Calista (My You)

By NeaYoz

80.9K 8.6K 797

Mature Content! Daren sangat membenci Calista dan putranya. Anak itu adalah anak hasil perselingkuhan Calista... More

Blurb
Prolog
Part 01
Part 02
Part 03
Part 04
Part 05
Part 06
Part 07
Part 08
Part 09
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 26

Part 16

2.2K 342 15
By NeaYoz

"Makanannya enak Tante, apa Tante memasaknya sendiri?" tanya Louisa dengan mulut penuh makanan.

"Telan dulu makananmu baru bicara!" ujar Daren.

"Louisa tidak bicara dengan Om," sahut Louisa seraya memasang tampang innocentnya. "Kapan-kapan nanti tolong buatkan Louisa makanan seperti ini lagi ya Tante," lanjutnya pada Calista yang dengan canggung memakan makanannya.

Sejak tinggal bersama dirumah itu, ini pertama kalinya ia dan Daren makan dimeja yang sama. Jika bukan Louisa yang memaksa, Calista lebih baik makan dikamar dibanding bersama Daren yang terus bersikap dingin kepadanya dan Zain.

"Tidak ada lain kali, kau akan diantarkan pulang malam ini. Papamu sudah menyelesaikan pekerjaannya," timpal Daren sebelum menenggak gelas minumnya.

"Tapi Louisa masih ingin main sama Zain disini. Om bilang saja ke papa, kalau Louisa akan menginap ditempat Om."

Daren menoleh kearah Zain yang sejak tadi tidak bersuara. Bocah itu buru-buru menunduk kembali saat menyadari tatapannya. "Kau pikir papamu akan mengijinkan anak kesayangannya menginap ditempat lain?"

"Kalau begitu Zain saja yang menginap di rumah Louisa, papa pasti tidak keberatan." Mata Louisa seketika membulat saat ide tersebut muncul dikepalanya.

"Tapi Om yang keberatan! Sudah jangan cerewet, cepat habiskan makananmu, lalu Om akan meminta sopir untuk mengantarmu pulang."

Louisa memberengut. Calista yang berada disebelahnya langsung mengusap kepala bocah itu. Meski tidak tahu Louisa anak siapa, tapi Calista menyukai anak itu.

"Louisa jangan sedih, nanti kapan-kapan kita pasti bisa bertemu lagi," ucap Zain.

"Kapan?" Louisa menatap Zain dengan muram.

"Zain tidak tahu," sahut Zain dengan tak kalah muramnya.

"Gimana kalau Zain sekolah di sekolah Louisa, biar kita bisa ketemu terus setiap hari?"

Zain menatap Calista sebelum menggeleng pelan. "Zain belum bisa pergi sekolah," sahutnya dengan muka sedih.

"Kenapa?" Louisa menatap Zain dengan tatapan bingungnya.

"Karena Zain masih belum sembuh benar," sahut Zain lagi.

"Tapi Zain tidak terlihat sedang sakit."

Zain terdiam, ia kembali menatap Calista.

Calista baru akan menjawab namun Daren menimpali lebih dulu.

"Sudah cepat habiskan makananmu, kau ini bawel sekali!" sentak Daren. Ia tidak suka melihat kesedihan diwajah Zain, anak itu nampaknya sedih karena tidak bisa bersekolah seperti anak lainnya.

***

"Ma, kapan Zain akan bersekolah?" tanya Zain pada Calista yang saat itu tengah membacakan cerita untuknya.

Calista tertegun sebelum memeluk putranya itu dengan erat. "Nanti kalau Zain sudah benar-benar sembuh."

"Tapi sekarang Zain sudah sembuh."

Calista tahu itu, dokter yang memeriksa Zain tadi pagi sudah mengatakan hal itu padanya. Tapi bagaimana caranya ia bisa menyekolahkan Zain disaat mereka tertawan dirumah itu?

"Dokter bilang luka bekas operasi Zain juga sudah mulai kering," lanjut bocah itu.

"Iya Sayang, sabar ya. Nanti pasti akan ada saatnya Zain pergi ke sekolah."

Sebab tak berani membantah lagi ucapan sang mama, Zain pun mengangguk pada akhirnya.

Dilain sisi, sebenarnya Calista tahu sejak lama Zain ingin bersekolah seperti anak-anak yang lain. Tapi karena penyakit yang Zain derita selama ini, membuat Calista harus menunda Zain untuk sekolah. Namun kini, saat Zain merasa dirinya sudah sembuh, anak itu menuntut haknya untuk bersekolah. Sayangnya, kali ini pun ia tak bisa langsung menuruti permintaan sang anak mengingat mereka kini tidak bisa kemana-mana. Mungkin jika ada kesempatan ia akan berbicara dengan Daren mengenai ini, berharap pria itu akan bermurah hati dengan mengijinkan Zain pergi kesekolah. Tapi apa iya?

Dibalik pintu Daren mendengarkan itu semua sebelum memutuskan beranjak dari tempat itu.

Usai menidurkan Zain, Calista pergi ke kamarnya. Entah apa sebenarnya yang membuatnya kembali ke kamar itu mengingat disana ia akan kembali tidur sendiri. Calista hanya tidak mau membuat Daren kembali marah dengan tidak menemukannya dikamar itu-siapa tahu malam ini pria itu membutuhkannya?

Calista menghela dirinya ke beranda kamar, dari sana ia bisa melihat langit malam yang bertabur bintang. Sejak dulu Calista sangat menyukai langit malam, selain karena tampilannya yang cantik dengan adanya banyak bintang yang menghias, Daren dulu pernah mengatakan langit malam adalah gambaran dirinya-indah tapi misterius.

Tanpa sadar Calista tersenyum saat mengenang hal itu. Darennya dulu sangat romantis, pria itu selalu berhasil membuatnya tersenyum dan melupakan kesedihannya. Darennya yang dulu sangat berbeda dengan pria dingin yang kini tinggal bersamanya.

Kesadaran itu kembali mencengkeram hati Calista. Tapi ia tak ingin terus terpuruk dalam kenangan lama itu, apalagi dengan adanya Zain dihidupnya, anak itu adalah bagian dari Daren yang menguatkan Calista selama ini. Disaat cinta Daren tidak ada lagi untuknya, Zain adalah anugerah yang Tuhan beri sebagai pengingat jika dulu pria itu pernah memberinya begitu banyak cinta.

Calista menghela napasnya seraya berusaha mengusir kenangan indah itu dari pikirannya, ia tak ingin kembali tersakiti oleh kenangan indah mereka di masa lalu.

Calista merogoh sakunya, mengeluarkan ponsel miliknya. Ia bersyukur karena Daren tidak menyita ponselnya, hingga ia masih bisa berkomunikasi dengan orang lain. Ia kembali membaca pesan yang Nurul kirimkan tadi siang, sahabatnya itu kini sudah dibebaskan dari penjara berkat Faldo. Calista ingin mengucapkan terimakasih pada pria itu.

Disaat ia akan mengetikan sesuatu diruang chatnya dengan Faldo, tiba-tiba ponselnya terenggut begitu saja. Ia reflek menoleh, terkejut saat mendapati Daren yang baru saja melakukan itu.

"Jadi selama ini kalian masih sering berkirim kabar?" cibir Daren seraya menatap layar ponsel dengan otot-otot rahang mengetat.

"Dia hanya ingin tahu kabar Zain," ungkap Calista seraya meraih ponselnya, tapi tidak berhasil lantaran Daren mengangkat benda pipi itu ke udara-menjauhkan ponsel itu dari jangkauannya.

"Alasan!" ujar Daren dengan tajam.

"Ya sudah kalau tidak percaya. Sini kembalikan ponselku!" Calista kembali berusaha merebut ponsel itu.

"Tidak bisa! Mulai malam ini ponselmu aku sita!" ujar Daren yang langsung tersenyum miring begitu melihat Calista membelalakkan matanya.

"Jangan gitu dong Daren, aku butuh ponsel itu untuk berkomunikasi dengan Nurul."

"Dengan Nurul ataukah dengan mantan suamimu ini?" Daren memberikan tatapan tajamnya pada Calista.

Calista menunduk. "Ya, dengan mereka pokoknya."

Daren sudah akan marah saat Calista mengangkat wajahnya, memberinya tatapan penuh permohonan. "Zain ... tidak bisa kalau sehari tidak menelepon salah satu diantara mereka. Tolong untuk tidak bersikap kejam kepada putraku, dia sudah cukup bersedih tinggal jauh dari orang-orang yang ia sayangi."

Daren membeku, kata-kata Calista entah bagaimana caranya berhasil menampar hatinya. Seolah fakta yang wanita itu sampaikan mengenai kesedihan Zain berhasil membuat hatinya menjadi luluh dalam sekejap hingga ia tergerak untuk mengembalikan ponsel itu kepada Calista.

"Terimakasih," ucap Calista saat Daren akan meninggalkannya.

Daren tidak menjawab, ia terus melangkah dengan pikiran yang kacau. Ia tidak pernah menyangka jika apa yang Calista ungkapkan justru mengguncang hatinya lebih parah dari kecemburuannya pada Faldo saat mengetahui Calista masih sering berkirim pesan dengan pria itu. Ia tidak suka mengetahui Zain sedih tinggal dirumahnya. Apalagi ia sudah memberi fasilitas yang cukup lengkap dirumah itu demi membuat bocah itu merasa nyaman.

Haruskah ia melepaskan bocah itu?

Seharusnya tidak masalah membiarkan anak itu pergi, mengingat tujuan awalnya adalah hanya untuk kembali bisa memiliki Calista, ia terpaksa membawa bocah itu tinggal bersama mereka agar bisa mengintimidasi wanita itu lewat putranya. Namun mengapa rasanya begitu berat melepas anak itu? Rasanya seperti tidak rela untuk melepasnya.

Tbc

Semoga syuka dg part ini

Jangan lupa like n komen yaa😉


Continue Reading

You'll Also Like

319K 15.9K 12
Cowok dengan paras bule, mata yang biru jernih, hidung mancung, tubuh tinggi dan tegap serta sikap dingin ditambah irit bicara. Nyatanya itu semua cu...
36.8K 2K 18
Sekalipun kau berlari aku akan mengejarmu, sekalipun kau sembunyi aku akan menemukanmu, apapun yang terjadi kamu milikku.... RUNAWAY
48.8K 1.3K 5
Satu hari sebelum hari pernikahan, Ryan meninggalkan surat pembatalan penikahan untuk Dira. Merasa marah dan frustrasi, Dira ingin bunuh diri. Karena...
3.6M 38.3K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...