KANAGARA [END]

By AeriLHun

7.3M 539K 40.8K

[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tah... More

CAST
WELLCOME
P R O L O G
1. Kanagara bermata Elang
2. Wabyo
3. Terluka Karena Orang Dalam
4. Ojek Ganteng
5. Perjalanan Menuju Markas
6. Gombalan anak IPS
7. Tembok Belakang Sekolah
8. Sa Kanagara
9. Sial dari Bakso
9. Di hukum
10. 2day 2morrow 4ever
11. Bolos Sekolah☑️
12. Kepergian Sang Mama
13. Mulai Terluka
14. Luka atau Obat?
15. Pelangi Tanpa Warna
16. Yang Salah Sebenarnya
17. Kamar Abu-abu
18. Perasaan yang dipaksa Hilang
19. D A R G E Z
20. Pendatang Baru
21. Berubah Drastis
22. Mengejar yang Pergi
23. Tahan Rindu
24. Harga Mati
25. Hasil Seleksi
26. Kanagara & Arunika
27. Darz atau Dia?
28. Harus Kamu
29. Motor yang berbeda
30. Friendzone
31. Cemburu
32. Mutlak Harga Mati
33. Sparing
34. Bukan Segalanya
35. Tindakan Raksa
36. Kehilangan Status
37. Bukan Berhenti
38. Sunmori Dargez
39. Pembunuh?
40. Murid Baru Padja Utama
41. Mendatangi Bukan Berarti Kembali ☑️
42. Harga Diri Dibalas Harga Mati
43. Jahatnya Semesta☑️
44. Pemilik Pena yang ke-2?
45. Meet Family and He
46. KONYOL
47. Bersama Alda
48. Indah karena nya
49. Kurir Gofood
50. Hujan Sore..
51. Terluka setelah kemarin
52. Tidak selamanya
53. Gak Sengaja
54. Salah menduga
55. Tanggal Berapa?
56. Surat darinya
57. Ditemani Hujan
58. Deklarasi Hati
59. Perasaan yang Terlambat
61. Manusia yang Pembohong
62. Rumah Raksa
63. Saksi Bisu Senja
64. 3 Villain?
65. Insiden Sore Hari
66. Villain yang Manipulatif
67. Rumah Yang Sakit
68. Setiap Alasan dari Tindakan
69. Pensi SMADJA
70. MENSIVERSARY KANAGARA & ARUNIKA
71. Antara Saya dan Dia
72. Rela Terluka
73. Wabyo Area☑️
74. Hanya berharap baik
75. Manusia adalah alasan terluka
76. Permulaan 24
77. Dia Pecundang
78. Pertaruhan Harga Mati
79. Wakil Ketua
80. Tengah Malam
81. Salam Harga Mati
INFO LANJUTAN
ARUNIKA
Pre Order KANAGARA
85. E P I L O G
ARUNIKA : SEASON 2
PO ARUNIKA
PO #2 ARUNIKA | New Cover
PO #2 KANAGARA | New Cover

60. Tentang 01.25

52.1K 4.7K 135
By AeriLHun

"Ada yang lebih mementingkan sakit manusia lain karena tahu manusia lain itu tidak sekuat dirinya."

***

Flashback 2 tahun lalu.

Malam itu, setelah kematian saudara kembarnya Raffa Ardigan Raja Alba, meninggal tepat pukul 01.25 WIB di dalam kamar rawat meninggalkan duka yang sangat hebat baginya.

Raffa sudah berpulang ke Tuhan. Hidup Raksa terasa kosong, seharian penuh Raksa mengurung dirinya di dalam kamar tanpa melakukan apapun. Ia hanya duduk dengan pandangan melamun, Raksa tidak berniat keluar meski seluruh keluarganya ada di rumah besar itu, mereka beduka atas kepergian Raffa, namun bagi Raksa itu semua tetap saja palsu.

Kanagara bermata elang itu menunduk dengan bahu bergetar. Ia menangis dengan rasa penyesalan yang teramat sangat. Hati nya sakit, dadanya terasa sesak saat harus menyadari bahwa saudaranya itu memang benar-benar tiada.

"Aarrghh!" Pekiknya sambil memukul dadanya yang sesak.

Air matanya menetes, tidak peduli jika semesta akan menilainya menjadi manusia lemah. Raksa butuh kehadiran Raffa sekarang, namun itu sudah menjadi kemustahilan. Raksa menggeleng kuat dengan kepala tertunduk. "Gua nyesel," lirihnya.

"Gua nyesel gak bisa nolong lo," lirih cowok itu dengan nada yang terdengar begitu pilu.

Raksa menangis dengan air matanya yang deras, ia menengadah seraya tertawa miris. "Lo sengaja pergi di hadapan gua anjing." Isaknya parau.

"Lo tega!"

Buk!

Buk!

Raksa memukul dadanya karena benar-benar sesak dan menyakitkan. Cowok itu menangis sesenggukan, ia duduk di lantai dengan bahu yang bersandar pada pinggiran ranjang. Keadaanya jauh dari kata baik, rambutnya acak-acakan, matanya memerah karena menangis dan hatinya juga sakit.

"Gua belum siap kehilangan!"

"Bangsat!"

"Lo curang!" Pekiknya menyiku pinggiran kasur berusaha melampiaskan kemarahannya. "Aaarrrghh!" Teriaknya menangis sesenggukan.

"Kenapa lo ngambil abang gua?!"

"Gua butuh dia! Balikin sekarang! Gua gak mau dia mati!"

Tangisannya tidak berhenti. Jantungnya bepacu bersama emosi yang ingin diluapkan. Rasanya Raksa ingin datang ke hadapan Tuhan dan bertanya apa kesalahannya sampai harus meraskan kehilangan yang sesakit ini.

Dari sekian banyak nya orang, kenapa harus saudara kembarnya yang di ambil?

Raksa menggeleng lemah dengan tangan terkepal kuat. "Gua tanpa lo bukan Raksa, Raf."

Tangannya mengepal erat. Urat-urat menonjol dengan rahangnya yang mengeras karena merasa tidak adil dengan takdir semesta.

PRANG!

Pecahan kaca menggema di ruangan itu. Raksa meninju kaca nakas di samping tempat tidurnya hingga hancur, ia menyeringai membiarkan darah di jarinya menetes begitu saja.

Raksa tertawa seperti orang gila. "HAHAHAHAHA!"

"AARRGHH BANGSAT!"

PRANG! PRANG!

BRAK!

Semua barang yang ada di dekatnya hancur. Emosinya benar-benar tidak terkontrol, matanya memerah menatap darah di tangannya. Air matanya mentes lagi.

"KENAPA GUA HARUS KEHILANGAN LO?!"

"CUPU LO GAK MAU HIDUP! PECUNDANG! HAHAHAHAHA!"

Brak!

Pintu besar itu terbuka setelah di dobrak secara paksa. Cahaya dari arah pintu merambat membuat penerangan ke dalam kamarnya sedangkan Raksa masih terkekeh tidak mempedulikan siapa di sana.

"Bener ya gua? Lo emang pecundang yang cita-citanya mati." Tekan Raksa dengan rahang mengeras.

PRANG!

"Woi anjing!"

Pergerakan Raksa ketika meninju benda di sana terhenti saat seseorag menariknya secara paksa. Orang itu mencengkran bahu Raksa erat dengan tatapan tajam.

"Sadar gak lo goblok!"

Raksa menaikan alisnya dengan tatapan kosong yang terlihat mengerikan. Ia menyeringai, "Lo sekrang jadi arwah Raf? Ffttt.. Gak cocok anjing Hahahaha!" Ejeknya.

Sedangkan Arza yang saat ini menyaksikan sahabatnya hancur hanya bisa terdiam. Arza menghela napas berat dan menggeleng pelan.

"Gua temen lo, gua Arza."

Bugh!

Tiba-tiba Raksa meninjunya dan membuat Arza tersungkur.

"Sshh.." Arza meringis saat tangannya terkena pecahan kaca di lantai.

Arza bangkit tidak mempedulikan tangannya yang berdarah. Arza mendekat dan menarik kerah baju Raksa dengan kasar.

"DIA UDAH PULANG DAN LO GAK BISA MAKSA DIA UNTUK KEMBALI!" Arza berteriak berusaha menyadarkan Raksa dari emosinya.

"TAPI GUA SAKIT GARA-GARA DIA!" Teriak Raksa dengan mata melotot karena marah.

"DIA LEBIH SAKIT KALO DI SINI ANJING!"

Raksa menggeleng lemah demgan air mata yang menetes. "Dia harus balik, dia harus ada biar gua gak lemah." Lirihnya pilu.

Arza mengeraskan rahangnya dengan cengkraman yang semakin kuat. Mati-matian Arza menahan tangisannya di depan Raksa. Ia menatap mata Raksa yang memerah, tatapan lelah tersirat kentara di sana.

"Semua orang terlahir untuk mati."

Raksa mematung di tempatnya dengan hati yang semakin hancur. Tubuhnya melemas dan meluruh ke lantai, Raksa menunduk dengan bahu bergetar hebat.

"Kenapa sakitnya gini banget anjing?!"

Melihat itu Arza pun menunduk dengan perasaan yang juga terluka. Raffa memang tidak terlalu dekat dengannya, tapi Raffa yang selalu menghubunginya ketika Raksa tidak kunjung pulang berhari-hari karena orang tua mereka yang selalu bertengkar.

Raffa adalah sosok yang penuh perhatian namun di sembunyikan dari Raksa. Raffa sangat peduli dengan Raksa, bahkan alasan kematiannya adalah demi Raksa.

"Dia abang gua Za," isak Raksa membuat air mata Arza meluruh pada akhirnya.

Dan benar,

Hal paling menyakitkan bagi manusia adalah kehilangan.

***

Berkendara ugal-ugalan masih tidak membuat emosinya hilang. Ia menarik gas nya lebih kencang lagi hingga motor itu melaju sangat cepat membelah jalanan kota.

Jam menunjukan pukul 01.00 sangat tepat. Jantungnya berderbar tidak karuan karena sebentar lagi jam 01.25 harus di lewatinya dan ia merasa tak mampu. Raksa mengeraskan rahangnya dan fokus pada jalanan di sana, berusaha melupakan kejadian kemarin yang masih melekat di ingatannya.

Ckiitt..

Sebuah mobil menghadangnya membuat Raksa harus menarik rem mendadak, motornya oleng hingga tubuhnya terpental. Beruntung ia memakai helm saat itu.

"Aahks.." Raksa meringis berusaha bangkit dengan tertatih.

Kanagara bermata elang itu menatap tajam ke arah mobil yang menghadangnya dengan kurang ajar. Ia berjalan mendekat kepada pemiliknya, namun pintu itu terbuka hingga muncul sosok pria yang lebih tua darinya.

Raksa mengernyit, orang itu mendekat. Scraft hitam dan jaket hitam yang orang itu kenakan membuatnya tampak sangat misterius. Raksa membuka helmnya dengan kasar dan menatap orang itu dengan marah. "Lo nantang gua?" Tekan Raksa dingin.

Tawa kecil terdengar membuat Raksa semakin bingung. "Akhirnya kita bertemu."

"Siapa lo?"

"Kamu tidak mengenal saya?" Tanya pria itu.

Raksa menyeringai dan melangkah mendekat. "Gua rakyat yang hidup tanpa perlu tau siapa rajanya." Balas Raksa.

"Justru karena kamu rajanya, Raksa Kanagara."

Raksa terkejut mematung ketika mendengar namanya di sebut tiba-tiba. Ia menatap orang itu semakin tajam. "Lo siapa, sampai berani nyebut nama gua?"

Pria itu terkekeh dan menarik menggulung lengan jaketnya. Raksa hanya memperhatikan pergerakan orang itu dengan was-was. Mata Raksa menajam saat melihat sebuah tatto di sana, tatto serigala yang ceritanya sangat melegenda.

"Datang menantang, pulang sempoyongan." Tekan orang itu.

"K-ketua," gumam Raksa tidak menyangka.

Pria itu tersenyum di balik scraftnya. Ia mengulurkan tangannya kepada Raksa. "Saya pemilik geng ini, salam kenal ketua angkatan 12."

Raksa masih mematung di tempatnya. Ia tidak menyangka akan bertemu sosok melegenda itu dalam hidupnya. Sedangkan pria tersebut menjabat tangan Raksa dengan senyuman. "Kamu orang yang tepat." Ujarnya.

"B-bagaimana bisa—"

Pria itu mengangkat tangannya menyentuh bahu Raksa. "Dengar," Kalimatnya tergantung, Raksa diam menunggu apa yang dikatakan oleh sosok di hadapannya.

"Tidak akan ada kemenangan jika tidak ada yang dipertaruhkan." Ucapnya membuat aliran darah Rakasa berdesir serta detak jantungnya menjadi lebih cepat.

"Suatu saat kita harus bertemu lagi." Ujar pria itu. "Di jalan Darnawaira pukul 01.25 seperti saat ini." Lanjutnya membuat Raksa tersadar.

Raksa belum mengatakan apapun  tetapi orang itu sudah masuk ke dalam mobilnya dan pergi dari sana, meninggalkan Raksa yang masih dalam keterdiamannya.

Raksa mengepalkan tangannya, ia teringat janjinya di hadapan Davka saat menerima jabatannya sebagai ketua.

"Ketua Dargez yang pertama. Berwibawa seperti singa, kuat seperti harimau, memimpin seperti serigala." Ungkapnya.

"He is a legend. Kapten Gara." Gumamnya.

"WOI!"

Raksa menoleh dan mendapati Arza yang turun dari motornya dengan segera. Sedangkan Arza menarik Raksa secara paksa menuju pinggir jalan.

"KALO MAU BUNDIR MIKIR DULU ANJING! JANGAN DI TEMPAT SEPI, GOBLOK LO!" Maki cowok itu membuat Raksa mengernyit.

Raksa menoleh ke tempat tadi, dan ia tersadar bahwa mereka berbicara di tengah jalan, mungkin hal itu yang membuat Arza salah paham.

Raksa menghempaskan cengkraman Arza secara kasar. "Gua cuma mengenang pukul 01.25, Za."

"Gak gitu caranya." Tekan Arza menahan marah.

Raksa menghela napas lelahnya membuat Arza memberinya tepukan di bahunya. "Lo harus ke psikolog." Ujar Arza.

Raksa melotot tajam. "Lo pikir gua gila?!"

"Mental lo gak stabil!"

"Tapi gua baik-baik aja!"

"GAK USAH NAIF ANJING!" Teriak Arza menyadarkan.

Raksa menatap Arza jengah. "Gua gak mau liat lo emosi lagi sampai gak bisa di atur kaya kemarin." Ujar Arza.

"Gua gak mau tau tentang diri gua yang sebenarnya." Balas Raksa menolak.

Arza tersenyum kecut. "Punya gangguan mental bukan berarti gila." Kata Arza yang lagi-lagi membuat Raksa tersadar.

"Kenapa lo peduli?" Tanya Raksa membuat Arza tertawa kecut.

"Kadang ada yang membiarkan lukanya kering dan memilih menjadi sandaran bagi orang lain." Balas Arza membuat Raksa diam mencerna kalimatnya.

Raksa mendekat, ia terkekeh kecil. "Penasihat baik, pengalamannya lebih sakit."

Dan malam itulah yang membuat keduanya semakin dekat satu sama lain. Manusia akan menjadi saudara saat paham rasa sakit di anatara mereka.

Saat memasuki ruangan yang bergaya futuristik di sana membuat Raksa ingat rutinitasnya satu tahun yang lalu. Ia sering berkunjung ke sini untuk konsultasi.

"Lama tidak bertemu." Sapa sosok wanita yang duduk di kursinya.

Raksa tersenyum tipis dan duduk di hadapan dokter wanita yang memintanya bertemu. Dia dokter Stefy, psikolog yang sering ia datangi satu tahun lalu.

"Langsung saja Dok, kenapa anda meminta saya untuk datang?"

Dokter Stefy tersenyum simpul. "Hidup kamu bersangkutan dengan banyak hal." Jawabnya membuat Raksa diam dalam kebingungan.

"Maksud anda?"

"Segalanya sudah terencana, Raksa."

Raksa mengernyit. Ia duduk dan menautkan tangannya, Raksa menatap Dokter Stefy penuh tanya. "Terencana seperti apa?"

"Kematian Raffa, dan malam itu."

Dahinya mengkerut berusaha mencerna jawaban dokter muda di hadapannya, pikirannya masih tidak bisa mengerti apa yang dikatakan Dokter Stefy.

"Pembunuhan?" Terka Raksa namun mendapat gelengan.

Raksa mendesah kasar. "Saya tidak paham dengan yang anda maksud."

Dokter Stefy tersenyum tipis. "Ayah kamu, Raffa, kamu, dan Orang yang kamu temui di jalan Darnawira." Ucap dokter Stefy membuat Raksa tertegun.

"Anda tau dengan dia?"

Dokter Stefy mengangguk. "Dulu profesi saya bukan psikolog. Dan saya sering bertemu dengannya."

Raksa terdiam lagi. Ia menatap dokter Stefy dengan tatapan serius. "Profesi anda yang dulu sebagai apa dok?"

Dokter Stefy tersenyum kecut mendengar pertanyaan yang sering ia dengar dari orang lain. Ia menatap lantai dengan pandangan sedih.

"Saya dulu adalah Dokter spesialis jantung."

***

Gantung ah kali-kali🥰👍

Gimana?

Nih aku kasih tau. Raksa dan Raffa itu sebenarnya—

Gak cukup lanjut part 2

🍬🍬🍬🍬🍬🍬🍬

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 175K 62
JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE!! Alara Anindiya Bianchi, gadis polos penyuka es krim dan hal yang berbau dengan...
ALANA By Muflikhah

Teen Fiction

93.9K 4.4K 25
"Mau kakak tuh apa si sebenernya?!" Ucapku dengan nada yang lebih tinggi. "Mau gua? Lo mau tau apa mau gua?" Jawabnya sembari turun dari motornya lal...
18K 1.5K 29
Shan adalah pemuda pengidap skizofrenia, pemuda aneh dengan sejuta tabiat yang membuat siapa saja pasti akan menganggapnya gila. "Hades... kau kah it...
28.1K 1.6K 48
Gathan tidak akan menyangka setelah pertemuan pertamanya dengan Gladies, akan berdampak besar pada kehidupannya. Memberi warna di setiap hari-harinya...