Calista (My You)

By NeaYoz

80.9K 8.6K 797

Mature Content! Daren sangat membenci Calista dan putranya. Anak itu adalah anak hasil perselingkuhan Calista... More

Blurb
Prolog
Part 01
Part 02
Part 03
Part 04
Part 05
Part 06
Part 07
Part 08
Part 09
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 20
Part 26

Part 19

2.3K 337 18
By NeaYoz

Sejak kejadian malam itu, Daren jarang pulang kerumah. Selama beberapa hari setelahnya, tidak ada kabar mengenai keberadaan pria itu. Calista berpikir mungkin saat ini Daren sedang sibuk menyiapkan pernikahannya dengan Maureen, bukankah jadwal pernikahan keduanya sudah dekat. Bisa jadi alasan itu yang membuat Daren tidak juga kembali.

Memikirkan hal itu membuat Calista merasa sedih. Namun ia sadar, tidak sepantasnya ia merasa sedih. Lagipula ini adalah keinginannya untuk melihat Daren bahagia saat dulu memilih melepaskan pria itu. Sudah benar ia menghilang dari kehidupan pria itu tujuh tahun ini, meski tidak pernah berhasil menghapus perasaan cintanya pada Daren. Tapi setidaknya Calista bisa melindungi hatinya dari adanya hal-hal menyakitkan seperti ini. Ia tidak perlu melihat Daren hidup berbahagia bersama wanita lain.

Tapi mengapa Tuhan begitu kejam kepadanya? Mengapa Tuhan kembali menyeretnya ke kehidupan pria itu jika hal itu hanya menyakiti masing-masing dari mereka.

Disaat sedang sibuk dengan lamunannya tiba-tiba ponselnya berbunyi. Panggilan masuk dari guru Zain di sekolah membuat Calista buru-buru mengangkatnya.

"Apa Zain membuat temannya terluka?" Calista terkejut saat mendapatkan kabar itu. "Baik bu, saya akan segera kesana." Tanpa banyak bicara, Calista segera beranjak ke sekolah sang putra.

Singkat cerita, Calista sudah tiba di sekolah Zain. Ia langsung menghadap keruangan kepala sekolah untuk menemui sang putra yang katanya sudah menunggunya disana. Begitu memasuki ruangan, Calista langsung menghampiri Zain yang duduk ketakutan disalah satu kursi yang ada di ruangan itu, sementara temannya duduk dipangku oleh wanita yang Calista yakini sebagai ibu si anak. Wanita dengan penampilan mewah itu terlihat begitu angkuh, ia menatap Calista dengan merendahkan, mungkin karena penampilan Calista yang sederhana, tidak seperti dirinya yang memakai barang branded dari ujung kaki keujung kepala.

"Zain...." Calista mendekati Zain yang menundukkan wajahnya sejak tadi.

"Anda Mamanya Zain?" tanya sang kepala sekolah.

"Iya benar Bu, saya mamanya Zain," sahut Calista yang kemudian mengulurkan tangannya pada kepala sekolah.

"Oh Anda Mamanya Zain?" sentak seorang pria berbadan gemuk yang sepertinya orang tua dari temannya Zain. "Tolong beritahu anak ibu ya, untuk tidak boleh bersikap nakal kepada anak saya!"

"Zain tidak mungkin bersikap seperti itu," sahut Calista. "Dia tidak pernah bersikap nakal selama ini."

"Alah, Anda kan mamanya ya jelas Anda membela anak Anda!" timpal ibu temannya Zain dengan sinis.

"Bapak dan Ibu tenang dulu ya, kita bicarakan ini baik-baik," timpal kepala sekolah dengan sopan. "Ayo silahkan duduk Pak, Bu."

Kedua orang itu meski terlihat kesal, tapi akhirnya menurut. Mereka duduk dihadapan meja kepala sekolah. Bersisian dengan Calista dan Zain.

"Begini Ma, tadi saat istirahat Zain sudah mendorong Vicky terjatuh yang mana hal itu membuat lutut Vicky berdarah." Kepala sekolah menerangkan kepada Calista.

Dengan reflek Calista melirik luka dilutut Vicky yang padahal menurutnya hanya luka lecet biasa, darahnya pun tidak ada.

"Tapi Ma, Vicky duluan yang nakal. Dia terus mengejek Zain," gumam Zain nyaris tidak terdengar.

"Apa buktinya jika Vicky sudah mengejekmu?" tanya ayah dari Vicky dengan tajam. Wajahnya terlihat berang saat menatap Zain. "Kau pikir alasan itu bisa membenarkan perbuatanmu kepada Vicky?"

Zain terdiam, ia kembali menundukkan wajahnya. Sementara disebelahnya, Calista merasa kesal putranya terus dipojokkan oleh mereka. "Tolong biarkan putraku untuk menjelaskan, sekalipun alasannya tidak bisa membenarkan tindakannya. Tapi paling tidak kita tahu jika Zain melakukan itu karena putra kalian dulu yang memulai."

"Oh jadi Anda menyalahkan putra kami?" Ayah Vicky menggebrak meja dengan keras.

"Pak sabar, saya mengerti perasaan Anda. Tapi saya setuju dengan yang Mama Zain katakan, kita tidak bisa menyalahkan Zain tanpa mendengar alasannya melakukan itu."

"Oh jadi ibu juga menganggap anak kami yang salah?" Ibu Vicky tampak tidak terima.

"Bukan begitu Ma, saya hanya berusaha menengahi karena baik Vicky maupun Zain, keduanya sama-sama siswa di sekolah ini, oleh karena itu sebagai guru saya tidak boleh hanya membela salah satu pihak saja," ujar sang kepala sekolah dengan bijaksana.

"Tapi ibu lihat sendiri, jelas-jelas anak itu sudah bersikap kasar pada putra kami." Ayah Vicky menunjuk-nunjuk Zain dengan berang-seakan anak itu sudah melukai putranya dengan parah.

"Iya Pak saya paham. Tapi bukankah Zain juga sudah meminta maaf sejak awal. Lantas apa yang Anda inginkan dari pertemuan ini?" Kepala sekolah menatap suami istri itu bergantian.

"Keluarkan anak itu dari sekolah ini! Kami tidak ingin menempatkan anak kami dalam bahaya dengan membiarkannya bersekolah bersama anak yang suka bersikap kasar kepada teman," jawab ayah Vicky dengan entengnya.

"Jika Zain dikeluarkan dari sekolah ini maka putra kalian harus dikeluarkan juga dari sekolah ini! Tentu orang tua yang lain juga tidak rela anak mereka sekolah di tempat yang sama dengan anak yang suka memancing keributan disekolah."

Calista menoleh dan terkejut mendapati Daren sudah berada dibelakangnya.

"Anda...." Ayah Vicky tercekat, ia tidak bisa lagi berkata-kata. Entah karena merasa ucapan Daren benar atau terbungkam karena hal lain, Calista tidak tahu.

"Terkejut melihatku?" Daren bertanya tajam, tatapannya seperti ingin membolongi kepala ayah Vicky.

"Maaf Anda ini siapa ya?" tanya sang kepala sekolah.

"Om Daren ini Omnya Louisa," sahut Louisa ikut-ikutan. Tiba-tiba bocah itu sudah ada disana memasang wajah juteknya sambil menggandeng Daren. "Dan Om ini adalah papanya Zain," sambungnya.

Daren mengerjap, nampak terkejut dengan ucapan keponakannya, tapi dia tidak berusaha menyangkal.

"Oh Anda papanya Zain? Silahkan duduk kalau begitu." Sang kepala sekolah mempersilahkan dengan sopan.

"Maaf Pak, saya tidak tahu jika Anda adalah papanya Zain. Kami meminta maaf atas ucapan kami mengenai putra Anda."

"Papa apa-apaan sih kok malah meminta maaf ke mereka?" protes mama Vicky seraya menarik jas yang dipakai oleh suaminya.

"Diam!" Ayah Vicky menggeram pelan, berusaha menginterupsi sang istri untuk tidak membuatnya kehilangan pekerjaan mengingat Daren adalah atasannya di kantor.

"Ya sudah Pak, Bu, kita sudahi saja masalah ini. Anak saya juga sudah terlihat baik-baik saja. Ayo Nak sebelum pergi minta maaf dulu pada Zain," lanjut ayah Vicky.

Dengan tertekan, Vicky pun mengulurkan tangannya pada Zain. "Maaf ya?"

"Kalau minta maaf itu harus ikhlas!" ujar Louisa seraya bersedekap, menatap Vicky dengan kesal.

Ayah Vicky berjongkok, lalu memegangi lengan sang putra untuk diulurkan pada Zain. "Maafin Vicky ya Zain," ucapnya mewakili sang anak yang terlihat akan menangis.

"Kamu juga harus berjanji untuk tidak nakal lagi sama yang lain!" imbuh Louisa dengan nada sengit.

Ayah Vicky tersenyum. "Baik Nona, maafkan Vicky ya jika Vicky suka membuat Nona kesal," ucapnya dengan ramah kepada Louisa, meski Calista tahu pria itu hanya berpura-pura.

"Kenapa minta maaf pada Louisa, kan yang dinakalin Vicky itu Zain dan teman-teman yang lain. Kalau sama Louisa Vicky mana berani?" timpal Louisa.

Calista hampir kelepasan tertawa, ia melihat kepala sekolah juga seperti menahan senyum. Tiba-tiba Calista merasa jemarinya digenggam, ia tertegun mendapati kini jemarinya berada dalam genggaman Daren.

Usai meminta maaf pada mereka semua akhirnya ketiga orang itu pun pulang. Disusul oleh kepulangan Calista, Zain dan juga Daren. Sementara Louisa tetap berada disekolah kendati bocah itu meminta ikut mereka, tapi Daren menolak lantaran takut bocah itu dicari oleh mamanya.

"Terimakasih kamu sudah mau datang membantu kami disekolah," ucap Calista ketika dalam perjalanan pulang. Daren mengajaknya dan Zain naik ke mobilnya, jadi mereka pulang bersama-sama. Sesaat lamanya mereka berada dalam keheningan di dalam mobil.

"Aku melakukan itu karena Louisa yang meneleponku."

Louisa memang meneleponnya, bocah itu meminta penjaga sekolah untuk menghubunginya saat insiden itu terjadi. Tidak percuma ia pernah memberikan kartu namanya pada Louisa dan meminta bocah itu untuk menghubunginya jika sesuatu terjadi pada Zain disekolah. Ia yang saat itu tengah berada dalam rapat penting langsung buru-buru pergi ke sekolah begitu Louisa mengabarinya soal Zain yang terkena masalah dengan salah satu temannya.

"Kalau begitu aku akan berterimakasih juga padanya karena sudah membuatmu mau menolong kami," balas Calista dengan suara lembut.

Daren berdeham dengan gugup, ia menghindari tatapan Calista dengan tidak menolehkan wajahnya sama sekali pada wanita yang kini duduk disebelahnya itu. Sejak malam itu, ia malu menampakkan dirinya dihadapan Calista. Seakan ia menyesal telah membiarkan wanita itu melihat perasaannya.

"Bolehkah Zain membuatkan Louisa makanan Ma?" tanya Zain yang duduk di jok belakang seraya memeluk tas sekolahnya.

"Tentu boleh Sayang, Louisa pasti suka kamu membuatkannya makanan," sahut Calista seraya tersenyum.

"Apa hanya Louisa saja yang dibuatkan makanan?" Daren menimbrung.

"Memangnya Om juga mau dibuatkan makanan? Bukannya Om tidak suka makanan yang Zain buat?" tanya Zain sebelum menunduk saat Daren menatapnya dari spion.

"Itu dulu, sekarang apapun yang akan kamu buatkan, pasti akan Om makan," balas Daren setelah beberapa lama terdiam, tidak menyangka ternyata dibutuhkan kekuatan yang besar untuk mulai membiasakan diri menyebut dirinya Om.

"Benarkah?" Zain mendongak dengan ceria. "Kalau begitu makanan kesukaan Om apa? Nanti Zain akan minta diajarin mama untuk membuatnya."

"Steak," sahut Calista usai berhasil mengatasi sesak dihatinya.

Daren temangu, dengan reflek ia menoleh kearah wanita itu yang kini tengah menatapnya dengan lembut.

"Kamu masih suka steak kan?" tanya Calista berusaha memecah ketegangan.

Daren mengerjap sebelum berdeham untuk mengurai sesak yang mencengkeram kuat dadanya. "Om ini pemakan segala, jadi kamu bisa membuatkan Om makanan apapun."

"Kalau begitu Zain buatkan makanan kesukaan Om aja ya, biar Om senang," ucap Zain menyengir lebar.

Daren menatap lembut bocah itu dari spion sebelum mengangguk pelan. Kini ia benar-benar tidak bisa bersandiwara membenci bocah itu. Zain selalu saja berhasil membuat hatinya luluh. Sedetik kemudian ia melirik Calista yang kini tertunduk murung, ia terharu wanita itu masih mengingat makanan kesukaannya tapi Daren tidak ingin wanita itu tahu perasaannya. Cukup dimasa lalu ia membiarkan perasaannya terlihat jelas sehingga dengan mudah wanita itu dapat menghacurkannya.

"Lain kali jika ada teman yang nakal, kau harus melawan untuk mempertahankan diri. Dan ingat, jangan pernah menunjukkan sisi lemahmu kepada orang lain karena mereka akan memanfaatkan itu untuk menyakitimu."

Calista tahu tidak sepantasnya ia merasa tersinggung atas ucapan Daren mengingat kata-kata pria itu memang untuk kebaikan Zain. Tapi entah mengapa ia merasa Daren tengah menyinggungnya. Ataukah hanya perasaan Calista saja yang terlalu sensitive?

Tbc

Jangan lupa like n komen ya, dan jangan lupa follow untuk yg belum memfollow akunku😉



Continue Reading

You'll Also Like

55K 551 1
Amelia Sahara, kehilangan rasa bahagia di hidupnya sejak lima tahun yang lalu tepat saat kecelakaan mengerikan yang merenggut nyawa suami tercintanya...
1M 147K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
35.1K 3.5K 16
Jacob & Edward Mate adalah sebuah pasangan yang telah di atur oleh lazurac moon dan tak ada yang tau pasti kalian akan berdampingan dengan siapa dan...
3.6M 38.3K 32
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...