When You Lost It

By Delzy1

3.3K 1.9K 1.7K

Berawal dari mimpi buruk. Hari-hari yang seharusnya terdengar wajar bagi gadis itu mulai berubah sejak beber... More

Pengantar
Character List!
Opening
Malam tanpa Ketenangan
Hari yang Indah
Teman
Pertanda Pertama
Kenapa harus meminta maaf?
Pelukan Seorang Dewi
Sekali lagi, Hari yang Indah
Pertanda Kedua
Tak lagi bersama
Penyesalan dan Tuan berwajah teduh
Kartu Nama
Pergi untuk Sementara
Khayalan atau Penglihatan?
Mulai menginap
Sosok kedua
Hampir saja!
Pertanda Ketiga
Kupu-kupu Hitam
Akhirnya, mereka tahu
Apa aku tidak pantas untuk tau?
Tidak ada Keberuntungan (1)
Tidak ada Keberuntungan (2)
Tidak ada Keberuntungan (3)
Tidak ada Keberuntungan (4)
Dunia baru untukmu
Malam Perekrutan
Tekad dan Rencana
Pelatihan Pertama
Suara yang memanggil
Bertemu
Ucapan yang berguna
Bersaing!
Berkumpul
Di tengah kekacauan
Memperluas relasi
Dua golongan
Season 2 : The Beginning (1)
Season 2 : The Beginning (2)
Season 2 : The Beginning (3)
Season 2 : Awal yang buruk
Season 2 : Di Masa yang mana?
Season 2 : Sebuah Foto
Season 2 : Pesta Malam
Season 2 : Kucing dan Kupu-kupu yang berwarna hitam
Season 2 : Pembuat Onar
Season 2 : Seseorang yang tak terduga
Season 2 : Dia yang tidak pernah disangka
Season 2 : Asap hitam
Season 2 : Di suatu malam sehabis kekacauan
Season 2 : Kedatangan pelanggar

Season 2 : Foto itu Menghilang!

32 17 38
By Delzy1

Seorang wanita yang tengah hamil besar terlihat sedang dituntun untuk berjalan oleh sepasang suami istri. Mereka membawa wanita itu kesuatu tempat dengan dinding yang berwarna putih. Tanpa pintu, ketika mereka masuk, di dalam sana terdapat banyak warga yang luka-luka terbaring dan diobati oleh beberapa perempuan ditempat itu.

Lelaki yang membawa wanita hamil itu menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba mencari sosok tersebut. Seseorang yang dapat membantu wanita yang tengah hamil besar itu. Seseorang yang memiliki pondok kecil ini.

"Tuan!! Ada korban baru!" Teriak lelaki itu.

Dari arah kanan terbukalah kain penutup itu menampakkan seorang pria yang tengah memakai luaran panjang berwarna putih dengan kemeja dan celana hitam, serta rambut panjang yang tergulung dengan rapi, memakai kacamata beningnya.

"Bawa ke kasur prioritas, wanita ini akan segera melahirkan," ucap Pria itu dengan ekspresi khawatir.

Dengan tertatih-tatih wanita itu melangkah menuju kasur yang dimaksud. Setelah beberapa langkah wanita itu berhenti dan memegangi perutnya yang luar biasa nyeri dan mengerang,

"Ini terlalu lambat, izinkan saya mengangkat wanita ini,"

Pria berkaca mata itu tanpa ragu-ragu langsung mengangkat wanita tersebut.
Seperti yang dikatakan, tepat setelah wanita itu diletakkan di atas kasur, perutnya langsung berkontraksi hebat, untuk mengeluarkan janin di dalamnya.

Beberapa perempuan sebaya dengan wanita tersebut kemudian datang,
"Tuan Wirya, kami akan membantu proses persalinan wanita ini."

Teriakan wanita itu terdengar memilukan. Darah yang bercampur dengan air ketuban itu membasahi kasur yang menjadi alas wanita itu saat ini.

Setelah berjuang selama beberapa saat, bayi itu pada akhirnya terlahir, walaupun dalam keadaan kampung yang begitu kacau dan berbahaya.

"Selamat Mbak, bayinya laki-laki yang sehat sekali."

Ibu dari bayi itu tidak mendengarkan ucapan tersebut. Malahan langsung berusaha untuk berdiri dari alasnya dengan keadaan yang masih lemah dan berpeluh di seluruh tubuh.

"Mbak, anda mau kemana?!" Salah satu perempuan tentu saja menahan lengan wanita itu, tampak ketakutan.

Sesaat kemudian Tuan Wirya berlari menuju wanita itu menghentikan langkahnya yang hampir mencapai pintu keluar pondok tersebut.

"Anda mau pergi kemana?" Tanya Pria tersebut disertai raut wajahnya yang terheran-heran.

Wanita itu terhenti kemudian menatap mata pria tersebut yang terdapat sebuah bekas cakaran kecil.

Pria tersebut terdiam memperhatikan ekspresi wanita tersebut.

"Apa anda pikir saya akan diam saja mengenai hal ini, Tuan Wirya?"

Wanita itu menarik nafas,

"Apa rantai keturunan itu lagi yang membuat kampung ini hancur?"

Pria itu terdiam.

"Sampai kapan?! Sampai kapan saya harus diam saja karena alasan bodoh ini," Kesal wanita tersebut mengepalkan tangannya.

Pria itu menghela nafas,
"Apapun alasannya sekarang bukanlah saat yang tepat untuk membalaskan dendam itu, anda harus berhati-hati dengan kondisi anda sekarang,"

Seperti tidak mendapat jawaban yang diinginkan, wanita itu kembali berjalan hendak keluar dari pondok itu.

Namun sentuhan jari di dahi wanita tersebut perlahan membuatnya merasakan pusing hingga pandangannya pun menggelap.

------------------------------------------------------
"Hazel!"

Mata gadis itu mengerjap.

"Hazel!!"

Pada akhirnya gadis itu membuka matanya lebar-lebar dan terduduk. Peluh membasahi dahi dan lehernya. Hazel menunduk sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing sekali.

"Minum Zel," tawar Dina memegang segelas air putih.

"Terima kasih,"

Dina mengangguk.

Sambil meneguk air tersebut, seperti masih terbawa pada keadaan di alam mimpinya itu. Entah bagaimana kejadiannya terasa begitu nyata. Apa yang sebenarnya pernah terjadi di masa lalu pada kampung ini? Siapa orang-orang yang ada disekeliling Tuan Wirya dalam mimpinya itu, kenapa dia tidak dapat mengingat wajah-wajah itu?

Hazel mengeratkan genggamannya pada gelas itu. Merasa kesal pada diri sendiri.

"Apa yang terjadi padamu, Zel?" Tanya Dina, khawatir.

Gadis itu menghela nafas,

"Aku tadi mengikuti seekor kucing hitam, dia menuntunku ke suatu tempat yang penuh dengan tumbuhan segar dan tanah yang sedikit basah, daerah itu penuh dengan kunang-kunang."

Semuanya mendengarkan dengan serius.

"Di tempat itu aku bertemu dengan Reza."

Semua siswa-siswi padepokan yang mendengar cerita Hazel di rumah itu nampak begitu terkejut. Lain halnya dengan Pak Yanto dan Bu Darni yang memasang wajah bingung.

"Siapa Reza?" Tanya Pak Yanto.

"Dia adalah seorang siswa padepokan juga, namun beberapa hari yang lalu dia menghilang tanpa alasan yang jelas, kedatangannya yang tiba-tiba seperti itu pasti begitu mengejutkan baik bagi saya maupun warga padepokan yang lain."

"Jadi dia juga punya potensi ya?" Tanya Bu Darni.

Hazel mengangguk,

"Telekinesis, itu adalah potensinya."

Di tengah banyaknya percakapan di sekitar Hazel itu, gadis tersebut tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ingatan yang masih segar di otaknya itu serta ucapan dari lelaki tersebut kepadanya tadi, cukup membuatnya bergetar ketakutan. Bagaimana jika yang dikatannya benar, maka ini bisa jadi bahaya yang mengancam nyawa warga kampung. Gadis itu meremas selimut itu, menelan ludahnya kasar.

"Lalu dia mengatakan jika kampung ini akan diserang oleh perkumpulan mistis itu dalam waktu dekat."

Semuanya tampak terkejut.

"Bagaimana, Kak Reza bisa mengetahui hal sebesar itu, kak?" Liam mendekati kasur Hazel, memandang gadis itu dengan tatapannya yang penasaran.

Gadis itu menggeleng dan memasang wajah khawatir, dia hanya bisa terdiam, karena pada dasarnya dia tidak dapat informasi apapun lagi terhadap lelaki itu. Selain penampilannya yang begitu berubah.

Bu Darni kemudian menatap gadis itu dengan serius begitupun dengan Pak Yanto.

"Mbak Hazel, apa anda yakin tentang hal ini?" ucap wanita itu dengan sorot mata tajam meminta keyakinan kepada gadis itu.

Gadis itu mengangguk,

"Ini bukanlah mimpi, saya bertemu dengannya secara langsung, jadi saya yakin tentang ini."

Sepasang suami istri itu saling bertatapan setelahnya lalu kembali menatap ke arah gadis itu.

"Kami akan menyampaikannya kepada Tuan Wirya," ucap Pak Yanto.

Hazel mengangguk.

"Saya memperingatkan, informasi ini jangan sampai bocor, tahan dulu hanya dirumah ini," lanjut pria tersebut.

Kemudian Bu Darni memerintahkan seluruhnya untuk kembali ke kamar masing-masing, karena jadwalnya besok adalah kegiatan bagi murid-murid padepokan, jadi setidaknya mereka harus dapat tidur yang cukup.

Setelah semua keluar dari kamar, Dina menghempaskan badannya ke kasur, menghela nafas.

"Ini berita besar, Zel, bagaimana Reza bisa memberitahukannya padamu?"

Hazel mengedikkan bahu,
"Aku tidak tau, kenapa dia melakukannya."

Melihat Dina yang terbaring, tiba-tiba terlintaslah di pikiran Hazel tentang foto yang dia terima tadi pagi.

Gadis itu dengan cepat merogoh sakunya, hendak mengambil benda tersebut untuk dia tunjukkan kepada Dina.

"Loh.."

Namun, dia tidak merasakan keberadaan benda yang setipis kertas itu. Tangannya mulai merogoh saku belakangnya juga dan berdiri secara tiba-tiba.

"Hazel? Apa yang kamu cari?" Bingung Dina melihat tingkah Hazel.

Dimana? Hazel ingat sekali meletakkannya disini. Gadis itu kebingungan lalu berlari menuju lemari, membukanya. Kemudian Hazel mengeluarkan celananya satu-satu memeriksa semua saku baik depan maupun belakang, tapi kenapa tetap tidak ada?

Mata gadis itu bergetar bagaimana jika benda itu hilang? Padahal hanya Bu Darni dan dirinya sendiri yang boleh mengetahui foto itu. Hal itu membuat gadis itu semakin kalang kabut, panik bukan main sampai mengobrak-abrik isi lemarinya.

Dina melipat tangannya di dada,

"Zel?"

Mata Hazel dengan cepat melihat ke arah kiri dan kanan mengecek tiap sudut bagian lemarinya itu.

"Hazel?"

Masih tidak ada respon, Dina makin tidak sabar.
"Apa yang sebenarnya Hazel cari?"

Karena kesal panggilannya tidak segera terjawab dan bingung dengan yang sebenarnya dilakukan oleh gadis itu. Dengan cepat Dina mencengkram bahu Hazel dengan kedua tangannya, membalikkan tubuh gadis itu dengan cepat dan menarik nafasnya.

"Hazel! Kamu kenapa?" Bentak Dina kesal.

Hazel sedikit terkejut dengan ekspresi kesal Dina, walaupun begitu tangannya masih bergetar. Mata gadis itu sudah berkaca-kaca.

Dina mengerutkan keningnya kemudian menghela nafas.

"Ceritakan, perlahan."

Hazel menelan ludahnya kasar.

"Tadi pagi aku diberikan sebuah foto oleh Bu Darni, sebenarnya hanya aku dan beliau yang boleh tau, namun potensimu akan sangat membantu untuk mengungkap memori dalam foto itu jadi aku berniat berbagi hal itu denganmu. Namun sekarang, foto itu hilang padahal seharian aku memakai celana yang sama untuk menghindari kejadian ini," jelas Hazel.

"Apa isi dalam foto itu?" Tanya Dina menatap Hazel serius.

"Foto rombongan pertama yang datang ke Kampung Purwoseso, tujuh tahun yang lalu."

Cengkraman itu mengendur.

Hazel menggigit bibirnya, berfikir. Bagaimana jika foto itu terjatuh disuatu tempat dan seseorang yang memiliki niat jahat kepada keluarga Bu Darni menemukannya? Bukankah akan terjadi kekacauan antar warga?

"Siapa yang kamu curigai?" Ujar Dina menatap Hazel dengan serius, berusaha membantu gadis itu.

Gadis itu mengingat lagi kejadian seharian ini. Dia tidak pernah terjatuh, atau apapun selama di rumah. Tapi kalau di pesta malam tadi, mungkin saja.

Dengan cepat gadis itu langsung terpikir sosok pria yang menabraknya itu. Tatapannya, serta tingkah lakunya yang membuat urat leher gadis itu keluar menahan amarah.

Tangan gadis itu mengepal, kemudian Hazel berjalan cepat menuju ke arah pintu, sebelum Dina menggenggam pergelangan tangannya, seperti tau apa yang dipikirkan oleh Hazel,

"Lepas, Din."

"Aku tau, tapi jangan sekarang."

Hazel menghempas lengannya, berharap genggaman gadis itu terlepas, namun susah sekali. Gadis itu mengepalkan tangannya begitu erat, kesal.

"Bagaimana jika keadaan semakin memburuk? Bagaimana jika keluarga Bu Darni terkena masalah gara-gara aku?" Tanya Hazel beruntut memandang Dina yang menahannya.

"Aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi pada keluarga beliau."

Dina menghela nafasnya.

"Kampung ini misterius, kita tidak akan pernah tau siapa orang yang kamu curigai itu. Bisa saja beliau lebih berbahaya, kita tidak bisa bertindak secara sembrono."

"Lalu apa yang harus aku lakukan? Diam saja seperti orang bodoh menunggu?"

"Tidak," sela gadis itu.

Dina mengetuk bagian pelipisnya dengan jari telunjuk.

"Disaat seperti ini, kita memerlukan otak untuk bekerja dan meyakinkan masyarakat, jika suatu hal akan terjadi kedepannya."

Dina tersenyum.

"Apa kita bisa melakukannya?" Tanya Hazel.

"Kenapa tidak? Kita dilatih untuk bernegosiasi meyakinkan komunitas di padepokan untuk menghadapi hal semacam ini bukan?" Ujar Dina terlihat tenang.

"Jika aku salah langkah, maka keluarga Bu Darni akan benar-benar terpojok kali ini."
__________________________________

Continue Reading

You'll Also Like

912K 7.1K 9
(FIKSI) Lulu,gadis manis bertubuh indah menikah dengan jin,bukan untuk "pesugihan" tapi untuk "perlindungan"
2.2M 531K 48
❝Kata mama, permainan ini bisa bikin meninggal.❞
144K 8.2K 35
Reina Amora, gadis berparas ayu khas pribumi, salah satu yang beruntung diterima di Black Campus melalui jalur beasiswa, kehidupan damai berubah begi...
26.2K 2.3K 57
🍀(Seri pertama : kota zombie)✅ Bertahan hidup ditengah hancurnya kota, dengan dua anak balita bersamaku. Membuat perasaanku menjadi campur aduk, apa...