ALFARIS

By Kembang_Tulip

1.2M 70.3K 3.3K

"Kiw, bentar lagi ada yang mau nikah, nih." *** "Aku titip dia." "A-aku." *** "SAH!!" "Emm, bang." "Jangan... More

Part 01 (PROLOG)
Part 02
Part 03
Part 04
Part 05
Part 06
Part 07
Part 08
Part 09
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Part 56
Part 58
Part 59
Part 60
part 61

Part 57

15.3K 789 96
By Kembang_Tulip

2 Oktober 2022

•Happy Reading•

"Aku, hamil."

Alfaris diam tak menunjukkan ekspresi apapun. Lelaki itu berasumsi sendiri bahwa Fania sedang berusaha membohonginya.

Keterdiaman Alfaris membuat Fania gelisah, "ini anak kamu," sambung Fania.

Alfaris menatap Fania intens. "Fania, kehamilan itu bukan sesuatu yang bisa di jadikan candaan," tegur Alfaris tak suka.

"Aku lagi nggak bercanda, apa bukti testpack ini kurang kuat untuk buat kamu percaya?" Fania kembali membuka tasnya dan mengambil sebuah amplop dari dalam sana. "Uni surat dari dokter, yang pasti valid."

Alfaris mengambil amplop dari genggaman Fania dengan ragu. Laki-laki itu membuka amplop tersebut dan mengeluarkan selembar kertas lalu membacanya dengan seksama.

Deg!

Alfaris buru-buru memasukkan selembar kertas tadi kedalam amplop lagi, "aku nggak percaya," katanya yakin.

Fania terkejut mendengar jawaban Alfaris, "maksud kamu nggak percaya gimana? Kamu bakal tanggung jawab kan? Kamu nggak boleh lari dari tanggung jawab gitu aja Al, Alfaris yang aku kenal itu bijaksana dan bisa mengambil keputusan dengan tepat."

"Sekarang kamu pulang dulu," usir Alfaris berat hati.

Fania memandang Alfaris dengan tatapan tak percaya, "kamu ngusir aku? Aku ini lagi ngandung anak kamu Al, emang wajar kalau kamu usir gitu aja?"

"Pulang, Fan."

Kali ini tatapan Fania terlihat kecewa, "kamu nggak menginginkan bayi ini? Kamu nggak sayang sama darah daging kamu sendiri?"

Alfaris mengacak rambutnya frustasi. "Arghh! PULANG, FANIA!"

Tubuh Fania seketika bergetar ketakutan, "aku kecewa sama kamu" ucap perempuan itu sebelum pergi meninggalkan Alfaris.

Alfaris masih mengatur nafasnya yang tersengal-senggal. Mata lelaki itu tampak merah seperti sedang memendam amarah. "ARGHHH!!" Alfaris langsung melampiaskan emosinya kepada pot yang berada di depannya.

Alfaris memilih masuk untuk merendam emosinya. Baru sampai di depan pintu, Alfaris langsung terkejut melihat keberadaan Aurel di sana. Alfaris mematung dan kaku.

"Aurel?"

Aurel tampak kebingungan. "Fanianya kemana kak? Kok nggak ada? Padahal udah Aurel buatin minuman."

Alfaris menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "tadi buru-buru pulang, kayaknya ada urusan."

"Kok nggak pamit?"

"Kan buru-buru."

Aurel hanya mengangguk singkat, walaupun dirinya masih kurang percaya dan merasa janggal.

"Masuk aja yuk," ajak Alfaris.

"Yaudah ayo."

Setelah mendapat persetujuan, Alfaris langsung langsung mengunci pintu utama dan membawa Aurel ke kamar. Aurel hanya menurut saja saat tangannya di tarik sang suami.

Begitu sampai di kamar Alfaris langsung duduk di kasur, "sini," dia menepuk sisi kasur sebelah kanannya duduk.

Aurel menurut, "kenapa?"

Tanpa aba-aba Alfaris langsung menarik tubuh Aurel untuk di dekap. Laki-laki itu menyembunyikan wajahnya dicurug leher istrinya, menghirup dalam-dalam aroma dari dalam tubuh Aurel yang membuatnya tenang.

Aurel tertawa pelan karena geli, "ihh geli! Kenapa sih? Tumben banget gini."

Alfaris mengangkat wajahnya, "nggak papa, emang nggak boleh deket istri?"

Tangan Aurel terangkat untuk mengusap rambut suaminya kebelakang, "nggak papa, tapi tumben aja."

Bibir Alfaris melengkung lalu kembali mendekap Aurel dengan erat. Hal itu tentu membuat Aurel merasa bahwa suaminya sedang tidak baik-baik saja.

"Kakak kenapa? Ada yang mau diceritain?"

"Nggak papa," jawab Alfaris lirih.

"Atau lagi mau sesuatu ya? Coba bilang."

"Iya," jawab lelaki itu pada akhirnya.

"Mau apa?" tanya Aurel pada suaminya.

"Mau kamu," balas Alfaris dengan suara yang serak.

Aurel sedikit tersentak, ia ingin melepaskan diri dari pelukan Alfaris, tapi bukannya di lepaskan, Alfaris malah semakin mengeratkan pelukannya.

***

Seharian ini Alfaris menghabiskan waktunya untuk bermanja-manja dengan Aurel, seakan tak akan ada hari lagi. Lelaki itu selalu merengek saat Aurel akan beranjak sedikit saja.

"Mau apa lagi?" tanya Aurel jengah begitu lengannya di tarik pelan oleh suaminya.

"Sini aja," ucap Alfaris dengan nada manja dan wajah memelasnya.

Aurel sendiri sampai di buat kebingungan dengan sikap manja suaminya yang sangat tiba-tiba.

"Sini, sayang," panggil Alfaris lagi saat melihat Aurel hanya diam tak berkutik.

"Iya, iya," pasrah perempuan itu.

Alfaris menarik Aurel untuk mendekat lalu dirinya langsung memeluk erat tubuh mungil istrinya, "jangan pergii," gumamnya dengan mata tertutup.

Aurel menjawab, "iya," tangannya terulur mengusap pelan rambut hitam lebat milik Alfaris. Perempuan itu terkekeh saat Alfaris dengan mata tertutup nya menggenggam tangan Aurel agar tak pergi kemana-mana.

Aurel kembali tersenyum tipis melihat dirinya yang dengan gampang menidurkan sosok Alfaris, buktinya saat ini Alfaris sudah kembali terlelap.

Tetapi, tak berselang lama senyum itu memudar, "ada yang kamu sembunyiin ya?" gumam Aurel pelan dengan nada ragu.

***

Hari sudah berganti dan bergilir. Pagi ini Alfaris berniat meluruskan masalah kemarin yang membuat kepalanya hampir pecah. Kemarin Alfaris memang tak bisa langsung menyelesaikan masalah ini karena dirinya sedang merasa sangat membutuhkan Aurel di saat-saat begini.

Bukan berarti Alfaris lepas tanggung jawab begitu saja, tapi anggap lah Alfaris ini pengecut yang sangat takut kehilangan istrinya jika dia salah mengambil tindakan.

Langkah kaki lelaki itu berjalan ke arah ruangannya sendiri, Fania pasti berada di sana. Ternyata prediksi itu sangat tepat, Fania terlihat tersenyum sumringah melihat Alfaris mendekat ke arahnya.

Alfaris masih berjalan lurus tanpa mengeluarkan ekspresi apapun. Begitu sampai di meja kerjanya dia langsung duduk di sana.

"Hari ini jadwalnya apa?" ujar Alfaris basa-basi.

Fania tak menjawab dan melebarkan senyumnya lalu memeluk Alfaris tanpa permisi, "kapan kamu nikahin aku, Al?" tanya Fania dengan entang.

Alfaris bergerak tak nyaman dan melepas tangan Fania dari pinggangnya dengan perlahan, "nggak usah ngawur, kamu."

Perempuan di samping Alfaris itu memanyunkan bibirnya, "loh kenapa? Kamu udah tau kan aku positif hamil, terus langkah apalagi yang harus kita ambil selain nikah?"

"Kalau seandainya aku ngerasa anak itu anak aku, aku pasti tanggung jawab Fan. Tapi maaf, aku benar-benar yakin, anak itu bukan darah daging aku," jelas Alfaris pelan-pelan tanpa berniat menyakiti satu pihak.

PYARR!!!!

"MAKSUD KAMU APA?"

Alfaris hanya diam memperhatikan apa yang di lakukan Fania.

"Kamu bisa ngomong gitu karena kamu nggak ngerasain! Sedangkan aku ngerasain, Al!"

Fania mendongak keatas untuk menyeka air matanya yang hampir jatuh, "sakit Al, Kamu selalu mikirin Aurel! Perasaan Aurel terus yang kamu jaga, aku kapan?"

"Nggak usah bawa-bawa Aurel," cetus Alfaris tak suka.

Fania menggeleng tak percaya. "s
Sekarang posisinya aku sama Aurel sama, kita sama-sama mengandung anak kamu. Terus gimana cara kamu menunjukkan sikap adil kamu buat kita?!"

"Kamu jangan egois! Kamu nggak tau kan, akhir-akhir ini aku ngerasa berat banget. Morning sickness, sakit kepala, badan sakit semua, dan di saat-saat begini nggak ada yang nemenin aku! Aku sendiri Al."

"Kalau begini sama aja kamu menyiksa aku! Menyiksa anak kamu juga!"

Alfaris berdiri hendak menenangkan Fania yang tampak sangat kacau. "JANGAN MAJU!" tolak Fania keras.

Perempuan itu menatap manik mata Alfaris dalam-dalam. "Nggak ada cara lain, aku harus lakuin ini kalau kamu nggak mau nikahin aku."

Alfaris langsung menatap tajam Fania, "jangan gegabah!"

Fania tersenyum smirk, "kenapa? Kamu nggak peduli kan sama janin ini? Bahkan kamu nggak mengakui janin ini, kalau gitu buat apa janin ini hadir? Janin ini cuma jadi beban buat aku."

Alfaris menggeleng tak percaya, "punya otak di pake! Anak itu nggak salah apa-apa, dia nggak bisa milih terlahir dari rahim siapa, kamu sebagai ibu dengan kejamnya mau bunuh dia?"

Fania terlihat tidak peduli, perempuan itu masih terselimuti rasa sakit hati. Alfaris membelalakan mata begitu melihat Fania dengan nekat memecahkan sebuah vas bunga, lalu mengambil serpihan vas kaca itu dan mengarahkan ke lehernya.

"Kalau aku mati otomatis anak aku ikut mati, nggak ada yang menginginkan kehadiran kita disini," lirih Fania bertambah kacau.

Alfaris mengambil ancang-ancang untuk menarik tangan Fania dan menjauhkannya serpihan vas itu, tapi Fania langsung bersuara, "kamu maju satu langkah, aku tancepin kaca ini," lirih perempuan itu dengan pandangan kosong.

Lagi-lagi Alfaris diam tak berani bergerak. "Cuma satu cara yang bisa selamatin anak kamu, kamu harus mau tanggung jawab dan nikahin aku," cecar Fania tak masuk akal.

"Jangan kayak gini Fan," cegah Alfaris berusaha tenang. Lelaki itu ingin sekali menarik kaca di tangan Fania dengan satu kali tarikan, tapi takut Fania bertambah nekat.

"Kamu cuma bisa ngomong gitu?" Fania menertawakan dirinya sendiri, "coba kalau Aurel yang kayak gini, kamu pasti panik banget, kamu bakal lakuin apa aja yang penting Aurel enggak nekat kan? Kenapa saat aku yang ada di posisi ini kamu cuma bisa ngomong gitu?!"

Alfaris benar-benar kebingungan. Bingung harus bertindak bagaimana.

"JAWAB AL! MANA JAWABAN KAMU!"

Alfaris gelagapan, "kasih aku waktu."

"Waktu buat apa lagi?!!" Fania menjeda ucapannya, "berani berbuat, harus berani bertanggung jawab, Al."

Alfaris menggeleng, "tapi aku nggak---"

"Stop-stop! Kamu memang pengecut!" tanpa berpikir panjang Fania menambah kedekatan pecahan kaca ke lehernya.

"FANIA!" Dengan gesit Alfaris menubruk badan Fania dan mendekapnya, lalu tangannya dengan pelan mengambil kaca di tangan Fania.

Fania terisak di dalam pelukan Alfaris, ia mengeratkan pelukannya. "Kenapa semua orang jahat," isaknya. "Aku cuma mau keadilan, enggak lebih," lirihnya semakin terisak.

Tangan Alfaris tergerak untuk mengusap lembut rambut Fania. "Bukan gini caranya, Fan."

Selanjutnya ruangan kedap suara itu hanya berisi isakan dari mulut Fania dan dekapan yang di berikan Alfaris.

"Fania," panggil Alfaris begitu Fania sudah mulai tenang.

Mata lelaki itu bertemu dengan iris mata Fania, "aku bakal selalu nemenin kamu, aku juga bakal bantu cari ayah kandung anak kamu. Aku nggak akan lepas tanggung jawab gitu aja."

Alfaris berbicara seperti itu karena dirinya benar-benar yakin seratus persen jika anak yang di kandung Fania bukan darah dagingnya. Bahkan Alfaris berani bersumpah.

Fania hanya diam, dia malas berdebat lagi dengan Alfaris. Setidaknya dia mendapat dekapan dari lelaki itu yang membuatnya berpikir dua kali untuk membunuh bayinya.

***

Siang ini teman-teman Alfaris mendadak mengajak berkumpul. Mereka akhirnya memutuskan untuk berkumpul di rumah Rey, di sana terdengar sangat ramai karena adanya bayi.

"Cantik banget gilak, cocok nih jadi girlfriend gue!" puji Ardi sembari memperhatikan wajah cantik milik anak Rey.

Rey yang masih menggendong anaknya itupun menjitak keras kening Ardi, "mimpi! Enggak sudi gue anak gue sama tua bangka kayak lo."

Alfaris tertawa pelan, "cantik, mirip mamanya," giliran Alfaris yang memuji putri kecil Rey.

"Thanks ya, bye the way udah tau jenis kelaminnya Alfaris junior belum, nih?" Rey bertanya.

Alfaris menggeleng tak tahu, "belum tau."

Ardi menepuk punggung Alfaris penuh bangga, "kalau cowok pasti ganteng kayak lo, secara kan lo ketampanannya melebihi kapasitas."

Azka yang sedari tadi diam mengangguk setuju. "Aurel nya aja titisan dewi, enggak kebayang deh gimana sempurna nya anak kalian."

Mengingat Aurel lagi membuat dada Alfaris sesak.

"Gue bisa minta tolong nggak sama kalian?" Semuanya terdiam sejenak kebingungan, tapi tak lama kemudian mengangguk.

"Minta tolong apa, Al?" tanya Rey sembari menepuk-nepuk punggung putrinya yang berada di pangkuan lelaki itu.

"Fania hamil."

"HAH?" kaget semuanya.

"Bukannya dia belum nikah ya? Masa hamil di luar nikah?" Ardi sampai melongo tak percaya.

Azka bersuara dengan penuh rasa penasarannya. "Tapi dari wajahnya kayak perempuan baik-baik kok, nggak mungkin gitu lah."

"Jahat banget yang hamilin," pendapat Rey.

Ardi, Azka dan Rey menatap Alfaris curiga, "terus lo mau minta tolong apa?"

Alfaris bisa melihat tatapan sahabatnya yang terlihat curiga kepadanya, pasti mereka mengira Alfaris yang menghamili Fania.

"Fania minta gue yang tanggung jawab."

***

JANGAN LUPA DI VOTE!!

LANJUT??

Continue Reading

You'll Also Like

16.8M 729K 42
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
143K 4K 12
Marcus yang digangguin sama arwah binal di rumah neneknya. Kuat gak ya Marcus menghadapi godaan dari setan cantik tapi binal itu? Cerita remake denga...
22.6K 688 15
[ Follow sebelum membaca ] Menceritakan tentang seorang anak motor yang mengajar di salah satu universitas ternama. Siapa yang tidak tertarik dengan...
855 230 9
⚠️FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!!!⚠️ CERITA INI MENGANDUNG KATA-KATA KASAR, HARAP BIJAK DALAM MEMBACA!!! Follow juga instagram author: @Senjakuindah_ ...