Love Me, Love Me Not

By Aurora_Rogers

10.2K 572 39

Kim Bum, Kim So Eun More

Sinopsis
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14

PART 6

415 34 0
By Aurora_Rogers

-Love Me, Love Me Not-

Mentari pagi berusaha menyampaikan rindu kepada Kim Bum dengan menitipkan seberkas cahaya untuk menciumi permukaan kulitnya. Membawa Kim Bum pulang dari mimpi indah yang harus disudahi itu. Karena kehidupan nyata dan berat sedang menunggu untuk diselesaikan.

Pelan-pelan pagi berhasil membuat Kim Bum mengerjab-ngerjabkan mata. Berusaha menyesuaikan pencahayaan pada retinanya saat mata itu mulai terbuka.

Butuh beberapa detik bagi Kim Bum untuk sepenuhnya fokus dengan apa saja yang dilihatnya, dan hal pertama yang dilihatnya sepagi ini adalah mata dan bibir tersenyum yang menyambut atau bahkan sudah menunggunya bangun.

"Morning...", sapa pemilik senyuman itu dengan lembut kepada Kim Bum yang sepagi itu harus diberikan kejutan menyadari orang itu adalah So Eun.

"Jesus Christ!!" Pekik Kim Bum terkejut dengan sedikit menjauhkan jarak wajah mereka yang amat dekat, menarik tangannya sendiri yang bisa ia sadari merangkul pinggul kecil So Eun.

"Aku bukan Jesus", jawab So Eun tersenyum, "aku Kim So Eun, istrimu yang sangat cantik", lanjutnya masih dengan senyuman penuh kegemasan akan reaksi Kim Bum.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Serang Kim Bum berkelanjutan yang semakin seram melihat senyuman So Eun sesumringah itu.

"Tidur, kemudian kau memelukku sangat erat, jadi aku tak tega bergerak untuk membangunkanmu", jawab So Eun dengan begitu santai.

"Kau tidur di kamarku?"

"Arhhhh, aku mulai muak menjawab pertanyaan itu setiap saat", balas So Eun bergerak turun dari ranjang serta mengabaikan syok di mata dan di bantin Kim Bum untuk yang kesekian kali.

"Karena itu jangan bersikap menakutkan"

"Apa yang menakutkan tidur dengan istrimu?" Balas So Eun sambil berjalan ke arah kamar mandi.

"Kau tidak lupa karena apa kita menikah?"

"Tentu aku ingat, karena kau dan aku tidur, kemudian aku hamil, dan akhirnya menikah", balas So Eun frontal. Sesampainnya di mulut pintu kamar mandi, wanita itu kembali menoleh ke arah Kim Bum, "kau dan aku sudah membuat anak. Jadi, jangan membuat situasi ini seolah tidur di sampingku adalah hal baru bagimu, suatu dosa yang tidak bisa dilakukan", lanjutnya dengan seringaian yang kemudian memasuki kamar mandi.

Untuk kesekian kali Kim Bum kehabisan kata, merasakan perubahan So Eun yang sangat drastis dari 2 tahun dikenalnya. Menjadi keanehan yang semakin membuat Kim Bum bergidik, namun tetap memutuskan untuk memastikan apa yang menjadi alasan perubahan perilaku So Eun.

Beberapa menit berlalu memikirkan semua perubahan So Eun, akhirnya Kim Bum mendengarkan suara pintu kamar mandi berdecit pertanda So Eun sudah menyudahi mandinya.

Segera Kim Bum turun dari ranjang. Berencana bertanya, namun setelah So Eun keluar dari sana hanya dengan sehelai handuk yang menutup tubuhnya, kembali harus membuat Kim Bum olahraga jantung.

"Sialan...", decak Kim Bum hanya untuk didengarnya sendiri.

Tidak ingin terus uring-uringan, Kim Bum mengatasi gangguan pada penglihatannya itu dengan menarik napas dalam-dalam, dan berpura-pura baik-baik saja dengan itu.

Lalu Kim Bum berjalan mendekat ke arah So Eun yang nyaris keluar kamar, yang entah kemana wanita itu akan berkeliaran dengan handuknya itu saja.

Sementara Kim Bum mengikuti So Eun hingga mulut pintu, "apa, kau ingin mengatakan sesuatu?" Sekat So Eun tiba-tiba dan menghentikan langkah Kim Bum. Wanita itu berbalik dan melihat sorot mata tidak nyaman Kim Bum, namun pria itu tetap berjuang untuk melihatnya.

"So Eun..."

Kim Bum menyebut nama So Eun dan hanya ditanggapi gadis itu dengan tatapan tanya, "kau yakin baik-baik saja?" Lanjut Kim Bum berusaha memastikan dengan sedikit menilik-nilik pada raut wajah So Eun.

"Tentu saja, aku tidak terlihat seperti itu?" Timpal So Eun dengan ekspresi yang terlihat baik-baik saja seperti yang dikatakannya.

"Kau yakin tidak butuh ke Psikiater?"
Dengan wajah membujuk dan menenangkan itu Kim Bum bertanya, "aku akan mengantarmu jika kau butuh", lanjutnya serius yang justru membuat So Eun berdecak.

"Sepertinya bukan aku orang yang tidak baik-baik saja di sini", So Eun mengungkit kembali semua reaksi Kim Bum

"Aku tidak akan seperti itu jika kau tidak tiba-tiba berubah menjadi sangat menakutkan", timpal Kim Bum tidak terima.

"Sampai sekarang aku masih penasaran, apa yang menakutkan dari kau tidur bersama istrimu?"

So Eun kembali berdecak, "aku bukan harimau yang akan memakanmu jika aku lapar", lanjutnya dengan jengkel atas sikap sok ketakutan Kim Bum tidur bersamanya.

"Ya, kau bukan harimau. Tapi sikapmu ini yang lebih menakutkan dari harimau"

So Eun memutar mata mendengar itu, "dari awal aku sudah mengatakan padamu, jangan menikah denganku. Tapi kau memaksa", lanjut So Eun segera melanjutkan langkah menuju wardrobe yang malam lalu di susunnya.

"Sekarang kau menjadi suamiku. Tentu saja akan ku jalani, dan aku akan sangat menikmatinya", ujar So Eun sebagai penutup. Meninggalkan Kim Bum yang mulai kehabisan akal dan nyaris menyerah.

Pria itu semakin berpikir mungkin benar, bahwa sebenarnya So Eun tidak seperti yang dipikirannya selama ini.
Seperti yang dikatakan Tuan Im dan Nyonya Im, So Eun itu berbahaya.
Apakah selama ini Kim Bum salah menilai?

Apakah sebenarnya sikap So Eun yang sok profesional itu hanya pura-pura, dan inilah sikap asli So Eun?

Baiklah, semua kemungkinan itu semakin membuat kepala Kim Bum pusing. Dan saat ini, dia benar-benar butuh untuk menyingkir dari rumah, terutama dari kemungkinan melihat So Eun. Kim Bum bisa semakin gila.

Dengan segera Kim Bum membersihkan dirinya. Sangat cepat dalam bersiap ke kantor yang kemudian meninggalkan rumah itu tanpa mengatakan apapun kepada So Eun yang terlalu sibuk mendandani dirinya di dalam wardrobe.

-Love Me, Love Me Not-

Kim Bum sampai di kantor, dan tiba pada ruang kerjanya di waktu yabg tepat pria itu terduduk dengan lemas. Kim Bum bahkan telah melewatkan sarapan atau setidaknya segelas kopi untuk paginya hanya karena menghindari So Eun yang mendadak sangat agresif padanya.

Sebuah keanehan yang tidak bisa Kim Bum tolerir namun juga tidak mampu dipaksanya untuk dihentikan So Eun. Karena So Eun yang sekarang, bukan yang dulu patuh akan perintahnya. Sekarang ini So Eun sudah tidak mau mendengarkan apapun yang Kim Bum katakan, hanya karena gadis itu sudah berubah menjadi istrinya.

Kim Bum kembali menghela napas panjang-panjang, menatap ke arah dinding kaca itu, tepatnya pada ruang kerja So Eun yang masih kosong.

Beruntungnya Kim Bum diselamatkan idenya sendiri mencutikan So Eun atas pernikahannya. Cukuplah Kim Bum tersiksa di rumah dengan sikapnya, berada di kantor seharusnya bisa sedikit menolongnya.

Kim Bum tidak sadar, harapan yang dibangun akan jatuh tidak sampai beberapa menit lagi. Karena istri yang sangat ingin dia hindari sedang melenggang manis di lantai kantor.
Namun tidak bisa segera sampai, karena harus meledani pertanyaan beberapa Karyawan yang penasaran dengan cincin pernikahannya. Dan seperti biasa jika di depan orang, So Eun akan berubah menjadi malaikat tanpa sayap dengan segala keramahannya.

Meladeni semua pujaan atas cincin pernikahannya itu, So Eun kembali melanjutkan langkah masuk pada ruangan yang sudah beberapa lama ini ia tinggalkan.

Mendorong pintu pelan untuk mengejutkan Kim Bum yang memamg sudah mulai berusaha fokus pada laporan di mejanya. So Eun menapaki lantai dengan hati-hati, melewati mejanya dan terus ke arah milik Kim Bum.

Beberapa langkah lagi untuk benar-benar sampai di depan meja kerja Kim Bum, So Eun tersenyum puas memandang keseriusan sang suami saat bekerja yang menjadi salah satu daya tarik dan membuat pria ini menjadi lebih tampan.

Puas mengagumi ketampanan Kim Bum, akhirnya So Eun menghabiskan langkah kakinya untuk sampai di meja itu.

"Hi... husband...", sapanya lembut yang nyaris membuat Kim Bum terjungkal.

"Ya Tuhan...."

Kim Bum masih terus terkejut, sekalipun ini bukan pertama kali So Eun mengejutkannya.

"So Eun?" Seru Kim Bum berusaha menahan pekikannya. Dilihatnya lagi So Eun meletakkan sebuah paper bag di atas meja, kemudian cup starbucks di sampingnya.

"Kau melupakan sarapanmu", timpal So Eun enggan menanggapi keterkejutan Kim Bum setiap saat, "dan ini, kopimu", lanjutnya menunjuk cup kopi itu.

Sambil tersenyum So Eun menatap Kim Bum kembali, "makanlah. Kau pulang sangat mabuk. Kau butuh itu untuk menghilangkan pengarmu", lanjutnya bersungguh-sungguh yang semakin membuat Kim Bum bergidik menatap makanan itu dan So Eun secara bergantian.

"Kau punya cukup waktu cuti, dan aku yakin ini belum saatnya untuk kau masuk bekerja lagi"

Kim Bum membuat pernyataan yang secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa So Eun tidak perlu bekerja untuk beberapa saat ini. Setidaknya sampai ia sembuh dari tingkah aneh dan menyebalkannya.

So Eun mengangguk, "aku tidak bisa berdiam diri di rumah saja satu harian. Aku tidak terbiasa dengan gaya hidup seperti itu", jawabnya dengan begitu polos, "tenang saja, aku bisa berperan ganda. Aku bisa bekerja untuk mencari nafkah, dan aku juga bisa mengurus rumah tangga sekaligus dengan sangat baik", lanjutnya dengan senyum tanpa beban setelah memberikan Kim Bum beban berat.

Kim Bum hanya memberinya tatapan putus atas jawaban yang menandakan bahwa So Eun sudah masuk kerja kembali.

"Ayolah, menjadi miskin tidak cocok untukku. Dan aku sudah terbiasa bekerja keras untuk tidak terlihat seperti itu. Jika aku hanya di rumah, aku bisa gila", protes So Eun atas tatapan Kim Bum yang dianggapnya sebagai protes seorang suami yang lebih suka istrinya di rumah dan berbelanja menghabiskan gaji suami.

Kau salah paham, So Eun!!!

"Kau tidak perlu bekerja keras untuk punya uang. Kau tidak akan pernah miskin jika punya orangtua sekaya itu", decak Kim Bum pelan, namun cukup sampai di pendengaran So Eun.

Tiba-tiba saja So Eun berpura-pura tidak mendengar bagian itu. Tak ingin memberi Kim Bum celah untuk memperpanjang percakapan mengenai orangtuanya.

"Biar ku siapkan untukmu", So Eun nyaris meraih paper bag berisi box makan itu, namun segera Kim Bum atasi dengan menyingkirkan tangan So Eun. Dia harus mencari tahu cara mengatasi sikap So Eun, mungkin seperti ini akan berhasil.

"Tidak apa-apa, biar aku saja", jawabnya meraih bawaan So Eun itu dan membawanya ke arah sofa.

So Eun tersenyum penuh kemenangan melihat Kim Bum duduk di sofa dan mulai mengeluarkan box makanan itu. Suaminya menjadi sedikit lebih penurut.

"Baiklah, aku akan memeriksa komputerku dulu. Melihat pekerjaan apa yang sudah ku lewatkan selama tidak masuk", tukas So Eun bersemangat.

"Benar, lakukan lah" dibalas Kim Bum dengan senyum yang sangat ia buat-buat. Terlalu ketara hanya untuk membuat So Eun menyingkir dari hadapannya.

"Selamat makan, husband", tukas So Eun dan pura-pura terkejut, "maaf. Maksudku, Direktur Kim", lanjutnya mengoreksi penyebutannya jika mereka sedang berada di kantor.

Situasi yang benar-benar harus membuat Kim Bum menahan muntah. Memaksa tersenyum saat dia benar-benar ingin menghilang dari sisi So Eun atau bahkan muka bumi.

Baiklah, setidaknya Kim Bum sudah menemukan solusi kecil mengatasi hal mengerikan ini. Mengorbankan diri dengan sedikit berpura-pura berbesar hati menerima kelakuan So Eun yang amat terobsesi menjadi istri penuh kasih.

Setidaknya dengan itu, Kim Bum tidak perlu berteriak menghabiskan tenaga membujuk So Eun menyingkir dari hadapannya.

Maka diputuskan Kim Bum memulai makan bawaan So Eun, sebelum wanita itu kembali dan menggurinya dengan nada sok perhatian mengerikan itu.

"Apa dia berpura-pura perhatian, namun diam-diam meracuniku?" Tanya Kim Bum pada diri sendiri, mencuri-curi pandang ke arah So Eun. Dan entah mengapa nampak sangat ragu untuk menyendok makanan itu ke dalam mulutnya.

"Ada apa?" Tanya So Eun dari mejanya melalui  dinding kaca itu, bergerak nyaris datang yang segera dipaksa Kim Bum memasukkan makanan itu ke dalam mulut. Sebelum So Eun kembali, itu akan lebih membunuh daripada racun apapun yang dimasukkan wanita itu ke dalam makanannya.

"Tidak apa-apa", ujar Kim Bum berpura-pura menikmati sendokan pertama itu. Dan memang berhasil menahan langkah So Eun untuk mendatangi kembali.

Tapi tunggu dulu, So Eun memang sangat menjengkel belakangan ini. Tapi Kim Bum tidak bisa berbohong, bahwa masakan sang istri yang awalnya sangat terpaksa dimakannya itu menjadi sangat lezat setelah masuk ke dalam mulut da tenggorokannya.

Sarapan pura-pura yang justru mulai dinikmati Kim Bum. Sedikit bersemangat menandaskan setiap menu yang ada di box makan itu. Kemudian sesekali melirik sang istri yang terlihat fokus pada komputer di mejanya.

Satu hal lagi tentang So Eun yang semenyebalkan apapun dia sekarang,
namun tetap harus diakui Kim Bum, bahwa istri sekaligus Sekretarisnya itu sangat kompeten dalam pekerjaannya, dia sangat rapih menata hasil pekerjaan, teliti juga cekatan, dan cepat menangkap informasi yang disampaikan padanya.

-Love Me, Love Me Not-

Sekon terus berlomba, dan menit yang terus berjalan bekerja keras untuk menjadi satuan jam yang berlalu. Matahari dan panas dari siang hari mulai ditelan bumi sedikit demi sedikit. Berubah menjadi senja yang melukiskan semburat orange di permukaan langit yang dipandang manusia.

Kesibukan para pekerja siang mulai berkurang, pencari nafkah dan tumpukan Won sebagian mulai bergegas pulang, dan sebagainya masih harus melewati 60 menit atau lebih lagi untuk bertemu jam pulang.

Begitu pula dengan pasangan Kim Bum dan So Eun yang masih sibuk dengan urusan masing-masing pada monitor mereka. Terutama So Eun yang sangat fokus mengejar sesuatu yang harus ia berikan kepada Kim Bum sesuai perintah pria itu 2 jam lalu.

Di menit ia menyelesaikannya, So Eun menyusun berkas yang baru saja diprint outnya sesuai sistem yang sudah direncanakannya. Merapikannya dengan begitu terkonsep agar Kim Bum bisa lebih mudah membaca dan mempelajarinya.

So Eun berjalan ke arah meja kerja Kim Bum dan menyerahkan berkas itu kepada Kim Bum yang sedang sibuk bicara melalui ponselnya dan terlihat serius dengan itu.

Sambil berjalan So Eun sekilas memperhatikan lagak Kim Bum bicara yang nampak tegang, dan setelah memutus panggilan tiba-tiba saja pria itu bergegas memasukan kembali ponsel itu ke dalam jas, dan meraih coat yang tergantung di sisi mejanya.

"Ini semua berkas laporan dari lapangan, Pak. Aku sudah menyusunnya berdasarkan besar pengelolaan setiap lokasi"

So Eun meletakkan berkas itu di atas meja, memandang Kim Bum aneh atas kesibukan pria itu mengenakan coat dan nampak akan pergi tanpa memeriksa berkas yang diberikannya.

"Pak?" Ulang So Eun untuk menyadarkan Kim Bum bahwa dia ada di sana. Apa wanita secantik dirinya tidak terlihat di sana? Sialan.

"Baiklah, tinggalkan saja. Akan ku periksa nanti", jawab Kim Bum setelah tersadar akan kehadiran So Eun. 

"Aku harus pergi", ujar Kim Bum menyelesaikan. Bergerak cepat, untuk menyingkir dari sana. Dan segera So Eun memberikan respon tidak setuju.

"Kau masih punya sesuatu yang harus diselesaikan dan perlu untuk besok pagi, Pak"

So Eun menahan Kim Bum yang mulai melangkah pergi, "selain itu, ini bahkan belum jam pulang", ulang So Eun berusaha menahan dan mempertanyakan akan kemana Kim Bum di saat ia punya pekerjaan yang masih harus dikerjakan.

"Karena itu aku memperkerjakanmu. Membantuku mengejarkan apa yang tidak sempat ku kerjakan"

"Ini bukan jenis pekerjaan dimana aku bisa melakukannya tanpa izin"

Kim Bum berhenti sesaat, "aku memberi izin sekaligus memberi perintah. Jadi, kerjakanlah", tukas Kim Bum dengan ketus, yang semakin membuat kening So Eun mengerut.

Kim Bum mulai menciptakan langkah untuk menjauh, namun ketidakrelaan terus menyerang So Eun hingga menahan tangan kanan Kim Bum.

"Sebenarnya urusan apa yang tidak bisa menunggu sampai kau harus meninggalkan pekerjaanmu?"

So Eun bertanya dengan segala kecurigaan, yang mana dia sangat tahu selama bekerja dengan Kim Bum, pria itu bukan jenis atasan yang meninggalkan perkerjaan dengan alasan apapun, terutama mempercayakan seseorang mengerjakannya. Karena Kim Bum tak percaya siapapun bisa melakukan pekerjaan itu dengan baik.

"Pekerjaan mu untuk melakukan perintah, bukan untuk mencampuri urusan atasanmu"

Kim Bum menjawab sambil melepaskan tangan So Eun, yang segera ditarik So Eun kembali.

"Jika kau mengatakan akan pergi kemana, ini akan menghemat waktumu untuk segera pergi"

Kim Bum kembali menghela napas, "pergi kemanapun, tidak ada waktu untuk meladeni omong kosong sok perhatianmu. Jadi, menyingkirlah", jawab Kim Bum serius dan dengan tatapan mata tajam saat perlahan ia merasakan bahwa So Eun melepaskan tangannya.

"Baiklah", balas So Eun mengalah, bukan kalah. Dalam situasi mendesak Kim Bum, gadis itu justru memeluk Kim Bum, mengeratkan tangan pada pinggul pria itu, dan menaruh wajahnya pada dada Kim Bum.

"Ya!! Apa yang kau lakukan. Lepaskan", protes Kim Bum bergerak tidak nyaman. Berusaha melepaskan pelukan So Eun, namun gadis itu terus memaksa dan menahan.

"Kita harus membiasakannya. Dan ku pikir kita harus banyak-banyak berlatih untuk itu", ujar So Eun terus menolak Kim Bum melepaskan pelukan mereka.

"Bagaimana jika ada orang yang melihat kita?"

"Tidak akan. Untuk itulah pintu digunakan di sana"

Kim Bum tetap berusaha dan tak pernah setuju dengan So Eun untuk membiasakan pelukan di antara mereka.

"So Eun lepaskan. Aku harus pergi. Aku buru-buru", ujarnya lebih keras melepaskan pelukan itu, dan Kim Bum berhasil setelah So Eun cukup puas memeluknya.

"Sudaah ku katakan, kau harus ke Dokter", ujar Kim Bum sambil menggelengkan kepala dengan tatapan sok polos dan sok bahagia So Eun menjajahnya

"Demi Tuhan, kau sudah sakit. Aku yakin itu", tukas Kim Bum sebagai penutup. So Eun bahkan tidak peduli dengan kalimat itu, ia justru tersenyum melepaskan sang suami pergi lebih dulu.

Mengangkat tangan untuk Kim Bum dengan sumringah yang nyaris muntah untuk dilihat Kim Bum, sampai So Eun teringat sesuatu.

"Karena kau lupa, aku akan mengingatkanmu. Ini hari ulang tahunku", teriak So Eun yang sempat menahan tangan Kim Bum yang nyaris membuka pintu.

"Lalu apa hubungannya denganku?" Timpal pria itu jengkel.

"Pulanglah lebih cepat", jawab So Eun.

"Untuk apa aku melakukan itu untuk orang menyebalkan sepertimu?"

"Karena kita akan merayakannya dengan makan malam berdua. Seperti suami istri harmonis lain"

"Harmonis dari neraka" decak Kim Bum di dalam hati.

"Aku tidak suka makan malam berdua. Terutama jika itu denganmu"

Kim Bum membuka pintu tak peduli dengan keinginan So Eun, dan gadis itu bahkan tidak marah. Dia terus tersenyum yang membuatnya semakin menyeramkan di mata Kim Bum.

"Aku sangat suka bunga tulip. Mungkin kau akan memberikan sebagai hadiah", ujar So Eun yang ditanggapi Kim Bum dengan memutar mata saat benar-benar menarik pintu itu untuk tertutup.

Siapa yang peduli So Eun suka apa?

Memberinya hadiah? Kim Bum tak punya waktu untuk itu, terutama jika itu untuk So Eun.

-Love Me, Love Me Not-

Kehampaan malam menemani kalut dan rasa khawatir yang menyerang Kim Bum saat menapaki lantai sebuah rumah sakit di sudut kota. Panik yang sulit ia atasi membawa tubuhnya menuju salah satu ruangan yang berada di lantai 4 gedung itu.

Tangannya terus mengepal ponsel dan sesekali memeriksa isi pesan yang dikirimkan seorang Manager yang bekerja dengan mantan kekasihnya, Kim Ji Won.

Langkah kaki yang tak mengenal lelah terus berusaha menyanggupi permintaan Shin Se Kyung selaku Manager Ji Won untuk datang, dan melihat keadaan Ji Won yang katanya 2 jam lalu harus dilarikan ke rumah sakit karena kehilangan kesadaran di rumahnya.

Belum bisa dipastikan alasan pastinya mengapa, yang bisa dipastikan Se Kyung adalah Ji Won sedang sangat membutuhkan Kim Bum sebagai alasan mengapa lebih dari satu minggu ini Artisnya itu tidak berhenti menangis dan tidak pernah fokus pada pekerjaan.

Sekian lama terus menghindari Ji Won, pada akhirnya Kim Bum yang datang menemuinya. Sulit untuk Kim Bum berpura-pura tidak peduli seperti biasa jika Ji Won sudah sakit, dan cukup serius saat ini.

Setelah sampai di depan pintu nomor kamar yang disebutkan Se Kyung padanya di dalam pesan, Kim Bum akhirnya membawa kaki lemasnya untuk menghampiri sosok tercinta yang sedang berbaring lemah di atas ranjang pesakitan itu, dan sedang menatapnya lesu sejak di mulut pintu.

Sekilas Kim Bum menunduk kepada Se Kyung yang setia menjaga Ji Won di sana. Segera pula wanita itu keluar untuk memberikan ruang kepada Kim Bum dan Ji Won bicara. Atau mungkin membahas tentang mereka hingga membuat Ji Won jatuh sakit.

Kepergian Se Kyung memberikan ruang untuk Kim Bum semakin mendekat pada ranjang Ji Won. Menatap wanita itu sedih yang diharapkan Kim Bum sakitnya bisa berpindah kepadanya.

"Hi..", sapa Kim Bum dengan suara yang kurang bersemangat, dan semakin lesu saat justru Ji Won memaksa senyum untuk menyambutnya.

"Bagaimana keadaanmu", lanjut Kim Bum yang masih ditanggapi Ji Won dengan senyum yang lebih lebar.

"Aku tidak tahu merindukan suami orang lain akan membuatku jatuh sakit", jawab Ji Won dengan suara serak. Berusaha untuk bercanda namun berujung ironis karena itu hal yang sedang dia alami.

Kalimat tepat untuk membuat Kim Bum lebih tertampar lagi dengan kata suami orang dari Ji Won.

"Mengapa kau melakukan ini pada dirimu sendiri", tanya Kim Bum dengan nada tersiksa, "kau harus lebih mencintai dirimu lebih dahulu, daripada aku", lanjutnya sambil menghela napas berat.

"Untuk membalasku, kau seharusnya hidup lebih baik. Berkencan dengan seseorang yang lebih baik", lanjut Kim Bum yang semakin menyalahkan dirinya sebagai penyebab Ji Won jatuh sakit.

Kalimat yang dibungkus Kim Bum dengan pernyataan itu justru membuat Ji Won meraih tangan kanan Kim Bum di sisi ranjang.

"Banyak di luar sana yang lebih baik darimu. Tapi aku tetap lebih memilihmu daripada mereka", jawabnya dengan sangat sendu. Sudah terlalu terluka pada semua yang terjadi ketika Kim Bum meninggalkannya. Semakin terluka lagi saat mengetahui fakta Kim Bum menghamili wanita lain, dan kini sudah menikahinya.

"Itulah mengapa kau seperti ini", tukas Kim Bum, namun justru mengeratkan tautan tangan mereka, "karena itu kau selalu menderita. Karena kau mencintai pria yang tidak pantas untukmu", lanjutnya yang digelengkan Ji Won tidak setuju.

"Tidak ada yang lebih pantas bagiku selain bersamamu. Kau tahu itu", jawab Ji Won, "aku bisa mati jika tidak ada kau di sampingku"

Kim Bum semakin dirunduk rasa bersalah yang dalam mendegar Ji Won masih terus demikian setelah semua yang Kim Bum lakukan padanya.

"Tolong jangan menyiksa dirimu seperti ini", mohon Kim Bum, "kau dan aku. Kita sama-sama sudah terlalu sakit. Jangan menambah sakitmu lebih parah lagi"

"Karena itu kembalilah, jadi obatku", Ji Won memohon sudah ditemani dengan air mata, menatap Kim Bum yang masih terdiam dengan permintaannya namun pria itu juga tidak bisa menjawab tidak seperti biasa.

Melihat Ji Won sakit seperti ini, sudah melemahkan Kim Bum. Dan dia tidak mampu melihat Ji Won lebih sakit lagi.

"Ku mohon, jika kau benar-benar peduli padaku. Tetaplah tinggal di sisiku. Kembalilah", Ji Won meneruskan pernohonan pilunya dengan air mata, juga suara serak oleh wajah pucat pasinya.

Kim Bum yang semakin lemah terus berperang pada dirinya. Menyakitkan sekali melihat Ji Won menangis dalam keadaan terburuk seperti ini. Karena dia meninggalkan Ji Won bukan untuk dilihatnya lebih hancur, tapi untuk gadis itu hidup lebih baik.

-Love Me, Love Me Not-

Malam berlangsung, terus menemani So Eun dengan segala kegirangannya menyibukkan diri mempersiapkan makanan dengan memasak sebanyak yang ada di dalam listnya.

Berkarya di dalam dapur setelah 2 jam kepulangannya dari kantor nampaknya tidak cukup untuk membuat So Eun kelelahan. Wanita itu masih bertenaga, bahkan sangat bersemangat menyediakan makan malam, yang dikatakannya akan menjadi makan malam berdua dengan Kim Bum.

Menghabiskan beberapa menit lagi, akhirnya So Eun menyudahi memasak dan mulai menata semua makanan itu di atas meja makan. Disusunnya dengan begitu indah, bersama gelas dan botol wine di tengah meja. Kemudian beberapa lilin yang berdiri di meja, lebih lengkap dengan vas berisi bungan tulip kesukaannya.

Bagi So Eun, tatanan itu sudah nampak sempurna. Wanita itu menatap bangga hasil masakan dan susunannya. Tinggal menunggu sang suami pulang seperti yang diinginkan.

Dilirik So Eun jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah berada di pukul 20.10, dan suami yang So Eun tunggu belum memberikan tanda-tanda untuk pulang. Namun juga belum jam yang begitu larut untuk menunggu seseorang selesai dengan urusannya.

"Baiklah, sepertinya tangan dan kakiku yang indah ini harus digunakan lebih banyak berguna sebelum dia pulang", ujar So Eun pada diri sendiri dengan berjalan meninggalkan ruang makan. Masuk ke ruangan kecil dimana ia menyimpan alat kebersihan rumah itu, dan mulai menggunakannya membersihkan seisi rumah untuk mengisi waktu kosongnya menunggu Kim Bum pulang.

So Eun yang sangat suka bersih-bersih dan menata sesuatu menjadi sangat terorganisir melewati waktu yang tidak terasa baginya sudah melampaui 90 menit. Menunggu yang masih dinikmatinya karena tidak memeriksa jam, dan sedang fokus-fokusnya menata makanan ringan di lemari penyimpanan baru di dalam dapur.

Menyudahi itu di jam 22.00 dan sudah tak ada yang tersisa di setiap sudut rumah yang bisa ia bersihkan dan tata. So Eun mulai duduk di meja makan dimana karya besar yang dilihatnya harus perlu dipanaskan kembali jika ingin rasanya kembali senikmat sebelumnya.

Sejenak So Eun menimbang-nimbang, apakah terlalu mengganggu jika di jam seperti ini dia sudah menghubungi Kim Bum dan bertanya mengapa pria itu belum pulang juga?

Baiklah, So Eun menghela napas. Dia memutuskan lebih sabar lagi, menunggu setengah jam lagi mungkin masih bisa dilakukannya.

Ditunggunya Kim Bum dengan sabar dan tiada henti memandang berulang pada jam tangannya. Semakin larut dan malam semakin naik. Hingga di jam 23.00 So Eun tidak lagi bisa menahan kesabarannya.

Diambilnya ponsel dari atas meja, dan kemudian membuat panggilan pertama untuk Kim Bum. Panggilan keluar yang masih terus berdengung, namun tak ada respon yang bisa sedikit melegakan lelahnya So Eun menunggu.

"Sebenarnya kemana pria ini. Jari-jarinya putus atau semacamnya?" Protes So Eun sendiri pada ponsel yang tidak kunjung diterima Kim Bum panggilannya.

Dilakukan So Eun untuk beberapa kali kembali, dan masih dengan hasil yang sama.

So Eun mulai menghela napas, haruskah dia menunggu dengan tanpa kepastian lagi?

Baiklah, demi Kim Bum dan makan malam mereka, mungkin So Eun masih bisa berkorban untuk lebih sabar menunggu kembali.

Waktu yang terus berputar entah mengapa menjadi begitu lambat bagi So Eun yang sudah terlalu lama menunggu. Jam yang berulang kali diperiksanya seolah tidak berputar, dan selalu berada di waktu yang sama. 

Hingga menunggu itu sudah dipenghujung hari, 00.03 pertanda hari jadi So Eun sudah terlewatkan 3 detik, So Eun akhirnya memutuskan untuk melakukan panggilan baru kembali.

Ini sudah terlalu larut, ini bukan hanya persoalan makan malam dan ulang tahunnya saja. Tapi apa yang mungkin terjadi kepada Kim Bum hingga pria itu tidak kunjung pulang.

Apakah urusan yang dikatakannya sore tadi sepenting dan selama itu untuk diselesaikan? Atau terjadi sesuatu padanya?

"Sial!!" So Eun segera memekik menerima panggilannya tetap tidak tersambung. Kim Bum tetap tidak mengangkat, sebanyak apapun panggilan yang So Eun berikan.

Sampai kemudian So Eun teringat seseorang dan tempat yang mungkin Kim Bum datangi, lalu segera membuat satu panggilan kepada orang itu bahkan sebelum dia memikirkan jawaban apa yang diberikan jika Jee Hoon, sebagai orang yang dihubunginya saat ini bertanya alasannya mencari Kim Bum.

Pria itu, atau siapapun belum tahu bahwa Kim Bum adalah suami dari So Eun.

Berbeda dari Kim Bum yang amat sulit dijangkaunya, Jee Hoon justru jauh lebih mudah dihubunginya. Panggilan pertama ia lakukan, dan Jee Hoon sudah menerima di detik ke 5.

"So Eun?" Suara Jee Hoon menggema menjawab So Eun dengan nada bingung, sebab So Eun menghubunginya lebih dulu untuk pertama kali selama mereka saling mengenal.

"Hi...", jawab So Eun agak kikuk, berusaha semanis mungkin seperti dulu dan melupakan kesan buruk terakhir apa yang ia tinggalkan kepada Jee Hoon saat itu.

"Apa kau sibuk?" So Eun melanjutkan dengan basa-basi yang justru semakin mencurigakan bagi Jee Hoon.

"Mengapa tidak katakan saja apa mau mu, sebelum kau berubah menjadi So Eun yang mengerikan lagi", balas Jee Hoon cepat yang sedikit mempermalukan So Eun secara tidak lansung.

"Aku hanya ingin memastikan, barang kali Direktur Kim sedang mabuk. Kau mungkin harus menghubungi keluarganya. Karena aku tak bisa datang"

So Eun mengarang indah untuk menyembunyikan kenyataan bahwa ia sedang mencari Kim Bum.

"Oh good for you, Bossmu tidak mampir malam ini sama sekali", jawab Jee Hoon.

"Benarkah?"

"Ya, jadi kau bisa menikmati waktumu yang luar biasa bersama keketusanmu", balas Jee Hoon dengan nada jengkel pada dirinya yang tersisa.

Sementara So Eun yang semakin khawatir akan Kim Bum sudah tidak punya waktu memikirkan kekesalan Jee Hoon, dia masih terdiam beberapa waktu untuk memikirkan kemanakah Kim Bum sampai selarut ini.

"Aku cukup sibuk, jika kau tidak punya apapun untuk dikatakan lagi"
Jee Hoon memberi kode yang cepat ditangkap So Eun, "baiklah. Terimakasih", jawab So Eun dengan suara yang sudah tidak bersemangat.

Mematikan sambungan seperti keinginan Jee Hoon dengan pikiran yang tidak pernah berhenti bertanya.

Dimana Kim Bum?

Urusan apa sebenarnya yang sangat penting itu?

Apa itu hanya alasan pria itu untuk menghindarinya?

So Eun mengulangi panggilan baru untuk Kim Bum, terus dan terus. Selalu saja tidak diterima dan memang masih aktif. Alasan So Eun semakin galau dan tak lagi memikirkan lelahnya memasak semua yang ada di atas meja yang sudah alot jika mereka masih harus memakannya.

So Eun berjalan ke arah pintu utama rumah, membukanya lebar-lebar dan menanti Kim Bum di sana dengan sesekali berjinjit memastikan lampu mobil sang suami terlihat atau tidak.

Namun 2 jam So Eun melewatkan dengan menunggu di depan pintu, Kim Bum tidak juga muncul. Semakin memupus harapan So Eun dengan memutuskan kembali menuju ruang makan, dan duduk di kursi sambil menatap kasihan pada semua makanan yang pasti sudah harus terbuang itu.

Ini sudah dini hari, tak ada lagi alasan So Eun mengharapankan mereka makan berdua, atau Kim Bum menerima panggilannya setidaknya untuk membuat hatinya lebih tenang.

Menanti hingga 60 menit kemudian, lelah di badan So Eun mulai menjerit. Rasa kantuk yang terus ia tahan menunggu Kim Bum sudah mulai memberontak.

Di jam yang hampir pukul 05.00 pagi itu, akhirnya So Eun tertidur di meja makan. Menelungkupkan kepala di atas meja, dan membiarkan semua makanan itu menontonnya.

Dia tidak tahu, suami yang ditungguinya juga sedang menunggui wanita lain di rumah sakit. Menjaga sang mantan kekasih atas keinginan sendiri setelah menyadari sakitnya wanita itu karena dirinya.

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

308K 25.7K 37
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
296K 22.8K 104
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
189K 9.2K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
449K 45.5K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...