Calista (My You)

By NeaYoz

80.9K 8.6K 797

Mature Content! Daren sangat membenci Calista dan putranya. Anak itu adalah anak hasil perselingkuhan Calista... More

Blurb
Prolog
Part 01
Part 03
Part 04
Part 05
Part 06
Part 07
Part 08
Part 09
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 26

Part 02

3.1K 339 45
By NeaYoz

Gelas wine ditangan sudah kosong, disesapnya hingga habis. Tapi minuman itu tak membuat pikiran Daren lebih relaks. Calista berhasil membayanginya kembali seperti dimasa lalu. Tak munafik, ia memang merindukan wanita itu. Bahkan mesti setiap malam ia selalu ditemani tidur dengan wanita berbeda, tak dapat mengobati kerinduannya pada Calista.

Sial!

Calista harus membayar hal ini. Ia berjanji akan membuat wanita itu menyesal telah kembali hadir dikehidupannya. Sekalipun itu tidak disengaja, tapi jangan salahkan Daren jika ia tidak bisa melepaskan wanita itu lagi.

Tanpa sadar, jemarinya meremas gelas di tangan dengan kencang saat sengatan rasa sakit menikam dadanya-begitu kenangan menyakitkan tentang kebersamaannya dengan Calista hadir diingatan. Ya, memang sesakit itu rasanya, bahkan saat tetes demi tetes darah muncul disela-sela jemarinya lantaran gelas yang berhasil ia remukkan, ia tidak merasakan kesakitan sama sekali. Seolah tidak ada yang lebih menyakitkan baginya selain kenangannya bersama Calista.

Blakk....

Tiba-tiba pintu kamar hotel terbuka, disusul oleh kehadiran Adrian Mangkuraja-papa Daren.

"Apakah tidur dikamar hotel lebih menyenangkan untukmu dibanding pulang ke rumah sendiri?" sindir Adrian pada putra bungsunya.

Daren berusaha terlihat santai, setidaknya ia tidak akan bertanya dari mana papanya tahu keberadaannya. Toh ini memang hotel keluarga mereka, jadi bukan hal sulit bagi sang papa untuk mencarinya. Satu hal yang Daren syukuri, sang papa tidak sempat bertemu Calista disini. Jadi tak ada kesempatan bagi papanya untuk berpikir macam-macam perihal keberadaan wanita itu.

"Setidaknya disini, tidurku tidak sendirian." Senyuman miring terukir dibibirnya. Telapak tangannya yang terluka sebisa mungkin ia sembunyikan di belakang tubuhnya.

Adrian tertegun, menatap putranya itu dengan miris. "Kalau begitu kenapa kamu tidak terima saja perjodohan yang papa rencanakan untukmu?"

Daren menghela napas. "Makanya Papa pilih-pilih kalau mau menjodohkan anaknya. Masa aku dijodohkan dengan mantannya Alvez, yang bener aja Pa."

"Papa pikir mereka hanya masa lalu, tidak tahu kalau ternyata ada seorang putra diantara mereka."

Daren tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan perlahan. "Jadi, sekarang putri dari keluarga mana lagi yang mau Papa dan Mama jodohkan denganku? Kalau nggak bisa puasin aku diranjang, aku nggak mau ya, Pa."

Adrian melipat kedua lengannya, menatap Daren dengan wajah seriusnya. "Pernikahan itu bukan hanya soal ranjang, Daren. Ada banyak hal yang harus kamu pikirkan kedepannya."

"Ya ya ya, aku tahu. Lagian aku hanya becanda." Daren mengedipkan sebelah matanya sebelum berjalan ke arah meja untuk menuangkan wine kembali ke gelasnya.

Tepat ketika jemari Daren menyentuh botol wine, disaat itulah Adrian menemukan jejak-jejak darah yang terdapat ditangan putranya.

"Apa yang terjadi dengan tanganmu?" tanya Adrian seraya menarik lengan Daren, memeriksanya agar lebih jelas.

Tak menunggu lama, Daren langsung menarik lengannya sebelum berpaling. "Biasa Pa hanya kecelakaan kecil, lagipula ini bukan luka serius."

"Kecelakaan?" Adrian jelas tidak percaya, tapi ia menyadari putranya kini sudah berusia tiga puluh satu tahun. Daren bukan lagi putranya yang dulu-yang mana akan selalu mengadu padanya untuk setiap permasalahan yang ia hadapi disekolah. "Baiklah, kamu pulanglah nanti malam. Papa akan mengenalkanmu dengan putri dari rekan bisnis papa."

"Aku tidak janji, Pa," sahut Daren santai sembari menuangkan wine.

"Kalau gitu, bersiaplah namamu ku coret dari daftar kartu keluarga."

"Dari kartu keluarga doang kan Pa, bukan dicoret dari daftar ahli waris Papa?" tanyanya dengan menahan senyum.

"Bukankah itu sama aja artinya?" Adrian mulai kesal.

Daren terkekeh. "Baiklah Pa, aku akan datang demi membuat Papa dan Mama senang."

"Tidak Nak, jangan lakukan ini demi kami. Tapi pikirkanlah masa depanmu sendiri, lagipula memangnya kamu tidak iri dengan Erland dan Alvez. Mereka sudah menikah dan memiliki anak, sementara kamu dari hari ke hari masih saja sibuk berganti-ganti wanita."

"Ini namanya takdir, Pa. lagipula aku aja enjoy yang ngejalaninnya, kenapa papa yang pusing?"

Adrian menarik napas frustasi. "Papa harap ini tidak ada hubungannya dengan wanita itu. Karena Papa tidak rela jika kamu menutup hatimu untuk wanita lain hanya karena kamu masih mengharapkan wanita itu kembali."

Daren mendengkus pelan. "Aku tidak menutup pintu hatiku pa, hanya saja sejauh ini memang tidak ada satu pun wanita yang berhasil membuatku jatuh cinta. Dan ini tidak ada hubungannya dengan aku yang masih mengharapkan Calista kembali. Percayalah Pa, aku tidak ingin jatuh dilubang yang sama, karena setelah di pikir-pikir ... jatuh dibanyak lubang itu lebih asik."

"Daren jangan becanda! Papa sedang serius bicara denganmu," hardik Adrian saat melihat sang putra menertawainya.

"Sorry Pa, aku nggak maksud buat papa kesal."

Helaan napas ditarik pelan oleh Adrian. "Ya sudah, papa pulang. Tapi kamu jangan sampai tidak pulang nanti malam ya?"

"Siap."

"Papa serius Daren!"

"Iya Papaaa...."

Adrian mengangguk, tatapannya kemudian jatuh ke tangan Daren yang terluka. "Dan jangan lupa obati lukamu kalau tidak mau mendengar celotehan mamamu yang menghawatirkan luka itu."

Daren tersenyum miring, belum apa-apa saja ia sudah bisa membayangkan wajah cemas mamanya. "Siap."

Begitu sang papa beranjak dari kamar, wajah Daren seketika murung. Dulu ia adalah seorang anak pembangkang dan ia menyesalinya sekarang. Sebab itulah kini apapun yang orang tuanya minta, ia berusaha menurutinya termasuk perjodohan konyolnya dengan Stella kala itu.

Jika diingat-ingat selain orang tua, kakak-kakaknya dan juga sahabat-sahabatnya tidak ada orang lain yang berada disisinya usai kecelakaan yang menimpanya kala itu, bahkan Calista saja meninggalkannya saat ia koma. Andai dulu ia mendengarkan kedua orang tuanya untuk memutuskan hubungannya dengan Calista mungkin ia tidak akan mengalami patah hati sehebat waktu itu. Tapi nasi sudah menjadi bubur, sudah terlalu banyak penyesalan yang Daren rasakan selama ini. Toh ia tidak mungkin bisa merubah masa lalu, tapi setidaknya kini ia bisa bersikap hati-hati dalam meniti masa depannya agar kelak tidak melakukan kesalahan yang sama seperti dulu.

***

Sekembalinya Calista dari menebus resep obat untuk Zain di apotik, tanpa sengaja ia bertabrakan dengan seseorang.

"Sorry, kau tidak apa-apa?" tanya seseorang yang baru saja berbenturan dengannya saat melihatnya terjauh di lantai lorong rumah sakit.

"Tidak apa-apa, ini bukan salah Anda. Saya tadi yang jalannya terburu-buru," sahut Calista sambil berusaha bangun.

"Oke...." Suara barithon itu menimpali dengan nada malasnya.

Calista mengangguk tanpa sekalipun menatap orang itu. Tak ingin berlama-lama, ia segera menghelakan kakinya kembali.

"Tunggu, kau ... Calista?"

Pertanyaan pria itu membuat langkah kaki Calista terhenti. Ia menoleh dan seketika terkejut saat menyadari orang itu adalah Kiano Alvez Fernandez-sahabat Daren yang Calista kenal.

"Maaf Anda salah orang." Calista langsung berpaling saat kesadaran sudah berhasil diperolehnya.

Tapi dengan cepat Kiano menangkap lengannya membuatnya berhenti kedua kali. "Jangan berbohong, aku tahu kamu pasti Calista."

Kalimat sangkalan sudah akan di cetuskan Calista tapi bersamaan dengan itu....

"Kak Ki, dia siapa?" tanya nada lembut seorang wanita yang baru saja tiba di dekat Kiano.

Calista tidak mengenali wanita cantik itu yang kini tengah menatapnya dengan cemburu, disampingnya ada seorang anak lelaki yang diperkirakan seusia dengan Zain-tengah menatap dirinya dengan pandangan tak suka.

"Papy kok pegang wanita itu sih?"

Ucapan ketus si bocah membuat Kiano tersadar lalu buru-buru melepaskan cekalannya di lengan Calista, kesempatan itu langsung diambil Calista untuk segera beranjak dari sana.

"Calista tunggu!"

Suara panggilan Kiano tak dipedulikan oleh Calista, ia justru semakin mempercepat langkahnya lalu berbelok dengan asal. Tujuannya hanya ingin menghindari Kiano.

"Siapa Calista? Apa dia salah satu wanita penghangat ranjangmu, Kak?" tanya istri dari Kiano tersebut yang bernama Stella.

Niat Kiano untuk mengejar kepergian Calista itu pun batal saat menyadari tingkahnya telah membuat sang istri serta putra mereka salah paham.

Kiano seketika berbalik hanya untuk mendapatkan tatapan tidak mengenakan dari dua orang terkasihnya itu. Dengan gemas ia mencubit hidung istrinya itu. "Mulai deh...." Digenggamnya kedua bahu sang istri. "Dia itu mantan kekasih Daren, masa kamu nggak ingat?

Stella memutar bola matanya. "Dibanding suruh mengingat nama-nama mantan kekasih kawanmu itu lebih baik kamu memintaku untuk mengingat rumus matematika, itu jauh lebih mudah." Yang benar saja, Stella bahkan tidak tahu siapa saja nama wanita yang dibawa oleh Daren ketika mereka berkumpul mengingat betapa seringnya pria itu bergonta-ganti wanita.

"Hei! Daren itu hanya pernah berpacaran sekali, itu pun sudah lama sekali...."

"Yang benar, lalu wanita-wanita itu siapa?"

"Mereka hanya mainan." Kiano mengedip genit. "Sama sepertiku waktu dulu."

Bibir Stella menganga, ia langsung teringat pada keberadaan Lucky disampingnya, bocah itu menatap dirinya dan Kiano dengan polos. Dengan kesal Stella memukuli suaminya itu.

"Ih mulut kamu tuh ya kak, kalau ngomong nggak pernah disaring dulu! Nanti kalau Lucky sampai meniru kebiasaan buruk kalian gimana?" sewotnya seraya memeluk sang putra. "Ayo Lucky, kita tinggalkan Papy-mu. Pokoknya nanti kamu kalau sudah besar jangan seperti Papy-mu ya...." Ia berusaha menghela Lucky tapi bocah itu tidak mau beranjak.

"Memang kenapa My? Kan Lucky anaknya Papy...." Ucapan polos Lucky membuat Kiano menyengir lebar.

"Kau dengar itu? Dia bahkan bangga menjadi putraku." Kiano tersenyum hangat, lalu mengajak Lucky tos dengannya.

Stella nampak kesal. "Ya sudah kalau gitu biar Momy yang pergi sendiri. Kalian teruskanlah saling menunjukkan kasih sayang disini." Dalam hitungan detik, Stella pun bertolak tapi dengan cepat Kiano menggendong tubuhnya ala bridal.

"Eh Kak, apa yang kamu lakuin?"

"Menggendong istriku tercinta," sahut Kiano dengan santai seolah berat tubuh Stella yang tengah mengandung tidak membuatnya keberatan sama sekali. "Ayo Lucky." Lucky pun mengikuti kedua orang tuanya dengan girang.

"Tapi kan ini rumah sakit, aku malu dilihatin orang-orang. Lagipula aku bisa jalan sendiri kok."

"Jangan melarangku, dulu waktu kau mengandung Lucky aku tidak pernah punya kesempatan menggendongmu seperti ini. Aku bahkan membiarkanmu memeriksakan kehamilanmu sendirian. Sekarang, aku tidak ingin kehilangan kesempatan itu lagi."

Ucapan Kiano sontak membuat mata Stella terasa panas. Rasanya masih sulit untuk percaya, jika ia bisa berada di posisi ini-dilimpahi kasih sayang oleh pria yang dulu pernah mencampakkannya. Tuhan begitu baik padanya, setelah banyaknya kesakitan yang ia tanggung karena Kiano, tidak menyangka kini justru pria itu yang bertekuk lutut mencintainya.

Tbc

Babang Daren kembali...

Sengaja aku sempilin cerita Stella dan Kiano after marriage disini, x aja ada yg kangen sama mereka wkwk

Buat kalian yg belum tahu cerita Stella, bisa baca kisahnya di lapak sebelah yg gaes...

Continue Reading

You'll Also Like

10K 984 15
Gween Calista, harus rela mengorbankan kehormatannya demi biaya pengobatan Geisya Putri, sang adik yang terbaring koma di rumah sakit. Perempuan itu...
5.5M 568K 82
Bagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternyata juga most wanted di sekolah baru nya...
3M 44.5K 30
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3M 212K 37
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...