Taman Sakura, tidak seperti namanya, taman ini dipenuhi beraneka ragam bunga, jadi bukan hanya bunga sakura. Mulai dari bunga yang sering kita jumpai tumbuh subur di negeri kita, hingga bunga-bunga cantik dan unik dari berbagai negara. Bayangkan saja kamu sedang berada di toko bunga yang menjual semua jenis bunga, tapi dalam skala besar, sejauh mata memandang, hanya pemandangan indah yang kamu dapatkan.
Wangi, saking wanginya tempat ini, bau kotoran hewan pun tak akan tercium oleh hidung. Mungkin bisa dibilang bahwa ini taman bunga terbesar dengan jenis bunga terlengkap di dunia. Wangi segar yang menyenangkan hati, wangi kalem yang tenangkan pikiran, sampai bunga yang tidak beraroma sama sekali, bahkan yang wanginya busuk pun ada di sini.
Di tempat seindah inilah kami disambut. Keberangkatan yang tertunda sehari, tidak jadi masalah. Saat tiba di sini, rasanya jauh lebih terharu dari sekadar disambut dengan karangan bunga. Indah, benar-benar indah, sangat cocok dengan nama sekolah kami, Wonderland Academy.
Puluhan pasang mata tertuju ke arah kami, rombongan murid baru yang baru turun dari helikopter. Salah satu dari mereka langsung mengarahkan kami untuk mengambil tempat duduk di tanah lapang berbentuk lingkaran area tengah taman. Masing-masing dari kami menerima seragam kelas satu, dan diminta antre untuk berganti seragam. Katanya harus satu persatu, agar indentitas kami tetap aman.
Seragam berbentuk jubah kebesaran, berwarna hijau, dengan lambang tunas di bagian belakang, aku kenakan dengan penuh rasa bangga. Meski tertutup rapat, rasanya nyaman saat dikenakan, bagian penutup wajahnya juga tidak membuat kami kesulitan bernapas, bahannya ringan, tapi tidak mudah tersingkap saat ditiup angin, tidak kaku, juga tidak mengikuti lekuk tubuh. Entah apa nama jenis kainnya, sepertinya seragam ini memang dirancang secara khusus dengan bahan khusus.
Sepatunya juga terasa menempel sempurna di kaki, ringan dan lentur, tapi kuat. Terbuat dari kulit hewan, saat dipakai rasanya seperti hanya memakai kaus kaki tebal. Bentuknya menyerupai sepatu bot, tinggi hingga bawah lutut.
Sarung tangannya sudah menyatu dengan seragam. Dibuat dari bahan sejenis seragam ini, tapi lebih lembut dan lentur, membuat jari-jariku nyaman bergerak. Dibalik jubah besar ekstra longgar ini, kami mengenakan seragam berbentuk setelan baju dan celana yang juga longgar, menutupi lekuk tubuh dengan sempurna.
Ajaibnya, seragam ini antikotor. Jika ada debu atau tanah yang menempel, cukup ditepuk-tepuk, maka akan bersih seperti sedia kala. Juga anti basah, saat aku tak sengaja menginjak kubangan air, bagian seragam yang terciprat malah tetap kering. Sepertinya aku sedang di negeri dongeng yang memiliki beragam keajaiban.
Saking penasarannya dengan kekuatan dari seragam ini, aku mencoba menggoreskan duri, ternyata tidak tembus, dan sama sekali tidak ada bekas goresan. Hebat, jadi aku tidak perlu mengkhawatirkan keselamatanku saat mengenakan seragam ajaib ini. Aku bisa berlari dengan bebas di area kubangan air, bahkan di area tumbuhan berduri sekalipun.
"Mungkin kapan-kapan aku akan mencoba mencuri madu lebah, toh, sengatan mereka tidak akan bisa menembus seragamku," gumamku sambil tertawa kecil. Tak kusangka 1011 malah menatapku dengan mata berbinar. "Ide bagus. Ajak aku, ya," jawabnya setengah berbisik.
Sejak di tempat peristirahatan sebelum ke pulau ini, dia berusaha mengakrabkan diri denganku. Padahal dia tipe orang yang mudah bergaul. Baru sehari saling mengenal, dia sudah akrab dengan teman-teman sekelas kami, tapi suka mengekor kemanapun aku pergi.
"Ada ide gila lainnya?" tambahnya sambil menatap penuh harap. Memangnya dia mengira aku ini gadis yang senakal apa, sih? Aku hanya mudah penasaran dan suka mencoba hal baru. Meski begitu, aku anak yang penurut, patuh pada peraturan yang berlaku, tapi kadang bisa melanggar juga jika kurasa peraturannya terlalu ketat, atau bahkan peraturan yang terkesan aneh.
"Goresan sejenis duri, memang mempan. Bagaimana kalau gigitan binatang buas, seperti singa atau buaya," jawabku menantangnya untuk mencoba hal yang lebih ekstrim. "Wah, kalau itu, aku tidak ikut. Maaf, aku masih sayang nyawa," jawabnya terkekeh.
Aku hanya bercanda, mana mau aku mencoba hal seekstrim itu hanya demi menguji coba keajaiban seragam ini. Bukankah tidak lucu kalau aku digigit singa secara sukarela, bagaimana kalau dia malah benar-benar berniat memangsaku, akalku masih waras.
Ditengah candaanku dengan 1011, aku tidak sengaja menangkap suara percakapan serius dari area para guru. Jarak tempat duduk mereka memang sangat jauh dari kami, mereka memisahkan diri dari area tengah karena harus rapat. Salah satu suara mampu kukenal, karena dia yang menyambut kedatangan kami dan mengarahkan kami untuk duduk di sini.
Hasil tangkapan indra pendengaranku, orang itu adalah Guru Pengawas, namanya 983. Aku agak merasa bersalah telah mendengar percakapan rahasia dari para guru. Meski begitu, rasa penasaranku memaksa indra pendengaranku untuk fokus menangkap suara dari area guru.
"1001 memang kurang berbakat. Kita bisa menjadikan ini sebagai alasan untuk mengangkatnya menjadi asisten guru di kelas satu. Setidaknya dia selalu dalam pengawasan kita setiap hari," ucap 983. Pendapatnya disetujui oleh para guru lainnya yang ikut menambah berbagai alasan, termasuk kecurigaan mereka tentang alasan hilangnya 977, kakak dari 1001 yang berstatus sebagai alumni tahun ini.
Rasa penasaranku bangkit, siapakah 1001 ini? Kurasa kecurigaan para guru cukup masuk akal. Karena seorang kakak yang menghilang padahal bukan korban seleksi alam, alasannya pasti ingin menjaga adiknya yang masih di sini. Seleksi alam, mereka berkali-kali menyebutkan kata ini, apa maksudnya? Apakah pulau ini meminta tumbal? Bulu kudukku berdiri saat menyadari betapa tidak amannya sekolah kami yang bertempat di alam bebas seperti ini.
______________________________________
Perkenalan Tokoh
Nomor Induk Siswa : 983
Status : Guru Pengawas
Angkatan : 99
Keahlian : Pengintai
About : Anak pertama dari dua bersaudara. Ayahnya (677) adalah alumni angkatan 68. Memiliki ingatan yang kuat, dan teliti.