The Fate of Us | Jaerosè

By jaeandje

257K 22.5K 3.9K

Bagaimana jadinya apabila seorang Ketua Dewan Rumah Sakit secara tiba-tiba 'melamar' salah satu dokter reside... More

PROLOGUE
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

18

5.3K 600 202
By jaeandje

23.08

jiakh gue update tengah malem begini wkwkwk

seperti biasa,  siapa yg baca tengah malem? Pagi? Siang atau sore?? absen duluu siniii

terimakasi banyak udh selalu
nungguin cerita ini :((

takut ada yg typo tolong langsung ditandain aja sama kalian yyya<3

semoga tidak mengecewakan

dan enjoy!

"We're literally got nothing"

Ruangan besar yang cukup untuk menjadi tempat perkumpulan banyak orang begitu sunyi dan sedikit tidak mengenakkan, padahal terdapat lebih dari 8 orang yang berada di ruangan tersebut.

Jehan, Marven, Yaslan, Ezzra, Alaya, Jendra, Kanara, dan Tania. Semua ada disitu sedang mencari serta menunggu kabar mengenai Rasel yang telah menghilang selama kurang lebih delapan jam.

Ketika Marven memberitahu mereka tentang ini, mereka semua langsung berkumpul di rumah Jehan dengan perasaan campur aduk. Terutama bagi Tania, Alaya dan Jehan sendiri.

Selama delapan jam ini mereka berusaha keras untuk menemukan petunjuk namun hasilnya nihil, tidak membantu apapun. Bahkan sampai jam menunjukkan pukul duabelas malam pun mereka belum mendapatkan satupun petunjuk.

"Rekaman CCTV, kamera dashboard atau apalah, sama sekali ngga dapet apa-apa?" tanya Jehan terdengar sangat frustasi.

"Really?"

Alaya menggigit bibir bawahnya saat menatap layar laptopnya yang menampakkan sebuah peta namun ia tidak mendapatkan apapun.

"Hape Rasel mati, gue ngga bisa liat jejaknya"

Ezzra menghembuskan nafasnya seraya mengarahkan laptopnya ke hadapan Jehan. "Gue dapet rekaman CCTV lorong apartemen--"

"Rasel dibawa empat laki-laki, mukanya ngga jelas tapi gue udah minta bantuan ke kepolisian buat nyari istri lo,"

Jehan melihat rekaman yang berputar di layar laptop dengan seksama, tatapannya berubah sayu kala rekaman itu menunjukkan bagaimana istrinya tidak sadarkan diri dan digendong bagaikan karung beras murahan.

Kedua tangannya mengepal, rahangnya pun mengeras. Amarah telah menguasai dirinya, ingin melampiaskan namun entah apakah bisa atau tidak.

"Alaya dapet rekaman CCTV di parkiran. Kita udah ngikutin jejak mobilnya tapi karena ada perbaikan jadi rekaman berhenti di lampu merah pertama," jelas Ezzra.

"Nomor plat--"

Ezzra mendesis kecewa sambil menggeleng tipis, "Palsu, Je. Jadi gue ngga bisa ngelacak secara spesifik"

"Kalungnya. Kita bisa ngelacak posisi Rasel dari kalung itu kan?" celetuk Tania yang seketika teringat perkataan mendiang suaminya dulu.

Kalung pemberian Reygan itu istimewa karena terdapat alat pelacak di dalamnya. Dengan begitu mereka bisa melihat posisi Rasel bukan?

Marven sedikit menundukkan kepalanya, "Kalungnya ngga dipake, Bu"

Hal yang sangat disayangkan karena kalung itu bisa mempermudah semuanya namun harapan Marven pupus ketika matanya mendapati benda berharga tersebut tergeletak bersamaan dengan tas selempang beserta isiannya di apartemen Lola, kecuali ponselnya.

Begitu juga dengan Jehan. Dia langsung merasa putus asa saat mengetahui kalung khusus pemberiannya tidak terpasang pada leher jenjang istrinya yang menghilang.

Rasa bersalah di benak Jehan semakin besar tatkala aksesoris itu didapati tidak Rasel kenakan. Ia tau betul apa yang membuat wanita itu tidak memakai kalungnya, sudah pasti karena mood Rasel masih tidak bagus gara-gara hari itu bukan?

Tania menghembuskan napas dan kembali mendudukkan dirinya di samping Kanara yang sedang sibuk membantu Alaya serta Yaslan.

Percayalah sudah berkali-kali mereka mencari petunjuk namun hasilnya sungguh nihil. Tidak ada satupun petunjuk yang mereka dapatkan dikarenakan dengan kebetulan kamera CCTV lalu lintas sedang ada kerusakan.

Jehan tidak percaya itu kebetulan, yang lainnya juga tidak percaya kalau semua ini merupakan sebuah kebetulan.

"Tenang, Je" ucap Tania mencoba untuk menenangkan putranya yang daritadi belum berhenti resah.

Tania tersenyum tipis melihat ekspresi khawatir yang begitu besar terlukis jelas di wajah lelaki itu. Sepertinya sekarang Tania bisa memastikan hubungan mereka sudah semakin dalam.

Sebelumnya Tania tidak pernah melihat Jehan sekhawatir ini, bahkan kepada kakak, adik atau bahkan ibunya saja tidak pernah. Persis seperti sosok Reygan di masa lalu.

Tania mengambil tangan Jehan untuk digenggam mungkin dengan cara ini Jehan bisa sedikit lebih tenang. Jangankan Jehan, Tania sendiri khawatir bahkan sangat khawatir. Baru beberapa bulan bertemu setelah belasan tahun berpisah namun kini dia malah kembali kehilangan?

Bagaimana perasaan Aretha di atas sana?

"Mamah tau kamu khawatir tapi coba tenang dulu, Je. Kalo kamu gelisah terus kayak gini, bakal susah nyari solusinya--" ucap Tania.

"Kita emang belum ada petunjuk tapi jangan putus asa."

Jehan menundukkan kepala sementara tangannya menopang dahinya sesekali memijati pelipisnya yang terasa sakit. Sebelumnya masih banyak sekali masalah-masalah yang belum selesai, namun masalah baru lagi datang.

Apalagi ini menyangkut istrinya, Jehan dibuat sangat frustasi dengan keadaan sekarang. Ia mengesampingkan semua pekerjaannya, karena Rasel adalah sebuah prioritas. Jadi ia harus tenang dan lebih fokus lagi memulai pencarian.

"Gue mau liat rekaman CCTV depan gedung apartemen" ujar Jehan dengan suara yang tidak biasanya.

Semua orang yang ada disitu seketika merinding dan sedikit terintimidasi.

Ezzra menuruti permintaan Jehan. Dia segera menyiapkannya dan kembali mengarahkan layar laptop ke hadapan Jehan. "I know it's disappointing but we got nothing even from this video,"

"Kayak yang gue bilang tadi, nomor platnya palsu" tambahnya.

"Gue tau. Sekarang gue cuma mau mastiin kondisi Rasel aja--" lirih Jehan sembari menonton video rekaman yang terputar dengan seksama.

Kanara spontan menoleh mendengar suara sang adik yang terdengar cukup lesu. Ia memilih untuk pindah posisi duduknya menjadi di sampingnya, kemudian menyikut Jehan secara sengaja.

"Ini pertama kalinya gue liat lo kayak gini, Je" gumam Kanara yang sama sekali tidak digubris. Lebih tepatnya, Jehan tidak berniat menanggapi kakaknya.

"Gue takut,"

"Sama gue juga, mamah juga takut, semua yang ada disini sama-sama takut." tukas Kanara.

"But for now we have to ignore that fear. Rasel is waiting, she's waiting for you."

Kanara menarik paksa dagu Jehan supaya lelaki itu bertatapan dengannya. "Buang rasa takut lo itu untuk sementara karena gue butuh otak cerdik lo, Jehan"

Ezzra, Marven, Yaslan, Alaya dan Jendra yang mendengar perkataan Kanara barusan spontan mengangguk setuju. Pasalnya Jehan merupakan ketua tim sementara dan seorang ketua diibaratkan otaknya dan yang lain kaki serta tangannya.

Jadi setiap pergerakan mereka tergantung pada rencana yang Jehan buat. Perasaan enak atau tidak enak tentu dapat memengaruhi jalannya dan kelancaran dari rencana itu sendiri. Memang tidak semua rencana berasal dari ketua, hanya saja mereka sudah terbiasa.

Terbiasa akan kesigapan dan kecerdikan Jehan dalam membuat rencana. Tetapi saat ini hatinya sedang guyah dan gelisah karena kali ini istrinya yang terlibat. Mereka bisa mewajarkan itu.

"Tenang aja, Pak Bos. Gue udah minta bantuan ke temen hacking gue" celetuk Alaya yang mencoba meminimalisir rasa khawatir Jehan.

Ya tidak mau munafik bahwa Alaya juga sama khawatirnya saat ini. Tapi dia sadar bahwa ini bukanlah waktunya untuk menghabiskan waktu dengan kekhawatiran tersebut.

Alaya memilih untuk menenangkan pikirannya dan mencari keberadaan temannya yang dibawa oleh mereka, siapa lagi kalau bukan bawahannya Jeksa atau Lola.

"Apartemen Lola udah kosong seminggu, kalo tebakan gue bener itu artinya Lola pindah dari apartementnya dari dua minggu yang lalu" ujar Yaslan.

"Bahkan sebelum kita tau siapa dia sebenarnya, dia udah pindah."

Jendra dan Alaya memanggut setuju. "Gue sama Aya udah ngobrol sama pihak apartnya dan katanya Lola pindah tanpa ada konfirmasi"

"Jadi udah pasti kejadian ini salah satu bagian dari rencana mereka" tambah Alaya terdengar yakin sekali.

"Lo punya rekaman CCTV dua minggu yang lalu?" tanya Marven memastikan dan Alaya langsung menggeleng.

"Rekaman CCTV mereka auto dihapus seminggu sekali, itu udah sistemnya gue ngga bisa apa-apa" kata Alaya.

Kanara menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, sejujurnya ia kehabisan akal sekarang. Entah mengapa otaknya tidak terpikirkan apapun selain Rasel padahal dia sendiri yang meminta Jehan untuk tetap berpikir secara rasional.

Jehan menghirup nafas panjang lalu ia hembus kan. "Ven, lo masih pegang profile Lola?"

Marven sempat terkejut namun dengan cepat ia mengangguk. "Iya, masih gue pegang. Kenapa?"

"Serahin profile itu ke kepolisian--" ucap Jehan membuat yang lainnya heran khususnya Ezzra karena Jehan menyebutkan zona profesinya.

"Lo yakin, Je?" tanya Ezzra memastikan.

"Gue yakin dengan cara ini bisa bikin Lola keluar dari persembunyiannya," Jehan melepaskan jas hitam nya lalu mengambil barang milik Rasel yang di atas meja.

"Dia manfaatin istri gue buat mancing gue keluar, dan gue bakal pancing dia keluar juga. Untungnya gue punya profile dia" lanjutnya.

Tania memanggut lalu tersenyum kecil. "Kalo gitu semua ini jebakan" celetuknya.

Jehan samar mengangguk, mengiyakan apa yang dikatakan ibunya. Sebenarnya Jehan berdiam tadi itu karena dirinya sedang berpikir keras, dan setelah mempertimbangkan banyak hal pada akhirnya ia menyadari bahwa ini semua jebakan.

"Jadi kamu serahin profile itu ke kepolisian biar dia masuk ke jebakannya sendiri?" Bahkan tanpa perlu menunggu respon Jehan pun Tania menotis kejanggalan dari kejadian ini.

Kanara, Alaya, Yaslan, Jendra, Ezzra dan Marven langsung mengerti. Mereka semua mengaku takjub akan ketepatan Jehan dalam membaca situasi. Jujur, mereka sama sekali tidak terpikirkan bahwa itu jebakan.

"Masalah profile Lola di kepolisian biar gue yang urus" kata Ezzra.

Jehan memijit kepalanya sendiri sambil memejamkan mata. "Perusahaan ada masalah apa, Ven?"

"Gue yang handle urusan perusahaan" celetuk Jendra tanpa mengalihkan pandangannya dari layar tab.

"Yaudah gue serahin ke lo untuk sementara" ujar Jehan sebagai responnya Jendra hanya berdeham singkat.

Jehan kembali mengulang rekaman-rekaman yang entah sudah berapa kali ia memutarkannya. Ini memang kebiasaan Jehan yang sama sekali tidak ingin melewatkan apapun bahkan hal kecil pun.

Pria ini merupakan orang yang sangat mendetail meski apabila mengharuskannya terus memeriksa ulang puluhan kali, dia tidak masalah.

"6389 VUB, cari mobil itu."

"Mobil siapa?" tanya Jendra.

"Gue liat dari rekaman ini kayaknya mobil itu searah sama mobil yang bawa Rasel. Lo semua cari dan minta rekaman kamera dashboard ke pemiliknya" jelas Jehan yang berekspresi datar.

"Iya juga.." Semuanya memanggut mengerti.

"Kenapa gue ngga kepikiran?" gumam Marven dan Ezzra bersamaan.

"Pokoknya gue ngga mau tau harus ada petunjuk tentang kejadian ini.Gue ngga masalah meskipun itu petunjuk kecil" lanjutnya terdengar sangat tegas.

"Siap, bos!" seru Marven sedikit cengengesan supaya mencairkan suasana tegang diantara mereka.

Selang satu detik, Marven mendapat panggilan dari earpiece di telinganya. Panggilan itu membuat Marven memeriksa tab yang selalu dibawanya untuk memastikan sesuatu sebelum mengatakannya kepada Jehan.

"Wah, gue lupa ada orang lain yang nungguin kabar Rasel" gumam Marven sembari melihat kamera CCTV bagian gerbang depan yang terhubung langsung dengan tabnya.

"Je, kita kedatangan tamu. Katanya dia mau ketemu sama lo," celetuk Marven.

"Malem-malem gini?" tanya Kanara heran. Marven mengangguk sebagai responnya.

"Siapa?"

"Jisya" jawab Marven.

"Hah?! Jisya? Sahabatnya Rasel sama Lola kan? Ngapain dia kesini?" tanya Alaya bingung.

Marven menggigit bibir bawahnya sambil mencuri pandang ke arah Jehan seolah ia meminta persetujuan lelaki itu untuk membeberkan alasannya.

"Kayaknya nanyain kabar Rasel sama Lola"

"Harus banget langsung kesini? Bisa lewat hape kan?"

Ezzra memberi tanggapan melalui tatapannya yang tertuju ke arah meja dimana ponsel Jehan disimpan secara terbalik dan nada dering juga dimatikan sehingga notif apapun tidak akan terlihat.

Tatapannya seolah mengatakan, 'Si Jehan aja kagak main hape semenjak Rasel ilang gimana mau ngasih kabar?'

Alaya meneguk ludahnya, "Y-ya pokoknya jangan disini. Orang lain ngga boleh ada yang tau tentang kita, tim ini."

"Gue tau Jisya sahabatnya Rasel tapi itu ngga menjamin dia bakal tutup mulut" kata Alaya yang disetujui Yaslan.

"Gue setuju. Jangan ada lagi orang luar yang tau tentang tim ini apalagi kalo sampe seluk beluknya, agak bahaya" celetuk Yaslan.

Ezzra yang sedari tadi berpikir kini langsung menyetujui apa yang Yaslan katakan. "Kalo ada orang luar tau tentang kita semua disini cukup beresiko juga sih, Je" timpalnya.

"Meskipun dia sahabatnya Rasel tapi belum tentu dia bisa ngerti penderitaan kita selama ini" ucap Alaya yang sangat masuk akal.

Jehan mendengar dengan baik setiap kata yang terucap dari teman-temannya. Perkataan mereka cukup masuk akal dan ia menjadikannya sebagai pertimbangan, hanya saja ia tetap merasa Jisya harus segera tau tentang situasi yang sebenarnya mengenai kedua sahabatnya.

Bagaimanapun juga Jisya, Lola dan Rasel sudah berteman jauh lebih lama sebelum bertemu dengan mereka. Dan seiring berjalannya waktu, semua ini akan terungkap. Apa salahnya memberi penjelasan sekarang?

"Suruh masuk" celetuk Jehan yang berhasil membuat kelima temannya menoleh terkejut.

"Jehan!" sentak Alaya, Yaslan dan Ezzra langsung bersamaan.

Jehan tidak menghiraukannya. Dia malah berdiri dan berjalan menuju entah kemana sehingga yang lainnya terheran. Sementara Marven pun hendak memanggil secara langsung.

"Ven, bawa Jisya ke ruang kerja gue di atas. Biar gue sendiri yang ngejelasin semuanya," kata Jehan.

Marven mengangguk, "Siap, bos!"

Melihat kepergian Jehan menuju ruang kerjanya di atas, Alaya, Yaslan dan Ezzra sedikit berdecak kesal. Terkecuali Jendra yang disibukkan dengan urusan perusahaan dan Kanara yang diam saja namun tetap mendengarkan.

"Gue tau ngga seharusnya orang luar tau tentang tim ini tapi Jisya itu sahabat Rasel sama Lola dan gue rasa kita butuh bantuan dia" celetuk Kanara.

"Bantuan macam apa yang bisa dia kasih? Gue takutnya dia malah sama aja kayak Lola. Orang jahat yang berkedok dokter--" sahut Alaya dengan prasangka buruknya.

"Gue juga takut, Ya. Kita semua takut, termasuk Jehan," Kanara sengaja memotong ucapan Alaya yang sedikit membuatnya muak.

"Lo pikir Jehan ngga takut tentang itu? Apalagi sejak dia tau kalo orang yang selama ini dia cari ternyata orang terdekat istrinya, dia pasti waspada" balas Kanara datar sekali tetapi berhasil membungkam Alaya.

Kanara menoleh dan menatap satu persatu tiga orang yang menentang keras tentang keputusan Jehan hari ini.

"He knows what he's doing" ucapnya terdengar tegas.

°°°

Hiruk piruknya malam yang cukup dingin dan sunyi terdapat seorang wanita yang baru saja sadarkan diri setelah pingsan selama lebih dari tiga jam.

Wanita itu mengerjapkan matanya sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing sekali. Dia belum sadar tempat serta sekitarnya namun ia mencoba untuk bangun secara perlahan.

Di dalam mobil?

Ah iya dirinya ingat sekarang. Terakhir ia berada di apartemen salah satu sahabatnya yang menghilang lalu tiba-tiba ada seseorang membekamnya dengan biusan yang cukup kuat sehingga dia hilang kesadaran dan baru sadarkan diri sekarang.

Setelah sadar seutuhnya, ia kaget melihat lingkungan disekitarnya sangat asing dan mencekam. Dia mendengar ada beberapa orang yang sedang berbincang. Dia juga tak sengaja menghirup asap rokok yang cukup membuat nafasnya tercekat sehingga ia terbatuk.

Tunggu, siapa mereka? Mengapa dia disini? Dimana Jehan?

"Jehan??" gumamnya ketakutan. Mencari sosok suaminya yang ia harapkan ada disisinya disaat ia terbangun.

Namun harapannya pupus tatkala menyadari bahwa dia berada di sebuah tempat yang tidak familiar terlebih dengan kondisi kakinya diikat menjadi satu beserta kedua tangannya yang juga diikat di belakang tubuhnya, dan tak lupa dengan mulutnya yang disumpal oleh sebuah kain.

Entah ini dimana yang jelas dirinya sangat ketakutan dan pikirannya kini hanya dipenuhi oleh bayangan Jehan, bertanya-tanya apakah lelaki itu akan datang menyelamatnya?

"Erghh--" Wanita ini mencoba berpindah tempat menjadi dekat pintu mobil yang sedikit terbuka tetapi dia cukup kesulitan.

"It's okay, Rasel.." Ia bergumam sangat kecil. Dirasanya seluruh kepalanya sakit dan sedikit berdengung. Meski begitu dia tetap berusaha melepaskan ikatan tangannya serta mencari cara untuk melarikan diri.

Namun hendak melakukan itu, wanita ini malah dikagetkan oleh kemunculan dua orang asing di kaca jendela yang sedikit terbuka.

"Tuan putri udah bangun ternyata.." katanya sambil tersenyum miring dan melepaskan kain yang menyumpal mulut

"K-kalian siapa?" tanyanya tersentak kaget dan ia bergerak mundur dari pintu mobil. Ketakutannya akan orang itu membuatnya tak sadar ada benda tajam yang menggesek lengan dan pahanya.

Rasel meringis tetapi ia tetap berusaha menjauh dari orang tak dikenal itu. Ia menggumamkan se seorang bahkan di dalam hatinya masih berharap penyelamatnya datang.

"Jehan.." Lagi-lagi Rasel bergumam nama itu.

"Tuan putri berharap pangerannya datang?" Orang itu terkekeh sembari menghisap rokoknya. "No, he won't. Don't expect too much"

Tunggu. Rasel seketika mengingat kalung pemberian Jehan beberapa waktu lalu dimana suaminya itu mengatakan, 'Di kalung ini gue pasang semacam mikrocip biar dimanapun posisi lo terdeteksi langsung ke hape gue-'

Dia sontak menundukkan kepalanya untuk melihat apakah kalung tersebut mengalung di lehernya atau tidak. Rasel menghela kecewa ketika rasanya kosong dan berdecak kesal terhadap dirinya.

Pasalnya Rasel mengingat memang dia sendiri yang sengaja melepaskan kalung itu dan seketika ia menyesal.

"Kalian mau ap-apa?"

Tak lama kemudian ada tiga orang lainnya yang baru menampakkan batang hidungnya. Mereka menggunakan topi hitam sehingga Rasel sulit melihat wajah satu persatu dari mereka dengan jelas.

Jadi totalnya ada empat lelaki tak dikenal yang berbadan kekar dan bersetelan serba hitam dari atas sampai bawah. Kesamaan dari penampilan mereka berempat membuat Rasel sulit membeda kannya.

"Mungkin sedikit bermain?"

Rasel menggeleng takut dan kembali menangis karena situasi yang menakutkan ini berhasil membuatnya gusar setengah mati.

"Tidak disangka Nyonya Kanagara ini aslinya jauh lebih cantik diliat secara langsung," kata salah satu dari keempat orang itu sembari membelai lembut rahang tajam Rasel.

Orang itu bertato gambar api dan juga dua buah pisau disekitar pergelangan dan lengannya.

Rasel memalingkan wajahnya yang semakin lama semakin terisak. Deru nafasnya berubah menjadi tidak stabil karena perasaan takut yang telah menyelimuti benaknya.

"Sshh. Ngga usah nangis, tuan putri"

"Jangan sentuh aku!" sentak Rasel ketika orang bertato yang sengaja mendekatinya. Dia malah terkikik senang melihat Rasel resah ketakutan seperti ini.

Mata Rasel bergetar, air di pelupuk matanya bertambah, membuat penglihatannya menjadi buram. Rasel menggeleng takut, ingin berbicara sesuatu namun terhalang oleh tangan si orang bertato di kedua pipinya.

"Sejujurnya aku terpesona karena wajahmu, Nyonya Rasel. Laki-laki bernama Jehan itu ternyata pintar memilih istri. Dokter, cantik dan--" Dia sengaja menggantungkan kalimatnya sambil menelusuri lekuk tubuh Rasel yang tertutupi oleh seragam dokter.

"Seksi."

Rasel berusaha menghindar dari tangan kotor yang hendak menyentuhnya tidak senonoh. Tapi pergerakannya ditahan agar ia tidak menolak. "Aku sarankan untuk diam, nyonya. Atau aku tidak akan bersikap baik"

"Dan membiarkan kalian menyentuhku? Jangan harap, brengsek" timpal Rasel memilih untuk berani melawan daripada dirinya dilecehkan oleh orang itu.

Bagaimana bisa dia membiarkan tubuhnya disentuh oleh orang lain padahal suaminya sendiri belum pernah menyentuhnya? Rasel tidak sudi. Sejak saat ini ia mematangkan prinsipnya bahwa lelaki pertama yang boleh 'menyentuhnya' adalah suaminya.

"Jehan belum menyentuhmu, ya kan? Itu artinya aku adalah orang pertama yang melakukan ini?"

"What a pleasure for me, princess.."

"Jangan sentuh aku, brengsek!!" Rasel bergerak memberontak untuk menghindari sentuhan yang dilakukan orang mesum di sampingnya ini.

Orang bertato itu terkekeh kejam seraya mengangkat dagu runcing Rasel lebih tinggi seakan memaksa wanita itu untuk menatapinya dan berhenti bergerak memberontak karena itu menjengkelkan.

"Sepertinya Jehan menyia-nyiakan istri cantiknya ini--" ujar masih dengan orang yang sama. Tapi kali ini berhasil mengundang tawa kedua teman nya yang sedang merokok di luar mobil.

Rasel tidak menyukai situasi ini. Orang bertato di sampingnya itu terus berusaha menyentuh setiap inci area tubuhnya. Ia benar-benar hilang harapan karena ia merasa tidak berdaya.

"Kalian mau apa?!" bentak Rasel sudah tersulut emosi.

Setidak berdaya apapun dirinya, Rasel akan tetap berusaha mencari atau bahkan menciptakan cela untuknya melarikan diri. Walaupun nantinya jika ia terluka pun tidak masalah, yang penting Rasel sudah mau berusaha benar bukan?

"Kamu sendiri yang datang ke apartemen itu, nyonya. Kita hanya mengikuti perintah-" celetuk salah satunya dari tiga orang di luar mobil.

"Perintah? Perintah siapa?"

"Whoa, your husband didn't tell you anything about that?"

Jehan? Dia tau tentang siapa sosok dibalik penyekapannya ini? celoteh Rasel yang bergelut dengan pikirannya sendiri.

Kening Rasel mengerut pertanda bahwa dirinya bingung terhadap perkataan orang itu barusan. Sejujurnya orang itu berhasil membuatnya overthinking, meski begitu Rasel tidak akan terhasut begitu saja.

Tidak mungkin dia lebih memercayai orang jahat bertato dibanding suaminya, terlebih Jehan dan keluarganya telah melakukan segala cara untuk melindungi dan menjaganya. Sudah pasti ada alasan Jehan belum mengatakan apapun tentang itu, bukan?

"How could he not tell you about this? Padahal menurutku, kamu perlu tau tentang ini"

"Atau dia memang tidak menganggapmu sebagai istrinya?" Si pria kekar bertato tadi sengaja memancing dan mengadu dombakan pasangan suami istri ini.

"Bajingan," desis Rasel tidak terima.

"Whoa, calm down, lady" Tiga dari keempat lelaki terkekeh kecil bersama karena reaksi Rasel cukup lucu di mata mereka.

"Just a little leak-- Kamu dan bos kita bisa dibilang teman?"

Rasel sontak menatap mereka dengan serius. "Teman?"

Satu lelaki terakhir yang dari tadi hanya diam saja ternyata memerhatikan dan mendengarkan setiap tutur kata serta gerak-gerik rekan-rekannya terha dap Rasel.

Tanpa sepengetahuan ketiga rekannya, lelaki ini mengepalkan tangannya.

"Teman siapa?" tanya Rasel penasaran.

"I will surely die if I tell you who she is, Mam. You will see her soon--"

"Kita berhasil mengecoh anak buah Jehan" cela si lelaki yang sebelumnya hanya berdiam. "So stop playing with her. We should go now before they comeback,"

Rasel terkesiap begitu mendengarnya. "Anak buah Jehan?" gumamnya. Dari situ dia dapat memastikan bahwa Jehan sedang berusaha mencarinya.

Jehan mengerahkan anak buahnya dan seperti yang dikatakan orang tak dikenal itu, mereka berhasil mengecoh para antek-antek Jehan. Itu artinya posisi mereka cukup dekat bukan?

Rasel tidak mau melewatkan kesempatan ini. Dia mulai berusaha kabur meski keempat orang tadi masih berada di dekatnya. Namun justru tindakan itu malah melukai dirinya sendiri.

"What the f--"

Pertama, karena dia mencoba memberontak sehingga dua dari keempat lelaki itu sedikit menahan dan mendorongnga secara kasar sehingga punggung Rasel membentur pinggiran kursi mobil yang terbuat dari besi dengan kencang.

"Akh.." Rasel merintih. Benturan tadi sungguh menyakitkan sampai badannya terasa sangat lemas.

Meski begitu, Rasel tetap tidak menyerah. Seolah dia dirasuki sosok yang membuatnya lebih berani dibanding sebelumnya, Rasel menendang wajah salah satu dari tiga komplotan yang menahannya tubuh dan kakinya.

"Lepas!!" teriak Rasel. Ia emosi dan frustasi karena tali yang mengikat kaki dan tangannya membuat gerakannya terbatas.

Sial sekali Rasel berpikir bahwa ilmu bela diri yang diajarkan Yaslan dan suaminya sendiri, tidak dapat ia gunakan dengan baik. Lebih tepatnya sulit untuk seseorang dengan kondisi seperti ini.

"Mau kemana, tuan putri?"

"Bajingan!!" geram Rasel ketika ada yang sengaja menyentuh pinggang dan pahanya. "Lepas!!!"

Wajah Rasel masih sama seperti sebelumnya, banyak goresan luka kecil, ada beberapa titik yang membiru, dan banjir air mata.

Badannya mulai melemas, tenaga pun terkuras hanya untuk melepaskan diri. Pikirannya sungguh hanya tertuju kepada Jehan, Tania dan yang lain nya. Dia ingin bertemu dengan mereka semua khususnya,

Dia ingin melihat suaminya di depan matanya sekarang juga.

Ya Tuhan, tidak mungkin dengan cara seperti ini Rasel berakhir bukan?

Kedua, karena kondisi Rasel masih sama seperti sebelumnya. Kaki dan tangannya diikat kuat jadi semakin dia bergerak banyak, bagian tubuh yang terikat itu mengeluarkan darah akiat dari gesekan tali yang kasar dengan permukaan kulit Rasel.

Rambut panjang Rasel yang terurai berantakan ditarik tanpa ada rasa iba, membuatnya saling bertatapan dengan manusia jahat yang sudah siap dengan sebuah suntikan di tangannya.

"Jangan bikin kita harus memberimu obat tidur dosis tinggi, nyonya Kanagara" geramnya seperti emosi yang tertahan.

Rasel menggertakkan giginya sembari menatap orang yang menarik rambutnya dengan tatapan yang bergetar ketakutan padahal dia berusaha untuk tetap tenang. Tidak mau membiarkan org- orang itu melihat dirinya lemah.

Saat ini, Rasel belum mau melawan karena lelah dan tenaga seluruh badannya terkuras habis tapi bukan berarti ia menyerah.

'Pokoknya kamu harus hidup, Sel'

Perkataan sosok penyelamatnya dulu yang ia jadikan sebagai prinsip hidupnya.

"Aku tidak akan bersikap kasar karena bos kita menyuruh untuk tidak menyakitimu, tapi kalau kamu macam-macam--"

"No mercy, miss. I tell you, you can't go anywhere"

"Just accept it that you won't be able to see your beloved husband" katanya datar sembari menghempaskan cengkraman tangannya pada rambut panjang Rasel dan orang itu tidak main-main dengan ucapannya.

Jika Rasel memancing emosi lagi, kesabarannya akan habis dan saat itu juga dia tidak akan mem beri ampun kepadanya.

Namun Rasel tidak menghiraukannya. Dia sedang mengatur nafasnya karena rasa sakit dari benturan pada punggungnya benar-benar layaknya ditusuk itu sungguh menyiksanya.

"Come out first, boss wants to talk to us" cela salah satunya.

Kedua rekan mitranya yang sudah memperkuat ikatan tali di kaki Rase untuk memastikan wanita itu tidak bisa melarikan diri selagi mereka berbin cang dengan bos mereka.

"Don't try to run away, baby" ucap orang bertato dengan nada sensual namun tetap terdengar mengancam.

Seiring mereka pergi dan menjauh dari posisinya, Rasel menitikkan setetes air mata sebab rasanya tak sudi mendapat kata dan sentuhan yang bahkan suaminya sendiri tidak pernah melakukan itu.

Mereka berempat pergi tetapi bodohnya mereka tidak menutup pintu mobil sehingga terciptanya sebuah ide cemerlang di pikirannya.

Rasel akan memanfaatkan situasi ini untuk menjadi kesempatannya melarikan diri. Tapi pertama-tama, ia menggerakkan kakinya tak beraturan supaya ikatan talinya sedikit merenggang.

Tindakan itu malah menyakiti dirinya sendiri. Ia menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak mengeluarkan rintihan ataupun erangan yang dapat menarik perhatian empat komplotan yang masih menjadi misteri siapa sosok pemimpin mereka.

Lebih tepatnya misteri bagi Rasel.

Rasel menggeser tubuhnya dengan seluruh tenaga yang tersisa menuju pintu mobil yang terbuka lebar. Tidak semudah yang dirinya bayangkan, Rasel bergerak dengan susah payah hanya demi bertahan hidup.

Sesampainya di pintu, Rasel tidak langsung pergi begitu saja. Ia mengintip dikit-dikit sekaligus mencari waktu dan momen yang pas untuk kabur.

Empat lelaki yang menyekapnya terlihat sedang mendiskusikan sesuatu disana. Dan satu hal yang menjadi keuntungannya adalah, mereka semua membelakangi mobil. Jadi apabila ia melarikan diri sepertinya mereka tidak akan terlalu menotis.

Pintu sudah terbuka lebar dan orang-orang yang mengawasinya juga sedang sibuk berbincang di sebelah sana, kesempatan yang bagus untuk kabur bukan?

Tetapi Rasel kesulitan bergerak dan dirinya tidak tau dimana ia berada. Hendak kabur namun justru dia bingung ke arah mana yang harus ia lalui.

Rasel keluar dari mobil secara perlahan supaya para manusia yang menyekapnya tidak menyadar tindakannya. Bahkan Rasel berusaha agar tidak mengeluarkan suara ketika dia menyentuh tanah dengan tidak biasa.

Wanita ini menutup mulutnya rapat-rapat sembari menahan rasa sakit di bagian lutut yang bergesekan dengan aspal. Setelahnya ia melihat ke sekitar untuk memeriksa tempat yang hanya dikelilingi oleh pohon besar.

Mata Rasel masih sedikit buram ditambah suasana gelapnya malam membuatnya tidak mengenali area ini. Rasel kembali mencoba melepaskan tali yang mengikat kedua tangannya, sesekali dia memastikan orang-orang itu tidak ada yg menyadari tindakan nekatnya ini.

Rasel bertekad kalau dia harus pergi sekarang juga supaya dia orang suruhan Jehan mudah menemukannya. Mereka tidak akan menyerah bukan?

Sejujurnya tindakan Rasel saat ini akan sangat membahayakan dirinya sendiri, mereka pria kekar dengan jumlah empat orang sedangkan ia sendirian.

"Akh--" rintihnya ketika seseorang menarik rambut panjangnya sehingga kepala Rasel mendongak dan dilihat salah satu dari empat orang yang dia takuti menatapinya dengan dingin tapi tajam.

Si pria bertato yang hendak menyentuhnya.

"You're trying to run away, huh?"

Rasel menggeleng kaku dan mencoba melepaska tarikan orang itu terhadap rambutnya. Ia memberontak dengan seluruh tenaganya, namun semua nya sia-sia karena tarikan pada rambutnya sangat kuat terlebih ikatan di tangan serta kakinya belum lepas.

"Lepas--"

"Get off of me!!" teriaknya. Rasel tidak dapat bergerak banyak dan itu membuatnya muak.

Orang yang menarik rambutnya, tak segan untuk menyeret Rasel layaknya hendak memberi wanita ini pelajaran. Tindakan Rasel yang diam-diam mencoba kabur justru menambahkan emosi yang tertahan sehingga kini mereka tidak akan lagi bersikap lembut.

"Kamu berani sekali, nyonya"

Rasel berteriak dan sengaja bergerak brutal krena dia tidak ingin masuk ke dalam mobil lagi. Wanita itu berusaha keras untuk membebaskan diri dari orang yang menyekapnya ini tetapi kali ini tubuh nya benar-benar lemas.

Hilang sudah satu-satunya peluang Rasel untuk melarikan diri.

"Let go off me!!" Rasel merintih kesakitan. Ia kembali menangis tatkala tubuhnya digusur paksa seperti karung beras.

"J-jehan..." Bayang-bayang suaminya muncul di kepalanya. Rasel masih berpikir bahwa dengan kemampuan yang dimiliki suaminya, Jehan pasti bisa menemukannya bukan?

Dan juga Tim rahasia. Rasel percaya Alaya, Ezzra, Yaslan, Marven, adik dan kakak iparnya bisa menemukannya bahkan sampai detik ini Rasel masih berharap Jehan datang menyelamatkannya.

"Who told you to go, Miss?" tanyanya dengan nada menuntut. "Kamu cukup berani untuk seorang wanita, nona"

Si orang bertato itu berhenti dan berjongkok untuk menatap Rasel lebih dekat sejenak. "You think your beloved husband will come to save you? I told you not to expect too much"

"Kalau kamu penasaran apa alasan bos kami melakukan ini, tanya ke suamimu sendiri. Tapi untuk sekarang--"

Rasel meludah tepat di wajah orang itu. Ia tidak mengambil pusing semua perkataannya karena sudah pasti ini kerjaan Jeksa yang menginginkan kesengsaraan Jehan dengan menggunakan istrinya.

Tunggu. Sepertinya ada alasan lain. Rasel ingat betul ucapan Kanara di markas beberapa waktu lalu. Jeksa ada kaitannya dengan kematian kedua orang tuanya, jadi apakah penculikan ini pertanda sesuatu?

"To the point aja. Jeksa wants to meet me right? Then what are you waiting for? Bring me to him" ucap Rasel sengaja menantang.

Entah apa yang merasuki Rasel sekarang tetapi intinya dia berubah menjadi sosok pemberani yg tak lagi peduli resiko yang akan ia hadapi nanti nya.

Rasa takutnya juga hilang seketika.

"You crazy bitch---" Lelaki bertato itu hendak melayangkan tamparan tetapi tertahan oleh sahutan seseorang.

"Ada apa ini?"

"Dia mencoba untuk kabur. Kita harus memberinya pelajaran bukan?"

Itu dia. Pria yang dari tadi hanya diam namun terasa sekali aura kejamnya hanya dari sorot kedua mata yang memancarkan kedatarannya.

"Just bring me to your boss! Itu kan yang dia mau?!" sentak Rasel yang langsung dihadiahi tamparan keras.

Plak!

"Kamu memang harus diberi pelajaran, nona" ucapnya datar sembari mengangkat dagu runcing Rasel supaya mereka saling bertatapan.

Dia memberi tanda kepada mitranya untuk melepaskan tarikannya pada rambut panjang Rasel. Karena dia adalah sosok yang disegani atau bisa disebut juga ketua timnya, maka si lelaki bertato itupun menuruti setiap kata atau perintahnya.

"I will take over from here. You go to them--" titah si lelaki dingin kepada lelaki bertato yang masih emosi tak terima terhadap apa yang Rasel lakukan tadi.

"I said I will take over from here, dude"

Nafas lelaki bertato itu sangat memburu, kedua tangannya juga mengepal seolah telah siap untuk memberi pelajaran kepada wanita kurang ajar di hadapannya.

"Pastikan dia mendapat pelajarannya, dasar wanita sialan!" gerutunya kesal yang kemudian pergi meninggalkan keduanya.

Rasel meneteskan air matanya kembali ketika bertatapan dengan pria dingin di depannya. Luka sobek timbul di ujung bibirnya dengan senoda darah saat ia mendapatkan tamparan keras tadi.

Ia menahan ringisannya meski sudut bibirnya terasa berdenyut sekali.

"Get in the car, Miss Rasel" ucapnya terdengar tak biasa.

Sementara waktu Rasel hanya diam. Dia belum mengalihkan tatapannya dari lelaki yang tengah berbicara kepadanya, lebih tepatnya memerintahkannya.

Karena wanita di depannya ini tidak kunjung bergerak, dia memutuskan untuk mengangkat paksa tubuh Rasel dan membawanya masuk kembali ke dalam mobil.

Kali ini Rasel benar-benar tidak ada lagi tenaga untuk memberontak. Kepalanya sangat pusing sekali hingga terasa ingin pecah ditambah rasa perih pada sudut bibir, pergelangan tangan dan kakinya.

Di ketiga bagian itu, ada noda merah pekat dan goresan-goresan disana sudah pasti akan membekas.

Rasel didudukkan dengan lembut olehnya di salah satu kursi lalu setelahnya dia menutup pintu mobil dan menaikkan kaca jendela yang sedikit terbuka.

"Did I do something wrong to your boss?" tanya Rasel, suaranya sedikit serak serta deru nafasnya mulai melemah.

Sesungguhnya dari semenjak Jehan menjelaskan tentang Jeksa meski belum seluruhnya, Rasel penasaran akan satu hal.

Apa yang membuat orang itu menjadikannya target sampai melakukan hal seperti ini?

Detik itu juga, Rasel dibuat heran ketika ia bukan mendapat sebuah jawaban dari lelaki didepannya melainkan kedua ikatan di tangan dan kakinya di lepaskan oleh lelaki itu.

Dia memotong ikatan tali tersebut dengan sebuah pisau tajam dan berlangsung sangat cepat.

"Maaf aku terpaksa menamparmu, Nyonya"

Rasel melongo tak percaya atas apa yang ia lihat dan dengar sekarang. Terlebih ketika lelaki itu membuka pintu mobil di sisi satunya, membuat dirinya semakin kebingungan.

"No time to explain, you have to go now before they come back here" katanya sembari menunjuk ke arah dimana tiga rekannya masih berurusan dengan atasan.

Tunggu. Apa maksudnya ini?

Rasel mematung saat ini karena ia belum bisa mencerna apa yang baru saja ia terima. Pria di hadapannya ini malah membantu dirinya kabur?

Mata Rasel dan mata sang lelaki itu bertemu dan saling bertukar tatap dengan sorot yang berbeda satu sama lain.

"Nyonya maaf, ini bukan waktunya untuk diam. Aku harus menyelesaikan misi utamaku yaitu, membebaskanmu" katanya terdengar serius.

"Pergilah ke arah Utara. Disana akan ada yang menjemputmu dan aku jamin mereka bisa di percaya"

"Tunggu, jangan bilang kamu anak buahnya Jehan dan ini semua--"

Pria itu menggeleng kecil disertasi senyuman tpis, "No. Your husband is not my boss, and it's a long story, Miss"

"Tapi aku akan meminta maaf langsung ke suamimu karena aku sudah menampar nyonya"

"You really have to go now."

Rasel memutuskan untuk menuruti perkataannya meskipun masih banyak pertanyaan di kepalanya tetapi pria itu benar, ini bukan waktunya untuk berdiam disaat peluang kabur sudah di depan mata.

"Apa Nyonya tidak masalah jika sendirian?" tanya dia ketika Rasel sudah menginjak tanah aspal dengan kondisi kaki yang telah bebas.

"Loh?"

Si pria tersenyum menenangkan dan menggeleng kecil. "Aku harus mengulur waktu disini,"

"Kalau mereka tau kamu yang bantu aku pergi--"

"Tidak usah khawatir. Aku punya rencana sendiri, nyonya"

Rasel menatapnya dengan tatapan ragu dan khawatir. Memang Rasel belum bisa memercayai lelaki itu sepenuhnya tetapi hanya cara ini satu-satunya kesempatannya bukan?

"Aku akan mengulur waktu untukmu disini jadi berhati-hatilah, nyonya"

Rasel mengangguk sebelum pergi meninggalkan dia yang tak di duga membantunya kabur tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Rasel berlari menuju pepohonan lebat supaya mereka yang benar-benar jahat kesulitan mencarinya.

Ucapan terima kasih pun tidak sempat terucap, namun Rasel akan selalu mengingat semua yang telah dia lakukan untuknya di sisa hidupnya. Jika lain waktu mereka dipertemukan kembali, Rasel berjanji akan membalas budi langsung.

Hanya saja sekarang Rasel tidak boleh berhenti sekaligus menunggu penjemputan seperti apa yang dikatakan lelaki tadi. Rasel tidak berharap itu Jehan, tetapi Rasel mengharapkan apa yang dia katakan itu bukanlah pembohongan.

Sementara di sisi lelaki yang membantu Rasel kabur, dia mengeluarkan ponsel dari saku jaket hitamnya dan menekan sebuah kontak setelah kepergian Rasel yang bisa disebut majikannya.

"Semua sudah sesuai rencana, Bu. Dan Nyonya Rasel terluka cukup parah tapi saya tidak bisa menemaninya karena harus mengurus tiga bajingan itu,"

'Laporan diterima.'

Lelaki ini langsung memasukkan ponsel kembali ke dalam saku jaketnya lalu mengambil sebuah pisau dari sisi sebelah saku jaketnya. Tak diduga dia menyayat telapak tangan kananya sendiri dan darah yang keluar tersebut sengaja ia teteskan ke bagian pelipisnya.

°°°

"Lola itu singkatan. Nama aslinya Lorenza Lahna, dia kelahiran Inggris, Sya. Feeling gue bilang ada sesuatu yang dia mau dari Rasel makanya dia sekolah kedokteran disini,"

"Wah jago juga lo ngarang ceritanya-- HAHAHA"

"Gue ngga ngarang--"

"Lo kenal Lola udah berapa lama sih? Setahun juga belom kan?"

"Gue sadar kalo gue belom cukup kenal Lola, tapi itu faktanya"

Jisya mengeraskan rahang dan mengepalkan kedua tangannya. Marah karena pria di depannya ini mengatakan yang tidak-tidak tentang salah satu sahabatnya. Dia memberikan tatapan tidak suka ke arah pria itu.

"Je, gue kenal Lola dari zaman masih jadi maba dan gue bisa jamin dia bukan orang seperti yang lo bilang ke gue barusan"

"Tujuan lo ngasih tau gue tentang ini apaan sih?! Ngehancurin persahabatan gue? Persahabatan istri lo sendiri?!"

Jehan melipat kedua tangannya di depan dada, melemparkan sorot mata yang sangat datar ke arah Jisya. Tak ada sedikitpun rasa tersinggung karena perkataan wanita itu, tetapi justru Jehan bingung bagaimana bisa meyakinkannya bahwa apa yang ia jelaskan itu fakta.

"Kalo gitu tujuan lo dateng kesini apa? Pengen tau kabar tentang mereka berdua kan? Gue udah jelasin semuanya sesuai permintaan lo tapi lo malah ngga terima faktanya,"

"Gue juga baru tau beberapa hari yang lalu dan lo tau? Dia resign tepat setelah gue tau identitas asli nya,"

"Lo perlu bukti? Gue bakal tunjukkin bukti yang gue punya tapi sekarang gue mau fokus dulu cari Rasel dan gue butuh bantuan lo, Jisya"

"Gue ngga peduli asumsi lo tentang gue gimana tapi satu hal yang perlu lo tanya ke diri lo,"

"Buat apa gue ngehancurin persahabatan istri gue sendiri?"

Jehan berhasil membungkam Jisya dengan satu pertanyaan terakhir. Wanita yang berstatus sahabat dari istrinya itu terlihat mulai mencerna perkataan Jehan sebelum-sebelumnya.

"Kalo lo mau nanya sama dia langsung, silakan. tapi gue butuh banget bantuan lo sekarang karena lo ngga tau sepenting apa Rasel buat gue, Sya"

Jisya bisa melihat sorot yang tidak bisa dijelask an dari kedua mata Jehan. Tapi yang pasti dirinya tidak pernah melihat sorot seperti itu di mata dari seorang pria yang dijodohkan dengan perempuan asing.

Penculikkan wanitanya membuat Jehan terlihat sangat frustasi dan putus asa sampai Jisya jadi merasa tak tega namun tersentuh disaat yang bersamaan.

"Oke. Bantuan macam apa yang lo butuhin dari gue?"

"Telfon Lola. Gue butuh pancingan,"

"Sekarang?"

Jehan menggeleng, "Nanti dulu. Untuk sekarang gue mau nanya ke lo--"

"Lo tau tempat tinggal Lola selain apartemen itu? Atau apa dia pernah cerita suatu tempat selama kalian kenal?"

"G-gue ngga tau, Je. Lola jarang cerita tentang kehidupan dia, ngga pernah malah" jawab Jisya, memutar kembali semua memori supaya Jehan mendapatkan jawaban pasti namun hasilnya nihil

Jisya mengangkat kepalanya dan menatap pria yang berstatus suami sahabatnya, "Eh tapi gue inget Lola bilang dia punya pondok di Italia--"

"Rasel ngga mungkin dibawa kesana kan?"

Jehan langsung menggeleng sebagai balasan sembari berkacak pinggang. "Ngga mungkin dari rekaman CCTV yang tim gue temuin, mereka bawa Rasel bukan ke arah sana"

"Tapi gue bakal tetep nyuruh anak buah gue mastiin rekap jejak mereka di semua bandara"

"Je, lo harus ke bawah sekarang" sahut seseorang yang tiba-tiba membuka pintu di pertengahan obrolannya dengan Jisya. Nyatanya orang itu adalah Marven.

"Aya nemu sesuatu," katanya yang membuat Jehan bergegas keluar ruangan dan sedikit berjalan tergesa-gesa menuju Alaya di lantai dua.

Karena rasa penasarannya, Jisya pun menyusul bersama Marven tepat di belakang Jehan. Ada harapan besar yang muncul dibenaknya tatkala mendengar ucapan Marven tadi.

Mereka pasti menemukan sesuatu mengenai Rasel bukan?

Di lantai satu, lebih tepatnya di ruang tengah, Ezzra, Yaslan, Kanara, Jendra, Alaya dan Tania terlihat lebih kelam kabut dibanding beberapa menit yang lalu.

Alaya langsung sigap dan mengambil laptopnya saat melihat Jehan menuruni tangga. "Temen gue dapet rekaman CCTV minimarket yang jaraknya 23 kilo dari apartemen Lola"

"Ini mobil dengan plat yang sama kayak di rekaman pertama. Dan ini baru limabelas menit yang lalu-" ujar Alaya seraya menunjukkan layar laptopnya yg menampakan sebuah video rekaman.

"Siapin mobil, Ven. Kita berangkat sekara--" Jehan yang hendak memberi titah kepada Marven dicela oleh adiknya beberapa langkah dari posisinya saat ini.

Jendra sambil melipat kedua tangannya di depan dada, "Tim gue yang turun. Lo diem disini, bang"

"Gue ikut." kata Jehan tak setuju dengan perkataan sang adik yang satu itu.

"Gue bilang lo diem. Kita ngga tau apa mereka sengaja nunjukkin posisi atau engga, lo sendiri yang bilang kemungkinan ini jebakan--" kali ini ucapan Jendra terpotong oleh kakak perempuannya yang sedari tadi hanya diam mendengarkan.

"Ck! Bodoh bukan salah satu sifat lo, Je. Lo mau masuk ke jebakan dan malah bukan mempertemukan lo sama Rasel?"

Kanara memberikan tatapan sinis ke arah adik pertamanya yang belum melepaskan pandangannya dari laptop alaya. Tidak ada tanggapan dari Jehan, Kanara dan Jendra anggap pria itu setuju. Wanita bersurai panjang dan memiliki mata sinis itu memberi isyarat kepada adik bungsunya.

"Yaudah tim lo yang turun" sahut Jehan pasrah.

Jendra mengulas senyum yang sangat tipis tetapi ia langsung mengusutnya dengan cepat sembari mengeluarkan sesuatu dari kotak sekumpulan perangkat alat-alat meretas semacamnya.

"Mereka udah jalan, lo bisa ngasih perintahnya langsung--" kata Jendra sambil memberikan sebuah earpiece kepada kakaknya.

Beberapa detik Jehan menatap sang adik lalu ia menerima pemberian benda kecil dan tanpa berlama-lama ia memakai alat itu di telinga kirinya.

"Sudah menerima rekamannya?"

'Sudah, tuan. Saya mengerahkan empat mobil dipencar untuk mencegat mereka dari arah yang berbeda'

"Bagus,"

Jehan melihat video tersebut dengan sangat teliti matanya mendapati empat orang yang perawakannya hampir sama dengan orang yang muncul di rekaman sebelumnya.

"Yang membawa istri saya ada empat orang, saya mau kalian tangkap keempat orang itu hidup-hidup. Biar saya sendiri yang menghabisi mereka,"

'Baik, tuan'

Ucapan Jehan barusan berhasil membuat yang lainnya mengalihkan pandangan ke arah Jehan. Pria itu terdengar tidak main-main sama sekali namun mereka tidak terkejut lagi. Memang begini sosok Jehan ketika diprovokasi, persis seperti mendiang ayahnya dulu.

Kecuali Jisya. Dokter wanita yang berstatus salah satu sahabat Rasel itu benar-benar dikejutkan oleh suara dan kalimat yang Jehan ucapkan barusan. Ia sedikit merinding karena intonasi suara Jehan cukup menakutkan baginya.

Jisya mundur perlahan, berniat menjauh dari mereka. Bahkan orang yang ia kenal sebagai atasan yang baik dan sangat dihormati, seketika berubah total dan Jisya tidak mengenalinya.

Aura Kanara dan Tania saat ini benar-benar berbeda dibanding saat di rumah sakit. Apa keputusannya datang kesini adalah kesalahan?

Sebenarnya siapa mereka? Pertanyaan yang mendominasi pikiran Jisya sekarang.

"Stop--" Jehan memberi intrupsi supaya video yang terputar untuk dihentikan sebentar. Dia menunjuk ke titik plat sebuah mobil yg tampak familiar.

"Perjelas ini, Ya" pinta Jehan yang langsung dituruti. Tindakannya ini membuat yang lain penasaran sehingga mereka pun mendekat.

"6389 VUB" tutur Alaya. "Ini mobil yang tadi lo suruh kita cari pemiliknya kan?!"

"Udah dapet tentang pemiliknya?" tanya Jehan tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

Sontak Ezzra merogoh ponselnya dari salah satu sisi saku celananya. Memeriksa apakah ada bala san dari bawahannya atau tidak, ia menatapnya cukup lama karena ternyata informasi yang telah ditunggu-tunggu sudah dikirim beberapa menit yang lalu.

Ia membaca informasi yang diminta Jehan berupa pesan dengan seksama. Raut wajahnya menunjukkan bahwa dirinya sedikit terkejut akan sesuatu.

"Lorenza pemiliknya tapi Billy yang nyetir" ucap Ezzra yang cukup mengejutkan semuanya. "Anak buah gue berhasil dapet rekaman kamera dashboard mobil itu"

Ezzra menatap Alaya, memberinya tanda bahwa wanita itu bisa memutar video trsbut dari laptop nya. "Gue udah kirim videonya ke lo, Ya"

Jehan tersenyum miring tak percaya, "Gue kira si brengsek itu udah mati di tangan Jeksa nyatanya gue salah"

"Emang dari awal gue udah ragu sama tuh orang, lain kali gue bakal bunuh dia langsung di tempat. Ngga ada ampun--" ujar Yaslan menggeram kesal

Jendra mengeraskan rahangnya dan bergumam, "Bajingan"

Pandangan mata Marven sedari tadi tak lepas dari sosok dokter wanita di sampingnya yang terlihat bergetar bingung dan ketakutan. Tanpa berpikir lama, Marven membawanya duduk di sofa panjang yang hanya diduduki Kanara.

Marven tau wanita itu terlalu syok namun harus bagaimana lagi? Sama seperti pikiran Jehan, dia memang harus mengetahui kebenaran ini. Fakta bahwa Lola merupakan sosok yang berbahaya.

Selang tiga detik, Tania menghampirinya dengan segelas minuman hangat. "Biar ibu yang urus dia, Ven." ucapnya.

Selepas Marven pergi sesuai perkataan Tania, Jisya sempat menghindar namun senyuman Tania berhasil meyakinkannya bahwa wanita itu tidak memiliki niat buruk terhadapnya.

"Sebenarnya kamu ngga perlu terlibat, Jisya. Tapi karena kamu sahabat Rasel dan ibu rasa ini emang sudah waktunya kamu tau kalo selama ini kamu berteman dengan orang jahat," kata Tania.

"Kamu, Rasel, Lola emang lebih dulu kenal dibanding kita yang baru kenal kalian bertiga beberapa waktu terakhir. Tapi gimanapun juga orang jahat bakal tetep jadi orang jahat apalagi kayanya Lola udah ngerencanain ini semua"

Tania memegang punggung tangan kiri Jisya, "Ibu ngga mau kamu salah paham sama kita. Mereka--" Tania menunjuk ke arah orang-orang yang ditakuti Jisya.

"Orang-orang yang dipilih langsung sama bunda Rasel dulu kecuali Alaya sama Ezzra," Saat itulah Tania memutuskan untuk menceritakan semua dari semula.

Selagi mereka berdua sibuk, di sisi Jehan dan kawan-kawan menyaksikan kamera on live yang dipasang oleh tim Jendra yang tengah mengejar mereka yang menculik Rasel sesuai rekaman yang Alaya temukan.

Belasan menit mereka memantau bahkan disaat tim yang dikerahkan sampai destinasi yang sesuai dengan rekaman, nyatanya objek tujuan mereka tidak ada disana.

'Disini tidak ada apa-apa, bahkan sama sekali tidak ada jejak--'

Alaya panik. Ia bergegas mencari dan berpindah sudut kamera untuk memberikan clue tambahan dan memastikan mereka tidak kehilangan jejak untuk yang kedua kalinya.

"Perluas pencarian kalian!" sentak Jehan marah. Pria itu mengeraskan rahang dan mengepalkan kedua tangannya.

'Baik, tuan.'

"Jangan ada yang berhenti cari." kata Jehan seperti mengancam atau memberi peringatan.

Saat itu juga, terdengar jelas Alaya mengumpat. "Sialan"

"Kenapa, Ya?" tanya Yaslan memastikan.

"Je.." panggil Alaya. Ia menggigit bibir bawahnya dan memainkan kukunya.

Jehan menatap Alaya tanpa bersuara, menunggu perempuan itu mengatakan sesuatu yang dia tahan. Tetapi Jehan menangkap suatu kejanggalan hanya dari tingkahnya.

Perasaan Jehan tidak enak jadinya.

"Kita terkecoh--" kata Alaya memandang Jehan dengan tatapan ragu. "Tebakan gue, mereka sengaja muncul di kamera CCTV sini biar kita percaya kalo mereka masih pake mobil itu"

"Gue rasa, mereka ganti mobil disini"

Jadi satu-satunya petunjuk yang mereka punya musnah begitu saja?

Jehan menjauh dari laptop dan melempar vas bunga di dekatnya sehingga suara nyaring dari pecahnya vas tersebut mengejutkan semua orang yang ada disitu.

"Brengsek!!" geramnya.

Marven memandangi Jehan dengan tatapan yang tak biasa. Ia benar-benar tidak pernah sekalipun melihat sisi Jehan yang seperti ini hanya karena seorang wanita.

Ezzra, Alaya, Yaslan, Jendra, Kanara, Tania dan Jisya hanya bisa diam, lebih tepatnya mereka tersentak kaget. Di situasi amarah yang sudah menguasai diri Jehan seperti ini tidak ada yang berani mendekatinya.

Mungkin hanya Rasel yang berani dan bisa menenangkannya. Tetapi mereka berdelapan mewajarkan Jehan yang sangat terkulut emosi begini maka dari itu tak ada satupun dari mereka yang berniat menenangkannya.

Detik itu mereka semua tidak tau lagi harus melakukan apa. Semuanya kacau. Tidak ada satupun petunjuk yang bisa membantu mereka dalam misi pencarian Rasel.

Sementara Tania tersenyum tipis saat melihat Jehan yang begitu terbakar emosi. Ia tak pernah melihat putranya semarah ini semenjak Reygan berpulang duabelas tahun yang lalu.

Tania memeriksa jam tangannya lalu menyeruput gelas teh dipegangannya. Tidak memedulikan suasana tegang dan penuh keputusasaan yang ada diruangan ini.

°°°

Setelah sekian lama Rasel berjalan di hutan lebat yang sangat gelap, akhirnya ia memilih untuk kembali ke area jalanan. Berharap ada satu saja lampu yang menerangi dan menemani jalannya.

Rasel menghela lega ketika ia melihat sebuah pencahayaan di samping jalan besar. Entahlah apakah ia benar berjalan ke arah Utara atau tidak namun satu hal yang membuatnya tenang meski sebentar.

Kini dirinya terbebas.

Dengan kaki yang terasa sangat persih dan darah belum berhenti walaupun perlahan mulai menge ring, Rasel memaksakan diri supaya dia bertahan sampai ada yang menjemputnya.

Perkataan lelaki itu bukan pembohongan kan? Rasel benar-benar akan pasrah apabila pada akhirnya ia dibodohi.

Rasel sedikit berjalan pincang. Rasa nyeri yang mulanya hanya dibagian pergelangan kaki kini menjalar sampai kaki dan telapaknya. Sepertinya kedua kakinya lecet dibalik sepatu yang ia pakai.

Kedua tangannya mengusap kedua bahu meski bergetar kedinginan. Suhu malam hari ditambah derai hujan yang cukup deras sehingga bajunya basah kuyup dan dia pun kedingingan.

"Jehan, gue takut.." lirih Rasel meneteskan air matanya.

Rasel ingin sekali menghubungi Jehan, mengatakan bahwa dia berhasil melarikan diri dan meminta suaminya itu menjemputnya tapi dia tidak tau bagaimana caranya.

"Gue pengen pulang--"

Walaupun suara rintikan hujan mendominasi, tetapi kedua telinga Rasel menangkap suara deruman mobil yang terdengar samar. Rasel sedikit menoleh ke belakang dengan sorot mata yang berbinar.

Tampaknya itu jemputan seperti perkataan pria yang menolongnya tadi bukan?

Rasel hendak memberi tanda meminta pertolongan namun sepertinya dewi keberuntungan sedang tidak memihaknya untuk kedua kalinya hari ini.

"Hmphh.."

Tubuh Rasel ditarik secepat kilat dari samping oleh seseorang tetapi Rasel langsung memberontak dan mencoba berteriak meskipun mulutnya dibekam oleh orang tak dikenal.

Rasel berusaha melepaskan diri sebelum mobil yang ia lihat tadi melewatinya dan ia benar-benar kehilangan kesempatan. Tangannya tak tinggal diam, ia memukul-mukul orang yang menariknya itu.

Terlalu fokus melawan sampai Rasel tidak sadar bahwa tindakannya ini membawa mereka berdua ke ujung jurang, lebih tepatnya Rasel berdiri tepat ditepian jurang yang cukup curam.

Mulutnya masih dibekam sampai teriakan Rasel kalah dengan suara hujan. Dan Rasel masih belum mau menyerah, dia berusaha kuat untuk membebaskan diri dari lelaki ini.

Hingga salah satu kaki Rasel terpeleset menyebabkan dirinya jatuh terguling ke dalam jurang yang curam tersebut, namun lelaki yang menariknya dari tengah jalan tadi malah menempatkan salah satu tangannya di belakang leher Rasel dan satunya lagi di pinggang lalu ikut terjatuh dengan posisi merengkuh tubuh ramping Rasel seolah bertujuan untuk melindunginya.

Keduanya terguling cepat karena jurang itu cukup curam dan dalam. Tubuh mereka berbenturan dengan ranting pohon mulai yang dari kecil hingga besar. Bahkan mereka sempat terbentur batu.

Untung saja kepala Rasel terlindungi oleh tangan dan dada bidang si lelaki sehingga hanya dialah yang terbentur batu. Lebih untung lagi mereka terselamatkan oleh rerumputan yang lumayan lebat jadi keduanya tidak sampai bertemu tanah langsung.

Rasel sudah memejamkan matanya di dalam rengkuhan lelaki itu. Dia sudah tidak merasakan apapun lagi di pertengahan tragedi jatuh sampai mereka berhenti di permukaan bawah jurang dengan posisi Rasel terbaring di atas tubuh si lelaki.

Sementara lelaki ini masih sedikit sadar, ia pakai dengan memeriksa kondisi Rasel dan setelah dia memastikan wanita itu tidak terluka terlalu parah, ia menghela lega lalu sesudah itu kesadarannya pun menghilang.

-

snippet.

"Bawa Rasel masuk ke dalam mobil dan beri dia selimut hangat."

"Baik, bu."

Tubuh ramping Rasel yang terkapar perlahan diangkat oleh dua perempuan lalu membawa masuk ke dalam mobil sesuai perintah tadi.

Melihat itu, dia yang terlihat berkuasa karena bisa memberi perintah sontak membantu lelaki berdiri dari baringannya. "Lo gapapa?"

"Aman, tapi bahu gue tolong--" Lelaki itu meringis serata memberi isyarat untuk membantunya mengatasi dislokasi pada bahunya.

"Badan lo kuat juga. Jatuh dari jurang yang tingginya lebih dari tujuh meter aja lo cuma dislokasi"

"Cuma lo bilang?! Harusnya lo yang diposisi gue, Bu Bos" balasnya dengan nada mengejek.

Wanita yang dipanggil 'Bu Bos' ini terkekeh sambil memegang bahu si lelaki, bersiap untuk memperbaiki posisi bahunya yang bergeser.

Krek

"Argh, sialan!" ringisnya

"Itu--"

"Resiko lo! Gue nyuruh lo ngejalanin misi ini juga sebagai balasan dari pengkhianatan lo! Dan.."

"Lo ngebiarin Rasel jatuh?! Gila ya lo, Bill! Kalo dia kenapa-kenapa gimana?!"

"Rasel berusaha kabur karena dia takut, lo bilang jangan sampe Rasel pergi apapun caranya. Gue cuma ngejalanin perintah lo dan gue ngga sadar kita ditepi jurang--"

"Ck! Ya, gue akui kinerja lo bagus juga. Berkat lo Rasel ngga ada luka serius kalo ada gue harus ngomong apa ke suaminya nanti, hah?!"

"Bisa ngga sih lo sedikit perhatian ke gue juga? Jangan lupa peran gue besar buat misi lo ini,"

Bu Bos merotasikan bola matanya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Gue akui itu. Tapi Rasel itu Nyonya Kanagara, bodoh"

"Gue tau, bodoh. Gue juga tau seberapa pentingnya Rasel buat Jehan, tapi gue ngga paham kenapa lo sampe segininya buat dia? Bahkan lo sampe buat misi yang sematang ini.."

"Bukan urusan lo. Yang jelas bagi gue ngga ada yang lebih penting dari nyawa Rasel"

to be continued~~~

Oke jadi gimana part ini? JUJUR AH.

Iyaiya, momen Rasel sama Jehannya harus ditunda lagi yagesya wkwkw. Jgn ngambek dong ayank-ayankku🥺

Harus siap aja, romance Jehan-Rasel beberapa episode ini cuma tipis-tipis atau mungkin ngga ada👁👄👁

SABAR GES SABAARR EHEHEHE

Ada yg bisa tebak satu cewek, satu cowok yang bagian terakhir itu siapa? Kalo ada tebakan yg bener gokil sih..

Ok dah














2baddies, 2baddies 1 porsche
when we pull up you know it's a shutdown

see u di part selanjutnya!💗

Continue Reading

You'll Also Like

825K 87.2K 58
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
196K 9.6K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
66.7K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
332K 27.7K 39
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...