Orion - Bagian 1 Batu Berharga

By Zero_Zeal

327 67 30

Lenan bermimpi menjadi anak SMA yang bersantai di ruangan milik pribadinya sendiri. Tapi, Dina tiba-tiba munc... More

Prolog: Laboratorium
Chapter 1.1: Teropong Bintang
Chapter 1.2: Teropong Bintang
Chapter 2.1: Kalung Meteor
Chapter 2.2: Kalung Meteor
Chapter 3.1: Aku Hantunya
Chapter 3.2: Aku Hantunya
Chapter 3.3: Aku Hantunya
Chapter 4.1: Penglihatan
Chapter 5.1: Malaikat dan Iblis
Chapter 5.2: Malaikat dan Iblis

Chapter 4.2: Penglihatan

8 3 0
By Zero_Zeal

Tubuhku seketika menjadi kaku. Pikiranku dipenuhi hal-hal aneh yang akan kulihat setelah mendengar seseorang memanggilku. Rasa takut dan penasaran berputar-putar di kepalaku. Aku memejamkan mataku. Suara derit lantai kayu membuatku mematung. Sampai pundakku ditepuk kemudian ditarik sampai tubuhku berputar ke arah sebaliknya.

"Lenan, ada apa? Apa kamu kerasukan? Buka matamu!" Seseorang memegang kedua pundakku dan menggoyangkan tubuhku.

Mataku seketika ku buka selebar-lebarnya. "Oh itu kamu Rio," ucapku lega.

"Iya ini aku, ada apa denganmu? Kenapa ketakutan begitu?" tanya Rio kemudian duduk di kursi.

Aku juga segera duduk di sebelah Rio. Aku memperlihatkannya sebuah buku dan menjelaskan semua padanya.

"Seram banget Lenan, apa ruangan ini memang ada penghuni yang lain ya selain kita. Apa yang di katakan Putri betul kalau hantu itu bisa berinteraksi dengan manusia?" ucap Rio bertanya-tanya.

"Entahlah aku juga bingung, apa mungkin itu cuma tikus atau angin yang bertiup sampai buku tebal ini bisa terjatuh dari tempatnya," jelasku.

Rio mengangguk, "Bisa jadi seperti itu juga sih."

"Lalu kenapa kamu malah kembali ke sini?" tanyaku.

"Aku mau mengambil mainan magnetku lalu langsung pulang. Tapi, aku melihatmu mematung di depan jendela," jelas Rio.

Aku memberikan magnet-magnet yang kumainkan dari tadi dan berkata, "Oh magnet-magnet ini punyamu. Kenapa waktu cepat sekali berlalu. Padahal aku merasa baru sepuluh menit. Aku berdiri di sana karena terus memikirkan apa maksud dari kata ini."

Aku menunjuk satu kalimat yang membuatku bertanya-tanya apa maksudnya.

Rio melihat kalimatnya dan mulai menopang dagu. "Apa kamu punya sesuatu yang ingin di tanyakan pada seseorang?"

"Hmm." Aku memegangi daguku sambil menggali ingatanku.

Aku terpikir satu hal. "Ah aku ingat!" kataku.

"Nah kamu mau bertanya pada siapa dan tanya apa kalau boleh tahu juga?" tanya Rio yang penasaran.

"Aku mau bertanya PADAMU!" teriakku di hadapan wajah Rio.

"Hah AKU?" Rio kaget sampai hampir terjatuh dari kursinya.

Tanganku menarik lengan Rio yang hampir terjatuh dari kursi.

"Iya aku ingin bertanya padamu tentang frekuensi yang kamu katakan tadi siang," jelasku.

Rio tiba-tiba berdiri dari kursi. Dia berjalan mengelilingi meja sambil berbicara.

Rio berkata, "Aku akan menjawabnya jika kamu menjawab pertanyaanku juga." Rio kemudian duduk di kursi. Sekarang dia berhadapan denganku.

Mengapa suasananya jadi begitu serius. Apa sepenting itukah informasi tentang frekuensi sampai aku harus barter dengannya. Tapi, bagaimana pun aku juga memang ingin tahu apa hubungan frekuensi dan hantu yang dia katakan.

"Oke setuju. Kalau begitu cepat jelaskan padaku," kataku.

Rio mengeluarkan sebuah kertas dan pensil dari dalam tas miliknya. Kemudian mulai membuat sebuah ilustrasi.

"Semua hal yang ada di dunia ini adalah energi, getaran dan frekuensi. Manusia tentu saja menghasilkan hal itu juga, bahkan sangat kuat. Lalu bagaimana dengan hantu? Tentu saja mereka juga mengeluarkan energi, getaran, dan frekuensi," jelas Rio sambil menggambarkannya di atas selembar kertas.

"Apa kamu bisa melihat frekuensi?" tanyaku dengan wajah yang serius.

"Kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu Lenan?" tanya Rio.

"Karena kamu berbicara, menggambar dan menjelaskan seakan-akan semua itu nyata. Lalu coba jawab apa kamu bisa melihat energi hantu?" jelasku sambil menunjukkan gambarannya.

"Lenan kamu sudah bertanya, sekarang giliranku bertanya," ucap Rio, "apa yang kamu lakukan di villa waktu itu bersama Dina?"

Aku meraba leher belakangku kemudian berkata, "Tidak ada, aku hanya berkeliling."

"Jangan berbohong Lenan. Aku bisa melihat energi yang aneh darimu. Lagi pula bahasa tubuhmu tidak bisa berbohong," jelas Rio.

Haruskah aku berbagi informasi hanya untuk satu informasi kecil yang mungkin saja hanya sebuah kebohongan. Apa itu berarti informasi yang dia miliki cukup pribadi untuk di bagi? Kalau begitu aku harus mengetahui semuanya.

"Hmm, aku mencari tahu keberadaan hantu yang di lihat Dina dari kamar berhantu yang kalian ceritakan. Tapi hantu itu hanyalah ilusi," jelasku.

"Itu bukan ilusi. Dari taman, aku melihat energi yang kuat keluar dari kamar itu saat menunggu kalian. Secara tiba-tiba ada satu energi rendah muncul dan bergabung dengan energi yang kamu miliki," jelas Rio.

Aku sangat terkejut sampai hampir terjatuh dari kursi tapi dengan sigap Rio menangkap lenganku, "Hah ... apa kamu indigo atau seorang dukun?"

"Aku tidak tahu, aku hanya bisa melihat energi. Pertanyaanku selanjutnya apa kamu juga bisa melihat energi?" tanya Rio dengan wajah yang sangat rapat ke wajahku.

Aku mendorongnya menjauh dari wajahku, "Aku cuma manusia biasa mana bisa melihat energi."

"Tapi kenapa kamu selalu saja ada di sekitar energi yang besar itu?" tanya Rio,

"Aku tidak tahu. Mungkin ada medan magnet yang selalu menarikku ke sana. Pastinya aku tidak mau dekat-dekat dengan hal itu kalau bisa membahayakan nyawaku," jelasku.

Rio menarik kerah bajuku lalu berkata, "Lalu bagaimana kamu bisa tahu posisi kalung yang kuberikan pada Putri," tanya Rio.

"Itu semua hanya kebetulan, aku cuma menganalisa kemungkinannya. Jadi kalung itu punya energi yang sama dengan yang muncul di kamar berhantu?" tanyaku lalu melepaskan tangannya dari kerah bajuku.

Rio kembali menarik kerah bajuku dan berkata, "Kesimpulan yang kamu katakan itu betul, Sekarang jelaskan padaku bagaimana caramu menganalisa lokasi kalungnya!"

Ada apa dengan orang ini. Sifatnya begitu cepat berubah saat membahas kalung atau semua hal tentang energi yang dibicarakannya. Aku tidak bisa menjelaskan detail bahwa Putri sendirilah yang menyembunyikan kalung itu. Tapi aku tidak mau terus-terusan di cecar olehnya dengan banyak pertanyaan karena ini sudah sore. Aku harus segera pulang.

"Aku akan menjelaskannya dengan syarat. Satu, lepaskan tanganmu dari kerah bajuku. Dua, tolong kendalikan dirimu. Tiga, apa pun yang kuceritakan jangan marah karena semua ada alasannya," jelasku.

Rio melepaskan kedua tangannya dari kerah bajuku. "Baiklah," jawab Rio.

"Jadi sebenarnya kalung itu sejak awal tidak hilang tapi Putri sendiri yang menyembunyikannya di ruang klub musik. Tapi sepertinya di temukan oleh petugas yang sedang mengganti lampu dan tentu saja kalung itu selanjutnya akan ada di ruang guru untuk di cari siapa pemiliknya." Jelasku.

Rio berdiri dari kursinya dan berbalik badan memunggungiku.

Rio kemudian bertanya, "Lalu kenapa dia melakukannya?"

"Itu karena Putri sepertinya cemburu dengan tantemu Rea," jelasku singkat.

Badan Rio berputar kembali ke arahku. Secara tiba-tiba Rio tertawa terbahak-bahak mendengar penjelasanku sambil memukul-mukul meja.

"Hahaha ... aku tahu dia sangat menyukai dan menyayangiku. Itu selalu terjadi sejak SMP. Apa mungkin aku terlalu tampan Lenan?" ucap Rio sambil tertawa memegangi perutnya.

Memang dia tampan tapi siapa juga yang suka laki-laki aneh yang kadang terlihat kalem tapi bisa tiba-tiba menjadi aneh.

Kalian bisa bertemu dan bersama karena, "Kalian satu frekuensi ya."

"Sepertinya yang kamu katakan itu betul juga. Tapi aku tampan kan?" tanyanya.

Jangan terlalu percaya diri. "Hehe iya iya kamu tampan," kataku.

Rio kemudian kembali duduk dan berkata, "Aku juga sangat menyukainya jadi kuberikan kalung yang sangat berharga itu agar dia selalu bersinar terang di mataku."

"Bolehkah aku bertanya lagi?" tanyaku.

"Silakan tanyakan apa saja padaku karena kamu juga sudah memberitahu segalanya. Jadi timbal baliknya aku akan menjawab semua pertanyaanmu Lenan," jelas Rio.

Aku berjalan ke arah jendela kemudian menutup dan menguncinya. Cahaya senja yang bersinar indah tetap menerobos masuk melewati kaca jendela.

"Bagaimana bisa kamu melihat energi dengan matamu? Apa itu bukan sebuah kebohongan? Kalau bukan coba ajari aku caranya," tanyaku.

Tangan Rio menutup sebelah matanya. "Aku jelas tidak bisa mengajari caranya padamu karena yang membuatku bisa melihat energi ini ada di retinaku," kata Rio.

"Ada apa dengan retina matamu?" tanyaku.

"Sejak lahir aku terlahir buta karena retina mataku yang tidak berfungsi. Namun, ayahku terus mencoba mengobati mataku hingga akhirnya aku bisa melihat. Tapi sejak aku sudah bisa melihat kembali, aku jadi bisa melihat energi dari setiap materi," jelas Rio.

"Energi dari setiap materi? Bahkan kursi, meja, dan matahari itu kamu bisa melihatnya?" tanyaku sembari mengetuk-ngetuk meja.

"Iya semuanya, penglihatanku mungkin jauh berbeda dengan yang di lihat orang pada umumnya," jelas Rio.

"Apa kamu sedang bercanda?" tanyaku sambil tertawa.

Rio menatap bintang kejora yang bersinar terang di antara senja dan malam. "Mata ini membuatku selalu teringat padanya," kata Rio dengan air mata yang mengalir di salah satu matanya.

Ada apa dengannya apa matanya kemasukan debu? "He Rio berkediplah, matamu pasti perih karena tidak berkedip," ceplosku.

"Hahaha, bodoh!" teriak Rio.

"Bagaimana kalau aku bertemu dengan ayahmu. Aku sungguh penasaran. Tapi tolong jangan beritahu Dina ya," kataku.

Rio menggaruk kepalanya lalu berkata, "Kalau bertemu dengannya jelas tidak bisa. Tidak mungkin kuberitahukan padanya karena pasti akan penasaran seumur hidupnya."

"Lah kenapa tidak bisa?" tanyaku.

"Kalau menurut catatan ayahku kami sudah tidak satu frekuensi lagi. Dia sudah tidak berada di dunia ini," jelas Rio.

Aura ruangan astronomi tiba-tiba berubah dari menyeramkan menjadi begitu kelam dan sedih. Seketika di penuhi keheningan di setiap sudutnya. Hanya terdengar jam dinding yang sedang menghitung waktu.

Aku menundukkan kepalaku di atas meja di hadapan Rio lalu berkata dengan pelan dan penuh penyesalan, "Tolong maafkan aku Rio!"

Rio mengusap kepalaku seperti seorang ayah kepada anaknya. "Tidak apa-apa jangan di pikirkan," kata Rio.

"Sebenarnya aku tidak ingin mengingatnya lagi tapi sepertinya kamu sangat ingin tahu jadi akan kuberitahu beberapa yang kutahu tentang ayahku," lanjut Rio.

Aku mengangkat kepalaku lalu berkata, "Apa tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa lagi pula aku juga sedang merindukannya," jelas Rio.

"Kalau begitu cepat ceritakan." Aku sudah tidak sabar mendengarkan cerita Rio tentang ayahnya.

"Kamu benar-benar tidak sopan ya. Kalau begitu dengarkan baik-baik."

"Baik," jawabku singkat.

Hidung Rio mengembang menghirup banyak udara masuk lalu memulai kata yang keluar dari mulutnya. "Ayahku adalah laki-laki yang ambisius dan keras kepala. Dia hobi bekerja dan kepalanya selalu penuh dengan pertanyaan, tentu saja karena dia seorang ilmuwan. Walaupun dia begitu sibuk. Dia tetap menyayangiku sebagai anak yang memiliki kekurangan. Hal yang paling kuingat tentangnya saat dia membawaku melihat bintang dan hujan meteor di bukit dekat villa yang kita kunjungi bersama tempo hari. Ya, apa yang kamu pikirkan benar. Aku memang tidak bisa melihat tetapi ayahku dengan sabar mendeskripsikan segalanya. Kemudian ia melihat sebuah bintang jatuh dan berdoa. Sejak saat itu dia terus berusaha dan mencari cara agar aku bisa melihat keindahan langit malam itu."

Aku mendengarkan dengan seksama sampai aku bisa membayangkan segala yang diceritakannya.

"Ayahku berhasil. Aku akhirnya bisa melihat senyumannya untuk pertama kalinya."

Rio kemudian diam tidak melanjutkan ceritanya sampai aku bertanya, "Kenapa berhenti?"

"Sabar, aku haus." Rio mengambil sebuah botol minum dari tasnya dan meluncurkan cairan di tenggorokannya yang kering.

"Ehem ehm, aku lanjut ya. Hari-hari yang kulalui saat itu sangat berbeda karena akhirnya aku bisa melihat ayahku bekerja. Tapi, itu tidak berlangsung lama. Sampai mimpi buruk yang nyata itu terjadi. Ayahku di bunuh bersama ilmuwan lainnya. Aku dan ibuku hanya bisa menyaksikan berita di layar TV di kota yang berbeda. Pertama kalinya mataku mengalirkan tangis," jelas Rio dengan mata yang berkaca dan hampir pecah.

Tanganku menutupi mataku yang tertunduk. Aku tiba-tiba teringat jelas mimpi dan satu-satunya yang kuingat dari orang tuaku. Ku tekan dengan kuat kepalaku. Kenapa tidak ada memori yang indah di dalam kepalaku ini? Kemana ingatanku melayang pergi?

Rio meneguk air sekali lagi dan mulai bercerita kembali. "Sejak saat itu warna orang-orang menjadi aneh. Ada yang berwarna cerah, ada yang berwarna kelam. Aku ingin mengikuti jejak ayahku jadi aku terus belajar dan menyadari betapa jenius dirinya. Kubaca semua teori-teorinya. Hingga aku membaca satu teori yang dia tulis bersama teman-temannya. Teorinya berbunyi, setiap materi mempunyai energi, getaran, dan frekuensi. Di frekuensi yang berbeda kita tidak bisa mendengar dan melihat sesuatu jika itu terlalu lemah. Saat manusia meninggal mereka tidak benar-benar hilang tetapi menjadi makhluk yang memiliki frekuensi yang lebih rendah. Tapi seiring waktu frekuensinya bisa menjadi begitu rendah dan hilang seperti magnet yang perlahan kehilangan medan magnetnya. Sampai saat ini aku masih berharap ayahku belum menghilang dan masih mengawasiku di suatu tempat sampai aku bisa menemukan cara untuk melihatnya lagi." Rio mengakhiri ceritanya dengan senyum di wajahnya yang tampan itu katanya.

Aku masih terdiam mendengar apa yang dikatakan Rio. Teori yang membuat aku begitu terpukau. Semua hal tentang hantu sekarang bisa menjadi begitu masuk akal.

"A ... apa itu berarti kita bisa saling melihat dengan hantu ketika kita mati?" tanyaku dengan terbata-bata.

"Aku tidak tahu, tapi di teori itu ada cara mempertahankan wujud pada frekuensi tertentu. Syaratnya harus memiliki energi yang cukup untuk mempertahankan frekuensi ruh nya dan itu memerlukan energi yang besar, lalu perlu sebuah area dengan medan listrik yang ter-resonansi untuk mempertahankan wujud yang dimiliki. Jadi jangan berpikir mati akan membuatmu bisa bertemu hantu yang lainnya," jelas Rio dengan lugas.

Sekali lagi aku terdiam karena apa yang disampaikan Rio membuat otakku menjadi begitu aktif berpikir seperti terkena sengatan yang membuatnya melompat-lompat.

"Kamu sangat jenius Rio!" teriakku memuji Rio karena begitu senang telah mendengar semua penjelasannya.

"Tidak Lenan, aku hanya membacakan isi dari catatan milik ayahku," jelas Rio merendah.

"Untuk memahami itu juga bukan hal yang mudah Rio," kataku.

Rio hanya menatapku tidak menjawab. "Lalu apa masih ada lagi yang ingin kamu tanyakan?" tanya Rio mengalihkan pembicaraan.

Aku menyentuh kedua dahiku dengan jari telunjuk dan tengahku. "Um, ada satu yang tersisa di kepalaku. Kenapa kamu bisa melihat energi? Pasti ada yang memicunya kan?" tanyaku.

"Aku tidak tahu pasti. Apa saat aku menangis atau itu hanya sebuah keajaiban atau kemampuan khusus untuk anak yang baru saja bisa melihat. Tapi, satu hal yang kuingat dari beberapa teks milik ayahku. Dia menulis bahwa saat itu ada meteorit yang menghantam bumi. Pecahannya tersebar di beberapa tempat. Pecahan yang dikumpulkan pemerintah setempat diserahkan ke ilmuwan seperti ayahku dan teman-temannya yang lain. Ternyata meteorit itu mengandung unsur kimia yang tidak pernah ada di bumi. Batu itu juga mengeluarkan energi yang amat besar," jelas Rio.

"Bisa jadi ayahmu sudah menjadikanmu bahan percobaan dan kemudian kamu berhasil melihat kembali. Jadilah kemampuan special yang kamu punya," simpulku.

"Hahaha itu bisa saja karena dia memang ilmuwan gila. Kamu juga sama gila dengannya bisa menyimpulkan itu," ucap Rio diiringi tawanya.

"Jangan tertawa ini serius. Maaf ya bisa jadi orang yang membunuh ayahmu ingin memiliki penemuan ayahmu dan ilmuwan lainnya," jelasku dengan lantang.

"Oke oke aku tidak tertawa. Bisa jadi seperti itu. Sepertinya kamu jadi begitu bersemangat Lenan. Aku sebenarnya sangat ingin menangkap pelakunya tapi itu sudah lama sekali. Jadi, sepertinya tidak mungkin untuk menemukan siapa yang melakukan itu semua," kata Rio pesimis.

Kenapa aku kelihatan begitu bersemangat? Apa karena Dina selalu memaksaku melakukan apa yang dia inginkan atau karena aku hanya merasa punya pengalaman yang mirip dengan Rio. Kalau saja aku punya petunjuk atau sekedar pecahan ingatan yang ada di otakku. Aku pasti, aku pasti, aku pasti sudah mengejar orang yang sudah melakukannya. Itu pasti.

"Aku akan selalu membantumu Rio untuk mencari cara untuk melihat ayahmu lagi dan kita pasti bisa menemukan pelakunya suatu saat nanti," tegasku sembari berdiri dan melayangkan tangan terbuka di depan Rio.

"Kalau begitu mari berjuang Lenan," ucap Rio sembari berdiri dan menjabat tanganku dengan senyuman yang terlukis di wajahnya.

"Tentu saja mari berjuang Rio," balasku dengan membalas senyumannya.

Suara handle pintu yang dibuka mengagetkan kami berdua, "Ckrek."

Sesosok pria dengan tubuh besar yang sudah tidak asing lagi di sekolah ini. "Hey ini sudah jam berapa, sekolah ini sudah mau tutup. Segera pulang!" tegas petugas kebersihan sekolah.

Mataku langsung tertuju pada jam dinding di atas kepala petugas itu. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Aku begitu kaget. Dengan tergesa-gesa aku membereskan barang-barangku.

"Baik pak kami segera pulang," kata Rio sambil memasukkan botol airnya ke dalam tas miliknya.

Kami pun keluar bersama petugas kebersihan sekolah. Melewati koridor-koridor sekolah. Menuruni tangga yanng sudah tidak terlihat seorang pun. Walaupun begitu kami tidak merasa takut sama sekali karena sepanjang jalan kami bercerita.

"Kamu tahu Lenan, aku yang menandai kata-kata di buku ini. Karena ini memang bukuku yang kusimpan di rak buku ruang astronomi tapi entah kenapa bisa sampai padamu. Aku menandai bagian bertulis 'Tanyakan padanya' karena aku begitu penasaran padamu karena sepertinya kamu bisa melihat energi juga. Tapi ternyata kamu lebih dari itu," jelas Rio.

"Jadi seperti itu. Sungguh sebuah kebetulan yang luar biasa itu bisa sampai padaku. Sepertinya hantu telah membantu menyenggolnya dan terjauh begitu saja. Jangan berlebihan. Boleh aku lihat bukunya?" ucapku sambil meminta buku yang kukira di jatuhkan oleh hantu.

Rio memberikan bukunya kepadaku.

Mungkin inilah yang dinamakan dipertemukan karena memiliki frekuensi yang sama. Aku terus memikirkannya. Terus memikirkannya karena banyak keajaiban yang terjadi hari ini.

Mataku tidak lepas dari buku ini. Buku yang sangat aneh berwarna biru langit dengan sampul bertuliskan vision.

***

Cuplikan chapter selanjutnya.

Chapter 5.1: Malaikat dan Iblis

"Selamat Pagi. Selamat Menonton Berita Pagi. Kami akan memberitakankejadian-kejadian terbaru minggu ini. Berita pertama tentang penculikan anakdari sebuah panti asuhan,"

"Iya, ibu dan teman-teman dulu persis seperti kalian, sangat bersemangatmenjalani kegiatan klub setiap hari. Jalan-jalan bersama dan meneliti bersama," 

"Jangan bergerak, jangan bersuara, dan dengarkan aku. Jangan ikut campurkalau tidak ingin nyawamu melayang." 

***

Continue Reading

You'll Also Like

10.8K 1.5K 47
DANMEI TERJEMAHAN
6.3M 484K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
520K 30K 39
[WARNING⚠⚠ Ada banyak adegan kekerasan dan Kata² Kasar, mohon bijak dalam membaca] ••• Achasa seorang gadis cantik keturunan mafia rusia yang tidak s...
About Alena By fanyww

Mystery / Thriller

385K 30.8K 75
[15+ / Death riddle; misterius; teka-teki; geng; mafia; kill; kekerasan; badas; sneaky brain; intelligence; action; trust] ^Dimohon Follow Sebelum Ba...