PSIKE | TELAH TERBIT

By Afnansyhrn

2.2K 397 245

"Gue gak bisa lari kemanapun, karena yang gue hadapi adalah jiwa gue sendiri. Segala hal yang menyakitkan dan... More

Introduction
Siapa Yang Tahu?
Kamu Tidak Sendiri
Dunia yang Seperti Ini
Siapa Aku?
Sisi Lainnya
Memang Begitu
Intuisi yang Tajam
Kuat?
Titik-titik Cahaya
Melepas Luka
Permainan yang Gila
Target
Sesulit Itukah?
Semakin Jelas
Dewa Dimana?
Pengumuman!

Berlari

74 22 4
By Afnansyhrn

"Lu dimana sekarang?" Vito menelepon Rama dan teman-teman lainnya. Ia berdiri tepat di depan Taman Kencana Bogor, sore ini mereka berniat akan mengerjakan tugas bersama di rumah Dio. Karena senin besok tanggal merah, rencananya Vito dan teman-teman lainnya juga ingin menginap di rumah Dio.

Bobi telihat sedang membeli batagor di ujung taman, sedangkan Vito sibuk melihat ke arah layar ponsel sambil menunggu Rama dan Andre yang belum datang. Cuaca sore hari ini cukup cerah, biasanya di Kota Bogor sering turun hujan yang tak terduga. Karena alasan itulah Vito selalu menyiapkan jas hujan dan payung di dalam ransel hitam miliknya.

Jam menunjukkan pukul 16.40 sore, taman yang tadinya ramai oleh orang-orang yang sedang asyik menongkrong dan bermain, satu-persatu mulai berlalu pergi. Yang tersisa hanya beberapa orang yang tersebar duduk di bangku taman. Beberapa penjual pun terlihat sudah mulai merapikan jualannya.

Vito kemudian memasukkan ponsel ke kantong celana jeansnya. Ia lalu melihat kendaraan yang lalu lalang di jalanan. Sekarang Kota Bogor sudah seperti kota-kota besar seperti Jakarta atau Surabaya. Kendaraan beroda empat maupun dua semakin banyak. Ditambah angkot-angkot yang pasti selalu ditemukan di kota yang mendapat julukan kota seribu angkot.

Walau sudah dipermudah dengan transportasi yang nyaman dan beragam. Vito lebih suka berjalan kaki, biarpun jarak yang harus ditempuh itu sampai menghabiskan waktu 30 menit atau 1 jam. Vito tetap lebih memilih berjalan kaki. Masih muda, malu jika fisiknya lemah dan ringkih seperti lansia.

Vito menyadari betapa pentingnya menjaga kesehatan fisik semenjak ia didiagnosa memiliki gangguan mental. Fisik yang sehat dan bugar dapat mempengaruhi kesehatan mental. Karena itulah Vito mulai rutin berolahraga. Dua hari sekali ia melakukan workout di rumah. Setiap weekend ia berjalan kaki atau berlari beberapa putaran di lapangan GOR maupun Sempur.

Semuanya ia lakukan sebagai bentuk cinta terhadap diri sendiri, juga sebagai upaya membantu proses penyembuhan dan pemulihan kondisi jiwa dan mentalnya. Vito sudah bisa merasakan manfaatnya, mood nya tidak mudah naik turun secara ekstrem, pikirannya lebih rileks dan tenang, kecemasannya berkurang, dan tekanan dari stress pun terasa lebih ringan. Intinya, Vito tidak mudah cemas juga stress seperti dulu.

Ponsel Vito bergetar, ada pesan chat masuk dari Andre. Vito langsung membaca pesan itu dan berniat menghampiri Bobi yang masih mengantri membeli batagor di ujung taman. Jalanan mulai terlihat sepi, tidak banyak kendaraan yang lalu lalang seperti beberapa menit yang lalu.

Namun, langkah Vito terhenti begitu melihat dua orang pria bertubuh tinggi memakai masker dan topi hitam berjalan menghampirinya. Firasat Vito tak enak, ia lalu berjalan mundur dengan kedua mata yang masih melihat dua orang pria itu lekat-lekat. Semakin Vito mempercepat langkah mundurnya, semakin cepat pula dua pria itu berjalan menghampiri Vito. Vito langsung berbalik arah dan berlari kecil menghampiri Bobi.

"Lu siapa?!" bentak Vito terkejut berusaha melepaskan cengkraman kasar salah seorang pria yang berusaha merebut ransel miliknya. Ada apa dengan dua pria ini? Vito bahkan sama sekali tidak mengenalnya. Mendengar keributan itu, Bobi merasa curiga. Ia lalu segera berlari menghampiri Vito dengan cemas.

"WOY! MAU APA LU?!" teriak Bobi begitu melihat Vito dan dua orang pria itu saling tarik menarik ransel hitam milik Vito. Bukannya lari, salah seorang pria itu malah menendang perut Vito hingga Vito jatuh tersungkur. Mereka berdua lalu berjalan cepat sambil mengambil ransel milik Vito dan bersiap-siap untuk kabur.

Bobi semakin mempercepat larinya, ia berhasil mendekati dua pria itu yang sudah duduk di atas motor. Dengan cekatan Bobi langsung menarik ransel Vito dan menyikut wajah pria yang mengambil ransel Vito hingga mereka berdua terjatuh.

Bobi melempar ransel Vito dan untungnya Vito berhasil menangkapnya. Dua pria yang tak dikenal itu langsung menendang perut Bobi dan memukul wajah Bobi dengan keras. Bobi yang dihujami pukulan berusaha sekuat tenaga melindungi wajah dan kepalanya dengan kedua lengannya.

"Kalian siapa?!" Vito langsung menyerang dua pria itu dengan pukulan tangannya, namun sayangnya meleset. Tiba-tiba seorang pria menarik rambut Vito dengan kasar. Lalu menendang wajah Vito dengan dengkul kakinya berulang kali. Vito berusaha sekuat tenaga melindungi wajahnya. Tapi, karena tendangan itu cukup kuat darah terlihat terus menetes dari hidung Vito.

Bobi berusaha bangkit dari rasa sakitnya, ia menerjang berlari menyerang pria yang terus menendang Vito berulang kali. Pria itu terpental karena tendangan Bobi yang tepat mengenai dada pria itu. Pria yang satunya lalu melepas topi hitam dan mulai berkelahi dengan Bobi. Mereka saling melempar pukulan dan tendangan. Bobi bisa merasakan kalau lawannya ini tahu teknik bela diri. Mereka ini bukan orang sembarangan, bahkan mereka tahu titik-titik vital yang ada di tubuh manusia.

Pria yang terpental karena tendangan Bobi kembali bangkit dari jatuhnya dan berjalan menghampiri Vito dengan berani. Ia kembali berusaha memukul Vito. Darah segar terus menetes dari hidung Vito, namun ia sudah tak peduli. Kepalanya terasa pusing dan langkahnya mulai sempoyongan.

Tiba-tiba pria itu berlari dengan cepat, berdiri tepat di belakang Vito lalu memukul dengan keras bagian punggung Vito hingga Vito terjatuh. Rasanya Vito seperti ingin pingsan, ia melihat Bobi yang masih berkelahi dengan pria bermasker hitam. Karena tak kuat Vito akhirnya perlahan menutup matanya.

Namun, anehnya setelah itu ia bisa melihat dirinya sendiri yang sedang pingsan. Vito seperti keluar dari tubuhnya. Ada apa ini? Apa Vito sudah mati, begitukah?

"Cuma bisanya segitu, ya?" ujar Vito lalu bangkit dan membuang ludah nya yang sudah bercampur darah. Darah segar yang mengalir dari ujung bibirnya ia seka, begitupun dengan darah yang menetes dari hidung.

Wajah Vito terlihat ceria. Bobi yang melihat perubahan Vito merasa heran. Apa Bobi salah lihat? Barusan ia melihat Vito sudah pingsan. Tapi, sekarang Vito tiba-tiba sudah bangkit lagi dengan cepat.

"Sini maju!" tantang Vito dengan kedua jari yang menyuruh pria yang memukulnya itu untuk bertarung.

Pria itu pun langsung melempar tendangan tingginya, Vito hanya tertawa, tendangan itu meleset, Vito lalu menarik kaki pria itu dengan kencang dan memelintirnya dengan kuat hingga membuat pria itu berteriak kesakitan.

Tidak sampai di situ, Vito langsung membuka topi hitam milik pria itu menarik rambutnya dengan kasar dan mulai menendang wajahnya dengan brutal, seperti yang pria itu lakukan pada Vito sebelumnya.

"Gimana? Sakit, gak? Lu boleh nendang gue sepuluh kali. Gue bakal nendang lu seratus kali!" ujar Vito sambil tertawa-tawa. Bobi dan pria yang mengenakkan masker hitam tiba-tiba berhenti berkelahi dan melihat Vito yang sedang tertawa-tawa sambil menyerang pria itu dengan brutal.

Ini pertama kalinya mereka melihat seorang manusia yang berkelahi dengan wajah senang dan gembira. Ditambah suara tawa yang terdengar lepas. Bagaimana bisa ada manusia seperti itu?

"Orang-orang kayak lu harus dihabisin dulu baru paham. Lu pikir lu siapa? Lu gak sekuat itu dan gue gak takut!" teriak Vito semakin menjadi-jadi. Bobi langsung berlari menghampiri Vito dan menariknya agar berhenti menendang pria yang sudah lemas dan tak berdaya itu.

"Stop, Vito. Stop!" ucap Bobi di telinga Vito berusaha menghentikan Vito yang sepertinya mulai lepas kendali. Vito masih terus berusaha menendang wajah pria itu.

Akhirnya, kedua pria bermasker hitam itu pun berlalu pergi dengan sepeda motor besarnya. Vito terlihat mulai tenang, ia berhenti berteriak-teriak histeris. Bobi yang berusaha menahan Vito akhirnya merasa lega juga.

Bobi kewalahan, ia bisa merasakan kekuatan Vito yang tidak biasa ini. Rasanya kekuatan Vito seperti bertambah beberapa kali lipat. Napas Bobi menjadi berantakan dan terengah-engah karena sekuat tenaga menahan tubuh Vito.

"Lu gak kenapa-napa, kan?" Bobi memutar tubuh Vito dan melihat wajahnya yang terluka. Terlihat ada beberapa lebam di bagian wajah Vito.

Vito hanya tersenyum simpul, dengan napas yang berantakan ia mengacungkan kedua jempol tangannya, "gue baik-baik aja," setelah berkata itu Vito pun jatuh dan tak sadarkan diri.

🤝🤝🤝🤝

"Alhamdulillah," Bobi dan teman-teman Vito lainnya mengucap syukur begitu melihat Vito mulai membuka kedua matanya. Sudah lebih dari dua jam Vito tak sadarkan diri, mungkin ia tertidur karena kelelahan.

"Minum air hangat ini dulu, ya," ibu Vito menyodorkan segelas air putih hangat kepada Vito. Wajahnya terlihat khawatir, ia lalu mengusap-usap kepala Vito lembut dengan tatapan kedua mata yang sedih. Mungkin ibu terkejut melihat anaknya pulang dengan banyak luka di wajah.

Untungnya Bobi dapat menjelaskan kejadian itu dengan baik kepada Ibu Vito dan kak Nabila. Bobi pun tidak kesulitan menjelaskan begitu Adit ikut menjelaskan bersamanya tentang kejadian sore ini. Bobi langsung menelepon Adit begitu kejadian ini sudah terjadi. Bobi hanya merasa ia perlu melakukannya, karena Vito sering bercerita tentang sosok Adit yang ia kagumi. Bobi pikir dengan kehadiran Adit, Vito akan merasa lebih baik.

"Bu, ada tamu datang," ujar kak Nabila sambil berjalan menghampiri ibu yang sedang duduk tepat di samping tempat tidur Vito. Ibu pun berjalan keluar kamar dan bertemu dengan tamu tersebut.

Dua orang pria bertubuh tinggi tegap berdiri tepat di ambang pintu ruang tamu Vito. Salah satu di antara mereka ada yang mengenakkan kacamata berbingkai hitam sedangkan pria yang satunya lagi memiliki sorot mata yang tajam dan dalam.

Ibu Vito tersenyum menyambut dua tamu tersebut dan mempersilakan mereka masuk untuk duduk di kursi ruang tamu. Sedangkan Fariz, Praja dan Rama memilih duduk di halaman depan rumah sambil sesekali melihat kehadiran dua tamu yang tak mereka kenal. Kak Nabila langsung bergegas menuju dapur, dan menyiapkan dua cangkir teh manis juga setoples kue kering untuk menjamu tamu.

"Mohon maaf bila kedatangan kami mungkin mengejutkan bagi ibu dan keluarga. Perkenalkan saya Rangga Sakti Dermawan dan ini rekan saya Brian Gabriel Atmaja. Kami berdua dari kepolisian pusat di Jakarta. Adapun kedatangan kami ke sini karena ada suatu hal yang ingin kami bicarakan perihal," Rangga terdiam dan menatap Brian sebentar.

"Begini, Bu. Kami mohon maaf jika perbincangan ini membuka luka masa lalu ibu dengan mendiang Joni. Ada beberapa pertanyaan yang ingin kami ajukan kepada ibu dan keluarga perihal kejadian ini. Apakah ibu bersedia? Kami tidak memaksa. Jika ibu belum siap untuk menjawabnya, kami akan datang lain hari ketika ibu sudah benar-benar siap," tambah Brian sambil memperlihatkan senyum manis kepada Ibu Vito dan kak Nabila.

"Saya bersedia," jawab Vito keluar dari balik pintu kamarnya sambil meringis menahan sakit. Ia berjalan pelan menuju ruang tamu.

"Saya adik lelakinya, perkenalkan nama saya Vito," ucap Vito sambil duduk di samping Ibu yang menatapnya cemas.

Brian dan Rangga saling melempar pandang. Kemudian, Rangga menatap Vito dengan sorot mata yang tajam lagi serius, "Jadi, begini..."













🤝 Bersambung 🤝

   

  

Continue Reading

You'll Also Like

1.3K 192 31
Kamipun memulai perjalanan kami. Memulai petualangan kami. Saat aku melakukan ini, apakah aku memiliki keraguan? Ketakutan? Resah? Tentu saja. Saat k...
1.4K 154 10
kisah ini menceritakan anak sulung yg di benci oleh adek tapi hanya ada satu adek ya yg selalu ada di samping ya.....
646K 14K 56
Allea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk...
2.1M 98.1K 70
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...