa ampun.

Ingat tanpa ampun.

"You are home, Sel" kata Jehan dengan suara lembutnya.

Rasel meringis seraya memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa berdengung. Dan Jehan memanfatkan momen ini dengan meraih tangan Rasel dan ia berusaha merampas gunting yang di genggam kuat oleh istrinya.

"Jangan sentuh aku! Lepas!"

"Rasel--"

"Lepas!!"

"Lepasin! Lepas!!" Rasel berteriak sambil melawan dengan sekuat tenaganya, menghiraukan rasa nyeri di kepalanya. Tetapi untungnya tenaga Jehan jauh lebih besar sehingga mudah untuk merenggut alat tajam tersebut dari genggamannya.

"J-jehan.." rintihnya.

"Gue disini," jawab Jehan sendu yang berhasil membuat Rasel berhenti melawan. Ia kembali memanfaatkan momen dengan mengambil gunting tersebut lalu menyerahkannya kepada Marven.

Rasel mulai memberanikan diri utk mengangkat kepalanya. Wajah yang penuh luka kecil itu kini basah akibat derasnya cairan bening yang turun ditambah mata dan hidungnya sedikit memerah.

Pemandangan yang langsung tertangkap oleh mata coklat Rasel ialah sosok yang selama ini dia tunggu. Melihat wajah suaminya tepat di hadapannya membuat Rasel berpikir bahwa ini adalah mimpi.

"Jehan?" tanya Rasel memastikan.

Jehan tersenyum kecil sambil memegang kedua bahu istrinya. "Gue disini, Sel"

Air mata kembali menetes ke pipi tembam Rasel setelah memastikan lelaki yang di hadapannya ini benar-benar suaminya. "Je.." rengeknya sembari masuk ke dalam dekapan Jehan.

Jehan yang menarik tubuh Rasel ke dalam pelukannya. Ia mendekapnya sangat erat seolah-olah dirinya tidak akan membiarkan wanita itu pergi lagi.

"I'm here" lirihnya.

Tangisan Rasel tumpah begitu didekap oleh sang suami. Kedua tangan yang terdapat perbannya mencengkram jaket hitam yang Jehan pakai dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang sang suami.

Tangan kekar Jehan tidak diam, kedua tangannya bergerak mengelus area yang berbeda. Yang satu mengelus belakang kepala, satunya lagi mengelus punggung Rasel. Lelaki ini memeluknya begitu erat, menyalurkan rasa rindu yang luar biasa sert rasa tenang karena kini istrinya itu sudah kembali ke pelukannya.

"G-gue takut, Je.."

"Kenapa lo lama banget?" tanya Rasel agak-agak samar namun masih bisa terdengar oleh Jehan.

"Maaf, gue minta maaf" balas Jehan tepat di telinga Rasel.

Pasangan yang saling mendekap ini merupakan pemandangan yang ingin Marven, Ezzra, Kanara, Jendra, Alaya, Tania dan Natalie lihat sedari tadi.
Mereka tersenyum manis melihat bagaimana pasangan itu saling menyalurkan perasaannya.

Jehan masih melakukan hal yang sama. Elusan lembut di kepala dan punggungnya tidak pernah berhenti sehingga membuat Rasel merasa sangat nyaman.

Mata Jehan terpejam mendalami dekapannya bersama Rasel. Sesekali ia mengecup singkat pelipis istrinya, "I miss you so bad, Rasel"

"Gue frustasi karena gue ngga punya petunjuk apa-apa tentang istri gue sendiri, tapi sekarang lo udah disini dipelukan gue jadi gue ngga akan ngebiarin siapapun ngambil lo dari gue lagi," ucap Jehan bersungguh-sungguh.

Rasel tersenyum tipis mendengar itu. Ia percaya perkataan suaminya karena ia tau Jehan mampu melakukan apa saja.

"Ada orang yang bantu gue kabur dari mereka, lo bisa cariin orangnya buat gue? Oh iya Je, Natalie juga--"

"Sst. Gue udah tau semuanya" cela Jehan halus.

Keduanya tidak ada yang mau melepaskan dekapan mereka lebih dulu. Posisi ini terlalu nyaman bagi Jehan maupun Rasel.

Jehan juga tidak bosan memberi kecupan pada pelipis Rasel seolah hal ini menjadi kesukaan barunya. Sepertinya mereka sadar tidak sadar bahwa kini mereka berdua sedang menjadi pusat perhatian yang ada di sekitar.

"Je.."

"Apa?"

Rasel sedikit menjauhkan tubuhnya tanpa melepas pelukan lalu mengangkat kepalanya. Dan Jehan menatap wajah Rasel yang masih mengeluarkan air mata. Lelaki itu membelai rambut bagian dpn yang basah karena keringat secara lembut serta penuh kasih sayang dan mengusap pipi tembam Rasel untuk menghapus air matanya.

"They-- They touch me.." katanya sambil menangis lagi.  Rasel meraba-raba tubuhnya sendiri seperti menunjukkan seperti apa dia diperlakukan selama ini.

Jehan memejamkan mata dan mengeraskan rahangnya. Ia menarik tangan Rasel dengan cepat agar wanita itu tidak terus menerus teringat aksi pelecehan yang dia alami. Jehan kembali membawa Rasel ke dalam pelukannya, ia ingin menghapus jejak sentuhan dari para bajingan itu.

"They touch her?" tanya Natalie kepada Burung Gagak memastikan karena ia merasa tidak terima.

Dia terlihat ragu untuk menjawab tetapi tak lama mengangguk. "Iya, Bu. Nyonya sempat dilecehkan juga"

"What the f--"

"Brengsek," gumam Alaya emosi. Semuanya pun langsung emosi setelah mendengar perkataan si Burung Gagak.

Tania menghela nafasnya, "Bawa Rasel istirahat di kamar gih, Je. Mamah bikin dulu sesuatu yang bisa dia makan"

Rasel nangis sampai berseguk-segukan di dalam dekapan. Momen yang tidak mengenakkan itu terus berputar dipikirannya dan itu sangat menyiksa sampai kakinya pun melemas sehingga tidak lagi kuat untuk menopang tubuhnya sendiri.

"They touch me.." isaknya kali ini dengan suara kecil.

Namun dengan kesigapan Jehan, lelaki itu langsung menahan pinggang istrinya sejenak lalu mengangkat tubuh Rasel dengan ala bridal style dan membawanya menuju kamar yang ada di lantai satu untuk menuruti perkataan ibunya.

Amarah yang sangat besar telah menyelimuti diri Jehan karena rasa tidak terima istrinya dilecehkan. Sebagai suami sahnya, ia sendiri saja tidak berani 'menyentuh' ataupun menjamah tubuh istrinya jika tidak ada izin dari sang empunya.

Mereka memiliki hak apa untuk menyentuh tubuh Rasel?

Marven membukakan pintu kamarnya. Dan ia menangkap kodean dari tatapan Jehan ketika dirinya berpapasan dengan Jehan di lawang pintu. Marven langsung memanggut paham maksud dari kodean tersebut lalu mengangguk tipis.

Jehan membaringkan Rasel pada ranjang secara perlahan. Wanita itu antara sadar atau tidak dan nafasnya sedikit tersengal, membuat Jehan tidak tega melihatnya.

Kali ini Jehan benar-benar akan menghabisi tak ada ampun untuk siapapun orangnya yang sudah melakukan ini kepada istrinya.

"Jehan.." ricaunya pelan. Terlalu kalut dalam campuran emosi, terciptanya trauma ditambah tangisan yang belum berhenti membuat Rasel sakit kepala dan lelah sampai akhirnya dia sedikit kehilangan kesadarannya.

Jehan meraih tangan Rasel untuk ia genggam, menatapi istrinya dengan tatapan pilu. "Gue ngga bisa liat kondisi lo kayak gini," lirihnya sedih namun bercampur kesal dan menggeram emosi.

"Jadi gue ngga akan ngebiarin orang-orang yang udah ngelakuin ini ke lo lepas, Sel. I'll kill them all" lanjutnya serius.

Diluar kamar, Marven menghampiri yang lainnya sambil mengeluarkan ponsel dari saku dalam jas hitamnya. "Jehan nyuruh gue cari orang-orang yg ngelakuin itu ke Rasel--"

"Rasel mana?" celetuk seseorang berlari kecil sembari membawa keperluan medis diikuti oleh sesosok laki-laki di belakangnya.

Kanara menghampiri orang itu untuk memeriksa dan memastikan lebih dulu apa yang dia bawa dari rumah sakit. "Tunggu--"

"Jisya, gue bisa percaya lo kan?" tanya Kanara dengan tatapan yang tidak pernah ia tunjukkan kepada orang luar.

Dan untuk Jisya sendiri ini baru pertama kalinya dia mendapat tatapan seperti itu dari seseorang yang selalu dianggap galak oleh banyak pegawai di rumah sakit dan yang mengejutkan untuknya adalah Kanara menggunakan bahasa informal.

Seketika Jisya merinding. Jujur saja, beberapa saat lalu juga, ia sempat merasa gugup dan takut ketika bertemu dengan Kanara dan Tania sedekat ini. Walaupun kedua sosok itu telah menjadi keluarga ipar teman terdekatnya, namun tetap saja Jisya merasa segan karena bagaimanapun juga Kanara dan Tania adalah atasannya di tempat ia kerja.

Jisya mengangguk kaku. "I-iya, Dok?" Dirinya pun bingung harus memanggil Kanara dengan sebuta apa.

Kanara terkekeh kecil, "Pake bahasa informal aja, ngga usah kaku sama gue. Temen Rasel udah jadi temen kita juga kecuali Lola,"

"Pokoknya gue, mereka sama nyokap gue milih percaya sama lo. Dan gue minta jangan sia-siain kepercayaan ini demi Rasel-"

"Ah iya, Rasel ada di kamar situ," ucap Kanara sembari menunjuk ruangan dengan pintu yang terbuka sedikit.

Jisya mengangguk paham lalu mengambil kotak obat di tangan Yaslan, "Biar gue aja" lalu setelah itu ia melegang pergi begitu saja. Tidak tertarik dengan perbincangan mereka yang sedang berkumpul.

Tepatnya Jisya merasa ada yang lebih penting daripada menyelesaikan semua kebingungan di pikirannya.

"Jehan nyuruh lo cari pelaku 'sentuhan' itu, So what is the first plan?" tanya Kanara mengembalikan topik pembicaraan.

"But we literally have nothing about them, so it might be take a really long time to find the three of them" sahut Alaya.

"Alaya bener. Bahkan gue ngga bisa nyuruh anak buah gue karena kurang petunjuk," timpal Ezzra.

Natalie mengulum bibirnya sembari melipat kedua tangannya di depan dada. "Serahin ke gue aja,"

"Kayak yang gue bilang tadi salah satu orang gue ada di tempat langsung jadi gue yakin dia inget siapa aja orang itu--"

"Should we kill them?" Marven menggeleng sebagai responnya yang menimbulkan tanda tanya.

Jendra tersenyum miring. "Istrinya disentuh-sentuh gue yakin dia sendiri yang bakal hajar abis orang-orang itu,"

"Biar aku saja yang membawa mereka, Bu" ujar si Burung Gagak yang sampai detik ini belum diketahui namanya.

"Gue punya satu cara," celetuk Billy langsung mendapat berbagai macam tatapan. Ada yang menatap sinis, ragu dan datar.

"Lo--" Jendra menarik bahu Billy agar lelaki itu menghadapnya. "Jangan pikir gue bakal ketipu sama trik lo lagi. Gue tau ini akal-akalan lo doang biar bisa kabur kan?"

Billy menyeringai, "Gue udah ngasih jaminan gue yang paling penting ke kakak lo, masih kurang?"

Ezzra mendecak seraya menarik Jendra menjauh agar lelaki itu menyudahi tindakannya yang bisa membuang waktu mereka. "Stop, Jen!"

"Lo kayak gini cuma buang-buang waktu aja tau ngga?!"

"Dan lo milih percaya sama si brengsek ini?" Jendra menatap Ezzra tak percaya.

Ezzra membalas tatapan tersebut dengan datar, "Gue juga belum bisa percaya tapi kita ngga punya pilihan lain"

Jendra mendengus kesal. Ia pun memutuskan untuk menjauh dari Billy sebelum emosinya benar-benar lepas. Pikirannya kalut, untungnya Ezzra dengan cepat menyadarkannya.

Natalie menatap kedua orang yang percaya diri akan membawa pelaku pelecehan Rasel sesuai yang Jehan titahkan. "Kalo gitu saya serahkan ke kalian berdua,"

"Baik, bu" jawab Burung Gagak langsung sedikit menundukkan kepalanya sebelum menjalankan misi.

"Kalo lo ngulang kesalahan yang sama, ancaman kali ini gue ngga bisa jamin--" ucap Kanara yang terdengar tidak main-main.

Entah apa yang merasukinya tetapi peringatan itu akan Billy perhatikan baik-baik. Lalu Billy dan si Burung Gagak pun pergi melaksanakan misi baru mereka.

"Perlu gue ikutin mereka?" usul Yaslan hendak menyusul namun ditahan oleh Ezzra dan Marven.

Yaslan mendengus kemudiam mendudukkan diri pada tepian sofa. Saat itu juga ia baru teringat akan sesuatu. "Tadi Lola sempet nelfon Jisya--"

Alaya langsung menatap Yaslan, "Nelfon? Nelfon apa?"

"Nanya tentang Rasel"

°°°

Lola menghempaskan semua barang ada di atas meja dengan penuh amarah. Ia menggeram kesal sampai suaranya menggema di ruangan. "Sialan!"

"Siapa orangnya? Siapa?!" bentak Jeksa kepada ajudan-ajudannya di belakang.

"Kami belum tau, Tuan"

"Belum tau?! All this time I paid you all not for that kind of answer!!"

Jeksa menarik pelatuk pistolnya dan mengarahkan ke para anak buahnya yany terlihat tegang namun tidak lagi masalah apabila kematian lah menjadi hukuman mereka.

"This is what you get if you disappoint me," ucap Jeksa.

"Not yet. I have one important task for them" sahut Lola seraya membalikkan tubuhnya dan menghadap Jeksa yang sedang menodong ke orang-orangnya.

"Lo sadar ngga permainan mereka terlalu bersih? Saking bersihnya kita ngga tau ada penyusup di sini!"

Lola menatap tunangannya penuh emosi. "Dan lo yang bawa penyusup itu sampe akhirnya rencana kita gagal total!"

Jeksa membalas tatapannya yang penuh emosi juga. Ia benar-benar murka saat ini karena kabar yang diterimanya mengenai kegagalan rencana mereka. Terlebih pemicunya adalah ada pengkhianat diantara sekian banyaknya ajudan yang ia punya.

"Gue tau! Dan lo pikir gue ngga marah?"

Lola menggeram kesal lalu memejamkan mata. Mencari cara lain supaya tidak menjadikan dirinya dan Jeksa lemah di mata Jehan.

"Ada seseorang yang bantu mereka, La. Seseoran yang kita ngga tau siapa tapi gue yakin orang itu bukan orang biasa,"

"We can no longer trust Billy. He's one of the traitor" timpal Lola. Sejak awal dirinya memang tidak terlalu percaya Billy karena pria itu tipikal orang yang mudah labil.

Kekurangan Billy sejak dahulu adalah dia tidak memiliki jiwa pembunuh seperti pelatihnya yakni Jemian. Semua nyawa yang Billy ambil itu hanya sebuah keterpaksaan sebagaimana perintah yang dia dapat.

Itulah jati diri Billy yang sesungguhnya. Lola tau namun ia tidak bisa apa-apa karena Jeksa yang memutuskan. Bagaimanapun juga Billy adalah orang yang menemani Jeksa semenjak mereka berumur enam tahun.

"I know--" ujar Jeksa dengan suara beratnya.

Lola bisa memahami perasaan untuk sejenak, tetapi ia tidak bisa membiarkan tunangannya itu terlarut dalam emosi tersebut lama-lama dan tujuan mereka pun tidak tercapai.

"This woman.." Lola menunjuk dengan jari telunjuknya ke arah layar tab yang menampakkan seseorang yang wajahnya ditutupi oleh scarf hitam. "Who the hell is she?!"

"From the way they fought, I could tell that they were highly trained. Who are they, Sa?"

Jeksa mengeraskan rahangnya. Emosi dan rasa dendam di benaknya sudah tidak terbendung lagi. Tampaknya keluarga Kanagara memiliki rencana yang sangat matang hanya untuk seorang wanita seperti Rasel.

"Find out more about all the Kanagara and Rasel family connections. Starting from childhood friends, school, college, business, everything. I want to know who they are and what they have" titah Jeksa dengan penuh tekad akan membalas semua ini.

Mulai saat ini, Jeksa tidak akan bermain ataupun bertele-tele lagi. Tujuannya adalah balas dendam dan membunuh Rasel sebagaimana perintah dari mendiang ayahnya dulu.

Jeksa akan melakukannya langsung ke intinya, tunggu dan lihat saja.

"Yes, sir." jawab para ajudannya serempak.

Lorenza aka Lola duduk di tepian meja sambil memasukkan tangannya kedua sisi saku jaket hitam yang ia kenakan.

"Gue harus akui mereka lebih kuat dari yang kita kira. Kalo kita ngelawan backingan Rasel yang kuat itu tanpa tau seluk beluk mereka, gue takut malah jadi bumerang buat kita semua,"

"Jehan has a really great team, we can't underestimate them"

Wanita bersurai hitam panjang itu mengulum bibir atas dan bawahnya, "Jehan and Rasel--"

"We have to separate them. That is the only way we have for now, Sa. I knew it would be difficult because they were husband and wife. That damn Tania just knows that marrying them is the safest way for Rasel,"

"Tapi untungnya gue punya satu cara yang bisa misahin pasangan itu.." Lola memalingkan wajah kecilnyake arah Jeksa dengan senyuman miring terlukis jelas.

Jeksa juga menoleh dan mereka pun bertukar pandang. "Cara apa?"

"KNG's Group dapet kepercayaan yang tinggi dari masyarakat dan lo tau sendiri Jehan punya image yang bagus di mata mereka. Pernikahan Jehan sempet jadi kontroversi karena mereka ngga tau latar belakang Rasel, disini gue mau manfaatin itu"

"Wait, so you're going to use public power?"

Lola tersenyum puas mendengar tunangannya itu menangkap apa yang ia maksud. "Bingo"

"Bertahun-tahun gue kenal Rasel gue jadi tau kalo Rasel itu tipe orang yang mentingin opini orang di sekitarnya. Jadi kalopun kita ngga bisa tapi gue rasa opini publik bisa misahin mereka,"

"Lo tenang aja. Gue punya kenalan reporter."



to be continued~~

woi bilang ke gue part yg satu ini ngga mengecewakan kan??? takut banget gue kalo malah jadi absurd 😭😭😭🙏🏻

untuk Si Burung Gagak ini gue sengaja ngga kasih nama karena takutnya kalian malah makin bingung karena terlalu banyak peran hehehee

tdnya mau rutin tiap minggu update, tapi kayanya ngga bisa soalnya kadang gue suka lupa ngelengkapin +ngerapihin tulisannya saking hecticnya dunia nyata gue :))

btw untuk minggu depan gue ngga yakin bisa update atau engga soalnya minggu depan itu gue mulai UTS dan ujiannya beneran bikin gue ketar ketir oiii takut bgttt fliss😩 ada yg UTS juga? atau udah? atau baru mau?

{tetep drakoran + baca wp disela-sela ketakutan gue}

ANYWAY SAYANG KALIAN BANYAK-BANYAK😘😘 Maacii udah setia nunggu & baca, lop u. See u di part selanjutnya! 💞

Continue Reading

You'll Also Like

484K 48.6K 38
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
485K 5.1K 87
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
67K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
49.9K 6.5K 41
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...