HELP [Tamat]

By TintaBiru26

303K 23.5K 2.9K

Aksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya... More

Kilas balik
Tokoh
Awal dari semuanya
Keluarga baru Dika
keluarga baru Mona
Doa Arya
Terlambat?
Pingsan
Ikut senang
Alergi
Amarah
perundungan
khawatir
Sendirian
hal yang tak di inginkan
Aksa atau Rayyan?
bagaimana caranya?
Darren
haruskah?
andai Dika tau
Rencana tuhan
kenapa selalu aku?
Pertanda?
Sakit.
kenapa?
Harus kemana?
yang selalu ada
Haruskah berkorban?
haruskah berkorban? 2
jadi seperti ini rasanya?
Rasa yang tak biasa
Birthday Keenan
niat menolong
belum usai
Rayyan
sama-sama tumbang
tidak ada rasa kasihan
istirahat sejenak
Trauma
Kecewa
Sekedar Info
Bullying
di pendam sendiri
ternyata?
sama-sama takut
salah?
pertanda? 2
Kesakitannya
amarah?
berhenti berdetak?
Arka Bodoh
Mimpi dan kabar baik
satu kesakitannya terbongkar
tawanya
aku lagi?
siapa sebenarnya Calista?
Pergi.
jadi?
berawal
menyesal?
mulai mencari?
menghilang bak di telan bumi.
Baru
Dami-nya Rio
Akhir?
kepergiannya
Good Bye
Cerita baru
GaReNdra
Baca dulu yukk

Selesai

7.5K 429 75
By TintaBiru26

ALOHAAA

Apa kabar?

Masih ada yang nunggu kah?

Gak ada ya?

Yaudah gakpapa:)

Arka, lelaki itu kini tengah terduduk di balik pengemudi. Mengiringi mobil jenazah yang membawa jenazah adiknya di depan sana. Wajah Arka terlihat sedih, tatapannya terasa kosong. Tapi, bukan kah ia harus fokus jika tidak ingin terjadi apa-apa?

Tetapi, bayangan saat ia berbuat tidak baik kepada Aksa berputar seperti kaset rusak di dalam otaknya. Sungguh, itu sangat menyesakkan.

Di samping Arka, ada Arya. Lelaki itu jauh dari kata baik. Penampilannya terlihat acak-acakan, dengan wajah sembab, tatapannya terasa kosong menatap mobil jenazah di depan sana. Tangannya sesekali terangkat, menyeka air mata yang membasahi pipinya.

'Ini untuk pertama dan terakhir kalinya gua antar lo kesekolah.'

"Dia benar-benar menepati janji nya bang," lirih Arka tanpa menoleh ke arah Arya. Begitu pun Arya, ia masih fokus dengan aktivitasnya.

"Dia benar-benar menepati janjinya untuk tidak lagi meminta gua mengantarnya ke sekolah. Padahal, dia tidak pernah meminta. Tetapi gua sadar, dari tatapannya saja dia menginginkan hal itu. Di antar sekolah oleh Abang nya. Dan hal seperti itu, begitu sulit untuk dia dapatkan." lirih Arka, matanya berkaca-kaca, pandangan nya sedikit buram. Namun, Arka cepat-cepat mengusap matanya.

"Gua ingat, untuk pertama kalinya dia duduk di mobil gua. Posisinya sama seperti lo bang, menatap lurus kedepan dengan senyuman. Gua masih ingat wajah bahagia dia. Padahal hari itu, gua menyakiti hatinya dengan kata-kata gua yang gak seharusnya gua lontarkan untuk dia."

Hening.

"Disini, di mobil ini, untuk yang pertama kalinya gua lihat dia tersenyum dengan tulus. Tidak di paksakan seperti biasanya. Dan nyatanya hari itu, benar-benar hari pertama dan terakhir kalinya dia duduk di mobil gua." suara Arka bergetar, air matanya tidak dapat Arka bendung lagi.

"Waktu itu Aksa meminta maaf, padahal dia tidak melakukan apa-apa. Tapi dengan tidak berperasaan nya gua, gua mengabaikan maaf dia. Bahkan gua bilang, gua enggak akan pernah maafin dia seumur hidup gua. Apa semua itu berbalik bang? Hiks. "

'Kalau begitu, Aksa tidak akan pernah tenang.'

"Sekarang gua paham maksud dia bang hiks. Dia tidak akan pernah tenang selama kita belum memaafkannya. Padahal pada kenyataannya, dia gak bersalah hiks. Dia anak baik yang menjadi korban keegoisan kita bang hiks. " tangis Arka semakin tidak terkendali, di tambah, suara sirine mobil jenazah yang terdengar nyaring memekakkan telinga. Menambah sesak dada.

"Gua Abang yang tidak berguna, gua Abang yang jahat. Abang macam apa gua hiks. Adik gua kesakitan sudah lama, tapi gua tidak tau. Malah gua menambah keskaitan itu dengan ucapan gua yang kasar." suara Arya terdengar.

'Gua butuh hati lo untuk Rayyan.'

'Ayok donorin hati lo untuk Rayyan.'

'Gua selalu berdoa ke tuhan, agar tuhan cepat-cepat cabut nyawa lo.'

'Sampe kapan gua harus menunggu? Sampe Rayyan mati, baru lo mau mendonorkan hati?'

'Gua selalu berdoa ke tuhan supaya manusia busuk kayak lo terkena karmanya. Sakit kanker misalnya?'

'Waktu? Butuh berapa waktu lagi lo? Udah cukup selama ini gua ngasih lo waktu. Tapi untuk kali ini, gua mohon, donorin hati lo untuk Rayyan secepatnya.'

'Gua pengen lo mati Aksa.'

"Maaf hiks, maafin Abang. Kenapa kamu pergi secepat ini? Padahal Abang belum sempat meminta maaf dan mengobati luka yang Abang berikan ke kamu dek hiks. Maaf, Abang menyesal. Abang benar-benar menyesal."

******

Suara kajian begitu terdengar pilu dan ber-iringan. Disini, lebih tepatnya di rumah Dika. Sudah banyak pelayat yang datang, dari tetangga, kerabat, bahkan teman-teman sekolah Aksa.

Mereka datang untuk mengantarkan Aksa ketempat peristirahatan terakhirnya.

Tubuh Aksa terbaring kaku di tengah-tengah sana. Di sampingnya ada Dika yang tengah menatap kosong tubuh Aksa. Ada Mona yang masih terisak di pelukan Raffa. Ada Arya yang hanya terdiam dengan air mata yang sesekali mengalir. Ada Arka yang tengah tertunduk dalam, terisak dalam diam.

Ada, Rayyan dan Darren yang sama-sama menangis tanpa terisak. Ada Keenan dan Zaidan yang menatap tubuh kaku Aksa dengan tidak percaya. Ada Farris dan Rio yang ikut mengaji, menggiring kepergian Aksa.

"Padahal ayah belum sempat minta maaf, ayah belum sempat bahagiain kamu, ayah belum sempat mengobati luka kamu. Tetapi kamu memilih pergi tanpa tau satu fakta. Kamu anak kandung ayah hiks." lirih Dika di samping telinga Aksa.

'Pergi dan jangan pernah kembali.'

"Bukan pergi seperti ini yang ibu maksud nak. kamu pergi nya kejauhan. Sampai-sampai ibu tidak bisa menggapai kamu. Maaf, maaf atas semuanya.

Mona beranjak dari pelukan Raffa, meraih tangan Aksa yang terasa dingin. Setelahnya menciumi punggung tangan Aksa dengan lembut.

"Jangan pergi nak..." lirih Mona, tangannya beralih menangkup kedua pipi Aksa lalu membelainya lembut.

"Kamu mau dengar gak? Kamu harus dengar, ibu sayang kamu. Apa kamu sudah dengar? Bangun sayang, kamu bilang kamu ingin makan dengan ibu, kamu bilang kamu ingin makan masakan ibu. Ayok bangun, dan beritahu ibu apa makanan kesukaan kamu, ibu akan masakan, lalu menyuapi Aksa. Aksa menginginkan hal itu kan? Ayok bangun..."

Ucapan Mona membuat hati para pelayat seperti tersayat. Bahkan, beberapa teman sekolah Aksa ikut menangis. Mereka salah, benar-benar salah. Aksa sudah terluka, tetapi mereka malah menambah luka. Andai mereka tahu kehidupan Aksa yang sebenarnya. Mereka tidak akan pernah membully, mengerjai bahkan menyelakai Aksa.

"Aksa bangun hiks. Ibu harus apa? Ibu harus gimana? Kamu perginya kecepetan hiks. "

Mona menatap wajah Aksa yang terlihat damai, bahkan seulas senyuman terpatri di bibir Aksa yang sudah tidak berwarna. Apa Aksa nya bahagia?

Mona membungkuk, mencium kening Aksa dengan lembut.

"Jangan pergi hiks, ayok bangun, ibu menung---gu." Tubuh Mona meluruh, matanya terpejam. Wanita itu pingsan. Cepat-cepat Raffa membawa tubuh Mona ke ruangan yang ada di rumah Dika, lebih tepatnya di lantai dua.

"Sa...Lo benar-benar pergi tanpa menunggu gua? Kenapa, kenapa lo gak bilang yang sejujurnya? Kenapa lo diam aja saat gua menyakiti hati lo dengan kata-kata yang kasar seperti itu. Lo ngebuat diri gua jahat Sa hiks. Kenapa lo gak pernah jujur kalo sebenernya lo lagi sakit." lirih Rayyan, ia menatap wajah Aksa dengan tatapan sendu. Bayangan saat ia mencaci bahkan mengusir Aksa waktu itu kembali teringat.

"B-bang...lo pengen gua manggil lo Abang kan? Mulai sekarang gua akan panggil lo Abang. Gimana seneng gak? Tapi lo bangun heum? Kita semua belum siap kehilang lo bang. Kita semua masih butuh lo, terutama gua. Gua butuh sosok Abang kayak lo. Siapa yang akan melindungi gua jika gua dalam bahaya bang? Siapa yang akan maju paling depan di saat gua ada masalah? Cuma lo bang hiks. Gua mohon bangun, jangan kaya gini. Gua gak sanggup." lirih Keenan, lelaki itu sedikit mendekati tubuh Aksa.

"Sekarang, banyak yang sayang sama kamu. Jadi, ayah mohon bangun. Iya, kamu anak ayah, anak kandung ayah. Seharusnya, sedari awal ayah menyelidiki semua ini. Tidak seperti ini, mengorbankan kamu yang jelas tidak bersalah sama sekali. Ayah harus bagaimana sekarang nak? Bangun hiks." Dika memeluk tubuh Aksa yang terbaring.

Dulu, ia memeluk anaknya di toilet cafe dengan keadaan masih bernyawa. Tetapi sekarang, ia memeluk anaknya dalam keadaan tidak bernyawa. Benar-benar menyesakkan bukan?"

*******

Acara demi acara sudah terlewati. Dari mulai mengajukan jenazah, memandikan jenazah lalu menyolatinya. Kini sudah saatnya, mengantar jenazah ketempat peristirahatan terakhirnya.

Farris benar-benar tidak menduga bakal sebanyak ini orang yang mengantarkan Aksa. Bahkan, jalanan saja sampai macet gara-gara banyak sekali yang menggiring mobil Jenazah menuju pemakaman.

"Dami...lihatlah, banyak sekali yang mengantarkan kamu nak. Ayah yakin kamu pasti lagi tersenyum senang disana. Yang tenang ya? Insyaallah ayah ikhlas. Kamu udah gak sakit lagi, kamu udah sehat. Jaga diri baik-baik di sana ya? Tunggu ayah." Batin Farris melirih.

Perlahan tapi pasti, tubuh Aksa mulai di masukkan kedalam liang lahat. Membuat Mona memberontak apalagi di saat tanah merah dan basah itu mulai menutupi tubuh Aksa.

"Jangan hiks, jangan, jangan kubur anakku hiks. Kasihan dia tidak bisa nafas hiks. Anakku anak baik, jangan kubur anakku hiks. Dia tidak jahat, jangan perlakukan anakku seperti itu hiks." ingin sekali Mona menemani Aksa di liang lahat itu, memeluk tubuh Aksa erat-erat agar tubuh anaknya tidak kesakitan.

Mona merasa Dejavu. Teringat akan sesuatu. mimpi itu, Mimpi dimana, ia melihat tubuh Aksa yang semakin tertimbun oleh tanah. Di mimpi itu, tangan Aksa terulur meminta bantuan. Tapi kali ini, tangan itu sama sekali tidak terulur. Mona paham, mimpi itu suatu pertanda, tapi sayang ia tidak peka. Ah--betapa bodohnya Mona.

"Jangan hiks, anakku.." untuk yang kedua kalinya, tubuh Mona meluruh, jatuh kedalam pelukan Raffa. Matanya terpejam dengan pipi yang basah dengan air mata. Lagi, wanita itu pingsan, padahal pemakaman Aksa belum selesai.

********

Para pelayat, satu persatu meninggalkan makam. Menyisakan keluarga serta Rio dan Farris. Bahkan banyak dari mereka yang mendekati pusara Aksa lalu menggumamkan kata maaf.

Membuat dada Dika terasa penuh dan sesak. Seberapa banyak luka yang anaknya dapatkan. Awalnya Dika bingung dengan sikap teman-teman sekolah Aksa yang satu persatu meminta maaf. Tetapi sekarang ia paham setelah Rayyan membeberkan satu fakta. Bahwa di sekolah anaknya jadi korban bullying.

"Kamu anak hebat, kamu anak kuat. Ayah bangga sama kamu. Kepergian kamu, banyak meninggal duka di hati kami para penyiksa. Sekarang, kamu bebas, kamu lepas. Sekarang, kamu nikmati bahagia kamu di surga sana dan biarkan kami tersiksa karena rasa sesak dan duka." lirih Dika, mengusap nisan yang bertuliskan nama anaknya.

-Aksa Damian Adhitama-

Lahir, Jakarta 30 Desember 2004

Wafat, Jakarta 28 Desember 2021

Kata 'Adhitama' Dika sematkan di belakang nama Aksa untuk yang pertama dan terakhir kali. Sebagai bentuk hadiah, dan juga sebagai tanda bahwa Aksa, benar-benar anaknya.

"Sekarang, ibu gak bisa lihat kamu lagi. Ibu gak bisa dengar suara kamu lagi. Kamu memilih pergi di banding menetap disini. Pasti rasanya sakit sekali bukan jika kamu menetap disini? Maafkan ibu yang belum sempat membuat kamu bahagia. Tapi, ibu berjanji, mulai sekarang, ibu akan buat kamu bahagia dari sini. Ibu janji akan sering datang kesini, memeluk dan bertemu kamu. Gimana? Sudah bertemu dengan Oma? "

"Aksa, ayah Raffa minta maaf atas semua kesalahan ayah Raffa. Ayah Raffa benar-benar menyesal. Semoga kamu tenang di sana, ayah janji akan selalu menjaga ibu kamu. Ayah janji akan selalu menyimpan nama kamu di hati ayah. Selamat jalan." Raffa mengusap nisan Aksa perlahan.

"Abang ikhlas, kamu udah gak sakit lagi. Kamu udah gak perlu minum obat lagi. Kamu udah gak perlu dengar ocehan Abang lagi untuk melakukan kemoterapi, kamu tidak akan lagi di caci maki, kamu tidak akan lagi di bully. Lepas semua kesakitan kamu Dami. Sudah saatnya kamu bahagia disana. Maafkan semua kesalahan Abang. Abang senang mengenal kamu." Kali ini, suara Rio yang terdengar.

"Abang juga minta maaf Sa... Maaf untuk semuanya, maaf untuk kesakitannya. Terimakasih sudah bertahan selama ini, lo yang tenang di sana, Abang akan doain lo terus dari sini." ucap Zaidan.

"Sa...beribu kata maaf mungkin gak bisa nyembuhin hati lo. Tapi, harus dengan kata apa lagi gua menebus semua kesalahan gua selain kata maaf? Maaf Sa...terlalu banyak kata maaf yang ingin gua lontarkan. Lo anak baik, disana lo pasti juga di kelilingi orang-orang baik. Sekali lagi, gau minta maaf. Lo yang tenang." ucap Darren.

"Gua gak tau harus berapa lama buat gua lupain lo. Ah tidak, sepertinya gua butuh waktu seumur hidup gua. Maaf gua udah bikin lo kecewa. Lo baik-baik disana, jangan nakal. Jangan tidur kelamaan. Ah, nyatanya sampai kapan pun, Lo gak akan lagi bangun." Rayyan menundukkan kepalanya. Ia sudah lelah menangis, air matanya sudah kering di rasa.

"Jika ada kata yang lebih dari kata maaf, Abang akan gunain itu untuk meminta maaf ke kamu dek. Abang ikhlas. Titip salam untuk Oma ya, bilangin Abang rindu Oma. Rindu kamu juga." ucap Arka.

"Padahal tubuh lo baru tertimbun oleh tanah bang, tapi gua udah rindu. Lo lagi apa disana? Apa di dalam tanah gelap? Gua rasa enggak, orang baik kayak lo, pasti di terangi kuburnya. Pasti di dalam sana terang banget. Lo gak akan ketakutan. Kalau lo mau tau, makam lo begitu wangi dan gua iri." ucap Keenan, air matanya kembali menetes.

Benar, makam Aksa benar-benar wangi. Berbeda sekali dengan makam Wira, papa Keenan. Pikir Keenan.

"Dami, lihatlah banyak sekali yang menyayangi kamu. Maafkan ayah, ayah telat membongkar semuanya. Kalau saja ayah membongkar semuanya lebih awal, mungkin saja kamu masih disini sekarang. Tapi, tidak apa-apa, ayah ikhlas, benar-benar ikhlas. Sudah saatnya kesakitan kamu di gantikan dengan kebahagian. Tunggu ayah, cepat atau lambat, ayah akan datang dan menyusul kamu. Jika waktunya tiba, tolong tunggu ayah, di pintu surga." ucap Farris dengan senyum yang merekah di bibirnya.

"Padahal, lusa hari ulang tahun kamu dek." lirih Arya, membuat mata mereka semua menatap nisan Aksa.













-Aksa Damian, lelaki yang di penuhi banyak luka, kini sudah tidak ada. Memilih pergi, bersemayam abadi di dalam perut bumi-

-Aksa Damian, sosoknya akan selalu di kenang dan tidak akan pernah tergantikan.-

-Selamat jalan Aksa Damian. Selamat melepas kesakitan. Sudah waktunya kamu bahagia bersama dengan jutaan bidadari yang menunggu kamu di keabadian-







Selesai.

Huaaa, Akhirnya selesai juga.

E'eh, jangan khawatir, masih ada satu part tambahan lagi:) di tunggu yaa:)

Btw, gak tau deh, ini sesuai ekspetasi kalian atau tidak.

Tapi, semenjak awal buat cerita ini, alur ini memang sudah ada.

Jadi, maaf kalau kalian agak kecewa🙏

Maaf kalau kalian tidak suka ending nya🙏

Maaf kalau gak jelas🙏

selamat malam:)

Btw, sampai bertemu di cerita aku berikutnya:)

Continue Reading

You'll Also Like

42.5K 2.7K 38
[END] Raga tahu, kesalahannya di masa lalu itu sangat fatal. Namun, mengapa? Mengapa harus Ayahnya yang membencinya? Disaat yang dirinya punya hanya...
16.3K 2.2K 32
* Jangan lupa vote dan follow aku ya! . . . Lavender punya arti kesetiaan. Ia menjujung tinggi rasa percaya tanpa sedikitpun ingin berkhianat. Ia suc...
643K 11.8K 20
suka suka saya.
3.2K 336 25
"woii turun ga lu, gw lempar pake kecoa mampus lu" - kim yerim "lempar aja, yang ada ntuh kecoa lari liat ketampanan gw" - jeon jungkook ••••• "Yeri...