pengennya aku semangat update, tp ngevote aja males, entah siapa yang salah☹️ pokonya kalo baca ga ngevote kualat seh soalnya zolim kkk🥹
yang udah vote apalagi komen makasih banyak ya! semoga rejekinya berlimpah ruah
BTWW MOWTEASLIM DAH READY YA!
__________
Wanita dengan hijab bergo itu keluar kamar dan menghampiri kedua pria yang tengah berbincang ringan di ruang keluarga dalam villa tersebut. "Yang, mau minum apa? Kopi mau?" Tawarnya pada Aufar, sang suami.
"Iya, kopi aja, Yang, nggak usah manis-manis ya," Jelasnya pada sang istri.
"Oke," Zahra mengangguk, "Kamu mau minum apa, Bar?" Tanyanya pada adik ipar. "Nay udah tidur ya?"
Bara menggeleng santun, "Enggak usah, Kak, gampang kok," Tolaknya halus. "Iya kayaknya tidur bareng Gaza."
Zahra mengernyit, "Hih kaya sama siapa aja sih kamu? Udah cepet mau minum apa sekalian aku buatin Bang Aufar," Tuturnya memaksa Bara segera mengatakan apa yang pria itu inginkan.
Pikiran Bara melayang saat ia berjanji pada Naqiya agar membuat kopinya sendiri sehingga tak perlu merepotkan kakak ipar. "Enggak, Kak, kembung juga perut minum kopi terus," Alibinya.
"Iya sih, emang nggak bagus diminum banyak-banyak," Jelas Zahra. "Yaudah aku bikin dulu."
Lepas Zahra menghilang dari pandangan mereka, saat itu pula obrolan kembali hadir di antara kedua Bapak muda tersebut. "Susahnya sih kalo gue awal-awal Addar lahir, Bar. Istri perlu penyesuaian, apalagi dia juga wanita karier, cukup kerepotan bagi waktu."
"Iya biasanya begitu, Bang. Tapi pasti sebagian besar waktunya buat Addar juga 'kan."
"Hahah... kalo itu mah iya, Bar. Gimanapun dia 'kan seorang ibu sekaligus istri, bukan cuma gue yang punya tanggung jawab sama rumah tangga, peran istri gue juga penting," Jelas Aufar.
Bara tertegun mendengarnya. Memang benar, kapal rumah tangga itu tidak bisa berlayar sendirian seperti apa yang ia tuturkan pada Naqiya. Ia butuh istrinya, begitu pula Naqiya membutuhkan Bara untuk menyelamatkan rumah tangga mereka.
"Ya Fifty-Fifty sih, cuma kita kaum laki 'kan kepala rumah tangga, apapun keputusan di dalemnya harus ada diskusi dulu sama kepala," Jelasnya. "Berat emang, Bar, kalo susah komunikasi. Orang long distance marriage aman-aman aja walopun jauh asal komunikasi lancar."
"Beda sama pasangan yang deket tapi komunikasinya buruk banget," Tutur Aufar lagi. "Malah rawan bubar."
Bara terkekeh dengan apa yang Aufar katakan memang betul adanya. "Ya begitulah, Bang."
Tak lama, Zahra datang dengan nampan berisi kopi hangat yang suaminya inginkan. "Misi ya, Bar," Ucapnya sebelum meletakkan kopi hangat itu di atas meja.
"Makasih, Yang," Tutur Aufar sembari menyeruput kopi tersebut. "Uh enaknya buatan sayangku."
"Iya dong," Ucap Zahra. "Kapan lagi punya kedai kopi pribadi."
Aufar tertawa, meski sudah bertahun-tahun menjalani kehidupan pernikahan dengan Zahra, istrinya, perasaan pria itu tetap sama, bahkan melimpah setiap harinya. Begitu juga dengan perasaan Zahra pada sang suami.
"Kamu beneran nggak mau, Bar?" Tanya Zahra sekali lagi.
Tentu, yang ia peroleh adalah penolakan Bara. Pria itu masih tetap bertahan untuk tidak merepotkan istri kakak iparnya ini. Meskipun Zahra ini memang teman SMA nya, entah mengapa Bara tetap merasa sungkan.
Jejeran gigi Zahra nampak, "Yaudah kalo nggak mau, aku balik kamar dulu deh, semangat Pahmud alias papah muda jagain vila!" Ucap Zahra sebelum wanita itu kembali ke kamarnya.
Saat ini adalah giliran Bara untuk berjaga, sementara Aufar sudah lelap dalam tidurnya. Meskipun televisi masih bersuara dan berisik, nyatanya tidak membuat keduanya kuat menahan kantuk.
Sesaat setelah menyeruput kopi buatan istrinya, Aufar telap begitu saja. Benar berarti, tidak semua kopi mampu membantu menahan rasa kantuk.
Bara melirik jam di dinding yang jarumnya masih tampak berjarak dari waktu subuh, artinya Bara harus menahan kantuk lebih lama lagi malam ini.
Akhirnya, pria yang sudah mulai tak kuasa menahan kantuk itu berdiri dan melangkah ke dapur villa. Ia harus menyeduhkan kopi untuk dirinya sendiri apabila tidak ingin tertidur begitu saja seperti Aufar.
Tangannya cukup telaten untuk membuka wadah kopi dan menuangkan ke dalam cangkir. Sementara kini ia sibuk mencari letak gula yang entah ditaruh mana oleh Zahra tadi.
"Mas!"
Suara tertahan dari arah mulut dapur membuat Bara terlonjak dan hampir terbentuk pintu laci. Astaga, mengapa istrinya belum tidur juga.
Bara berbalik, "Kenapa, Sayang?" Tanyanya dengan lembut.
Benar, di sana Naqiya dengan baju piyamanya yang telah ganti melangkah ke arah Bara dan menarik tengkuk pria itu agar lekas menunduk. Ada sesuatu yang penting harus ia sampaikan pada Bara.
"Aku nggak bawa pil, Mas," Bisiknya dengan pipi memerah di bawah remangnya cahaya dapur.
Otak Bara agak lemot sedikit saat mendengar bisikan sang istri. "Maksudnya? Pil apa? Obat? Kamu sakit?" Tanyanya berturut-turut.
Decakan Naqiya terdengar, "Bukan, Mas Bara." Binar matanya menjadi sendu saat kegelisahan itu kembali hadir, "Kalo aku hamil lagi gimana?" Putusnya berterus terang.
Eh?
Astaga, Bara baru memahami maksud ucapan istrinya barusan. Maksud Naqiya perkara pil adalah pil kontrasepsi kehamilan alias pencegah kehamilan. Pria itu meringis dan menggaruk kepala belakangnya saat menyadari kebodohannya ini.
Bara menunduk agar telinganya dan telinga Naqiya berjarak deket, "Hamil lagi 'kan ada Papanya juga, apa yang salah?"
"Mas Bara ihh!" Gerutu Naqiya melempar lap bersih ke arah bahu suaminya. "Nggak lulus-lulus nanti aku! Gaza aja masih bayi gitu."
Tawa puas Bara yang telah menggoda istrinya itu nampak. Naqiya menggemaskan sekali saat wanita itu emosi. "Yaudah Mas tanyain Bang Aufar barangkali istrinya punya."
"Heh!!" Seru Naqiya menahan tubuh suaminya dengan mata melotot. "Mas Bara sukanya bunuh diri deh!" Gerutunya. "Mereka bukan anak kecil, pasti tau kenapa tiba-tiba aku nyari pil."
"Mereka juga bukan anak kecil buat tau kegiatan pasangan suami istri, Sayang," Balas Bara masih dengan tutur lembutnya. "Kecuali yang minta anak sekolah baru mereka marah."
Kening Naqiya mengernyit, mencerna ucapan Bara. Memang benar, mereka tidak akan mempermasalahkan sekalipun Bara dan Naqiya melakukannya, tapi tetap saja Naqiya merasa malu.
Tak ada yang melarang pasangan suami istri manapun untuk melakukan hubungan tersebut bukan? Begitu pula dengan Aufar dan Zahra yang tak mungkin melarangnya.
"Ck," Decak Naqiya yang kebingungan. Haruskah ia menahan malu atau kemungkinan dirinya kembali mengandung. "Mas Bara aja yang minta ke Kak Zahra! Males banget aku nggak ada muka," Kesalnya.
Sebelum Naqiya beranjak pergi, langkahnya terhenti saat ada orang yang sedari tadi mereka bicarakan. Ya, Zahra mengernyit menyaksikan pasangan ini.
"Loh, Nay? Kok belum tidur?" Tanya Zahra pada Naqiya. "Istirahat loh kamu jangan capek-capek biar asinya lancar."
Naqiya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ah, Tuhan, bagaimana cara menyampaikan pada Zahra bila dirinya membutuhkan pil kontrasepsi? Lebih baik ia urungkan saja niatnya itu.
"Itu, Kak, kebangun tadi bareng Gaza, tapi sekarang Gaza udah tidur lagi kok," Alibinya sebelum kembali pamit, "Yaudah aku balik kamar dulu ya, udah ngantuk."
Zahra manggut-manggut, "Kamu juga, Bar, katanya tadi nggak mau kopi kok malah bikin sendiri?" Tanyanya kebingungan.
Mendengar ucapan Zahra benar-benar membuat langkah kaki Naqiya terhenti. Astaga, apa barusan Zahra bilang? Bara menolak dibuatkan kopi olehnya dan kini justru membuat minuman itu sendiri?
Pria itu benar-benar menyanggupi perkataannya ya?
Ah, tujuan Naqiya yang tadinya ke kamar kini berubah menjadi bersembunyi di belakang dinding untuk mendengar percakapan kedua orang itu. Tubuh kecilnya di sana hampir tak bisa dilihat oleh mata siapapun.
Bara terkekeh, ia jadi semakin merasa sungkan. "Tadi pengen tiba-tiba, Kak," Ucapnya. "Gulanya mana ya?"
Zahra dengan cepat mengambil wadah gula putih dan membukanya. Tanpa berbicara ia langsung menuangkan beberapa sendok gula ke dalam cangkir berisi kopi itu. "Segini cukup?"
Kepala Bara mengangguk, "Cukup, thanks ya, Kak."
"Okei, kalo ada apa-apa ketok kamarku aja," Ucapnya. "Kalo sungkan, bangunin Bang Aufar," Tambah wanita dengan hijab instan itu. Ia kenal Bara sejak lama dan mengerti bagaimana sifat pria itu.
"Bentar, Kak," Cegah Bara.
Benar saja, Zahra menoleh, "Kenapa, Bar?"
"Apa kamu ada pil?" Tanya Bara yang berhasil membuat mata Naqiya yang tengah menguping rasanya hampir copot keluar. "Pil ajaib pencegah kehamilan." Timpalnya lagi.
Astaga, lagi-lagi Bara serius dengan apa yang ia ucapkan. Pria itu benar-benar menyanggupi tantangan istrinya barusan.
[ B A Y I D O S E N K U 2 ]
PENGUMUMAN LIBUR UPDATE DARA AJUDAN DAN BAYI DOSENKU 2 MINGGU DEPAN KARENA AUTHOR PEKAN UTS! Minta doanya ya semoga lancar dan dimudahkan😭
Yang mau baca duluan chapter selanjutnya sudah ada pdf dan karyakarsa ya!
BARU UP HARI INI DI KARYAKARSA CHAP 24—25! Ayo baca yang mau tau kabarnya fat dan naqiya bisa cuss!😆
karyakarsa.com/fridayukht
atau pdf wa.me/62896032104731