Sekali Seumur Hidup

By SarahJannatul

5K 1.1K 1.5K

Sebelum membaca bantu follow dulu yu kak..😍😚 Instagram : sarahjannatul28 Tiktok : storybylutannaj Ini kisah... More

❤️Tentang Kita
❤️Hanan Hafidz Ma'arif
❤️Asrama
❤️Keinginan Sang Kyai
❤️Rapuh
❤️Menikmati Masa Akhir 1
❤️Menikmati Masa Akhir 2
❤️Lamaran
❤️Terungkap
❤️Pasrah
❤️Keterpaksaan
❤️Persiapan
❤️ Takdir Cinta
❤️Kehidupan Baru
❤️Keputusan
❤️SULIT
❤️Kotak Nasi
❤️Terpaksa Peduli
❤️Mencoba
❤️Amanah yang Berat
❤️Kehilangan
❤️Ingatan Annisa
❤️Ada apa?
❤️Ternyata
❤️Teman kecil
❤️ Berharap
❤️ Sendiri
❤️Dilema
❤️Berkorban
❤️Satu Ranjang
❤️Cast*

❤️Luka

116 16 1
By SarahJannatul


Assalamualaikum teman teman
Apa kabar kalian semua??
.
.
.
💮Happy Reading 💮
💙Jangan lupa vote dan komen 💙

Semoga kalian semua tertarik 😍
Aamiin



Sudah tiga puluh menit yang lalu gadis berpakaian serba merah itu menunggu kedatangan seseorang. Annisa masih tak mengerti mengapa Hanan mengajaknya bertemu di tempat ini. Yang pasti, menurutnya lelaki itu ingin menyampaikan sesuatu yang penting.

Annisa membuyarkan lamunannya ketika tiba-tiba saja seseorang sudah duduk di hadapannya.

"Mas, mau minum apa?" tanya Annisa basi-basi sembari mengulurkan tangan.

Namun, kemudian ia tarik lagi ketika tak ada respon dari lelaki itu. Hanan masih berkutik dengan ponselnya, sedikitpun ia tak melirik Annisa.

"Atau mau makan?" Tawar Annisa lagi sembari membuka beberapa menu makanan yang tergeletak diatas meja.

Baru saja Annisa membuka lembaran kedua tiba-tiba saja daftar menu makanan itu dirampas paksa oleh Hanan.

"Saya tidak haus, dan saya tidak lapar!" Sergah Hanan.

Annisa menghembuskan napasnya pelan, berusaha untuk tetap sabar dan mengalah saja.

"Terus, mau ngapain kita ketemu di sini? Makan nggak mau, minum juga nggak mau." Cibir Annisa.

Hanan tak langsung menjawab. Ia diam sejenak, mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam kantong. Kemudian kembali menatap Anisa.

"Mari kita percepat perceraian kita."

Seperti ada petir yang menyambar pendengarannya. Annisa merasakan hatinya tertusuk tombak yang amat tajam. Dadanya terasa sesak. Tembok pertahanan nya selama ini seolah runtuh bersamaan dengan petir yang menerjangnya.

Apa maksudnya ini?

Annisa masih tak paham dengan apa yang dikatakan Hanan barusan. Sekuat tenaga ia menghirup udara pelan-pelan, dalam hati ia masih terus melafadzkan istighfar.

"Maksudnya apa, mas?" kali ini ia berharap bahwa pendengarannya barusan salah.

"Saya akan pergi ke Singapura untuk mencari dan menjemput Aqila. Sedang kamu bisa kembali pada adik saya, Alzam." Jelas Hanan.

Annisa diam tak menjawab. Ia merasa hatinya tercabik-cabik. Matanya mulai memanas. Sekuat tenaga, ia menahan air matanya tumpah.

"Saya tahu kamu sangat mencintai Alzam, adik saya. Begitupun dengan saya, mengharapkan hadirnya seorang wanita yang sangat saya cinta. Untuk apa kita menjalani pernikahan jika hati kita masih mengharapkan yang lain?"

'Oh Allah.. inikah balasan untuk ku? Ketika aku sedang mencoba mencintainya, tapi kenapa berakhir seperti ini?'

Annisa meremas bajunya, bendungan air matanya sudah menumpuk di pelupuk mata dan siap untuk tumpah.

"Kita mempertahankan pernikahan ini karena ingin menjaga perasaan Abah Yai yang menjodohkan kita. Dan sekarang beliau sudah tidak ada, jadi ada kesempatan besar untuk kita berpisah tanpa melukai siapapun."

Tanpa melukai siapapun? Bahkan Hanan sendiri tak sadar bahwa kali ini ia sedang melukai perasaan wanita dihadapannya teramat dalam.

"Bagaimana dengan saya?" Akhirnya Annisa membuka suara. menanyakan haknya atas perkataan Hanan barusan.

"Maksud kamu?"

"Apa Dokter tidak memikirkan perasaan saya? Saya istri Dokter kalau Dokter lupa."

Annisa sudah tak tahan lagi menahan emosinya, ia merasa Hanan sangat egois dengan mementingkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan perasaannya.

"Dokter egois! Dokter terlalu mementingkan wanita itu tanpa memperdulikan perasaan saya sebagai istri!" Celetuk Annisa.

"Bukan maksud saya untuk bersikap egois. Saya hanya__"

"Hanya apa?" Sela Annisa.

"Dokter pikir mudah bagi saya menjalani pernikahan ini? Dan dokter pikir mudah mencoba menjadi istri yang baik untuk dokter?" Serang Annisa tak mau kalah.

Hanan semakin dibuat pusing oleh perkataan Annisa. Ia tak mengerti apa yang diucapkannya barusan. Jika segalanya tak mudah untuk dijalani, kenapa gadis ini marah kepadanya? Seolah ia tak menerima jika Hanan mempercepat perceraiannya.

"Saya sedang mencobanya! Saya sedang mencoba menerima ketetapan takdir dari Allah. Tapi ketika saya sudah menerima dokter sebagai suami saya, apa ini balasan untuk saya?"

Annisa tertawa sumbang dengan air mata yang entah sejak kapan sudah tumpah begitu saja.

"Lalu, bagaimana dengan gadis yang bernama Aqilla?"

Hanan mengernyitkan dahinya. Seolah bertanya apa maksud dari pertanyaan Annisa.

"Apa yang membuat Dokter dapat bertahan dalam penantian yang panjang ini?" Tanya nya sembari menghapus jejak air mata yang masih ada.

"Apakah gadis itu pergi meninggalkan kepastian? Atau hanya harapan belaka?" Sindir Annisa tajam.

Seperti ada yang menyentil hati Hanan. Pasalnya, kepergian Aqilla sama sekali tidak meninggalkan kepastian atau harapan sedikitpun. Gadis itu hanya mengatakan bahwa Hanan tak perlu menunggu kedatangannya, ia takut jika pada akhirnya akan mengecewakan Hanan.

"Sangat disayangkan jika ternyata gadis itu sama sekali tidak mempunyai perasaan pada Dokter." Annisa mengangkat ujung bibirnya.

"Cukup Annisa!" Bentak Hanan, ia merasa tidak tahan dengan ucapan gadis di hadapannya.

"Jangan mempengaruhi saya seperti itu! Kalau kamu tidak ingin mengakhiri pernikahan ini, kamu harus bersiap jika saya akan menikahi Aqilla!" Sergah Hanan.

"Tidak perlu!" Elaknya sembari bangkit dari duduk. "Mari kita kepengadilan! Ceraikan saya sekarang juga!" Kemudian berlalu pergi meninggalkan Hanan disana.

Ia tak mengerti mengapa Hanan sangat keras kepala sekali. Lelaki itu tak menghargai Annisa sebagai istrinya. Hanan tetap bersikeras untuk mencari gadis itu dan menikahinya.

Sungguh! Annisa tak mempermasalahkan hal itu, ia hanya memikirkan amanah yang harus ia jaga dari Almarhum Abah Yai juga dari ayahnya, Ardi. ia merasa tak mampu untuk tetap mempertahankan pernikahan ini.

Langkah nya semakin dipercepat. Mendatangi pengadilan bukan hanya sekedar ucapan, gadis itu memang benar-benar ingin mendatangi tempat itu.

Langit pun sepertinya berpihak padanya. Detik demi detik mengeluarkan percikkan-percikkan air yang semakin lama semakin deras, menutupi bulir bening yang ada di wajahnya.

Annisa terlonjak kaget dan menghentikan langkahnya ketika suara klakson terdengar dari arah kanan. Ia melangkah mundur sedikit hingga suara gemuruh ban mobil menipis. Kemudian berjalan lagi untuk menyebrangi jalan raya itu. Sekitar lima langkah Annisa berjalan, tiba-tiba saja sesuatu menghantam tubuh nya hingga terpental di atas aspal.

Dapat ia rasakan cairan hangat mengalir di sebagian wajahnya. Pandangannya pun mulai memudar, samar-samar ia melihat sekumpulan banyak orang mendekatinya. Hingga terdengar suara seseorang memanggil namanya.

"Annisa."

Ia menoleh, mendapati seseorang berpakaian serba putih berdiri tak jauh darinya.

"Alzam?"

Annisa melangkah mendekat. Namun, setiap langkah yang ia ambil justru membuat jarak mereka menjadi jauh. kemudian ia berlari, tapi juga semakin menjauh.

"ALZAAMM.. JANGAN PERGIII...," Annisa berteriak histeris. Ia takut jika Alzam meninggalkan nya. "Maafin aku..." Ucap nya lirih.

Lelaki itu hanya tersenyum. Memandangi Annisa yang sedang menangis, hingga bayangan nya pudar, ukiran senyuman nya pun menghilang. Annisa semakin menjerit dibuatnya dengan terus berlari mengejar bayangan kekasihnya.

Tubuhnya tersungkur jatuh meratapi kepergian Alzam yang hilang entah kemana. Ia menangis sejadi jadinya, tangannya mencoba menggapai, namun tak bisa.

Annisa mendongak saat usapan lembut membelai puncak kepalanya. Dilihatnya lelaki paruh baya tersenyum dengan senyuman khasnya.

"Ikut Abah yu." Ajak nya dan ia pun menurut.

Sebuah rerumputan yang luas dipadukan dengan telaga nan indah berhasil menyita pandangannya. Di ujung sebelah kanan pun terdapat bangunan indah bak istana.

Angin menerpa lembut wajah Annisa dan ikut menyibakkan setiap helai hijabnya. Bola matanya menangkap seseorang berdiri di seberang sana. Lalu ia melirik Abah Yai, beliau tersenyum sembari mengisyaratkan agar dirinya menghampiri orang itu.

Perlahan ia melangkahkan kakinya, takut jika bayangan orang itu hilang begitu saja. Namun, ketika ia mempercepat langkahnya, jarak mereka semakin mendekat. Hingga Annisa dapat mengenali siapa orang itu.

"Mas Hanan?"

Lelaki itu mengangguk sembari tersenyum. Kemudian mengulurkan tangan kanannya, mengajak Annisa agar semakin mendekat. Lagi-lagi Anisa hanya menurut, ketika ia gapai lengan kokoh Hanan dan mendekat padanya, ia merasakan ada sesuatu yang aneh.

"Tangan kiri mas kenapa di kebelakangin? Mas punya sesuatu untuk aku?"

Hanan tersenyum hangat sembari menggeleng. Annisa semakin di buat penasaran. Hingga akhirnya ia menoleh ke arah belakang Hanan dan mendapati lengan nya sedang menggenggam lengan wanita lain.

Sontak Annisa melepaskan genggaman tangan nya dan menatap lekat pada Hanan.

"Dia siapa, mas?"

Hanan tak langsung menjawab, ia menarik wanita itu dan merangkul pundaknya.

"Aqilla."

***


Hanya suara Elektrokardiograf yang terdengar di ruangan bernuansa putih itu. Sudah satu minggu lamanya tubuh diam itu terbaring di atas ranjang dengan oksigen yang menutupi sebagian wajahnya.

Hanan masih memandang Annisa. Kepala gadis itu sudah dibaluti oleh perban, ada benturan hebat saat kecelakaan itu terjadi, membuatnya ikut serta masuk ke dalam ruang operasi untuk membantu para dokter lainnya.

Entah apa yang ia pikirkan, lelaki itu memandang Annisa dengan pandangan yang sulit diartikan. Hanan melangkah ringan keluar ruangan, di sana sudah ada Balqis yang sedang menunggu giliran untuk masuk. Gadis itu beranjak dari duduk nya ketika melihat Hanan keluar dari sana yang langsung melengos pergi.

Balqis tentu saja sudah hafal dengan sikap Hanan. Gadis itu tak ingin ambil pusing dan beralih melangkah masuk sembari meletakkan buah-buahan di atas nakas. Ia mengambil duduk di sisi ranjang Annisa. Pandangannya tak lepas dari sana, kemudian tangannya meraih lengan sahabatnya yang terasa dingin.

"Assalamualaikum, Annisa." Ucapnya.

"Aku datang lagi, dan kali ini aku bawa buah-buahan buat kamu," senyumannya kembali terbit.

"Kamu masih belum mau bangun?" Ia mengusap lengan Annisa, menggenggam nya dengan lembut.

"Bangun yuk. Banyak orang yang kangen sama kamu tau.. termasuk aku..,"

Tak pelak ia sangat merindukan Annisa. Balqis merasa ada yang hilang dari hidupnya. Gadis itu adalah sosok sahabat yang sangat ia cintai, bentuk rasa cinta dari persahabatan membuatnya ikut merasakan sakit ketika melihat Annisa terbaring lemah di atas ranjang.

Ia menghapus air mata yang entah sejak kapan menetas begitu saja, kemudian beralih mengambil Al-Qur'an yang berada diatas nakas. Diawali ta'awudz dan mulai membacakan kalam Ilahi Yang terukir di sana.

Balqis masih khusyu dengan bacaannya, ia menggeser kursi agar lebih dekat dengan telinga Annisa. Disetiap ayatnya, ia terus memanjatkan doa di hati kepada Allah.

Keikhlasannya dalam membaca Alquran membuat sang Khaliq mendengar dan mengabulkan apa yang ia harapkan. Satu tangannya masih menggenggam lembut lengan Annisa.

Hatinya terlena sehingga tak menyadari sesuatu bergerak di telapak tangannya. Masih tetap fokus melafadzkan ayat-ayat suci itu, sampai ia merasakan jemari lentik berkulit putih itu ikut membalas genggaman tangannya.

Sejenak ia menoleh dan menghentikan bacaannya. Balqis melihat jemari Annisa bergerak pelan, kemudian ia menatap Annisa yang masih menutup matanya.

"Kamu udah bangun?" Tanya nya. Berharap gadis itu mengangguk dan mengiyakan atau lebih tepatnya membuka mata.

"Aku panggil Dokter dulu ya, Ann." Dan langsung meleset pergi memanggil Dokter yang merawat Annisa.

Rasa Bahagia membuncah di hatinya. Sambil menunggu dokter memeriksa keadaan Annisa, ia segera menghubungi keluarga gadis itu dan Hanan, suaminya. Berharap agar mereka segera datang setelah mendengar kabar ini.

Beberapa menit kemudian, ia menghampiri Dokter yang baru keluar dari sana.

"Gimana keadaan Annisa, Dok? Dia udah siuman kan,?

"Annisa belum sepenuhnya sadar. Tapi, tubuhnya merespon walaupun lemah, dan ia mendengar setiap orang yang bicara padanya."

Balqis menghela nafas lega, setidak nya bukan hal buruk yang ia dapati.

"Kita hanya perlu menunggu beberapa waktu lagi untuk pasien sadar sepenuhnya. Karena sepertinya, alam bawah sadar nya masih belum menginginkan Annisa siuman."

Balqis mengangguk, kemudian menoleh ke samping saat Laura baru saja tiba.

"Jangan berhenti untuk membacakan Alquran di dekat telinganya, karena itu sangat membantu." Saran Dokter kemudian berlalu pergi.

***

Jangan lupa tadarus teman teman 😄..
Kita berusaha bareng bareng yu untuk khatam Al Qur'an di bulan puasa ini, minimal satu kali khatam yaa🤗❤️

Okee ya bestie, jangan lupa tinggalin jejak kalian dengan memberika vote dan komentar sebanyak banyak nya..🤗😍
Ajak juga teman teman kalian untuk membaca cerita aku..
Terimakasih sudah membaca ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

Damian By Ariel

Science Fiction

311K 16.7K 36
"maafkan aku Violetta" Tentang Damian yang begitu menyesal atas segalanya yang dia lakukan kepada istrinya. Menyesal telah mengabaikannya, menyesal...
366K 22.7K 35
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, masyaallah tabarakallah, Allahumma Shalli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aali sayyidina muhammad, ini...
157K 6.6K 36
"Dia seperti mata kuliah yang diampunya. Rumit!" Kalimat itu cukup untuk Zira menggambarkan seorang Zayn Malik Akbar, tidak ada yang tidak mengenal d...
14.1K 746 18
Tentang anak berandalan yang di jodohkan dengan CEO yang sangat amat terkenal di kota nya. Ini tentang MARKNO ‼️ Jangan salah lapak‼️ BXB‼️ BL‼️ ga s...