HELP [Tamat]

By TintaBiru26

304K 23.5K 2.9K

Aksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya... More

Kilas balik
Tokoh
Awal dari semuanya
Keluarga baru Dika
keluarga baru Mona
Doa Arya
Terlambat?
Pingsan
Ikut senang
Alergi
Amarah
perundungan
khawatir
Sendirian
hal yang tak di inginkan
Aksa atau Rayyan?
bagaimana caranya?
Darren
haruskah?
andai Dika tau
Rencana tuhan
kenapa selalu aku?
Pertanda?
Sakit.
kenapa?
Harus kemana?
yang selalu ada
Haruskah berkorban?
haruskah berkorban? 2
jadi seperti ini rasanya?
Rasa yang tak biasa
Birthday Keenan
niat menolong
belum usai
Rayyan
sama-sama tumbang
istirahat sejenak
Trauma
Kecewa
Sekedar Info
Bullying
di pendam sendiri
ternyata?
sama-sama takut
salah?
pertanda? 2
Kesakitannya
amarah?
berhenti berdetak?
Arka Bodoh
Mimpi dan kabar baik
satu kesakitannya terbongkar
tawanya
aku lagi?
siapa sebenarnya Calista?
Pergi.
jadi?
berawal
menyesal?
mulai mencari?
menghilang bak di telan bumi.
Baru
Dami-nya Rio
Akhir?
kepergiannya
Selesai
Good Bye
Cerita baru
GaReNdra
Baca dulu yukk

tidak ada rasa kasihan

3.5K 310 67
By TintaBiru26

HELP

.
.
.
.
.

Mona, wanita itu melangkah kakinya dengan cepat. Menuju satu ruangan. Setelah sampai, ia segera membuka pintu itu, memasuki ruangan.

Hal pertama Mona lihat adalah, selang infus yang tertempel di sebelah kiri, dan selang yang berhubungan dengan kantung darah menempel di tangan sebelah kanannya. Hidup lancipnya di padati depan kecil.

Dan sayangnya lelaki itu hanya sendirian. Miris.

"Ibu?" ucap lelaki itu lirih, bibir pucatnya tersenyum kecil. Mata satunya menatap senang ke arah Mona. Sementara Mona hanya menanggapinya dengan cara memutar bola matanya malas.

"Tidak usah pura-pura, saya tidak suka."

Lelaki itu mengernyit kecil, senyuman di bibirnya hilang perlahan.

"Maksud ibu?" lirihnya.

"Tidak usah pura-pura tidak tahu, kamu melakukan ini hanya demi mencuri perhatian saya kan? Jangan banyak drama Aksa. Saya tidak suka!"

Aksa menggeleng kecil, bagaimana bisa Mona berfikiran seperti itu. Apa Mona tidak lihat, wajah Aksa yang pucat? Apa Mona tidak lihat, selang infus yang menempel di tangan Aksa? Apa semua ini terlihat rekayasa?

"A-aksa tidak pura-pura ibu, A-aksa juga t-tidak berniat mencari perhatian ibu," lirih Aksa, matanya sedikit berkaca-kaca. Ia sakit, benar-benar sakit. Tapi, ia berusaha mencoba menahan rasa sakit itu di hadapan Mona, kalau Mona ingin tahu.

"Gak usah bohong Aksa, saya tau gimana busuknya kamu. Apa kamu fikir dengan cara seperti ini hati saya akan luluh? Tidak Aksa, justru saya semakin jijik dengan kamu."

Aksa terdiam, kepalanya tertunduk. Hatinya terasa perih. Ibu macam apa yang merasa jijik dengan anaknya?

"Kamu janji sama saya akan menjaga Rayyan, tapi kenapa bisa Rayyan tumbang."

Aksa mendelik, apa katanya? Rayyan tumbang? Kenapa Aksa tidak tahu?

"Kamu lihat, di sana, di ruang rawatnya. Rayyan sedang kesakitan. Tapi lihat kamu, kamu malah pura-pura sakit demi mencuri perhatian saya? Dimana hati nurani kamu Aksa?"

"Apa kamu tidak kasihan dengan Rayyan? Saya tidak habis pikir dengan kamu Aksa. Apa yang ada di pikiran kamu?" geram Mona.

"KENAPA KAMU MELAKUKAN INI?" teriak Mona, membuat Aksa sedikit terkejut.

"Apa kamu pikir biaya rumah sakit itu gak mahal? Tolong jangan Bebani saya Aksa. Kamu sakit? Oke, tapi kenapa kamu gak bisa tahan? Tahan sedikit aja Aksa. "

"Maaf, A-aksa minta maaf bu. T-tapi Aksa janji, A-aksa bakal ganti uang nya." lirih Aksa dengan suara yang bergetar. Kepalnya semakin menunduk.

"Apa dengan mengganti uang saya yang sudah kamu pakai untuk biaya rumah sakit akan cukup? Tidak Aksa!"

"A-apa yang harus A-aksa lakukan?" tanya Aksa, kepala Aksa masih menunduk. Tangannya diam-diam meremas selimut guna meredam sesak di dalam dada.

"Donor hati, bukan kah Rayyan butuh itu? Setelah itu, Rayyan sembuh. Kamu tidak merasa sakit lagi. Dan beban saya akan hilang." ucap Mona tenang, namun mampu membuat tubuh Aksa bergetar. Dan tunduknya, Aksa meneteskan air mata. Dan Mona menyadari itu.

"Kalau begitu Aksa mati?" ucap Aksa pelan.

"Tapi kamu tidak akan merasakan sakit lagi Aksa. Saya mohon, tolong anak saya. Anak saya butuh itu dari kamu."

"A-apa Aksa b-boleh minta waktu?"

"Waktu? Sampai kapan? Sampai Rayyan mati?"

"A-aksa ingin ketemu a-ayah kandung Aksa dulu. Setelah itu, A-aksa akan memberikan h-hati Aksa untuk bang Rayyan."

Mona terdiam, merasa tersentuh dengan ucapan Aksa. Kenapa anak itu terlihat pasrah sekali?

"A-aksa mohon ya bu? Sebentaaar saja, " mohon Aksa, sekuat tenaga ia menahan tangis.

Crush..

"Ahh," Aksa memekik, saat Mona mencabut selang infus dan selang kantung darah Aksa.

"Saya akan beri kamu waktu, tapi kamu pulang sekarang. Jangan sampai Rayyan tahu kamu sakit. Dan perlu saya ingatkan, penyebab Rayyan tumbang adalah kamu. Gara-gara mengurusi kamu yang sakitnya gak seberapa semalam."

"T-tapi bu..."

"Gak ada tapi-tapi, atau kalau engga saya akan menarik paksa kamu kerumah operasi dan menyuruh Arya mengambil hati kamu sekarang juga. Pergi sekarang Aksa!"

"Izinin Aksa istirahat sebentar ya bu? Tubuh Aksa masih terasa lemas,"

"Saya tidak mau memberi kamu waktu lagi. Apa kurang cukup, kamu saya kasih keringanan?"

"CEPAT! SEBELUM ADA YANG MELIHAT! SAYA GAK MAU RAYYAN TAHU KAMU ADA DISINI!" dengan kasar, Mona menarik lengan Aksa, padahal tubuh Aksa masih terduduk di atas brankar.

Bruk!

Tubuh Aksa jatuh begitu saja dari atas brankar, namun Mona tak peduli.

"Cepat pergi Aksa!"

"I-iya i-ibu..." Aksa berusaha bangkit, bibirnya meringis pelan tanpa sepengetahuan Mona. Berhasil, Aksa berhasil bangkit dengan brankar sebagai tumpuan. Mona? Wanita itu hanya bersidekap sembari menatap Aksa datar.

"A-aksa h-harus kemana?" tanya Aksa pelan.

"Pulang kerumah, bersihkan diri kamu. Besok Rayyan pulang, kamu harus sudah seperti biasa. Anggap, tak terjadi apa-apa."

Aksa mengangguk pelan, ia membalikkan badan setelah mencium punggung tangan Mona sebentar. Melangkah pelan, meninggalkan Mona yang masih setia dengan posisinya. Aksa berusaha tegak, tetapi setelah keluar ruangan dan sedikit jauh dari Mona. Bahu itu merosot begitu saja, tangannya mencekal tembok rumah sakit, guna sebagai tumpuan. Kakinya melangkah pelan, air matanya menetes, tapi ia tak terisak. Bibirnya ia gigit kuat-kuat dari dalam.

'Ibu... Andai ibu tau betapa sakitnya seluruh tubuh Aksa. Apa ibu akan terus memaksa melakukan Aksa seperti ini? Ibu... Aksa ingin ibu, kepala Aksa sakit.'

"Akhh..." Rintih Aksa, refleks lelaki itu mencekal bahkan menjambak rambut belakangnya kuat-kuat. Rasa sakit itu berasal dari sana. Banyak pasang mata uang melihatnya, namun setelahnya mereka acuh.

Bugh.

Bugh.

Aksa memukul belakang kepalanya pelan, guna meredam rasa sakit. Namun bukannya mereda, rasa sakit itu kian menjadi.

"Akhh..." Lagi, Aksa merintih.

"Ya Allah sakit," lirih Aksa.

Setelah berusaha meredam rasa sakitnya beberapa menit, Aksa kembali melanjutkan langkah. Menuju keluar dari rumah sakit. Dan semua yang Aksa lakukan tadi tak luput dari pandangan Mona dari jauh..tapi, Mona tidak peduli.

Aksa terus melangkah, walau tertatih dan bertumpu pada tembok. Langkah Aksa sudah lumayan jauh dari ruang rawatnya. Matanya sesekali mengerejap untuk menetralkan pandangan yang sedikit buram.

Dugh.

"AKHH!" pekik Aksa merintih saat tiba-tiba sakit di kepala kerasa kembali. Bahkan lebih sakit dari sebelumnya. Aksa bahkan sampai menangis, bibir pucatnya mengeluarkan isakan pelan. Tubuhnya meluruh, berlutut di dinginnya lantai rumah sakit. Banyak orang yang berlalu lalang, namun seolah kehadiran Aksa tidak terlihat. Entah, mengapa dan kenapa, Aksa tidak tahu.

"Sakit bu...hiks, sakit..." Isak tangis Aksa terdengar lirih. Ia butuh sosok Mona.

'Ibu...terkadang Aksa iri dengan bang Rayyan, dia bukan anak kandung ibu tapi mendapat perhatian lebih dari ibu. Sementara, Aksa yang anak kandung ibu, tapi Aksa merasa sangat jauh dari ibu. Padahal kita tinggal satu rumah, tapi rasanya jauh bu. Aksa kuat, tapi Aksa capek.'

Perlahan, Aksa bangkit. Tangannya mencekal tembok. Baru saja hendak melangkah, tiba-tiba saja pandangan terasa berputar. Tubuhnya limbung. Beruntung, seseorang menangkapnya. Alhasil, tubuh Aksa jatuh kedalam dekapan seseorang bersamaan dengan sesuatu berbau amis dan pekat mengalir dari kedua lubang hidung Aksa.

"Dami?" 

*******

Keenan, lelaki itu tengah berdiam diri di kamar sembari menatap paper bag berwarna coklat. Ia, dirinya sedang membuka semua kado-kado pemberian dari teman-teman dan keluarganya.

"Dari siapa nih?" Keenan sungguh-sungguh penasaran. Kenapa kado itu terlihat berbeda dari yang lain?

Perlahan tangan Keenan, membuka paper bag itu. Matanya sedikit melebar, sungguh kah ini?

"Ahh...sepatu idaman guee..." Pekik Keenan senang, ia tak percaya. Paper bag yang terlihat sederhana itu ternyata isinya adalah sepatu branded incarannya.

Keenan memeluk sepatu itu, tangannya masih merogoh paper bag itu, siapa yang memberi hadiah ini? Apakah tidak ada tanda siapa pengirimnya?

Paper bag itu, Keenan balikkan. Dan benar, selembar kertas jatuh begitu saja dari dalamnya. Keenan segera mengambilnya. Senyumnya terukir, mulutnya komat-kamit membaca kata demi kata yang tertulis di kertas selembar itu.

'Halo. Selamat ulang tahun Keenan, panjang umur sehat selalu. Aku akan selalu berdoa sama yang di atas untuk kebaikan kamu. Aku gak tau kamu suka atau enggak sama kadonya, tapi aku berharap kamu suka. Kalaupun tidak suka, tidak apa. Di simpan saja jangan di buang. Tadinya, aku yang akan mengasihkan langsung kado ini ke kamu Keenan, tapi aku takut, aku takut semua nya akan menjadi kacau. Maaf. '

Keenan mengerutkan dahi, kacau? Kenapa? Memangnya dia siapa? Keenan kembali melanjutkan membaca isi dari selembar kertas itu.

'sekali lagi, selamat ulang tahun yaa Keenan. Ingat, kalau tidak suka dengan kadonya, Simpan saja jangan di buang. Aku sayang kamu, adikku. Untuk Keenan dari Aksa'

Brak!

Kardus berisi sepatu yang sedari tadi Keenan peluk itu, Keenan lempar jauh-jauh.

"Sialan! Bisa-bisa nya. Emang dia pikir, gua gak mampu membeli sepatu itu? Ishh, jijik banget sih." Keenan meraih tisu banyak-banyak, dan membersihkan tangannya yang seolah-olah sedang kotor.

Iyaaa... Tau kok pendek😭😭

Ini gaje, tapi pengen up...😭😭

Bagaimana dengan Chapter ini?

Kesal dengan Mona gak sih? Apa yang ingin kalian sampaikan ke Mona?

Ada yang kangen Dika?

Continue Reading

You'll Also Like

5.5K 225 9
Entah siapa dalang dibalik semua ini!
3.2K 336 25
"woii turun ga lu, gw lempar pake kecoa mampus lu" - kim yerim "lempar aja, yang ada ntuh kecoa lari liat ketampanan gw" - jeon jungkook ••••• "Yeri...
1.5M 126K 161
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...
42.5K 2.7K 38
[END] Raga tahu, kesalahannya di masa lalu itu sangat fatal. Namun, mengapa? Mengapa harus Ayahnya yang membencinya? Disaat yang dirinya punya hanya...