Ackerley Case

By meynadd

679 188 17

Sebuah penyerangan besar secara diam-diam terjadi di istana kerajaan Ackerley. Menewaskan beberapa anggota ke... More

Prologue
Chapter I : Attendance
Chapter II : The Night After Tea Banquet
Chapter III : A Big Responsibility
Chapter IV : Unaware
Chapter V : Two Faces At Dining Table
Chapter VI : Women Talk
Chapter VII : King Darwin's Partner
Chapter VIII : Knights Of Finlein
Chapter X : Yorefall City Park
Chapter XI : Run Away
Chapter XII : The Deductions
Chapter XIII : Deltunia's Revolt

Chapter IX : Brother Plans

43 13 0
By meynadd

Di ruang tamu istana dengan dekorasi khas abad 19 didominasi warna kuning keemasan, mereka berdua duduk berseberangan dan saling bersisih tatap dengan memasang guratan serius. Di satu sisi Panglima Ryan merasa was-was apabila yang ingin disampaikan sang ratu berkaitan tentang pencabutan pangkatnya sebagai kesatria lantaran tidak becus menjalankan tugas.

Di sisi lain Ratu Virginia merasa penasaran dan berhak tahu banyak hal mengenai Lord Vincent Flexington rencanakan bersama seluruh tim kesatria di Ackerley. Sebelum itu, Ratu Virginia harus menahannya terlebih dahulu agar lawan bicara tidak merasa terinterogasi secara langsung.

"Apakah Anda pernah mendengar kisah tentang Kesatria Templar?" tanya sang ratu, memulai percakapan dengan pembawaan yang anggun.

Selintas, seorang pelayan pria berjas hitam berjalan menyusuri meja di hadapan keduanya seraya membawa nampan berisi dua gelas ramping beserta sebotol sampanye ukuran besar yang kemudian dituangkan ke gelas mereka masing-masing.

"Saya pernah mendengar kisahnya di suatu tempat, tapi tidak terlalu mengetahuinya. Yang Mulia," balas pria muda itu sejujurnya.

Kini kekhawatirannya akan pencabutan pangkat berangsur lenyap begitu disuguhkan segelas sampanye oleh pelayan istana. Panglima Ryan setidaknya bisa menikmati momen ini untuk sementara waktu sebelum dia bisa kembali bertugas.

"Terima kasih, pelayan," ujar sang ratu sambil tersenyum. Sang pelayan hanya mengangguk sebagai jawaban. Membungkuk takzim, lekas meninggalkan ruangan.

Ratu Virginia mengangkat gelas sampanye miliknya ke hadapan pria muda berjambang yang duduk tepat di kursi panjang seberang kanan kursi sang ratu.

"Bersulang?"

Begitu pula dengan Ryan yang turut mengangkat gelas miliknya.

"Bersulang."

Gelas mereka lantas beradu cukup keras kemudian akhirnya masing-masing dari mereka menenggak minuman tersebut dengan nikmat. Bau-bau hasil fermentasi sari anggur merebak ke sekeliling mereka. Menusuk Indra penciuman.

"Wah ... ini minuman terlezat dari yang pernah saya minum, Yang Mulia," Ryan berseru tidak percaya usai meneggak habis isi gelasnya, hingga dia menganga penuh takjub. Selama menjadi kesatria, jika menghabiskan waktu bersantai, Ryan mengajak timnya untuk minum-minum di sebuah bar sudut kota Finlein yang hanya menyajikan bir dan anggur merah, karena mengingat minuman sejenis sampanye di Ackerley sangatlah mahal.

"Ini namanya sampanye, Panglima Ryan. Pasokan sampanye di istana ini diimpor langsung dari negara asalnya, Prancis. Kisah dimana Kesatria Templar tersebut bermula," ungkap sang ratu sembari menelisik setengah gelas cairan kuning kemilauan di genggaman, kemudian menatap lawan bicara di hadapan.

Meletakkan gelas ke atas meja lalu melanjutkan.

"Kesatria Prancis, Hugues de Payens, membentuk pasukan militer elite yang berjumlah delapan prajurit bernama Kesatria Kristus Papa di bawah naungan kuil Salomo. Lalu berganti nama menjadi Kesatria Templar pada era abad pertengahan. Tujuan pasukan militer elite itu dibentuk untuk melindungi kaum nasrani yang berziarah ke Yerusalem dari berbagai bentuk serangan musuh setelah terjadinya perang salib pertama."

Ratu Virginia memberi jeda sejenak, begitu melirik pria muda di seberang kanannya tengah menuangkan kembali botol sampanye ke dalam gelas. Tampak ingin sekali mencicipinya lagi hingga sang ratu menghela napas sedalam-dalamnya untuk tidak mencari keributan.

"Pasukan Permata Perang pun dibentuk karena terinspirasi dari kisah tersebut," tandasnya.

Pasukan Permata Perang adalah pasukan inti militer kesatria bentukan raja ke-I Ackerley yang memerintah dari tahun 1600-1630. Pada masa itu, situasi kerajaan tengah bersih tegang dengan kerajaan Inggris lantaran wilayah utara Ackerley dulunya masih jadi bagian dari wilayah Inggris. Untuk itulah Pasukan Permata Perang bertugas untuk mengamankan dan memblokade perbatasan kedua negara agar tidak terjadi perpecahan di antara keduanya.

Namun, sayangnya. Pada tahun 1786, perang di antara kedua negara pun terjadi. Di bawah komando Lord Vincent Flexington, Pasukan Permata Perang akhirnya berhasil merebut wilayah utara Ackerley dari tangan pasukan Inggris.

Ketika menyimak barusan, Ryan sekalian meneggak habis isi gelasnya dalam satu kali tegukan. Dia lantas merespon blak-blakan.

"Oh ... Tapi saya tidak suka sejarah, Yang Mulia. Karena itu saya tidak tahu menahu tentang itu."

Dan sekarang wajahnya terlihat tidak sedap untuk dipandang. Secara menggebu-gebu bagai orang yang ketergantungan sesuatu, dia menuangkan lagi botol sampanye ke dalam gelasnya tanpa terpikir olehnya untuk menuangkan minuman beralkohol itu ke gelas sang ratu.

Ratu Virginia lantas menatap pria muda berjambang itu dengan tidak suka.

"Sejarah justru menjadi pegangan kita kedepannya untuk kehidupan yang lebih baik, Tuan Quill," lirihnya miris.

"Dan sepantasnya seorang kesatria seperti Anda memahami betul hal-hal tersebut."

Ratu Virginia tidak mengerti mengapa Pangeran Charles dulu mengajukan nama Ryan Quill sebagai kandidat kesatria kepada Raja Darwin untuk menjadi bagian dari tim kesatria Finlein? Dia juga pernah mendengar cerita dari satu mulut ke mulut yang lain bahwa anak sulung dari keluarga Quill itu seorang pemabuk. Malah akan sangat mengerikan bila membayangkan sosoknya membuat ulah saat bertugas.

"Saya penasaran, bagaimana Anda bisa menjadi kesatria bahkan terpilih sebagai ketua tim Finlein, Tuan Quill?"

Ryan lantas tergelak begitu selesai meneggak minuman itu untuk ketiga kalinya. Entah karena efek kuat yang dihasilkan minuman itu sehingga membuatnya sedikit sedeng atau karena menanggapi konyol perkataan sang ratu. Yang jelas pria muda itu melanggar etikanya di hadapan ratunya sendiri. Setelah mengurai kekehan, dia lekas menjawab.

"Oh, Yang Mulia Ratu. Semua itu berkat mendiang Pangeran Charles karena dia merasa berutang budi pada saya yang telah mengajarkannya seni bela diri dan bertarung."

Ryan menyeringai sembari membusungkan dada zirahnya. Tak lupa memasang wajah khas orang mabuk. Sesaat dia memalingkan pandangan dari sang ratu, menatap meja lekat dengan kepala yang sedikit tertunduk lesu sembari memegang botol sampanye di atas meja.

"Satu-satunya teman akrab saya di Ackerley hanyalah putra Anda seorang," lirihnya kemudian meneggak isi botol di genggaman. Kembali menatap sang ratu. Netra biru bertemu netra hijau cemerlang.

"Dan saya tidak menduga orang ramah dan baik seperti dia bisa tewas secara tragis seperti itu, Yang Mulia. Saya bersumpah akan merobek isi perut siapapun yang membunuhnya!" kata Ryan menggebu-gebu dengan mengangkat sebelah tangan bersarung besi ke udara lalu mengepalnya bagai sebuah bulatan mesiu yang siap ditembakkan kapan saja.

Antara dia sadar ketika mengucapkannya atau tidak, pria muda ini ternyata tak sepenuhnya buruk. Justru aku cukup terkesan dengan ambisinya. Batin Ratu Virginia, lalu tersenyum tipis.

"Sementara ayah saya ... Marquis Rupert Quill, meninggal dengan sangat memalukan."

Ryan bergumam, sekilas terukir guratan kecewa di wajahnya. Ratu Virginia terdiam, enggan membalas. Lagipula tak baik ikut campur masalah keluarga orang.

Hingga beberapa saat nyaris tak ada suara yang mengisi kesenyapan di antara mereka. Malah suara tegukan Ryan yang perlahan mereda. Tampaknya dia sukses menandaskan sebotol besar minuman itu seorang diri.

"Lalu ... mengapa Lord Vincent memberi kalian tugas mencari keberadaan Scorpious, Panglima Ryan?"

Ratu Virginia lekas bertanya setelah menahan keinginannya di sepanjang obrolan. Dan ini adalah momentum yang tepat. Momen dimana Ryan dalam keadaan mabuk berat.

Ryan menghentakkan botol kosong itu ke atas meja.

Sesaat dia bersendawa. Aroma alkohol menguak ke sekelilingnya. Kemudian dia terbahak keras, nyaris saja baju zirah yang begitu berat menjatuhkan tubuhnya ke lantai.

"Oh ... Yang Mulia Ratu. Anda begitu lucu. Lord Vincent itu kan saudara Anda! Tanyakan saja langsung padanya!" seru pria muda berjambang itu lalu bangkit dari kursi.

Karena pergerakan tiba-tiba itu, Ratu Virginia sedikit tersentak di kursinya.

Dengan wajah teler, Ryan kembali berterus terang, "Mau bagaimana pun Anda bertanya pada saya, sudah pasti tidak akan saya jawab. Karena saya tidak tahu-menahu tentang itu, Yang Mulia Ratu. Jadi, permisi."

Tanpa ada bungkukan hormat apalagi salam pisah, Ryan sekonyong-konyong berjalan terhuyung-huyung menuju pintu ruang tamu istana yang salah satunya dibiarkan terbuka. Terlihat pula Louis berdiri mendengarkan pembicaraan sejak tadi di sana kemudian memblokir jalan Ryan, seolah-olah perlakuan Panglima Kesatria tersebut sangat tidak mencerminkan sikap Kesatria sejati.

Ratu Virginia menghela napas pasrah, melambaikan tangan, memberikan kode supaya Louis membiarkan Ryan keluar. Dari sini, Ratu Virginia mendapat pelajaran bahwa memberi seorang pemabuk minuman tidak akan membuatnya buka mulut dan menceritakannya dari A sampai Z apalagi ketika dia tidak tahu apa-apa terkait hal penting seperti hal-hal yang Ratu Virginia sendiri ingin cari tahu.

***

***

"Saya sudah mendengar semuanya, Yang Mulia. Pemuda seperti dia mana pantas menjadi kesatria! Mengapa Anda tidak mencabut jabatannya atau pangkatnya saja?!?"

Tampak, Louis menggeram ketika hendak membereskan setumpuk kertas yang baru saja dikerjakan oleh sang ratu di meja kerjanya. Bukan karena dia diperintah sang ratu untuk membereskan dokumen, melainkan kelakuan Kesatria Ryan Quill yang sangat kurang ajar sejak lima belas menit terakhir di ruang tamu istana tadi sehingga membuat darah Louis mendidih drastis.

"Sudahlah, Louis," kata Ratu Virginia menenangkan.

"Ta-tapi, Yang Mulia. Dia—"

"Saya tak punya kendali atas itu."

"Tapi ... kenapa, Yang Mulia?!?" tekan pria beruban itu masih menggeram. Sejenak, dia urung meletakkan setumpuk kertas dokumen pajak negara ke dalam lemari tepat di seberang kirinya setelah membereskannya di atas meja kerja.

Meski di usianya yang ke enam puluh tujuh tahun. Lebih tua dibandingkan sang ratu yang berusia lima puluh empat tahun. Louis Einst seperti tengah menghadapi mendiang ibunya sendiri yang keras kepala. Mungkin lebih tepatnya ibu negara.

Sebagai seorang pendamping setia sekaligus penasihat pribadi wanita nomor satu di negeri ini, Louis agak susah untuk menaklukkan sesosok Ratu Virginia agar berada di bawah nasihatnya. Malah berbeda dengan Raja Darwin yang cenderung dapat menerima berbagai macam bentuk pendapat, nasihat, kritikan dan saran.

Ratu Virginia menghela napas gusar. Kini posisi duduknya tidak terasa nyaman begitu Louis masih berdiri di depan meja kerjanya, kelihatan sedang menuntut jawaban.

"Begini ...."

"Jangan bilang karena mendiang putra penerus takhta, Yang Mulia."

Ratu Virginia lantas mendesah. Kemudian menggeleng-geleng lalu memegang keningnya. Mungkin apa yang dikatakan Louis ada benarnya, tapi bukan itu yang menjadikan Ratu Virginia memilih untuk tidak mencabut jabatan apalagi pangkat pria muda yang dimaksud.

"Kuasa tersebut sudah diserahkan seluruhnya kepada jenderal kesatria militer kerajaan, Lord Vincent Flexington. Hanya dialah yang bisa mencabut jabatan dan pangkat seluruh kesatria di Ackerley."

"Sejak kapan, Yang Mulia?"

"1786. Beberapa bulan setelah Raja Darwin naik takhta, Louis."

(Lucu sekali, Panglima Ryan benar-benar tidak tahu "sejarah" sampai mengira sang ratu berniat mencabut pangkatnya).

Louis hanya mengangguk takzim. Lekas meraih setumpuk kertas di atas meja, kemudian berjalan menuju lemari di seberang kirinya.

Syukurlah, dengan memberi tanggapan begitu, Louis tidak bertanya apa-apa lagi, pikir sang ratu. Setelah apa yang Ratu Virginia putuskan dalam rapat tempo lalu. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda dari para wanita bangsawan untuk mengirim beberapa data dan informasi tersebut. Lalu tiba-tiba dia mendapat kabar bahwa saudaranya sendiri memerintah semua kesatria untuk melacak keberadaan Scorpious. Sungguh di luar dugaan sang ratu.

"Louis."

"Ya, Yang Mulia?" sahut Louis menengok ke belakang.

"Besok, Anda harus mengambil alih urusan saya untuk sementara waktu. Saya akan mencoba mendatangi markas kakak saya di Nearvist."

Sontak, Louis menjatuhkan setumpuk kertas di genggaman dengan mulut ternganga. Tak jadi menaruhnya ke dalam lemari.

"Tiba-tiba Anda ingin ke sana? Jangan terlalu gegabah, Yang Mulia!"

Ratu Virginia tidak memberi respon. Dia lantas tersenyum tipis seolah-olah perkataan tadi sudah mutlak tanpa perlu di timbang-timbang lagi.

Continue Reading

You'll Also Like

1.5K 557 18
[TRIGGER WARNING; Angst, Suicidal, Depression, Bully] Yasutake Ryouta, adalah seorang remaja populer yang cerdas dan berbakat di bidang basket. Sebag...
126K 8.8K 23
Setelah siuman pasca tenggelam, Katarina dikejutkan oleh fakta bahwa ia telah bersuami dan memiliki seorang anak laki-laki berusia empat tahun. Yang...
5K 836 41
(Kelanjutan dari How To Kill Your Rich Husband) Keluarga Lenoir adalah keluarga pembunuh. Memiliki separuh DNA monster membuat kami memiliki fisik ya...
3.8K 393 24
[ON HOLD] \ Series \ Bahasa \ Baku \ Royal Fantasy \ On Going Eina Cider, Sang Putri Mahkota, akhirnya dapat membebaskan diri dari jerat re...