Scratches

By Malagrugrouses

173 77 72

Aku yakin pertemuan kita bukan hanya karena kebetulan tapi perpisahan kita sudah direncanakan, bukan? Katamu... More

Prologue
Page 1 - First Meet
Page 2 - Unexpected
Page 4 - First Date?

Page 3 - So?

20 13 15
By Malagrugrouses

Setelah mendapatkan telepon dari mama nya Arion segera melajukan mobilnya menuju bandara. Arion berjalan tergesa-gesa sesekali berlari, ia sangat kalut saat menerima telepon dari mama nya tadi.

Flashback on

Dering ponsel Arion terdengar beberapa kali, panggilan itu dari mama nya. Tapi, laki-laki itu memilih mengacuhkannya.

"Angkat dulu kali. Siapa tau penting." Malih menunjuk ponsel Arion dengan dagunya.

Arion menghela napas sebelum mengangkat panggilan itu.

"Ha...." Arion belum sempat mengucapkan dengan lengkap Tapi ia dibuat terdiam.

"R-Rion...." lirih Kiara, mama Arion.

"Kakakmu collaps.... Dia sedang di tangani dokter. Ayah sedang menuju rumah untuk ambil pasport. Kamu susul ayah ya, Nak. Mama tunggu kalian." hanya isak tangis yang terdengar setelah mama nya mengatakan itu.

"Rion pulang, tunggu Rion."

Flashback off

Arion mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Ayahnya.

"Jangan pergi dulu, Kak. Gue masih butuh lo." batin Arion. Ia beberapa kali menggelengkan kepalanya tidak bisa membayangkan jika kakaknya akan meninggalkan mereka.

Tadi Arion mendapat pesan dari sang ayah yang menginterupsi Arion untuk langsung ke bandara, semua yang diperlukan sudah diatur oleh ayahnya.

Arion sangat frustasi karena belum juga melihat keberadaan ayahnya. Arion bolak balik mengecek teleponnya dan mencoba menelpon ayahnya, tapi tidak ada jawaban.

"ARION!!" panggil seseorang.

"Ayah" gumam Arion. Ia segera berlari menuju sumber suara.

"Ayah.. Gimana keadaan Kak Ar? Pesawat kita terbang jam berapa? Mama gimana disana?" pertanyaan beruntut dari Arion hanya mendapat jawaban pelukan saja dari ayahnya. Apakah ini pertanda kakaknya itu sudah meninggalkannya? pikir Arion dalam hati.

Dimas, ayah Arion melepaskan pelukannya. Lalu mengusap lembut pundak anaknya.

"Arrayan akan baik-baik saja. Dia anak yang kuat. Percaya sama kakakmu kan?" mata Dimas mulai berkaca-kaca. Tapi ia tidak boleh meneteskan airmatan dan terlihat lemah dihadapan Arion.

Arion mengangguk sambil mengusap air matanya.

"Kita akan terbang 20 menit lagi." sambung dimas. Sekali lagi Arion hanya menganggukkan kepalanya.

Dimas dan Arion akhirnya masuk gate dan diperiksa oleh petugas keamanan. Mereka berdua terlihat menyedihkan dengan muka lesu dan kegelisahan yang menghantuinya. Dimas tidak membawa baju ganti untuknya dan Arion. Hanya berbekal waist bag yang berisi dokumen untuk perjalanannya menuju singapore.

Arion pun tidak masalah tidak membawa sehelai pakaian pun. Toh, ia bisa beli disana nanti. Yang terpenting, ia harus melihat kondisi kakaknya.

Singapore ✈️✈️

Setelah pesawat landing di Changi Airport, mereka langsung pergi ke rumah sakit temlat dimana Arrayan - kakak nya Arion di rawat. Kabar terakhir yang Dimas terima Arrayan sudah melewati masa kritisnya dan sedang dalam tahap observasi oleh dokter.

Dimas dan Arion melangkahkan kaki jenjangnya di rumah sakit menuju ruangan tempat Arrayan di rawat.

"Ma.." panggil Arion.

Kiara menoleh mendapati anak dan suaminya yang sudah tiba. Kiara menghamburkan pelukannya kepada Arion dan Dimas menyusul memeluk keduanya.

"Apa kata dokter, sayang?" tanya Dimas.

"Arrayan masih dalam kondisi vegetatif, Mas" lirih Kiara.

"Karena tidak ada perkembangan yang signifikan selama 3 tahun ini. Kata dokter, kita harus bersiap sama kemungkinan yang paling buruk, Mas" Kiara membelai lembut kepala Arrayan.

Laki-laki itu terbaring lemah, tubuhnya yang kurus dan kulitnya pucat. Parasnya tampan, lebih tampan dari Arion. Wajahnya terlihat sangat maskulin. Tapi keadaannya sangat memprihatinkan.

Arion menggenggam tangan Arrayan yang terasa dingin.

"Kak... Gue dateng lagi." Arion menahan tangisnya. Ia tidak boleh menangis.

"Mana janji lo, katanya bakal ajak gue night ride kalo gue udah punya SIM? Sekarang gue udah punya SIM. Ayo tepatin janji lo, kak." Arion tertunduk lemas. Ia tidak mau Arrayan meninggalkannya.

"Sampai saat ini belum ada pendonor jantung yang tepat buat Arrayan, Mas. Aku takut." Kiara kembali memeluk Dimas.

Memang sejak kecil Arrayan mempunyai kelainan pada jantungnya. Tapi tidak pernah sampai fatal dan membuat kondisinya melemah. Bahkan sebelumnya Arrayan masih bisa berlari di treadmill dan mengangkat beban berat di tempat gym.

Sampai suatu hari terjadi kecelakaan hebat yang menimpa Arrayan. Dalam kecelakaan itu ada sebuah tonggak besi yang menancap di dada Arrayan yang menyebabkan kerusakan parah pada jantungnya. Kini, Arrayan sangat bergantung pada mesin-mesin canggih yang menopang hidupnya.

Dimas sangat menyesali kejadian 3 tahun silam yang menimpa anak sulungnya. Dan selalu menyalahkan kekasih Arrayan yang menurut Dimas dialah penyebab kecelakaan pada anaknya.

"Rion" Arion mengangkat kepalanya mendengar suara bariton memanggilnya.

"Kamu harus siap menjadi penerus perusahaan. Ayah tidak selamanya muda. Ayah mau kamu bisa mengelola perusahaan dengan baik." Arion tersenyum nanar. Bukankan belum saatnya membahas ini?

"Kakak pasti bangun, Yah. Cuma kakak yang bisa menjalankan perusahaan ayah dengan baik. Arion hanya anak kecil yang taunya cuma bermain." jawab Arion.

"Kamu harus belajar, Nak. Kami pun tidak tau sampai kapan Arrayan akan membuka matanya." lanjut Dimas.

Arion tidak menjawab dan kembali menatap Arrayan dengan sendu. Perusahaan yang Dimas kelola bukan perusahaan yang kecil dan mempunyai banyak cabang di dalam negeri maupun diluar negeri.

Arion tidak bisa membayangkan bagaimana dia bisa menjalankan itu semua. Menurutnya hanya Arrayan yang bisa. Kakaknya lebih kompeten daripada dirinya.

Malam berganti pagi, Arion kini masih berada di rumah sakit. Melihat mama nya sedang memandikan Arrayan menggunakan lap basah. Ia tersenyum dan mendekat.

"Biar Rion bantu, Ma." Arion mengambil kain kecil itu dari tangan Kiara.

"Memangnya bisa?" tanya Kiara.

"Bisa dong, Ma. Cuma di lap doang kan." jawab Arion dengan acuh. Kiara tersenyum melihat Arion lumayan perhatian.

"Mama duduk aja, istirahat. Biar Rion yang urus kakak."

"Hati-hati dibagian dada ya, Nak." Arion mengangguk patuh dan melanjutkan mengelap seluruh tubuh Arrayan.

Dadanya terasa sesak melihat kondisi Arrayan yang semakin buruk setiap harinya. Tidak ada perkembangan. Apakah didunia ini tidak ada sama sekali jantung yang cocok untuk kakaknya?

Pintu ruangan terbuka mendatangkan beberapa orang dokter dan perawat. Sepertinya ingin memeriksa Arrayan, pikir Arion.

Setelah lama memeriksa keadaan Arrayan. Dokter tersebut berbicara dengan kedua orang tua nya. Arion tidak terlalu bisa berbahasa inggris, jadi dia tidak banyak mengerti yang dibicarakan dokter.

Sepeninggal dokter, Kiara kembali menangis. Arion bertanya-tanya kenapa mama nya menangis.

"Kenapa, Ma? Kata dokter apa? Mama jangan nangis." ucao Arion sambil menenangkan Kiara.

Dimas menghela napas lalu mengusap wajahnya dengan kasar.

"Rion... jantung yang cocok sama Arrayan.."

Arion menunggu Dimas melanjutkan kata-katanya, ia sangat antusias. Ia pikir apakah sudah ada pendonor jantung yang tepat.

"Itu jantung kamu, Rion.." lirih Dimas.

Kaki Arion mendadak lemas, jiwanya seakan dicabut paksa dari tubuhnya. Apa katanya? Arion menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin.

"Rion.. Ayah tidak menyuruhmu mendonorkan jantungmu. Tidak. Ayah tidak sekejam itu. Hanya saja.."

Tenggorokan dimas seakan tercekat untuk melanjutkan kalimatnya.

"Hanya apa, Yah?" tanya Arion.

"Hanya nunggu Arion mendonorkan jantung Arion dengan suka rela?" air mata Arion tidak terbendung lagi. Ia tidak ragu untuk menangis saat ini.

Dimas menggelengkan kepalanya

"Bukan itu maksud ayah, Rion." Arion menepis tangan Dimas dengan kasar. Lalu meninggalkan ruangan itu dengan rasa sesak.

"Rion!!!" Dimas mencegah Kiara yang ingin mengejar Arion.

"Mas.." Dimas menarik Kiara kedalam pelukannya.

"Biarkan Rion menenangkan pikirannya"

"Mas gak akan tega meminta jantung Rion kan, Mas?" tanya Kiara. Dimas menggelengkan kepalanya.

"Enggak, sayang. Aku menyayanginya, tidak mungkin aku se-tega itu." balas Dimas dengan yakin. Walaupun sedikit terbesit di benak Dimas untuk menyuruh Arion mendonorkan jantungnya. Tapi ia pasti akan dibenci oleh Arion dan juga Arrayan.

Arion pergi ke rooftop rumah sakit lalu mendudukkan dirinya dengan kasar. Ia mencoba menenangkan dirinya yang sudah dibalut emosi. Apa ia sangat tidak berguna sampai ayahnya ingin ia memberikan jantungnya untuk Arrayan?

Arion kembali meneteskan air matanya, ia tidak sanggup. Kemarin ia diminta menjadi penerus perusahaan dan sekarang ia disuruh menyerahkan hidupnya? Arion tersenyum kecut.

Saat ini ia butuh pelukan dari Renesmee. Ah, Arion hampir saja melupakan calon kekasihnya itu.

Ia menghidupkan teleponnya dan mendapat banyak pesan serta beberapa panggilan tak terjawab. Itu semua dari Renesmee. Baru saja ingin menelpon, tapi ia kalah cepat. Renesmee sudah menelpon nya lagi.

Renesmee 🐒 is calling...

"Rion!! Kemana aja sih gak angkat telepon!!" Arion segera menjauhkan telepon dari telinganya. Suara itu sangat memekikkan telinga.

"Ren, pelan-pelan. Telinga gue sakit dengarnya." balas Arion sambil terkekeh.

"Lo sakit?" tanya Renesmee.

"Enggak."

"Kok suaranya serak? Pasti karena minum es mulu kan!" omel Renesmee.

Arion tersenyum kecil "Enggak, tuan putri!!! Gue baru bangun. Makanya suaranya serak gini." Arion berbohong.

"Ohh" Renesmee hanya ber-ohh ria.

"Seksi kan kalo di dengar?" sambung Arion.

"Ihh!! Apa sih. Enggak." Arion semakin terkekeh dengan kelakuannya, ia senang sekali menggoda Renesmee dan membuatnya marah-marah tidak jelas.

"Jadi apa jawaban lo, Ren?" tanya Arion.

"Mau denger banget?" balas Renesmee.

"Iya. Gue butuh jawaban lo."

"Nanti malem lo pergi sama kawan-kawan lo gak?" tanya Renesmee.

"Enggak, gue lagi di Luar Negeri."

"HAH!!!!" Arion lagi-lagi menjauhkan teleponnya dari telinga.

"Ren, kecilin suaranya. Lo ini kelebihan makan toa apa gimana?" balas Arion.

"Kok bisa? Eh maksud gue, kapan lo perginya? Pulangnya kapan?"

"Besok gue pulang kok. Diajak Ayah meeting sama klien." Arion berbohong lagi, ia belum siap menceritakan semuanya.

"Mmm, gituu.."

"Gue kangen sama lo, Ren. Pengen peluk lo deh." ucap Arion.

"RION JANGAN MACEM- MACEM YA!!!"

tuutt..

Arion terkekeh membayangkan Renesmee sedang mengerucutkan bibirnya sambil mengoceh tidak jelas dan pipinya yang mengembung. Ia benar-benar butuh Renesmee.

Arion rasa ia sudah cukup menenangkan pikirannya, ia kembali ruangan Arrayan. Disana hanya ada mama nya.

"Kamu dari mana, Rion? tanya Kiara.

"Rooftop, Ma." Kiara menghela napas lega. Arion duduk di sofa yang bersebrangan dengan brankar Arrayan.

Arion memandangi kakaknya itu, ia kembali berpikir. Seberapa sakit menjadi kakaknya? Dengan semua alat bantu yang terpasang disekujur tubuhnya. Arion menggeleng tidak percaya.

Ia akan mencari pendonor jantung untuk Arrayan tanpa mengorbankan dirinya. Bukannya Arion tidak sayang dengan Arrayan. Ia juga mempunyai wanita yang ia sayangi, yaitu Renesmee.

****

Keesokan hari nya Arion pulang sendiri ke tanah air. Ayahnya akan bekerja di Singapore sementara waktu. Arion bersyukur karena tidak perlu repot-repot menjauhkan dirinya dari Dimas. Ia masih kesal dengan ayahnya.

Semalam Dimas sudah minta maaf kepada Arion. Tapi Arion tidak mengindahkan itu.

Arion pulang kerumahnya mengambil beberapa baju dan kebutuhan kuliahnya lalu pergi lagi.

Arion memutuskan tidak akan tinggal dirumah, ia akan tinggal di Apartemen yang pernah ia beli. Tapi tidak pernah di tinggali.

Sampai di Apartemen, Arion merebahkan tubuhnya yang lelah. Ototnya pegal-pegal karena selama di rumah sakit, ia tidur di sofa.

Renesmee 🐒 is calling...

Arion tersenyum melihat nama dipanggilan itu.

"Halo cantik." Arion lebih dulu berbicara

"Rion gue di bawah, lantai berapa?" tanya Renesmee tanpa basa-basi.

Ahh, Arion melupakan sesuatu. Tadi ia mengirimi pesan kepada Renesmee untuk mengantarkan makanan. Arion sangat ingin makan makanan yang dibuat oleh Renesmee.

"20." balas Arion.

"Oke." sambungan telepon diputus oleh Renesmee.

Arion memejamkan matanya sebentar sambil menunggu kedatangan Renesmee.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Renesmee sampai di lantai 20.

Renesmee sudah membunyikan bel beberapa kali tapi Arion tidak juga membukakan pintu.

"Anak itu pasti ketiduran." gumam Renesmee.

Ia menebak kode pintunya dengan ulang tahun Arion. Tapi salah. Lalu Renesmee mencoba menelepon Arion lagi sambil membunyikan bel.

Begitu pintu terbuka Renesmee langsung menatap tajam Arion.

Arion menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Maaf, Ren. Gue ketiduran." cicit Arion.

Jujur saja Arion takut Renesmee akan mengamuk. Tapi Renesmee malah masuk kedalam mendahuluinya. Arion pun dengan pasrah mengekori Renesmee.

Renesmee menuju meja makan dan menyajikan makanan yang ia bawa.

"Makan dulu." titah Renesmee.

"Iya. Terima kasih ya, Ren. Udah ngerepotin." Renesmee hanya menganggukkan kepalanya.

"Keadaan lo kacau banget si, Yon."

"Gue kurang tidur." balas Arion.

Sudah Renesmee duga, laki-laki itu terlihat pucat dan kantung matanya yang menghitam.

"Kerjaannya banyak banget emang?" tanya Renesmee.

Arion menatap Renesmee sebentar lalu menganggukkan kepalanya.

"Sampe mana gue harus bohongin Renesmee?" batin Arion.

"Yaudah abis ini istirahat ya." ucap Renesmee sambil membukakan botol minum untuk Arion.

"Ren.."

"Iya?"

"Terima kasih."

Renesmee tersenyum menganggukkan kepalanya.

Renesmee menemani Arion sampai benar-benar selesai makan. Lalu mereka beranjak ke sofa.

Arion menggenggam tangan Renesmee dan merebahkan kepalanya di bahu Renesmee.

"Ren.. Gue mau jawabannya sekarang." pinta Arion dengan manja.

Renesmee menghela napas, ia sangat gugup dengan posisinya sekarang.

Arion bangun dan membenarkan posisinya, mengajak Renesmee berhadapan.

"Rion.. G-Gue.." jantung Renesmee sudah berdetak dua kali lebih kencang dari biasanya. Arion menatap lekat Renesmee.

"Renesmee"

"Mmm?"

Arion tersenyum kecil, tangannya mengenggem tangan Renesmee.

"Be my girlfriend?" Arion mengatakan itu kembali.

Renesmee bisa merasakan pipinya memanas. Sedetik kemudian, Renesmee menganggukkan kepalanya.

"Jangan anggukan doang dong." goda Arion.

"Iya Rion. Gue mau." balas Renesmee.

"Mau apa??" Arion menggodanya sekali lagi. Ia sangat menikmati pemandangan saat ini.

"Mau jadi pacar lo." Renesmee menundukkan kepalanya, ia sangat malu menatap Arion.

Arion sudah tidak bisa menahan senyumnya. Ia sangat bahagia sekarang.

Arion memeluk Renesmee menyandarkan kepalanya di bahu Renesmee adalah hal yang ternyaman.

Perlahan Renesmee membalas pelukan Arion. Ia sudah lega mengatakannya, setelah beberapa hari hatinya dilanda gundah gulana akibat pernyataan cinta Arion yang tiba-tiba.

"Jangan lo-gue lagi dong. Aku-kamu, oke?" pinta Arion. Renesmee menganggukkan kepalanya dan tersenyum.

Hari itu menjadi momentum bagi Arion dan juga Renesmee. Renesmee tidak menyangka mereka sudah menjadi sepasang kekasih.

Continue Reading

You'll Also Like

6.3M 167K 51
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
391K 26.7K 25
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
980K 48.1K 64
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
715K 74K 43
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...