Calista (My You)

By NeaYoz

83.3K 8.6K 798

Mature Content! Daren sangat membenci Calista dan putranya. Anak itu adalah anak hasil perselingkuhan Calista... More

Blurb
Prolog
Part 01
Part 02
Part 03
Part 04
Part 05
Part 06
Part 08
Part 09
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 26

Part 07

2.6K 406 68
By NeaYoz

Desah napas keduanya bersahutan kala Daren terus memompa tubuh wanita yang berada dibawahnya. Si wanita mengerang nikmat tiap kali Daren berhasil menyentuh bagian terdalam dari tubuhnya. Ia tak melepaskan tatapannya barang sedetik pun dari pria itu. Wajah rupawan dan kulit kecoklatan dengan abs yang terbentuk sempurna adalah perpaduan mematikan untuk membuatnya takluk dan tergila-gila. Demi Tuhan, Daren bahkan tak pernah berkata-kata manis di sepanjang penyatuan, pria itu juga tak pernah mengajaknya berciuman. Tapi sex appeal pria itu sungguh mempesona. Ia tak pernah begitu mendambakan sentuhan seorang pria sebelum ia bertemu dengan pria itu. Dan sepertinya kini ia akan kecanduan.

"Semakin cepat, Daren. Please...." Ia memohon layaknya seorang jalang murahan yang haus kasih sayang. Tapi sungguh ia tidak peduli, hujaman demi hujaman pria itu membuatnya membubung tinggi.

Tidak ada jawaban, Daren hanya fokus mengejar akhir dari penyatuan. Ia memompa wanita itu dengan cepat dan keras. Satu hentakan dihujamkannya dalam begitu klimaks menerjang diiringi satu nama yang reflek digeramkan oleh mulutnya.

"Cal...."

Si wanita yang tengah menikmati sisa-sisa orgasmenya seketika terkejut. "Cal?" Ia menatap Daren penuh tanya.

Tanpa rasa bersalah, Daren menarik diri. Turun dari ranjang hanya untuk membuang pengaman yang terdapat cairan miliknya ke tempat sampah.

"Kamu belum jawab pertanyaanku, siapa Cal?" ulang si wanita yang kini sudah duduk bersandar pada ranjang, sebuah selimut menutupi tubuhnya.

Masih mengabaikan pertanyaan si wanita, Daren dengan santai memakai kimono tidurnya.

"Daren!" sentak si wanita.

"Lupakan!" sahut Daren seraya menuangkan wine ke gelas.

Si wanita terkekeh. "Kamu memintaku melupakan, apa ada jaminan kamu juga akan melupakannya?"

Daren menatap wanita itu datar sebelum menenggak gelas winenya. "Aku sedang berusaha."

"Berusaha?" Si wanita menatap Daren tak habis pikir. "Berapa lama kamu akan berhasil melakukannya?"

Daren mengangkat bahu. "Aku sudah lama melakukannya, tapi tidak pernah berhasil. Jadi jika kau ingin menyerah, kau bisa katakan pada orang tuamu untuk membatalkan perjodohan kita." Ia mengedipkan sebelah matanya pada Maureen yang terlihat syok.

Sejak perkenalan mereka waktu itu, Maureen tidak pernah berhenti menghubunginya. Wanita itu bahkan terang-terangan menawarkan tubuhnya, tapi Daren selalu beralasan. Daren lebih senang melakukan seks dengan wanita bayaran. Tanpa ikatan dan mereka juga tidak memakai perasaan melakukannya, jadi Daren tidak repot-repot menjelaskan pada mereka tiap kali ia menjeritkan nama Calista di dalam permainan.

Tanpa rasa bersalah, Daren berjalan kearah jendela kaca. Kamar hotel tempat ia menginap berada di lantai lima jadi dari posisi itu ia bisa melihat pemandangan ibu kota dimalam hari dengan segala keindahan lampu-lampunya. Sikapnya yang cuek seolah menunjukkan ia tidak peduli jika ucapannya menyakiti Maureen ataupun tidak.

Hening yang menyelimuti sesaat lamanya membuat Daren yakin jika permintaannya kali ini akan dituruti oleh wanita itu. Tapi ia terkejut saat tiba-tiba tubuhnya dipeluk dari belakang.

"Itu karena kau belum menemukan wanita yang tepat untuk membuatmu melupakannya," ucap Maureen seraya menyandarkan wajahnya pada punggung Daren. "Tapi tidak denganku, karena aku ... aku akan melakukan apapun untuk membuatmu melupakan wanita itu," lanjutnya.

Daren tertegun, dan tanpa mengatakan apapun ia membiarkan lengan wanita itu tetap melingkari tubuhnya.

Benarkah akan ada yang mampu menghapus nama Calista dari hati dan pikirannya mengingat sekarang saja yang ada di otaknya hanya Calista, Calista dan Calista. Kebenciannya pada wanita itu justru membuat namanya melekat kuat diingatan hingga Daren tidak mampu meniadakannya.

***

"Ma, Zain haus."

Tanpa diminta dua kali, Calista segera mengambilkan minum untuk Zain. Ia membantu sang putra duduk lalu menyodorkan gelas minum pada putranya itu.

"Pelan-pelan minumnya ya, Nak," ucap Calista pada Zain yang kini tengah menyedot minumannya dengan sedikit terburu-buru.

Zain menuruti nasihat sang mama. Gelas air berhasil di tandaskan setengahnya. Rasa haus langsung menyerang tenggorokannya begitu ia membuka mata.

"Ma, kok papa Faldo nggak ada?" tanya Zain.

"Papa Faldo lagi jemput Tante Nurul dulu, nanti juga papa Faldo kesini lagi," sahut Calista sesaat setelah menaruh kembali gelas keatas nakas.

Zain cemberut. "Tapi nanti papa Faldo beneran kesini lagi kan Ma?"

"Iya Sayang, papa Faldo pasti kesini lagi." Calista menyibak rambut Zain dari atas kening bocah itu. Ia bersyukur kini kondisi kesehatan Zain sudah jauh lebih baik setelah menjalani operasi. Ia berharap sang putra akan dapat hidup dengan normal kedepannya.

Brakk.

Tiba-tiba pintu terbuka dengan paksa. Calista terkejut saat mendapati Nyonya Miranti-ibu dari Faldo-ada disana. Wanita paruh baya dengan aksen angkuh itu kini berjalan mendekat. Rautnya luar biasa murka, menatap Calista seolah ingin menelannya hidup-hidup.

"Ma...." Calista bangun, mengulurkan tangannya-bermaksud menyalami mantan mertuanya itu.

Plak.

Tanpa aba-aba, Miranti langsung menampar Calista dengan cepat dan keras hingga membuat tubuh Calista limbung.

"Nenek kenapa memukul Mama?" tanya Zain dengan mata bulatnya berkaca-kaca.

"Diam kamu! Aku bukan Nenekmu!" sentak Miranti hingga Zain langsung tertunduk ketakutan.

"Tolong jangan marah-marahin Zain, Ma," pinta Calista yang sudah menguasi diri. "Jika Mama ada perlu sama aku, kita bisa bicarakan diluar."

Miranti melengos sembari bersedekap, tampak jelas ia enggan untuk menuruti permintaan Calista.

"Please Ma, Cal mohon.... Zain baru sembuh...."

Miranti melirik Zain dengan sinis. "Baiklah, aku melakukan ini bukan karena permintaanmu tapi karena aku tidak mau sakitnya putramu kembali merepoti putraku." Usai mengatakan itu Miranti bertolak keluar.

Sementara itu, Calista mendekati ranjang, menyentuh jemari Zain hanya untuk membuat putranya itu merasa tenang. "Sayang, Mama tinggal sebentar ya?"

"Tapi Ma?" Zain menggenggam jemari Calista erat seolah mengkhawatirkan kepergian sang mama.

"Tidak apa-apa Zain, mama janji mama akan baik-baik aja. Zain masih inget kan kata-kata Mama?"

Dengan enggan Zain mengangguk. "Nenek itu aslinya baik."

"Anak pinter." Calista tersenyum sebelum mencium kening Zain. "Yaudah Mama bicara sama Nenek dulu ya."

Zain mengangguk muram, seakan tidak rela melepas kepergian Calista. Namun Calista terpaksa meninggalkan putranya itu untuk berbicara dengan Miranti, semata karena ia tidak ingin Zain kembali menyaksikan perlakuan tidak menyenangkan yang ia dapat dari Miranti.

Plak.

Calista kembali mendapatkan tamparan dari Miranti begitu ia berada diluar. Beberapa orang yang lewat di lorong itu menoleh padanya dan juga Miranti yang kini wajahnya kembali terlihat marah.

"Harus berapa kali saya bilang jauhi Faldo?" raung Miranti, seakan tidak peduli jika suaranya menarik perhatian orang-orang disekitar mereka.

Calista menahan rasa sakitnya, menatap Miranti dengan air mata menggenang. "Cal hanya minta tolong padanya...."

"Minta tolong kau bilang? Kau pikir, anak saya pekerja panti sosial, yang ketika kau butuh bantuan maka kau akan datang pada putraku?" ujar Miranti seraya menusuk-nusuk kepala Calista dengan telunjuknya.

"Bukan begitu maksud Cal, Ma...."

"Cukup!" Miranti mengangkat telapak tangannya. "Berhenti memanggil saya dengan sebutan itu, kau bukan lagi menantu dikeluarga kami!"

Jemari Calista saling meremas, ia lalu menunduk karena malu. "Maafkan saya, Nyonya."

Miranti tersenyum miring. "Sekalian kamu ajarin juga putramu untuk tidak menyebut saya dengan 'nenek'." Ia lalu berdecih. "Keturunan saya tidak ada yang penyakitan seperti anakmu!"

Calista mengangkat wajahnya, menguatkan diri untuk membalas tatapan Miranti. "Anda boleh menghinaku, tapi jangan merendahkan putraku. Dia memang tidak sesempurna anak lain, tapi bukan berarti Anda berhak menghinanya seperti itu."

Plak.

Miranti kembali menampar Calista. "Berani kamu ya bicara keras seperti itu kepada saya?"

Calista menunduk. "Maaf Nyonya, aku hanya sedang berusaha membela putraku."

"Memangnya seberharga apa putramu itu, hahh? Dia bahkan tidak ada bedanya dengan anak-anak hasil perjinahan lainnya yang dibuang oleh orang tua mereka."

Calista tersenyum sedih sebelum kembali mengangkat wajahnya. "Sama seperti Anda yang sangat menyayangi putra Anda, begitu pun denganku. Bagiku putraku sangat berharga. Tak peduli seberapa buruk ia dimata orang lain, aku tetap akan memperjuangkan kehidupannya." Ia lalu berbalik, berniat masuk kembali ke kamar Zain.

"Aku belum selesai bicara wanita binal!"

Sekali hentak, Calista terjerembab kebelakang saat ikatan rambutnya ditarik keras oleh Miranti. Saat Calista akan terjatuh, tiba-tiba tubuhnya ditangkap oleh seseorang.

"Apa seperti ini sikap terhormat dari seorang Nyonya Radyaksa?"

Ujaran dengan nada tenang itu membuat Miranti membelalak terkejut. Ia menatap pria muda yang kini masih memegangi Calista dengan tatapan menilai.

"Kau siapa?" tanyanya.

Calista reflek menarik diri, ia hendak pergi tapi lengannya ditahan oleh pria itu.

"Ah, Anda tidak tahu saya?" Pria itu terlihat senang. "Sayang sekali, padahal baru saja saya mau menyombongkan diri."

"Daren cukup!" cegah Calista sembari berusaha melepaskan diri.

"Daren...." Miranti menyipit.

"Masih tidak kenal juga?" Daren berbinar. "Apa Anda punya anak gadis, jika iya mungkin Anda bisa tanyakan tentang saya padanya. Siapa tahu dia adalah salah satu dari teman kencan saya."

"Daren hentikan...."

"Oh ... kau pasti teman prianya yang baru ya?" Miranti bersedekap angkuh, menatap Daren dengan merendahkan. "Pantas, kalian kelihatan cocok. Wanita gatal memang cocok dipasangkan dengan pria gatal juga."

Daren melepaskan Calista, membalas tatapan Miranti dengan dingin. "Lebih gatal mana, aku atau putramu yang tidak tahu malu itu?"

"Maksud kamu apa?"

Daren tersenyum mendapati kekesalan diwajah Miranti. "Sampaikan saja padanya untuk tidak lagi mengganggu Calista, karena mulai detik ini Calista adalah milikku."

"Wong edan! Yang harusnya diberitahu itu wanita sundelmu itu! Putrak saya tidak mungkin mendekatinya kalau bukan dia duluan yang merayu-rayunya!" Miranti menjawab keras, suaranya bahkan berhasil membuat mereka menjadi bahan tontonan.

"Saya akan pastikan Calista tidak akan mengganggu putra Anda lagi, tapi pastikan juga putra Anda melakukan hal yang sama!" ucap Daren dengan kepalan tangan terbentuk disaku celana.

Miranti menatap Daren dan Calista dengan berang, seolah ia kalah telak dalam menanggapi kata-kata Daren. Sedetik kemudian ia pun beranjak pergi, memilih tidak melanjutkan perdebatan mereka.

Tak membuang waktu dan tanpa menoleh kearah Daren yang masih terpekur menatap kepergian Miranti, Calista segera mengambil langkah.

"Jadi kau mencampakkanku dulu hanya untuk mendapatkan perlakuan menyedihkan seperti ini?"

TBC

Ada yang nungguin cerita ini?

masih mau lanjut gak? apa mau ganti cerita aja? wkwk

Continue Reading

You'll Also Like

4.3M 130K 88
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...
2.9M 278K 39
Sabrina Elvina Kirana, tanpa sengaja bertemu kembali dengan seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang pernah membuatnya bahagia dan hancur secara b...
86.3K 1.4K 12
21+ Perlakuan tidak adil yang didapatkan Maura dari ayah dan neneknya membuatnya memutuskan pergi ke Paris dengan alasan kuliah. Ia hidup bebas di sa...
2.4M 30.4K 29
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...