=/= Love

By SangBison

4.9K 205 445

Untuk menjadi lebih baik kita perlu berubah, namun dengan berubah apakah kita selalu jadi lebih baik ? Bagaim... More

Disclaimer
Chapter 1 : Endless Free Fall
Chapter 2 : Good Boy Gone Bad
Chapter 3 : "Kontak"
Chapter 4 : Now and Before
Chapter 5 : Asserting Dominance
Chapter 6 : The First Hit
Chapter 7 : Ally or Foe
Chapter 8 : Student Council
Chapter 10 : Him
Chapter 11 : Memories
Chapter 12 : Blood
Chapter 13 : Theo
Chapter 14 : Dirinya
Chapter 15 : Regret(s)

Chapter 9 : The Terror Behind Her Smile

150 13 38
By SangBison

"Sometimes, the cover can be deceiving..."

---------------------------------------------

Yonat P.O.V.

Ngantuk...

Rasanya hanya itu yang bisa kurasakan hari ini. Baru berapa hari aku menjadi pengurus OSIS, aku mulai menyesali pilihan ini... Tidurku terpangkas bak rumput liar yang dipangkas setiap hari oleh Pak Min.  

Tapi karena permintaan itu datang dari Bu Nadila, aku tak bisa menolaknya. Sulit rasanya diri ini menolak permintaan dari seseorang yang sangat mirip dengan ibu kandungku itu. Mungkin ini hanya pelarianku yang merindukan sosok beliau.

"Yon ke kantin yuk," ucap Dey tiba-tiba. 

Dhea Angelia, entah mengapa aku merasa bingung harus bagaimana bersikap terhadapnya. Bara dendam yang ingin menyakitinya masih menyala terang, Namun di sisi lainnya, aku jujur tak percaya Dey adalah wanita yang akan menghancurkan relasi orang lain. Saat seperti inilah, muka dua perlu diaplikasikan.

"Yuk"

Tak butuh waktu lama bagi kami berdua untuk menuju kantin dan memesan makanan kami masing-masing. Tepat sekali saat itu ada satu meja yang pas untuk kami duduk. 

Kami makan dalam tenang, sesuatu yang jarang terjadi sebetulnya. Apalagi ini Dey yang kita bicarakan. Beberapa hari ini memang ia nampak tak seceria biasanya. 

Aku tak peduli sebetulnya, aku hanya ingin ia menderita. Tapi yang membuatku kesal adalah ada orang lain yang membuatnya menderita, harusnya aku yang melakukannya.

"Yon maaf ya..."

"Hm ?"

"Kemarin tentang Freya...gue gak seharusnya ngebentak lu gitu...sorry...."

Freya ? Oh yang hari itu... Memang reaksinya waktu itu sempat mengejutkanku. Dhea Angelia yang biasanya tersenyum hangat bagai mentari tiba-tiba menjadi hujan deras diikuti petir yang menyambar kuat. 

"Gue kebawa emosi sampe lupa kalo lu anak baru yang gak tau tentang masalah itu. Maaf..."

"Gapapa Dey, gue gak ambil hati kok. Gak sopan juga gue waktu itu sok-sokan masuk ke urusan pribadi lu. Sorry ya emang gue yang salah"

"Eh gue harusnye yang minta maap, ni susu kotak buat lu"

Dey meletakan susu kotak rasa strawberry di depanku. Aksi kecil itu entah mengapa membuatku tersenyum kecil secara reflek. 

"Emang cara lu buat bikin orang seneng tu via ngasih makanan/minuman gitu ye"

"Yeh kalo gak mau gue ambil lagi ni"

"Eits jangan dong maniez~"

Aku menutup mulutku secepat kilat. The hell was that ? Aku memang terkadang menggunakan kata "manis" untuk bercanda, aku lupa itu inside jokes yang tak bisa kugunakan seenaknya seperti barusan.

"M-manis ?"

DUH MALU GUE ! MAKSUDNYA GAK GITU !

"E-eh sorry Dey, itu inside jokes yang gak harusnya gue pake sorry-sorry"

"O-oh...i-iya gapapa kok haha..."

Yah jadi awkward deh, mampus dah kering ni meja obrolannya. Harus ngomong apa coba...Authornya aja bingung harus nulis apa bagian ini...

"Eh Dhea, sorry ganggu gak ? Gue mau nanya buat persami-"

"EH IYA GAPAPA KOK YUK, YON NANTI LAGI YA !"

Dey menghilang secepat kabut bersama teman pembina pramukanya itu. Dhea-Dhea...Lucu juga lama-lama gue liatin...

"Senyum-senyum sendiri ni aku liat-liat"

Suara yang tak asing itu berbicara di kananku. Wajah yang lama tak kulihat, sekutu yang akan membantuku membuat Dey menderita. 

"Eh Frey"

"Manis ya ?"

"Eh becandaan doang itu"

Freya menunjukkan senyum karamel di wajahnya. Siapapun rasanya akan meleleh, namun aku tau ada makna lain yang bersembunyi di baliknya.

"Bukan urusan aku si, yang penting aku tau kita masih di pihak yang sama. Ya kan Bang Yon ?" 

Nada dari akhiran kalimat itu terasa mengancam. Usaha yang patut diapresiasi, namun aku tak takut dengannya. 

"Gue udah bilang itu bercanda doang," balasku serius. 

"Good, Bang Yon malem ini free ? Aku mau ngobrolin tentang rencana kita."

Freya pergi meninggalkanku tanpa memberikan arahan lebih lanjut dari apa yang ia maksud. Tak lama, handphoneku bergetar. Sebuah alamat dan pesan berisi "Jam 9 malam ini". Kayanya bakal capek banget hari ini...

***

"Ya Lord ngantuk parah..."

Aku mengangkat tangan, lelah dengan pekerjaan yang kukerjakan saat ini. Waktu menunjukkan pukul 17:00, masih sore memang tapi aku jujur sudah tak tahan dan ingin tidur saja. 

"Capek yak Yon ?" sebut Indah yang seketika berhenti menulis di buku akuntansi itu. 

"Parah, minum yang seger-seger pasti enak ni..."

"Mau es degan depan Yon ? Lu belom nyoba kan ?" ucap Aldo dengan semangat. 

"IH MAUU JUGA" sambung Flora.

"EH JANGAN ! BAHAYA !"

Mata kami tertuju ke Oniel yang tiba-tiba berdiri sambil menggebrak meja. Kata "bahaya" itu seakan menyalakan lampu siagaku. Pikiranku sudah mengarah ke kandungan es tersebut yang mungkin berbahaya, apakah memakai gul-

"Nanti kalian jadi Deg-Degan..."

.

..

...

"Niel....." sebut Aldo lemas. 

"Yon maaf ya, Oniel emang suka gin-"

"BUAHAHAHAHAHAHA DEG-DEGAN ANJIR ADUH...PERUT GUE"

Seperti dirasuki, entah mengapa aku tertawa begitu lepas mendengar jokes itu. Kalo dibaca ulang jujur aku tak menemukan titik yang sekiranya bisa menggetarkan kotak tertawaku. Namun ketika dilempar dadakan seperti itu, terdengar begitu lucu.

"IH TUH KAN ? JOKES GUE LUCU !" sebut Oniel dengan nada bangga. 

Mungkin ada lima menit aku tertawa terbahak-bahak karena lemparan jokes random itu. Sebuah jokes yang malah kayaknya bukan jokes, lebih ke pun sederhana yang aku yakin di lempar tanpa pikir panjang oleh Oniel. Aduh...ampun..mules...

"Jokesnya cocok ya kalian..." ucap Indah sembari melanjutkan tulisan tangannya. 

"Gak nyangka gue Yon, ternyata recehan juga lu," sambung Aldo yang masih menggelengkan kepalanya. 

Setelah nafas ini kembali normal, kami sepakat untuk membeli es deg-degan...pft...aduh jangan ketawa lagi dong...

Kami sepakat untuk membeli es yang disebutkan itu di depan. Aldo yang kebetulan sudah sohib dengan akang yang menjual menawarkan diri untuk membeli minuman penyegar itu.

"Misi bree..."

Suara itu mengalihkan perhatian kami berlima. Di pintu masuk ruang osis itu berdiri seorang siswa yang jujur tak kukenali. Ya iyalah baru juga berapa minggu disini, gak mungkin juga langsung kenal semua. 

"Eh Dio, kenapa-kenapa ?" Oniel menyambut tamu itu dengan hangat. 

"Oh ini niel, gue mau ngasih RAB buat klub futsal tahun ini."

"Wih makasi-"

"Bentar-Kan kemarin dibilang kumpulin pas Rapat General minggu depan ? Kenapa lu kumpul sekarang ?"

Aku tak mampu menahan pertanyaan itu sambil melihatnya serius. Jujur saja, aku paling tak suka orang yang tak bisa mengikuti arahan. Kalau memang tidak sepakat kenapa tidak disampaikan ketika meeting kemarin ? 

"Oh sorry ni siapa nama lu kemarin ? Yonat ya ? Gue emang biasa ngumpulin lebih cepet kok. Btw, kalian liat Gita ?"

"Gue belom kelar ngomong"

Ia kembali mengalihkan perhatiannya ke aku. Siapa sih si Dio ini ? Mukanya saja sudah membuatku kesal. Aku mengambil folder berisi RAB itu dari Oniel dan memberikannya kembali ke Dio. 

"Nih, bawa lagi di RG nanti. Tujuan gue bilang gini biar lu simpen RAB ini, kalo ilang kan repot hasil kerja keras lu sama anak-anak."

"Ilang ? Kan di taro di sini. Gak bakal ilang lah."

Arogansi ? Terlalu pede ? Ya itu yang kurasakan dari manusia bernama Dio ini. Pendek kata, ia menyebalkan. Kuberikan anjuran agar kerja kerasnya menyusun RAB itu tidak hilang, malah ia balikan dengan alasan "Gak bakal ilang". 

"Gue titip aja, nih nanti gue lupa. Asli Gita mana sih ?"

Ia mendorong kertas itu ke diriku, tapi rasanya itu lebih dari sekedar dorongan. Ia menatapku dengan mata menantang, jelas-jelas berusaha mengejekku. 

"Eh bajinga-"

"YON !"

Suara yang familiar itu menghentikan bentakan dariku terhadap Dio. Tak lain tak bukan suara itu adalah milik ketua osis sekolah ini. 

"Eh Gita, kemana aja sayan-"

"Lu ngapain kesini ? Kalo urusan lu emang cuma buat ngasih RAB taro buru terus pergi"

Aku tau Gita adalah perempuan yang dingin, ya memang banyak laki-laki yang takut akan dirinya. Namun untuk pertama kalinya, hawa dingin ini begitu menusuk sampai aku juga terpengaruh olehnya. 

"Ih gue kan kangen sama lu-"

"Pergi sebelum gue pukul"

Kata-kata Gita rasanya tak berguna bagi pria bernama Dio ini. Apakah otak dia bermasalah atau apa, yang jelas ia tak mampu mengikuti dan menangkap sinyal dari nada ketus Gita. Entah acuh atau tak peka.

"Gita tapi gue-"

"Udah keluar ayok" 

Aldo yang sejak tadi hanya berdiri diam bergerak tiba-tiba menarik Dio keluar. Ia tampaknya juga sudah muak dengan kelakuan Dio yang berusaha membuat ruang osis ini menjadi tempat bermesraannya. 

Gita menghela nafas dan menjatuhkan pundaknya, ia tampak begitu lega siswa bernama Dio itu meninggalkannya. Dirinya kembali duduk di kursi ketua OSIS-nya dan kembali disibukkan dengan setumpuk kertas dan dokumen yang harus ia baca. 

"Git"

"Jangan tanya kenapa, gue gak mau bahas-"

"Engga, gue cuma pengen nanya. Lu gapapa ?"

Aku sendiri tak paham mengapa pertanyaan itu keluar dari mulutku, melihatnya begitu berbeda membuatku tak tahan untuk memastikan keadaannya. Pendiam seperti Gita cenderung memendam apa yang ia rasakan. Gita hanya menatapku, ia tampak heran sebelum akhirnya menjawabku dengan satu tarikan nafas...

"Bukan urusan lu Yon..."

***

Aku memacu kuda hitam bermesin ini lagi, membelah malam yang dingin ditemani bulan yang bersinar terang. Jika ditanya kemana, jawabku entahlah. Aku hanya mengikuti suara google maps yang membawaku ke tujuan. 

Lokasi yang dimaksud oleh Freya jujur cukup jauh dari tempat tinggalku maupun sekolah kami. Bahasan malam yang bertemakan "Rencana Menyakiti Dey" hanya ada di kepalaku. Semoga malam ini rencana itu bisa meyakinkan niatku.

Aku terus bertanya pada diriku sendiri. Mengapa aku melakukan ini kepada Dey ? Apakah memang benar dia salah ? Dia tidak terlihat seperti orang yang akan melakukan hal seperti itu. Apakah aku hanya membencinya karena kepalaku dipenuhi emosi dan tak punya tempat pelampiasan dendam karena Ardi belum kutemukan ?

Ataukah bara kebencian ini benar apabila kuarahkan pada Dey ? Dialah orang yang mengenalkan Chika pada bajingan itu. Jika ia tak bertemu dengan Dey, Chika tidak akan melakukan hal yang begitu kubenci itu. Dey tetap bersalah disini. 

Aku menginjak rem belakang, menghentikan laju kuda hitam ini tepat di posisi aku berhenti. Sebuah lapangan kosong yang sepi akan kehidupan. Lampu taman oranye yang menyorot ke bawah itu hanya satu-satunya sumber cahaya yang ada. Aku kembali membaca alamat dan peta yang membawaku kesini, iya inilah tempatnya. 

Aku menaikkan visor untuk melihat keadaan sekeliling, berusaha mencari sosok yang kukenali. Alih-alih mengenali seseorang, aku justru mendapatkan panggilan dari depan. 

"Woi Freya mana ?"

Seorang pemuda, berjalan perlahan sambil membawa rantai beserta gir. Siapa lagi ini anjir ?

"Nah iya, mana tu bocah ? Sebel banget gue baca undangan dia", 

Tambah seorang siswa lagi yang datang membawa bat pemukul kasti yang terlihat cukup berat. Ia tak datang sendiri, beberapa orang yang sama suramnya juga mengikuti langkahnya dari belakang. Dari mana mereka tahu aku memiliki kaitan dengan Freya ?

"Lu anak Guerilla kan ?"

Guerilla, rasanya aku pernah mendengar Freya menyebutkan itu. Kalau tidak salah itu nama "geng" yang dikepalai oleh Freya. Tapi dari mana dia tahu aku terlibat dengan Frey- sebentar ini....

Aku menarik sebuah sticker yang tertempel tidak begitu rapi di bagian depan motorku itu. Sebuah sticker tempelan bertuliskan "Guerilla", SIAPE YANG NEMPELIN WOI !

"AH UDAH SINI MAJU LO !"

Salah satu kepala grup itu memulai pertarungan sepihak ini dengan keras. Langkahnya diikuti oleh grup lain yang hadir juga di situ dan menyimpan masalah yang sama terhadap Freya. 

Aku kembali memacu motorku. Jika ada senjata yang paling efektif untuk menghadapi cecunguk dalam jumlah banyak, saat ini yang paling cocok adalah roda belakang dari kuda hitam ini. 

Rasa takut mereka muncul ketika aku melaju kencang ke arah mereka dan menginjak rem untuk mengangkat roda belakang ini. Tujuannya ? Menampar bocah-bocah ini dengan roda belakang rasa aspal dan debu. 

Serangan itu cukup efektif untuk menjatuhkan cukup banyak orang, khususnya anak buah mereka.

"TURUN SINI LU KALO BERANI !"

Aku tersenyum mendengar tawaran menarik itu. Standar satu cukup untuk menyangga tubuh motor ini sebelum aku turun dan mengambil salah satu tongkat besi yang sudah tidak dipakai itu. Namun belum sempat aku melayangkan serangan.

"UGH !"

Suara besi keras berbenturan diikuti dengan tubuh dua orang itu yang jatuh ke depan. Di belakang mereka berdiri Freya dan salah satu anak buahnya ditemani besi tebal yang sepertinya mereka gunakan untuk melumpuhkan lawan. 

"Gampang juga ternyata," sebut Freya ditemani senyum karamelnya itu, sungguh ada sesuatu hal mengerikan yang disembunyikan di balik manisnya senyum itu. 

Aku menghela nafas, melihat sekelilingku ini terlihat seperti sebuah medan perang dengan begitu banyaknya tubuh tak sadarkan diri. It was a fun fight, but not enough to make me excited. Aku justru merasa tersinggung dengan Freya yang menarikku dalam perkara ini. 

Tak butuh waktu lama, tangan kananku menggenggam kerah Freya dan menariknya. Mata kami bertemu walau dengan dua rasa yang berbeda. Aku yang dipenuhi amarah dan dia yang nampak tenang bagaikan air. 

"Maksud lu apa Frey ngundang gue kesini ?"

"Ujian"

"Lu jangan bercanda Frey, buat apa ?!"

"Buat ngetes apa kamu sebenernya loyal ke aku"

"Loyal ? Pft...."

Aku melempar kerah Freya, tak percaya dengan apa yang kudengar. Loyal ? Dia pikir aku apa ? Anjing peliharaan miliknya ? 

"Gue tegasin Frey, gue bukan anak buah lu. Jangan anggep gue bagian dari geng kecil yang gak berguna punya lu itu."

Perkataan itu keluar spontan, jujur aku tak mampu menahan rasa kesal itu. Tapi rasanya yang kesal bukan hanya aku. Anak buah Freya tampak kesal setelah kalimat itu keluar dari mulutku. Rasanya akan lucu jika aku panasi mereka lagi. 

"Iya lu semua ! Gue jamin, lu semua gak punya kemampuan tarung kan ? Makanya cuma muncul di akhir pas mereka semua udah capek. Lu pada aja gak bisa ngelindungin ketua lu si Freya. MALU HARUSNYA LU SEMUA !"

"ANJING LU YON-"

"DIAM !" 

Bentak Freya kepada anak buahnya itu, senyum tadi kini sudah menghilang dengan tatapan tajam darinya. Ia berjalan mendekati anak buahnya dan tak lama, telapak tangannya dengan keras menampar wajah bawahannya itu.

"Yon maaf, bukan aku gak percaya sama kamu tapi kejadian tadi siang cukup buat bikin aku ragu sama perjanjian kita. Setelah malem ini, aku harap kita berdua sama-sama bisa komitmen"

"Frey, selama gue masih punya rasa dendam ini, tujuan kita pasti bakal sama."

"Iya aku tau, tapi ada satu hal yang harus kamu garis bawahi....

"Hm ?"

"Sampe kapan rasa itu bakal ada di kamu ?"

-x-

Words count : 2159

Makasii yak udah baca chapter ini, jan lupa pencet tombol bintang di pojok kiri bawah biar nyala-nyala hehe

Minggu ini feelingnya agak campur-campur, STS Oniel & Atin tapi ada last show-nya Jesslyn :")

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 85.3K 192
"Oppa", she called. "Yes, princess", seven voices replied back. It's a book about pure sibling bond. I don't own anything except the storyline.
195K 5.7K 71
Daphne Bridgerton might have been the 1813 debutant diamond, but she wasn't the only miss to stand out that season. Behind her was a close second, he...
1M 62.4K 119
Kira Kokoa was a completely normal girl... At least that's what she wants you to believe. A brilliant mind-reader that's been masquerading as quirkle...
178K 3.7K 46
"You brush past me in the hallway And you don't think I can see ya, do ya? I've been watchin' you for ages And I spend my time tryin' not to feel it"...