π™Ύπšžπš› π™³πšŽπšœπšπš’πš—πš’ (#𝟸 𝙴...

Door _sidedew

615K 30.9K 2.5K

#Book-2# BIJAKLAH DALAM MEMBACA! 18++ . . . π‘Ήπ’Šπ’„π’‰π’†π’π’π’† π‘ͺπ’“π’†π’”π’†π’π’„π’Šπ’‚ π‘¬π’…π’Žπ’π’π’… π’Žπ’†π’π’šπ’Šπ’Žπ’‘π’–... Meer

CAST
-Prolog-
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
-Epilog-
EXTRA CHAPTER

Chapter 68 [END]

11.5K 426 62
Door _sidedew

Playlist : Avril Lavigne - Happy Ending

Please, ku mohon jangan kecewa 👍

-HAPPY READING-

🌷🌷🌷

18+

Menikmati pagi yang mulai terkikis oleh siang. Setelah terjadinya pertengkaran antara mulut dan mulut, kedua tersangka itu justru mengakhirinya dengan berbaikan yang juga ditutup dengan memadu kasih untuk menyalurkan rasa rindu yang menggebu.

Tidak sepenuhnya selimut membalut tubuh telanjang mereka terutama sang wanita yang kini memimpin percintaan. Dengan rambut yang terurai berantakan, wajah bersemu kemerahan juga tatapan sensual yang sangat menggairahkan. Dua bagian yang menggantung itu berayun-ayun cepat tak kuasa bagi si pria untuk tidak memainkannya.

Alaric mengangkat tubuhnya sehingga dia duduk berpangku Richelle, pun wanita itu semakin menjadi akibat ulah suaminya yang terus menggerayangi setiap inci tubuhnya di bagian sensitifnya.

Keringat seolah tak berhenti. Rasa lengket dan panas melingkupi keduanya. Astaga, Richelle tidak tahan, gelombang itu akan sampai dan ia sangat menantikannya.

Keletihan yang menyerangnya memperlambat Richelle untuk bergerak, hal itu pun disadari oleh Alaric.

"Shit!" Richelle menggeram kesal karena tiba-tiba saja Alaric membanting tubuh mungilnya begitu saja saat ia akan mendapat orgasmenya.

"Wow, kau semakin menggairahkan saat mengumpat, sayang..." Suara berat nan seksi itu menyeringai.

"Please! Alaric.. ugh," Richelle merengek dan hampir mau menangis rasanya karena Alaric justru malah menggodanya.

Pria itu membalik tubuh Richelle dan ia pun tahu gaya favorit suaminya ini akan membuatnya semakin terseret-seret dalam kenikmatan.

Bermenit-menit lamanya, kelegaan pun akhirnya tiba. Richelle mengeluarkannya begitu deras dan Alaric tidak membiarkan istrinya menikmati pelepasannya. Al semakin brutal untuk gilirannya menanamkan semua benih cinta dalam rahim wanitanya.

Desahan pun melolong erotis yang berpadu dengan geraman berat. Nafas mereka beradu kasar dan terengah-engah dalam balutan kepuasan yang tidak bisa disetarakan dengan apa pun karena bercinta adalah sesuatu yang paling nikmat bagi manusia pemilik nafsu sebenarnya.

Richelle merebahkan tubuhnya di dadanya yang bidang, nafas keduanya masih terdengar berat dan menciptakan waktu untuk saling diam dalam kemesraan. Membiarkan tangan hangat itu meremas lembut miliknya yang tidak terhalang apa pun. Selimut mereka dibiarkan menutupi bagian bawahnya saja karena pendingin ruangan belum menghilangkan panas yang menggerahkan.

"Al.."

"Iya, sayang?"

Richelle mengulum senyum dengan respon Alaric yang terlalu cepat.

"Kenapa, hum?" Dikecupnya puncak kepala itu dengan sayang. Suaranya memang setengah berbisik karena terlalu menikmati dengan mainannya.

"Boleh aku pergi? Maksudku, berlibur. Aku butuh tempat dan menenangkan diri."

"Boleh. Negara mana yang menjadi list mu?"

"Swiss?" Usulnya yang mendapat anggukan kepala.

"Aku akan meminta Devano untuk menyiapkan penerbangan kita, juga para pelayan untuk mengepak koper yang kita butuhkan selama di sana." Katanya dengan antusias.

"Al, kau tidak perlu ikut. Aku saja sendiri tidak apa-apa."

"Tidak, tidak! Aku yang keberatan, membiarkan mu sendirian di negara orang? Kau mau membunuh ku karena kekhawatiran?" Alaric tidak terima.

"Tapi, kan, kau sibuk. Kau harus selalu berada di kantor." Ujarnya setengah merengek.

"Yang ada pekerjaan ku justru terganggu karena tidak tenang membiarkan mu pergi, sayang."

"Al.." Richelle dengan manja.

"Hei," Alaric merubah posisi tidurnya. Merendah agar wajah mereka saling berhadapan. "Kita yang akan pergi. Berdua. Kau butuh healing? Biar aku yang menemani, soal pekerjaan ada ayah ku yang pastinya tidak menolak. Jika ia tahu aku terus bekerja sedangkan menantunya pergi sendirian, yang ada bukan hanya Fernando saja yang memarahi ku tapi semua keluarga kita juga! Yang mereka tahu kau belum benar-benar pulih, sayang. Dan aku harus setia berada di sisi mu."

Perasaan Richelle jadi menghangat. Tidak sepenuhnya dia ingin pergi sendiri tapi karena tidak mau mengganggu tanggungjawab suaminya pada perusahaan, ia pikir biarkan saja Alaric di sini tak perlu menemaninya.

"Baiklah. Kita liburan ke Swiss." Pungkas Richelle disertai senyum yang merekah cantik.

"Mau berapa lama? Sebulan? Dua bulan?" Tawar Alaric.

"Hei! Tidak usah lama-lama juga! Satu Minggu saja sudah cukup."

"Apa itu cukup, sayang?" Kata Alaric menyipitkan mata.

"Cukup, apalagi jika berdua dengan mu." Richelle membelai pipinya.

Alaric mengambil tangannya dan membawanya ke bibir untuk ia cium punggung tangan itu. "Aku akan setia, sayang. Jangan berani-beraninya pergi dariku apalagi menyuruh ku untuk menikah lagi!"

Anggukan kepala menjadi jawaban atas ucapan Alaric yang begitu serius itu. Richelle tidak rela jika harus kehilangan pria ini karena perempuan lain.

Kemudian, Alaric duduk di ranjang mereka lalu mengambil telepon genggamnya untuk menghubungi Devano. Tidak sampai menunggu, pria di seberang sana sudah menjawab teleponnya.

Richelle hanya memperhatikan dan mendengar segala perintah otoriter suaminya itu kepada Devano. Mungkin tidak sampai sepuluh menit Alaric meletakkan ponselnya kembali.

"Jadi, kapan kita berangkat?" Todong Richelle kemudian.

"Malam ini, tidak apa kan?"

"Hum, tak apa. Toh belum ada yang kita siapkan."

"Mandi?" Tanya Alaric menyeringai nakal.

Tatapan itu membuat Richelle panas dingin. Kenapa mudah sekali terhanyut dalam gairah hanya karena tatapan sensual dari pria itu. Belum lagi bagian sensitifnya sudah kembali berdenyut dan menghiraukan rasa sakit yang belum mereda.

"Berdua?" Richelle memberi lampu hijau.

Dalam sekejap, Richelle sudah berada di gendongannya. Saling bertarung lidah menuju kamar mandi. Alaric mendudukkan tubuh cantik itu pada pinggiran bathub sedangkan dirinya menyalakan air hangat untuk memenuhi bak mandi mewah itu.

Bak model majalah dewasa, Richelle berpose nakal yang amat menggoda naluri sebagai lelaki. Pria itu menyeringai dengan tatapan berkabut gairah apalagi Richelle sengaja melebarkan kakinya lagi sehingga sesuatu yang merekah bagai kelopak mawar itu mengundangnya untuk menghisap madu yang ada di dalamnya.

Richelle dibuat kalang kabut, ia sangat lemah jika bagian itu sudah diraup habis oleh kehangatan dari mulut sang suami. Seolah sebagian energinya mulai terkikis sebelum masuk ke intinya.

Dan benar saja, dia sudah tak berdaya apalagi tubuhnya mengeluarkan cairan bak air mancur karena bukan hanya dengan mulut saja, jari jemari besar itu pun ikut berpartisipasi.

Hampir melupakan air yang meluap di bathub, Alaric mengangkat tubuh Richelle dan mereka sama-sama mendesah lega ketika kehangatan dari air itu membasuh tubuh mereka.

Dengan posisi memunggungi Alaric, bersandar nyaman di dadanya, pria itu mengarahkan bukit gairahnya pada bagian yang masih saja terasa sempit.

"Lagi?" Richelle bersuara lirih dan lelah namun wajahnya yang sayu tetap memasang kerlingan nakal nan sensual.

"Of course, honey."

Dan Richelle pun tahu bahwa setengah jam di dalam kamar mandi tidak lah cukup.

🌷🌷🌷

Sesuai rencana. Malam harinya setelah segala persiapan sudah siap, pesawat pribadi pun membawa mereka ke negara yang dituju.

Dengan bantuan Effie untuk menyewa satu penginapan mewah yang berada di Jenewa, Swiss.

"Yes, Sir. Untuk kabar lainnya akan aku sampaikan setelah Anda pulang dari liburan Anda. Apakah aku perlu mengubah jadwal pertemuan Anda dengan beberapa klain? Mengingat besok Tuan Fernan lah yang akan menggantikannya." Suara Effie terhubung lewat layar MacBook pro di atas meja.

Alaric dan Richelle memang masih berada di dalam pesawat menuju Swiss. Sengaja menghubungi Effie lagi untuk membicarakan urusan kantor.

"Tidak ada yang perlu dirubah. Namun jika ayahku yang meminta, lakukan saja. Tapi apakah pihak dari mereka tidak keberatan jika tiba-tiba menunda pertemuannya?" Alaric membalas.

Richelle yang duduk tepat di sampingnya tidak ikut menyimak orbolam mereka begitu dia sudah menyapa Effie. Wanita dengan dress katun bermotif kotak-kotak merah muda itu tengah asyik berseluncur di dunia Maya.

"Baik, akan aku tanyakan lagi pada Tuan Ferdinand, Sir."

"Bagus.... Omong-omong, hotel mana yang kau sewa untuk kami?

"Hotel Presiden Wilson." Ujar Effie di seberang sana.

"WHAT!!"

Effie sedikit meringis kedapatan wajah Richelle yang tiba-tiba mendekati layar dengan mata terbelalak.

"Apa tidak ada hotel lain yang tidak kalah bagusnya? Kenapa harus hotel mahal itu?" Alih-alih bertanya pada suaminya, Richelle justru bertanya pada Effie yang tersenyum kikuk di sana.

"Maaf, Mrs. William, tapi itu adalah hotel terbaik--"

"Tapi mahal!" Richelle mendesah lesu dengan bibir bebeknya.

Bayangkan saja, harga per malamnya bisa mencapai 2 Milyar, memang bagi para tamu hotel yang bermalam di kamar itu akan difasilitasi dengan chef pribadi, kepala pelayan serta tim keamanan yang siap menjaga selama 24 jam. Luas kamar yang mencapai 1,680 meter persegi menjadikan ruangan di sana sebagai kamar hotel terluas yang ada di Eropa.

Fasilitas lain seperti ruang ganti yang luas, meja biliar, piano Steinway Grand dan jacuzzi juga dihadirkan di kamar yang terletak di lantai delapan Hotel President Wilson.

Satu ruangan terdiri dari dua kamar tidur yang dilengkapi dengan semua fasilitas tersebut. Menariknya, kamar hotel itu menghadap langsung ke sebuah danau yang indah sehingga setiap tamu hotel bisa menikmati panorama cantik ini setiap harinya.
Hotel itu juga menyediakan lift pribadi untuk setiap pengunjung yang ingin menginap.

Effie hanya meringis dan tertawa garing. Kalau dipikir-pikir kenapa sampai segitunya respon orang kaya terhadap hotel mahal?

"Effie, aku tutup sambungannya. Terimakasih."

Pun setelah Effie menjawab penuh hormat, MacBook itu Alaric tutup dan ia sedikit menyerong untuk berbicara dengan istrinya.

"Hei, ada apa dengan hotel itu? Kau tidak suka?"

"Ck, siapa yang tidak suka dengan hotel itu? Tentu saja aku suka! Hanya saja kita akan menginap satu Minggu di sana, kau juga pasti tahu berapa harga per malamnya!"

"Hanya 2 Milyar." Ucap Alaric enteng.

Richelle mendelik tajam. Melihat tangan di dada. "Hanya kau bilang? Dasar orang kaya!"

"Kau juga kaya, sayang." Karena gemas, Alaric menarik rahangnya lalu memagut bibir Richelle penuh candu.

Meski awalnya Richelle memberontak pada akhirnya ia terhanyut juga. Sampai-sampai ia membiarkan tangan Alaric menyelinap ke bawah roknya, membelai pahanya dengan gerakan menggoda.

Karena masih membalas ciuman Alaric, Richelle mendesah tertahan saat Alaric berhasil memasukkan dua jarinya di sana.

🌷🌷🌷

Setelah menghabiskan waktu kurang lebih delapan jam, akhirnya mereka bisa langsung beristirahat. Alaric melepaskan semua pakaian Richelle, wanita itu tidak mau bangun karena sudah sangat mengantuk. Alaric tidak berniat untuk memakaikannya baju yang lain, jadi ia biarkan saja bergelung dengan selimut.

Melakukan mandi kilat. Bertelanjang dada, Alaric ikut membaringkan tubuhnya yang lelah bersama sang istri sembari memeluk Richelle tentunya.

Bukan satu Minggu, melainkan sepuluh hari lamanya mereka berlibur di Swiss. Mengunjungi berbagai tempat yang cocok untuk healing versi mereka.

Seperti menikmati keindahan Gunung Pilatis yang merupakan gunung massif terkenal yang menghadap ke Lucerne di Swiss. Mereka dimanjakan oleh pegunungan yang tertutup salju saat menaiki kereta gantung.
Juga, menikmati makan siang di tas ketinggian sangat lah menakjubkan.

Selain itu, Richelle juga mengajak Alaric pergi ke Jembatan Kapel.
Jembatan tua ini sangat menarik untuk dikunjungi dengan desain dari kayu yang melintasi danau tengah kota Lucerne.

Dari atas Chapel Bridge ini, Richelle bagai anak kecil saat melihat pemandangan danau yang luar biasa beserta angsa-angsa yang berada di sekitar tempat ini.

Tempat lainnya yang mereka kunjungi seperti Titlis yang  merupakan suatu gunung berada di pegunungan Alpen dengan ketinggian sekitar 3.029 meter.

Keduanya bermain-main dengan salju, snow tubing, berfoto dengan baju tradisional Swiss dan melakukan aktivitas menarik lainnya penuh kebahagiaan.

Menghabiskan waktu dengan berfoto-foto tentunya banyak para penggemar Richelle yang merasa bahagia dengan kemunculan Richelle kembali di media sosial karena setelah  mendengar kabar buruk kala itu, Richelle memang sengaja menutup diri bahkan semua jadwal pemotretan pun dicancel yang akhirnya ia dikenakan ganti rugi.

Alaric benar-benar memberikan waktu semaksimal mungkin untuk istrinya, ia hanya akan membuka laptop untuk membantu pekerjaan Fernando dari sini-- saat malam tiba lebih tepatnya jika Richelle sudah tidur.

Karena Richelle butuh liburan untuk mengalihkan perasaan sedihnya dari kabar duka itu, Alaric mengerti dan tidak memintanya untuk memuaskan hasrat biologisnya selama mereka di Swiss. Karena kedatangan mereka ke sini bukanlah untuk berbulan madu.

Sampai di malam terakhir mereka, Richelle baru lah bertanya kenapa Alaric tumben sekali tidak memintanya untuk bercinta. Richelle tersipu sekaligus terharu mendengar jawaban dari suaminya itu.

Pun pada akhirnya, Richelle sendiri lah memberi kepuasan batin untuk sang suami di malam itu juga. Mereka memadu kasih sampai larut malam yang tentunya tidak hanya di kamar saja sehingga kepulangan mereka yang seharusnya dijadwalkan pagi menjadi sore hari karena Richelle benar-benar butuh waktu istirahat.

Saat ini mobil mereka sedang melaju ke bandara. Richelle terus bergelayut manja di lengan sang suami dan Alaric membelainya penuh kelembutan.

"Sayang," Richelle memanggilnya sembari melepas diri yang sebelumnya bersandar di lengan Alaric.

"Iya, sayang. Kenapa?" Sepasang mata teduh itu berpayung penuh cinta saat membalas tatapannya.

"Aku sudah memikirkan hal ini, jujur saja memang berat sekali tapi aku sudah yakin dengan keputusan ku,"

Alaric hanya diam sembari menggenggam sebelah tangannya. Ia menunggu kelanjutan dari perkataan sang istri. Richelle memperhatikan tangan mereka sekilas lalu melanjutkan, "aku akan berhenti dari dunia modeling. Pearl'e sudah cukup menjadi kesibukan ku."

Alaric tidak bisa menyembunyikan senyum leganya. Akhirnya Richelle mau melepaskan pekerjaan itu tanpa lagi karena paksaan.

"Maaf, tapi aku merasa senang mendengar keputusan mu." Ucap Alaric kemudian.

Richelle segera berhambur ke pelukannya. "Kenapa aku jadi ikut senang, Al?" Katanya tertawa pelan tanpa paksaan.

Alaric mengurai pelukan mereka. Menyelipkan helaian rambut Richelle ke balik telinganya, "kau baik-baik saja dengan keputusan mu ini? Janji tidak akan stres?"

Wanita itu menampilkan senyum lebar nyaris memamerkan deretan giginya. "Justru aku yakin akan baik-baik saja, aku tidak mau terlalu menghabiskan waktu dengan pekerjaan yang membuat ku kelelahan. Kehilangan bayi kita menjadi suatu pelajaran yang bisa ku ambil, aku tidak mau sampai kehilangan dia lagi jika nanti aku hamil walau aku tidak yakin apakah bisa hamil lagi atau tidak."

"Ssstttt... Ucapan adalah doa! Jangan mengatakan hal buruk, sayang." Alaric membingkai wajah Richelle dengan kedua telapak tangannya.

"Percaya kan saja semuanya pada Tuhan. Aku yakin cepat atau lambat kau akan melahirkan bayi-bayi lucu yang menciptakan keramaian di mansion kita."

🌷🌷🌷

Tiga bulan menuju hari anniversary pertama pernikahan mereka, selama itu juga Richelle kerap kali membeli alat tes kehamilan hanya untuk memastikan karena siklus menstruasinya yang tidak teratur.

Namun tetap saja hasilnya negatif begitu pun saat ia coba periksakan ke dokter. Richelle sudah tidak menaruh harap berlebihan, khawatir akan kecewa yang berlebihan pula.

Tepat saat mereka baru pulang dari dinner romantis untuk merayakan anniversary, Richelle merasa mual yang sangat menyiksa. Tapi dia tidak mau menduga kalau-kalau jawabannya tetap seperti semula.

"Kita ke rumah sakit, hum? Wajah mu sangat pucat, sayang. Aku takut karena keracunan makanan dan jika itu benar! Aku pasti akan menuntut chef di restauran ku sendiri."

"Mungkin aku hanya masuk angin saja, Al." Richelle setengah yakin.

"Tapi ini sudah ke-enam kalinya kau masuk kamar mandi dan muntah-muntah!" Alaric nyaris meninggikan suaranya.

Tanpa ia duka, Richelle justru terisak karenanya. "Kau membentak ku? Kenapa marah-marah? Aku ini sedang sakit! JANGAN DIBENTAK-BENTAK!" Richelle berteriak di akhir ucapan.

"Tidak, sayang.... Aku tidak bermaksud untuk memarahi mu, aku hanya mencemaskan mu. I'm sorry, honey."

"Bawa aku ke rumah sakit! Untuk memastikan apa benar aku keracunan makanan! Kalau memang iya, aku sendiri yang akan menuntut mu!" Ucap Richelle nyaris berteriak.

Alaric meringis. Ia pun menyetujuinya dan segera membopong Richelle ke rumah sakit milik mertuanya itu.

Sesampainya di sana, dokter yang memeriksa justru tidak menemukan fakta bahwa Richelle keracunan makanan atau masuk angin semata.

"Anda baik-baik saja, Nyonya. Aku rasa sebaiknya kalian periksakan saja ke dokter kandungan karena dari gejalanya sudah menunjukkan gejala orang hamil." Kata dokter itu dengan ramah.

Richelle hanya menggeleng kepala kuat-kuat. Ia tidak mau mendengar kabar yang mengecewakan, belum siap. Bahkan sebulan terakhir ini Richelle juga sengaja tidak dulu memeriksanya sendiri dengan testpack.

"Kita hanya memastikan saja, ayo periksa." Pinta Alaric dengan lembut.

"B-bagaimana jika hasilnya negatif? Aku tidak mau membuat mu kecewa lagi."

"Aku sama seperti mu. Sudah menyiapkan diri untuk selalu baik-baik saja jika pemeriksaan ini kembali dilakukan. Aku tidak menaruh ekspektasi terlalu tinggi. Hanya untuk memastikan saja tidak apa-apa, kan?" Alaric penuh harap. Memang suaminya ini tidak pernah tahu jika Richelle diam-diam selalu periksa ke dokter sendirian, tidak juga menunjukkan testpack yang dia coba.

Pun dengan enggan karena masih ada perasaan takut, Richelle akhirnya mengiyakan ajakan suaminya itu.

"Silahkan, Nyonya berbaringlah di sini." Begitu dokter kandungan mempersilahkan setelah mereka menyampaikan keluhan mengenai Richelle.

"Permisi, ya." Dokter yang juga wanita itu meminta izin untuk membuka kemeja Richelle di bagian perut.

Alaric terus menggenggam tangan Richelle yang terasa dingin dan mengerat. Dia tersenyum dan membelainya untuk membuat Richelle lebih rileks.

"Puji Tuhan... Anda benar hamil Nyonya!" Pekik sang dokter dengan wajah senang berseri-seri. "M-maaf, saya terlalu antusias jika kedapatan kabar bahagia ini."

Sedangkan sang dokter terus berucap, sepasang suami istri itu justru terdiam seperti manusia kebingungan.

"Dokter yakin? Bisa saja itu empal daging karena aku memang baru saja memakannya."

Sang dokter terkekeh mendengar perkataan polos dari pasiennya ini. "Tidak, Nyonya. Itu adalah bentuk janin. Kalian bisa melihatnya, ada tiga kantung. Itu berarti bayi kalian adalah triplet. Mari, aku jelaskan lagi."

Mendengar kabar bahwa istrinya hamil saja sudah membuat Alaric linglung dengan keterkejutan yang belum usai, ini sudah dikabari lagi bahwa ternyata ada tiga calon bayi dalam perut istrinya.

Wow, tangguh juga benihku. Batin Alaric.

Bahagia? Tentu saja Alaric sangat bahagia. Begitu kesadarannya telah menguasai, ia menghujani banyak kecupan di wajah Richelle tidak peduli dengan keberadaan dokter yang tertawa melihat mereka.

Kabar baik itu langsung saja mereka umumkan pada pihak keluarga. Stephanie menangis sejadi-jadinya karena rasa bahagia yang membuncah tak terkecuali Skyla bahkan ibu mertua Richelle itu sudah berdiskusi dengan Stephanie untuk menentukan hadiah apa saja yang akan mereka beli untuk calon cucu-cucu mereka.

Baik Fernando maupun David lebih bersikap tegas pada Alaric agar menjaga Richelle lebih protektif lagi. Mereka tidak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada bayi-bayinya.

.
.
.
-END-

✨ ✨

Yaps! Cerita ini benar-benar selesai sampai di sini, Sabtu 2 April 2022.
Yang minta happy ending, of course yes! Aku suka yg happy happy di akhir sebuah cerita :)

Untuk epilog dan Extra Part, pastinya ada tapi gak sekarang² aku publish nya.

Berhubung besok bulan puasa ditambah lagi Dew udah mulai kuliah lagi, kemungkinan bakal HIATUS sementara.

Jadi, aku harap kalian jangan teror aku buat publis cerita lain dulu yaaaa...
Mohon pengertiannya,

Terimakasih buat ketersediaan kalian meluangkan waktu untuk membaca semua karya ku, seneng banget selalu dapet tanggapan positif dari kalian, Saranghae..... 😭💋

Buat kalian yang gak suka sama cerita aku, plis SKIPP aja! Tanpa perlu meninggalkan komentar buruk apalagi melaporkan cerita ini ke pihak Wattpad yang justru bakal ngerugiin aku.
Iya, sih gak baik bikin cerita 18+ or 21+ tapi kan urusan dosa ditanggung masing-masing, begitu juga aku.

So, yang merasa tidak mau otaknya terkontaminasi oleh berbau bau konten dewasa, add cerita author lain aja yaa BESTIE!

Thank you everyone 😘😘

✨ Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan. ✨

Jakarta, 02 April 2022
©_sidedew

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

1.9M 93.6K 56
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
381K 14.1K 46
Capella Cough model berusia 26 tahun yang merupakan anak tunggal, tidak sengaja tersesat di ruang rahasia milik mafia yang bernama Lucas. Kejadian it...
99.6K 3.2K 55
Seri ke III dari trilogi Best Part (Liam McLachlan) Marcus Torenzo (27th) Banyak orang yang mengira bahwa dia adalah seorang pria berwibawa dengan ke...
159K 7.4K 56
~ ALEXANDER RAY MILTON ~ Anak semata wayang dari pasangan Steve dan Mia. Yang tentu saja dia akan menjadi pewaris ke 3 dari semua kekayaan dan juga...