HITAM PUTIH WARNAWARNI [END]

By simSora

27.3K 4.5K 2.4K

"Kamu, terlalu warnawarni untukku yang hitam putih" "Aku mau perosotan di pelangi bisa gak sih?" Saat Satya... More

00: prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Epilog
KATA-KATA DARI SORA♡

23

374 84 18
By simSora

Typo bertebaran~
Happy reading❤️❤️❤️

•••••




"AAAAAAAAAAAAAAAA!!! TUHAN, GUE KANGEN SATYA AKSA SAMUDERAAA!!!!"

Sepuluh...

Kaisar, remaja itu sejak lima belas menit lalu berdiri persis si depan pintu kamar Wendy. Hanya berdiri, sambil menghitung nama Satya yang terus di teriaki oleh tunangannya itu. Seulas senyum terbentuk di wajah remaja itu. Ia sengaja tidak masuk karena ingin mendengar apa yang Wendy obrolkan dengan sahabatnya, Azka.

Oh ralat, calon kakak iparnya? Tidak... tidak itu terlalu berlebihan. Lagi pula ia belum tentu berjodoh dengan Wendy meski mereka sudah bertungangan? Apa lagi Kaisar punya saingan yang bernama Satya, sahabatnya sendiri. Satya... seperti tidak peduli dengan dirinya. Kalau Kaisar jadi Satya, ia akan memilih mundur karena gadis yang ia sukai sudah punya orang lain. Ya sebenarnya Kaisar tahu kalau dari awal Wendy sudah menyukai Satya bukan dirinya.

Tapi Kaisar sudah terlanjur jatuh cinta pada Wendy, ia tidak mungkin melepaskan Wendy begitu saja. Sudah begitu Wendy adalah tunangannya, jadi lebih banyak peluang untuk Kaisar membuat Wendy jatuh cinta pada dirinya. Nyatanya tidak semudah itu, Wendy bahkan tidak melirik dirinya sedikit pun. Mungkin sekarang waktunya untuk menyerah, mengalah? 

Mengalah lebih baik kan? Salah dirinya juga, ingin di cintai balik tapi masih sering kali menghawatirkan Yara. Iya mengalah lebih baik, ini demi kebahagiaan Wendy. Agar kesehatan Wendy terjaga, demi gadis yang ia sukai, Kaisar tidak masalah kalau Wendy bahagia dengan orang lain bahkan kalau orang itu adalah sahabatnya sendiri. Ia sadar tidak pernah membuat Wendy bahagia sekali pun.

Setelah sibuk dengan pikiran di otaknya, Kaisar menarik nafas panjang. Ia siap untuk mengalah.

Kaisar menggenggam kuat kenop pintu kamar Wendy, lalu membuka pintu kamar itu terlebih dahulu. Tidak peduli dengan tatapan Wendy dan Azka yang seakan-akan bertanya, kenapa remaja itu masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Ayo pergi sama gue, wen. Kita jenguk Satya. Pasti kalo sama gue boleh." Tutur Kaisar dengan wajah yang sangat serius.

Azka menatap Kaisar tidak suka, remaja itu mengerutkan dahinya seraya memiringkan kepala. "Kesamber petir lo di jalan? Biasanya nggak mau banget Wendy sama Satya. Bukannya seharusnya lo seneng karena sekarang mereka ke pisah? Waktu lo berduaan sama Wendy jadi lebih banyak."

Kaisar menatap Azka dengan sinis sebentar, lalu berpindah menatap Wendy. Kaisar lalu melepas cincin yang melingkar di jarinya. "Gue mau kita udahan. Jujur kita masih terlalu dini untuk hal begini. Gue juga nggak pernah bisa bahagiain, lo. Lo juga udah nemu orang yang bikin lo terus bertahan sampai sekarang kan? Gue mau jadi temen lo aja. Walaupun gue sebenernya udah cinta sama lo, tapi nggak papa. Cinta itu kan soal mengikhlaskan. Gue bahagia kok liat lo bahagia sama Satya." Kaisar merasa matanya mulai perih. 

Wendy terbengong dengan kalimat yang mengalir begitu saja keluar dari mulut seorang Kaisar, perasaannya campur aduk. Entah ia harus sedih atau bahagia mendengarnya. Azka hanya terdiam, kedua tangannya menyilang di depan dadanya. Jujur, Kaisar terlihat sangat menyedihkan sekarang di mata Azka. Mantan idaman kaum Hawa di sekolah bisa patah hati juga ternyata. Tho kita semua memang manusia biasa.  

Wendy tidak bisa berkata-kata, ia lalu memeluk Kaisar. Membisikkan kata maaf dan terima kasih. 














"Jadi ayo sekarang kita ketemu Satya."

"Enggak bakal bisa... Lo ngomong seenak jidat!" Sangkal Azka.

"Gue yakin boleh kok..." Kaisar meyakinkan.

"'Papa, Kaisar izin mau bawa Wendy jalan, jenguk Satya di rumah sakit.' Gitu?" 

"Iya."

Wendy dan Azka tergelak. Kedua adik-kakak itu saling melempar tatapan. Kaisar pikir semudah itukah mendapat izin dari Ethan? Menurut Azka, papanya mirip mirip papanya Satya. Strict perents . Tapi tentu menurutnya Ethan lebih baik dari Joshua, papa Satya.

"Jangan aneh-aneh dah, lo." Azka melambai. "Mending lo kalo mau bantuin gue. Ayo kita bawa kabur Wedny malem ini buat ketemu Satya."

Kaisar terdiam.

"Nggak ada waktu lagi, kai. Wendy tiga hari lagi harus pengobatan di luar negeri." 

Kondisi rumah Azka kali ini layaknya penjara. Wendy yang di penjara bukan Azka. Ethan tidak memperbolehkan siapa pun bertemu Wendy kecuali orang rumah dan Kaisar saja. Wendy juga tidak di perbolehkan keluar rumah tentunya. 

'Demi kesehatan adik kamu Azka.'  Ucap Ethan beberapa hari lalu.

Cih, kesehatan apanya? Justru Wendy bisa-bisa di larikan ke RSJ karena stres di kurung di rumah. 

"SUMPAH KAK! WAKTU GUE KEBUANG BANGET!!! WIHSLIST GUE MASIH BANYAK SEPELUM MATI!!" Sedangkan ini kegelisahan yang Wendy dapatkan setiap harinya. 

Dulu Wendy seakan sudah pasrah kapan pun ajal menjemputnya. Namun sekarang pikiran negatif itu sudah ia buang jauh-jauh ke tengah lautan. Ia harus hidup 100 tahun lagi seperti kata Satya, agar keduanya bisa menua bersama. Ini bukan lelucon bagi Wendy, ia sungguh-sunggguh memohon pada Tuhan setiap detik agar ia di beri waktu 100 tahun lagi.

"Oke, ayo kita kabur malem ini. Gue siap tanggung konsekuensi apa pun itu kalo kita ketahuan." Mantap Kaisar. 

Azka merangkul Kaisar. Ia tidak pernah melanggar aturan Ethan sebelumnya, ini pertama kalinya. Ia merasa agak tenang karena Kaisar bersamanya. Azka pun akan menghubungi Reyhan, untuk meminta sahabatnya itu mengantar ketiganya ke rumah sakit. Karena mobil di rumah Azka tidak boleh ada yang hilang satu pun. Termasuk mobil Kaisar.

"Kita baikan nih?" Canda Kaisar.

"Harus dong..." Azka tersenyum.

keduanya pun ber-high five.




~o0o~




22:30

"Kalian ngapain ke sini?" Panik, Sean panik melihat kedatangan Azka, Reyhan, Kaisar bahkan Wendy. "Kalian ngapain ke sini astaga!! Waktunya bener-bener nggak tepat!"

Reyhan mendekati Sean, meminta remaja itu berkata pelan-pelan. Wajah Sean sejujurnya terlihat seperti orang yang sedang menahan tangis, remaja itu terlihat sangat panik.

"Kenapa, se? ngomong pelan-pelan..."

Sean menggeleng. "Pulang sekara--"

BRAK!

Pintu ruang inap Satya tiba-tiba terbuka dengan kasar. Seorang remaja dengan baju rumah sakit keluar. Satya, remaja itu yang keluar. Tangan kirinya berdarah, sepertinya karena jarum infus yang remaja itu tarik paksa. Tatapannya sangat kosong dengan linangan air mata.

Satya berjalan melewati teman-temannya begitu saja, ia juga tidak peduli dengan adanya Wendy yang berdiri di tengah teman-temannya. 

"SATYA!!" Joshua keluar dari kamar Satya. Wajah pria itu merasa sangat bersalah dan penuh penyesalan.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Wendy membalik badannya, ia memutuskan mengejar Satya. Tadi setelah Satya berjalan melewati teman-temannya, remaja itu langsung berlari dan tidak ada yang sempat menghentikan Satya, karena semuanya terlalu kaget melihat penampilan Satya. Azka dan Kaisar mengikuti Wendy dari belakang.

Reyhan meremas bahu Sean kuat. "Kenapa, se?!"

"Dokter Rudi... Tes DNA nya udah keluar... Sempel 1 dan 2 berhubungan secara biologis... dua-duanya... berhubungan secara biologis... Bunda sama Papa.... Orang tua kandung kak Satya..."

"FUC*!!" Reyhan menonjok tembok yang ada di depannya. 

Reyhan melirik Joshua yang terlihat sudah sangat putus asa. Reyhan mendekati pria itu. Emosinya sudah berada di puncaknya. Ia sekarang tidak peduli lagi kalau umur dirinya dan Joshua terlapau jauh. Reyhan mendekati bibirnya ke telinga Joshua.

"Jangan pernah berbohong pada seseorang yang Anda cintai... Kalau Satya memang sebuah kesalahan, seharusnya Anda buang dari awal... Bisa jadi Satya lebih bahagia hidup bersama orang lain, di luar sana. Kenapa Anda malah hidup bersama kebohongan? Anda betul menyayangi Satya atau tidak?"

Joshua mendorong tubuh Reyhan. Tidak percaya dengan kalimat panjang yang keluar dari mulut remaja di depannya.
"Semua anak pantas memiliki orang tua. Tapi, tidak semua orang tua pantas memiliki anak..."

"Orang tua seperti Anda itu sangat menjijikkan!"

Joshua terdiam, kalimat yang Reyhan lontarkan tidak ia bantah sama sakali karena remaja itu betul 100%.

Tapi, menurutnya, ini bukan salahnya, sudah sejak lama ia ingin jujur pada putranya itu. Tapi Hana selalu saja melarangnya. Akhirnya pun Satya jadi tahu sendiri dan merasa sangat kecewa pada Joshua dan Hana.




~o0o~

Beberapa jam yang lalu...

"Enggak harus sekarang kan, dok?" Sean melotot menatap sebuah map coklat yang di pegang Dokter Rudi.

"Lebih cepat, lebih baik." Dokter Rudi kembali melangkah.

Sean untuk kedua kalinya memblokir jalan Dokter pribadi Satya itu. "Hasilnya gimana, dok?"

"Satya yang berhak tahu pertama, Sean..."

"Dok, tapi kak Satya lagi sakit! Bisa di undur dulu kan? Dia bener-bener lagi nggak baik-baik aja..."

"Harus sekarang, Sean. Jujur saya sudah menunda ini lama sekali... karena saya terlalu takut."

"Hasilnya...?"

Dokter Rudi mengangguk. Sean langsung mengerti dengan anggukan itu. Ia lalu menggeleng kuat-kuat.

"Tolong tunda dulu dok... kak Satya bisa gila kalau denger ini!"

"Tidak bisa di tunda lagi Sean! Saya sudah mengumpulkan keberanian untuk memberikan kabar fakta ini pada Satya."

"Tapi, dok..."

"Kamu tenang saja Sean. Saya akan memastikan Satya membicarakan hal ini baik-baik dengan orang tua kalian." Dokter Rudi menepuk-nepuk bahu Sean agar remaja itu tidak merasakan khawatir yang berlebihan. "Ikut saya sekarang."

Sean pun mengangguk patah-patah. Ia mulai mengikuti langkah lebar Dokter Rudi yang terkesan canggung juga tegang.

Sampai kamar Satya. Dokter Rudi tidak ada basa-basi sama sekali. Rudi langsung meletakkan map coklat di depan Satya.

Satya yang sedang sibuk menggonta-ganti chenel tv menatap bingung dua orang yang tiba-tiba datang ke kamarnya. Sudah begitu ada satu orang yang sangat tidak ia duga kedatangannya.

Perlahan tangan Satya mengambil map yang ada di depannya. Jantungnya berdebar lebih kencang, sangat berisik.

Selembar kertas Satya keluarkan dari map itu. Meneliti setiap kata, dan baris yang tertulis di kertas itu.

99,98 persen sempel 1 dan 2 berhubungan secara biologis.

Satya tidak bisa menyembunyikan air matanya yang meluncur begitu saja. Hatinya terasa seperti di tusuk dengan belati, di tusuk berkali-kali bukan sekali.

"I-ini... boh-bohong kan?"


Bukannya Satya seharusnya sudah siap dengan fakta ini? Mimpi buruknya benar-benar terjadi hari ini. Ia menyesal dengan sifatnya yang selalu penasaran dan ingin tahu tentang jati dirinya.


"Ini fakta Satya."

Sean langsung merebut map coklat yang ada di tangan Satya. Menarik kakaknya kedalam dekapannya. "Udah jangan di baca lagi, please. Jangan nangis, kak. Mereka pasti punya alasan kenapa ngelakuin ini."

Satya menatap kosong Dokter pribadinya. "Bohong kan ini, dok?"

Dokter Rudi menggeleng. "Ini kebenarannya, Satya. Kamu tidak bisa menyangkal bukti di depan kamu ini. Teman Saya sudah melakukan tes ulang bahkan sampai lima kali. Hasilnya sama. 99,98 persen sempel 1 dan 2 berhubungan secara biologis..."

Satya tertawa hambar. "Berati gue anak haram... harusnya buang gue dari awal... jangan malah di rawat."

"Kak! Nggak gitu, mereka pasti punya alasan!"

"Alasan, alasan! Bulshit tau nggak?!"

Satya mendorong Sean, agar ia terlepas dari pelukan Sean. Menyambar ponselnya yang sudah beberapa hari ini tidak ia buka. Ia memencet sebuah nomor telepon.

"Halo? Kenapa, Satya?"

Air mata Satya membasahi pipi mendengar suara itu. "Satya, ma-mau ketemu papa sekarang!"

"Kenapa, nak?"

Rasa sesak yang sungguh dahsyat, membuat Satya tidak lagi sanggup mengeluarkan sepatah kata pun. Ia lalu mengirim pesan pada Hana, meminta Bundanya untuk datang ke kamarnya.

Satya refleks melempar ponselnya setelah mengirim pesan pada Hana. Ia merasa sangat bersalah setelah melihat deretan panggilan tak terjawab dari Wendy.

Remaja itu memeluk lututnya, menyembunyikan wajahnya yang basah karena air mata.

"Satya, kamu harus membicarakan ini baik-baik. Saya tidak mau kamu salah paham atau semacamnya. Jangan bilang kamu anak haram, atau anak yang muncul dari sebuah kesalahan. Itu belum pasti, alasan apa pun yang nanti kamu dapat dari Papa dan Bunda kamu, Saya harap kamu bisa berdamai dengan mereka. Ini memang sangat menyakitkan. Tapi kamu harus menerima kenyataan." Rudi berjalan mematri langkahnya mendekati Satya. Ia peluk remaja itu layaknya anaknya sendiri.

"Saya minta maaf kalau membawa kabar ini di waktu yang sangat tidak tepat..."



~o0o~





"Satya, anak haram kan?"

Hana dan Joshua terpaku mendengar kalimat anaknya.

"Jawab, bukan diam. Satya barusan mengajukan pertanyaan..."

"Kamu kenapa sayang?" Hana mengusap lembut puncak kepala Satya. Namun dengan cepat Satya tepis tangan Bundanya itu.

Satya pun menyodorkan map coklat yang sudah kasut karena sempat di buat rebutan dengan Sean dan Satya tadi.

Joshua membaca tulisan di kertas pertama. Lalu kertas kedua. Pria itu menghela nafas panjang. "Satya, kamu--"

"Dulu oma pernah cerita ke Satya. Katanya Bunda bikin panti asuhan karena suka sama anak kecil. Oma bilang padahal Bunda sebentar lagi lulus S1 kedokteran di luar negeri. Tapi kata Oma tiba-tiba Bunda pulang ke Indonesia cuman minta di buatkan panti asuhan.

Panti asuhannya jadi dalam jangka waktu tujuh bulan setelah Bunda pulang ke Indonesia. Lalu dua bulan kemudian datang penghuni pertama panti asuhan. Bayi yang katanya Bunda temukan di bawah hujan?

Satya awalnya tidak merasa aneh dengan cerita dari Oma. Tapi, Satya sering berpikir, kenapa Bunda bikin panti asuhan di saat waktu wisuda Bunda tinggal sebentar lagi? Bunda juga memberikan alasan yang tidak masuk akal. 'Karena Bunda suka anak kecil'

Kalau Satya jadi Bunda. Satya akan meneruskan kuliah dulu sampai lulus baru membuat panti asuhan."

Mata Hana berkaca-kaca. Wanita yang berprofesi sebagai dokter itu tidak bisa menyangkal semua perkataan Satya. Ia hanya bisa terdiam.

"Penghuni pertama yang datang ke panti asuhan itu anak asing tanpa identitas. Bunda lalu menamakan bayi itu Satya Nabastala... nama yang cukup indah, sebelum akhirnya menjadi Satya Aksa Samudera.

Satya adalah anak pertama di panti asuhan Bunda. Anak yang sangattt Bunda sayang, anak yang tidak akan pernah Bunda berikan pada orang yang berkunjung ke panti asuhan. Anak yang paling bunda khawatirkan setiap pagi dan malam. Anak yang paling spesial di mata Bunda.

Dulu Satya menikmati semua itu. Tapi hal itu membuat Satya berpikir dua kami setelah Satya beranjak dewasa. Bunda sangat pilih kasih waktu itu."

"Berhenti Satya." Joshua memijat pangkal hidungnya. "Iya, kamu anak kandung kami. Jelas?"

Satya tersenyum. "Satya masih mau ceritain ulang yang Oma bilang ke Satya."

"Cukup sampai situ, oke?"

Satya pun mengangguk menuruti. Menarik nafas panjang sebelum kembali bersuara. Sejujurnya, mulutnya terasa sedikit berbusa karena banyak bicara. "Satya mau tanya...  Kenapa ini di sembunyikan sangat lama? Satya sebuah kesalahan kan?"

"Tidak, kami yang salah. Bukan kamu... nak." Joshua memeluk anak sulungnya itu.

"Lalu kenapa di sembunyikan?"

"Ini demi kebaikan kita bersama."

"Demi kebaikan bersama? Bukan demi reputasi kalian di mata orang-orang?"

"...."

"Diam berarti iya."

Ketiganya terdiam, membisu. Hana terlihat begitu pengecut karena tidak bisa mengatakan apa pun.

Sedangkan Sean, remaja itu tidak ada di dalam. Sean memutuskan menunggu di luar saat Hana dan Joshua datang

"Iya, benar. Ini demi reputasi kami. Tapi ini demi kamu juga sayang..." Hana, itu kalimat yang keluar dari mulut Hana. Setelah sejak tadi diam seribu bahasa, akhirnya Bundanya itu membuka suara juga. "Kenapa Bunda bikin panti asuhan itu karena kamu. Bunda nggak mau kamu di rawat oleh orang asing di luar sana. Alasan Bunda bikin panti asuhan juga untuk melindungi kamu dari orang-orang jahat yang menghujat kamu, jika tahu ternyata kamu anak dari sebuah kesalahan, termasuk dari Oma kamu..." Hana menghapus air matanya, berusaha menetralkan suaranya yang mulai bergetar.

"Jangan salahkan Papa kamu, nak. Semua ide ini dari Bunda. Papa kamu sudah sering membujuk Bunda untuk membicarakan hal ini baik-baik." 

Satya juga menghapus air matanya. "Terus kenapa Bunda nggak kasih tahu Satya lebih awal? Setidaknya Bunda kasih tahu Satya, sebelum Satya tahu sendiri."

Hana benar-benar ingin memeluk Satya kali ini, entah mengapa dirinya merasa begitu rindu dengan Satya. Tapi Hana merasa tidak pantas untuk memeluk Satya kali ini, mungkin nanti-nanti.

"Satya kecewa, Papa pikir Satya masih kecil kah? Bunda pikir Satya nggak bisa mengerti Bunda? -hiks! Sekarang tolong beri Satya waktu untuk menyendiri ya?"

Satya bangkit dari ranjangnya. Mencabut paksa selang infusnya. Mematri langkah mendekati pintu. Namun Satya berhenti melangkah tiba-tiba. Ada sesuatu yang masih janggal di hatinya.

"Oh Iya, kenapa Papa menikah sama perempuan lain  lebih dulu? Kenapa tidak langsung menikahi Bunda? Bahkan Papa tidak membantu Bunda mengurus panti. Papa kabur dari tanggung jawab?"

Joshua mengangkat kepalanya mendengar itu. "Bukan begitu, nak."

"Simpan dulu jawaban Papa. Satya udah nggak kuat. Capek."




~o0o~




Akhirnya terungkap juga guys, huft...
Kasih peluk buat Satya dong guys!!


See you next chapter ya!
Bye bye~~











Continue Reading

You'll Also Like

407K 41.4K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
4K 530 51
Lirik lagu ENHYPEN 𝐄𝐀𝐒𝐘 𝐕𝐄𝐑𝐒𝐈𝐎𝐍 Untuk yang kesulitan membaca lirik lagu kpop dan malah memilih jalur mudah, yaitu dengan menyanyi lirik du...
52.6K 9.3K 40
❝ Pemuda rana Jawa, Yang untaian takdirnya, Tertoreh dijumantara Jogja ❞ Perihal aksara yang dirancang semesta, Untuk anak bersamat nama Hesa, Dan to...
73K 10.2K 24
❝ Thankyou for everything, Haruto. Promise that you will back to me. Goodbye. ❞ watanabe haruto from treasure written by hoonestvee, 2018. ✰