Split-split Au

Por taniacacaa

19 0 0

Hai, love!🧚🏻‍♀️ For your information, ini merupakan bagian narasi terpisah dari beberapa Alternate Universe... Más

AU | ANOTHER LOVE : CHAPTER 13

AU | ANOTHER LOVE : CHAPTER 18

5 0 0
Por taniacacaa

Malam itu, pemuda dengan overcoat hitam beserta pakaian senada memandang pintu appartement di hadapannya. Ya, Arche Vorce O'brein sudah menunggu di luar appartement milik Jane Jovanka sejak satu jam yang lalu. Bersandar tepat pada dinding yang berhadapan langsung dengan kamar appartement milik Jane.

Tidak banyak yang ingin pemuda itu lakukan malam-malam seperti ini. Dia hanya ingin menjelaskan semua perasaannya pada Jane dan memperbaiki hubungan mereka sekarang.















Arche mengulum bibirnya setelah mengirim pesan terakhir. Kakinya berketuk berulang kali seraya menunggu gadis itu memberinya akses masuk.

Lantas mendongak saat intensitas cahaya menyorotinya. Pertanda pintu kamar appartement Jane sudah terbuka, menampilkan sosok gadis berpiyama tidur yang kini hendak menutup pintu.

Namun Arche terlebih dahulu mendorong tubuh Jane agar masuk kembali—menubruk pintu appartement lalu menutupnya rapat. Sejenak tak protes kala Jane memberontak dengan melayangkan pukulan pada dada bidangnya.




"Kak, lepas!" Jane mendorong paksa tubuh Arche agar menjauh. Mengambil jarak di antara mereka sambil terus berwaspada akan tindakan Arche yang benar-benar tak terduga. "Jangan sentuh aku, please!"

"Okay, I don't touch you," ujar Arche, kontras dengan kedua tangannya yang langsung terangkat seperti penjahat yang tengah ditodong pistol oleh polisi.

Jane menarik napasnya sejenak. Berusaha menguasai diri dan terlihat berani. "Kakak mau ngomong apa lagi?" Tanpa buang waktu, Jane langsung melontarkan pertanyaan.

"Kita bisa omongin semuanya di luar," kata Jane mengingat ini sudah malam dan ia hanya sendirian di dalam appartement. "Fanny lagi nggak ada di sini, tolong Kakak jangan macem-macem."

"Persetanan soal dia, I don't fuckin care about her," ungkap Arche dengan nada tinggi. "I just want to talk with you."

"Oke apalagi yang mau Kakak omongin?" Tanya Jane.


"Let's be mine," tutur Arche yang langsung mendapat penolakan keras dari Jane. "Kakak gila tahu nggak?!"

"Denger ya, jangan mentang-mentang aku bodoh, terus Kakak jadi bisa berbuat seenaknya!" Seru gadis itu dengan nada tinggi. Jangan kira ia tak tahu apa yang kini Arche sedang lakukan. "Aku emang bego, Kak. Tapi seenggaknya aku paham apa yang lagi Kakak lakuin sekarang."

"Dasar brengsek!" Maki Jane. Dia meronta saat Arche menggenggam tangannya. "Mending sekarang Kakak pulang!" Usirnya.


"Jane, denger dulu please ..."

"Lepas, Kak!" Jane berteriak. "Aku bisa nampar Kakak sekarang juga kalau Kakak mau."

Arche mengeratkan genggamannya pada tangan mungil milik Jane. "Denger gue dulu ..."

"Apa hah?" Jane muak.

Arche menghela napasnya kasar, sejenak meraup wajahnya frustasi. "Kita sama-sama tahu kalau Fanny itu selingkuh."

"Tapi lima tahun itu nggak sebentar, Kak!" Sahut Jane. "Nggak dengan Kakak baru tahu Fanny selingkuh terus secepat itu Kakak beralih hati."

Arche memberi jeda singkat pada ucapannya. "Jane gue duga lo lebih tahu bahwa selama lima tahun itu nggak kali ini aja Fanny berhubungan sama Arga, mantannya."

"Ya terus dengan enaknya Kakak mau jadiin aku pelampiasan, hah?" Tanya Jane. Semua orang pun dapat menebak jika Arche hanya menjadikan Jane sebagai tempat pelampiasan semata.

"Jahat tahu nggak?" Arche menggeleng kala Jane menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ternyata Kakak sama aja kayak laki-laki di luar sana," ungkap Jane lagi. "Bajingan."

"Jane denger—"

"—APALAGI KAK? APA YANG HARUS AKU DENGER?"

"—PLEASE, STOP!" Lantas Jane langsung tersentak saat Arche memojokkannya ke sudut ruangan. Terlebih bentakannya barusan yang sukses membuat Jane menciut sampai tak berani melontarkan sepatah kata lagi.

Dia tak dapat bergerak lantaran Arche mengunci kedua tangannya di sisi dinding. Sementara pemuda itu tengah berusaha mengatur napas—menjatuhkan kepala di bahu Jane seraya menguasai diri agar tidak kelepasan. Tahu bahwa tindakannya barusan malah membuat Jane semakin takut padanya.




"Sorry ..." Arche bergumam samar. "Gue nggak bermasud untuk ngebentak lo kayak tadi."

"So be quiet and hear what i say," bisiknya di ceruk leher Jane yang sukses 10.000% membuat bulu kuduk Jane merinding dengan perut memanas. "Please ..." pinta Arche seraya menatap Jane tajam.

Sontak gadis itu menahan napasnya lantaran jarak keduanya benar-benar tipis. Bahkan kini kedua hidung mereka mampu saling menyapa. Lalu hanya bisa memberi anggukan kecil sebagai jawaban.






"Di sini, nggak ada yang jadiin lo sebagai tempat pelampiasan."

"Terus yang Kakak lakuin itu ap—"

"Diem, atau gue yang buat lo diem," ancam Arche lagi. Dengan cepat Jane mengatup bibirnya sambil menelan saliva susah payah.

"Gue suka sama lo udah lama, Jane," ungkapan Arche kali ini sukses membuat Jane membisu.


"I see the way you smile, you talk, you act," ujar Arche lagi. "Selama lima tahun itu, gue selalu merhatiin lo."

"Perihal Fanny. Gue udah tahu dia belum bisa move on dari masa lalunya. Pertama kali gue tahu mereka masih berhubungan di tahun pertama kita pacaran," jelas Arche. "Gue tahu lo selalu nutupin itu dari gue, Jane."


Arche terdiam sejenak, perlahan mulai melonggarkan cengkramannya pada kedua tangan Jane lantaran sadar tadi terlalu kuat dan pasti menyakiti gadis itu. "Dan setelah itu, gue mulai hilang rasa."

"Tapi kenapa Kakak masih mempertahanin semuanya?" Tanya Jane. "Lima tahun, Kak."

"Gue punya banyak alasan buat lakuin itu," tutur Arche. "Pertama, karena gue masih menghargai hubungan gue dan Fanny. Kedua, ini cara satu-satunya supaya gue bisa deket sama lo."

Jane menggelengkan kepala diiringi kekehan sumbang. Menyangkal penjelasan Arche karena itu benar-benar tak masuk akal.

"Karena selama itu gue bisa kenal sama lo lebih jauh, Jane," ujar Arche lagi. "Selama itu juga gue mastiin kalau lo cocok jadi pendamping hidup gue."

"Jadi hubungan Kakak sama Fanny itu cuma status belaka, karena nyatanya Kakak udah nggak cinta sama dia setelah tahun pertama kalian pacaran?" Simpul Jane. "Terus selama itu juga Kakak bersikap seolah-olah Kakak cinta mati sama Fanny?"

"Karena gue kira hubungan kita bisa dipertahanin dan gue bisa jatuh cinta ke dia lagi," ujar Arche. "Gue masih kasih dia kesempatan  setelah tahun pertama itu."

Arche tertawa sumbang. "Ternyata dia masih kayak gitu sekarang. Dan, mau gue tambahin rasa suka gue ke dia pun udah nggak bisa, Jane." Tahu bahwa ia terlalu bodoh lantaran selama bertahun-tahun mampu dimanipulatif oleh perempuan itu. "Kalau kemarin Darren nggak ngelihat mereka di hotel, gue nggak akan tahu kalau perbuatan Fanny masih sama kayak dulu."








"Terus mau Kakak sekarang apa?" Tanya Jane getir. Tak mengerti akan tindakan Arche. "Jadiin aku pelampiasan Kakak?" Tebaknya lagi. "Lalu setelah luka hati Kakak sembuh, Kakak buang aku kapan aja."

"Stop saying that!" Suara Arche meninggi. Menunjukkan bahwa ia benar-benar tak suka dengan perkataan Jane. "Gue harus gimana supaya lo percaya gue nggak jadiin lo sebagai pelampiasan?"

"Apa keseriusan gue kurang?" Tanya Arche.



Yah, sejujurnya Arche sudah tak mempunyai rasa apapun terhadap Fanny sejak ia tahu bahwa perempuan itu masih berhubungan dengan mantannya di tahun pertama mereka menjalin kasih.

Tapi Arche masih memberi Fanny satu kesempatan lantaran perempuan itu bilang jika hubungan mereka usai maka Arche tak boleh menemuinya lagi termasuk menemui Jane.

Arche kira kebiasaan buruk Fanny sudah usai lantaran tahun-tahun berikutnya Arche tak menemukan kejanggalan apapun lagi. Namun tepat di tahun kelima mereka menjadi sepasang kekasih, Darren menemukan Fanny bersama Arga di hotel waktu itu.


Tak sekali, bahkan Arche juga sempat menemukan Fanny dalam keadaan mabuk bersama mantannya itu.












Maka kesempatan ini bisa ia jadikan alasan dan bukti untuk Arche mengakhiri hubungan mereka.








"I wanna marry with you," ujar Arche.

"Tapi sekarang status Kakak masih sama Fanny."

"Kita tunggu tanggal mainnya," ujar Arche lagi. "Jane, gue bisa aja mutusin Fanny sekarang. Tapi itu bisa berdampak ke masa depan band yang udah gue rintis dari dulu."

"Kita sama-sama tahu sifat Fanny," ujar Arche. "Dia bisa aja buat rumor yang nggak jelas kalau gue mutusin dia."



Well, selama bertahun-tahun bersama Fanny, Arche jadi tahu sifat busuk gadis itu. Terlebih saat ini, band mereka baru saja terkenal lewat satu lagu yang mereka ciptakan terkenal bahkan sampai ke luar negeri. Lalu kemarin mereka baru saja direkrut oleh agensi ternama, jika Fanny sampai membuat rumor yang macam-macam maka itu bisa menjadi masalah besar untuk bandnya.

"Jalan satu-satunya, harus dia yang terlihat jahat di dalam hubungan kita." Arche menegaskan. "Dia yang harus ngeudahin semuanya. Dari sifatnya Fanny, maka dengan begitu, persentase dia buat rumor macam-macam itu 0%. Karena sisanya dia akan dihantuin oleh rasa penyesalan."

"Atau kalau dia masih berani buat rumor yang nggak-nggak, gue punya pertahanan buat ngancem dia," ujar Arche. Mengingat Darren mengirimnya beberapa foto Fanny bersama Arga entah itu saat mereka di hotel, ataupun di club ternama.













"So let's be mine," ujar Arche. Tak bosan-bosan mengatakan kalimat ini berulang kali, hanya untuk Jane seorang.

"Nggak semudah itu, Kak ..."

"Apa?" Tanya Arche. "Fanny bakal ngancem lo?" Terkanya.

Arche tertawa sumbang, menyeka wajahnya sejenak sebelum kembali melempar tatap pada Jane. "Dia nggak akan bisa macem-macem."

"Lo tinggal sama gue," ujar Arche. "Tunggu sampai gue dan anak-anak band berada di puncak teratas, lalu kita menikah."

"Perihal Fanny dan Mamanya yang udah ngerebut semua warisan almarhum Papa lo, kita bisa rebut balik," kata Arche. Karena jangan kira selama ini pemuda itu tak tahu apa saja yang sudah mereka lakukan terhadap Jane.

Sementara Jane membelalak terkejut. Tak sangka jika Arche tahu semua permasalahan dirinya.



"Kakak belum tahu perasaan aku," ujar Jane. "Aku nggak suka Kakak."

Arche terkekeh pelan. "Your eyes tell me everything."



"Can I hug you right now?" Tanya Arche. Ugh, jujur sebenarnya Arche ingin memaksa.

Jane menggeleng. "Jangan sentuh aku, aku bilang!" Pekiknya garang.

"But who cares?" Ujar Arche, pergerakan selanjutnya adalah serangan tiba-tiba yang ia layangkan pada Jane. "I want to hug you so tight until your bones is crushed!"

Sementara Jane yang menerima pelukan secara tiba-tiba itu langsung menghadiahi Arche pukulan bertubi-tubi. "Kak Arche! Aku nggak bisa napas!" Percuma melakukan perlawanan karena faktanya Arche tak menghiraukan.

Arche tertawa puas. Melonggarkan pelukan mereka seraya menyatukan kening. "Kita ikutin alur permainan Fanny," bisik Arche. "Sebentar lagi Arga bakal ngajak mereka balikan."

Lalu lelaki itu menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Jane. Mencari kenyamanan di sana setelah menghirup lamat-lamat wangi memabukan yang tubuh gadis itu keluarkan.




"I want you to be mine, and wait for that day to come," ujar Arche kemudian memberi kecupan singkat pada ceruk leher Jane. "Kak!" Jane menegur dengan melayangkan cubitan pada perut pemuda itu.

Seguir leyendo

También te gustarán

74.6K 3.4K 78
❤️
53.4M 379K 66
Stay connected to all things Wattpad by adding this story to your library. We will be posting announcements, updates, and much more!
49.2K 1.4K 9
សាច់រឿងមិនសាកសមសម្រាប់ក្មេងក្រោម(18+)មានពាក្យរោលរាលអាសអាភាស🔞
1.2M 55.8K 83
"The only person that can change Mr. Oberois is their wives Mrs. Oberois". Oberois are very rich and famous, their business is well known, The Oberoi...