HARMONIA (PCY)

By Jade-Gaara

1.9K 443 173

To you, please remain smiling. Or else, I will cry. HARMONIA - JADE More

rant :
1 - To You
2 - Suatu hari di musim semi.
3 - Friendly.
4. Deru Angin Musim Semi
5. Mata Bertemu Mata.
6. Dua Sisi
7. Alasan.
8. Kesenangan.
9. Di luar jangkauan.
10. Berandai-andai.
11. Tantangan
12. Titik Balik.
13. Kesalahan.
14. Park Sena (1)
15. Park Sena (2)

16. Dinner

146 28 11
By Jade-Gaara

Suara air yang beriak saat ia muncul kepermukaan mengisi indera pendengarannya, berpadu dengan suara napasnya yang naik turun memburu. Ia pikir ia telah begitu lama berenang di kolam itu, tubuhnya mulai menggigil dan sialan, otaknya mulai memikirkan hal-hal yang seharusnya sudah ia lupakan. Hal-hal itu adalah Park Sena, atau kau bisa menyebutnya Oh Sena sekarang?

Chanyeol beranjak dari kolam dan melenggang gontai menuju secangkir teh yang panasnya mulai mereda di atas meja.

Gara-gara terlalu banyak menghabiskan waktu di rumah, ingatan kelam tentang Sena kembali muncul di benaknya.

Tentang bagaimana dengan sekali keputusan, gadis itu menghancurkan tidak hanya hatinya, tapi relasi yang sudah ia bangun dengan orang-orang seisi rumah. Pengakuan yang Sena buat kepada ayah dan ibu sukses membuat ayah enggan menatap wajah Chanyeol lagi. Ibu--seperti berjalan di atas retakan kaca, menjadi sangat hati-hati dan menutup diri.

Rumah yang sempat menghangat karena keberadaan keluarga Sena menjadi beku.

Bukan berarti Chanyeol tidak mengerti kesalahannya juga, sih. Dia berperan lebih banyak dari Sena dalam menghancurkan keluarganya yang sudah diambang keharmonisan. Hanya saja..., Chanyeol masih sulit menerima kalau Sena mengambil keputusan gila dan meninggalkannya. Chanyeol pikir mereka akan bersama selamanya.

Sungguh naif.

Gadis itu bilang ia tidak pernah mencintai Chanyeol lebih dari saudara. Karena ucapan Sena, Chanyeol yang sudah hancur menjadi remuk berkeping-keping. Jika bukan karena alkohol, Suhwa dan alkohol lagi, Chanyeol tidak mungkin bisa bertahan hidup lebih lama. Empat tahun ini adalah keajaiban...

Bertemu Nora juga sebuah keajaiban.

Karena Nora adalah keajaiban, Chanyeol takut meraihnya. Walau ia tau memangkas jarak hanya tentang masalah bicara. Mengambil inisiatif untuk mengakui perasaan bukanlah hal mudah baginya.

Chanyeol masih trauma. Bagaimana bila hati yang ia ulurkan akan kembali dihancurkan?

Memberikan perasaanmu--hatimu pada orang lain sama seperti memberikan tanggung jawab kepada orang itu sepenuhnya. Antara mau meremukkannya atau menaruhnya di etalase kaca sebagai benda paling berharga.

---

"Sudah makan?"

Hari ini lagi, setiba di kediaman keluarga Park bersama Sooyoung, Nora yang melenggang hati-hati dan tidak mau menarik perhatian terpaksa dihentikan langkahnya oleh Chanyeol yang keluar dari dapur. Seperti tidak membiarkan Nora untuk lega.

"Oh, Chanyeol, kau memasak?" Sooyoung sangat antusias.

"Iya, maaf ya. Aku sibuk jadi aku tidak bisa menjemputmu." Chanyeol tersenyum kepada Sooyoung sebelum beralih menatap Nora. "Bagaimana kalau Miss. Nora hari ini bergabung makan malam dengan kami?"

Kata-kata pria itu seperti kutukan.

"E-eh, aku sudah makan di kantor. Aku lebih baik menunggu di kamar Sooyoung saja."

Nora bohong, dan berbohong membuatnya tidak nyaman. Tapi, berhadap-hadapan dengan Chanyeol setelah apa yang terjadi kemarin lebih membuatnya tidak nyaman jadi yah, satu dosa akan ia tabung di celengannya dengan suka rela.

"Bagaimana mungkin kami makan sementara Miss. Nora sendirian di atas sana." Seorang wanita dengan suara yang lembut datang. Jemarinya menyentuh pundak Nora seperti kelopak bunga yang jatuh di tanah. Sangat ringan dan elegan.

Dari penampilan wanita itu yang kendati memiliki kerutan di bawah mata dan area pipinya, masih tampil sangat menawan, Nora menebak kalau wanita itu adalah madam di rumah ini. Dalam kata lain--Ibu Chanyeol dan Sooyoung.

"Selamat malam," sapa Nora dan membungkuk dalam.

"Selamat malam," balasnya. "Kau pasti guru yang diceritakan Sooyoung, si 'Nona bersuara malaikat'."

"Aaak, Ibu. Jangan mengeksposku."

"Apa salahnya? Kau yang bercerita seperti itu kepada Ibu. Lagipula, Ibu percaya ucapanmu adalah pujian untuk Miss. Nora, kan?"

Sooyoung menggaruk pipi malu. "Yah, memang sih."

"Kalau begitu, Miss. Nora. Aku harap kau tidak keberatan bergabung dengan kami."

Bagaimana bisa Nora menolak kalau yang mengajaknya adalah ketua yayasan di sekolah mereka? Kepala sekolah saja tidak memiliki kesempatan emas ini. Tidak, kepala sekolah akan membunuh Nora bila tau Nora menolak ajakan Nyonya Park yang terkenal sulit diajak bicara.

'Aku jadi bingung antara harus senang atau stress atas ajakan ini?' Nora membatin sambil mengekori Nyonya Park yang menuju meja makan.

Sementara mengambil tempat kosong di samping Sooyoung, Nora memperhatikan Chanyeol yang kembali ke dapur. Ternyata, ditinggalkan bersama Nyonya Park lebih mencekik daripada ditinggal bersama Chanyeol. Situasinya benar-benar seperti berada di pemakaman. Hanya saja tidak ada yang mati sekarang. Yah, Nora mungkin akan mati cepat atau lambat di bawah tekanan kuat ini.

Satu-satunya solusi adalah melarikan diri!

"Se-sepertinya aku bisa memberikan sedikit bantuan pada Chan--"

Akk! Mengatakan nama anak laki-lakinya dengan nyaman pasti menimbulkan kecurigaan, tidak. Nora bisa dianggap lancang.

"Chanyeol," lanjut nyonya Park dan tersenyum. Ia bisa menebak Nora seperti membaca spanduk besar di bibir jalan raya. Gadis itu sangat salah tingkah.

"Aku tau kau dan puteraku adalah kenalan lama, Sooyoung sudah bercerita. Kau tidak perlu merasa sungkan Miss. Nora."

"Ah-ahaha. Maafkan aku."

Mana mungkin Nora tidak merasa sungkan. Ia sedang berada dengan wanita yang mempunyai kuasa atas karirnya. Situasi ini sudah seperti berada di atas papan catur, salah langkah lehernya bisa ditebas. Paling parah, Nora tidak tau cara bermain catur!

"Aku permisi kalau begitu..." Baiklah, lari adalah opsi yang tepat.

Setelah berpamitan kepada Nyonya Park dan Sooyoung, Nora berlalu meninggalkan meja makan. Ia menghampiri Chanyeol dengan langkah lebar dan cowok itu yang sedang memasak di bantu oleh beberapa pelayan--mengerutkan kening dengan seulas senyuman.

"Sudah tidak sabar melihatku?" sapa Chanyeol tidak tau malu.

"Diam, aku perlu bernapas." Nora terus masuk di antara para pelayan yang memakai apron. Mengabaikan perhatian dan asap yang berbaur di dalam keramaian, Nora menuju tempat yang agak senggang. Di dekat lemari pendingin, punggungnya bersandar di sana sementara ia mengatur napas karena gugup luar biasa.

"Kenapa?" Chanyeol menyusul masih memegang spatula.

"Jangan ajak aku bicara dulu!"

"Kalau kau memang kesulitan bernapas, di sini bukan tempat yang pas untukmu...," menaruh spatulanya di meja, Chanyeol kemudian menarik pergelangan tangan Nora.

"Aku tau tempat yang bagus untuk paru-parumu," lanjutnya.

Chanyeol melirik sebentar kepada kepala chef yang bertanggung jawab terhadap menu yang ia buat dan mengisyaratkan 'sisanya kuserahkan padamu!' sebelum berlalu menuju pintu keluar yang terletak di samping dapur.

Pintu itu terhubung ke taman samping rumah Chanyeol. Setiba mereka di sana, keriuhan dari chef yang sibuk bekerja dan dentingan peralatan memasak hilang dari udara.

Nora disambut oleh ketenangan langit malam dan pemandangan temaram oleh tanaman hijau dan jalan berbatu.

"Rasanya seperti memasuki lemari ke Narnia," komentar Nora tulus dari ketakjuban yang muncul di kepalanya.

"Apa kau sudah bisa bernapas dan diajak bicara?" Chanyeol melirik wajah Nora dari samping, suaranya sengaja dibuat jenaka.

"Terima kasih, kau menyelamatkanku."

"Dari siapa?" tanya Chanyeol lagi. "Apa kau takut dengan ibuku?"

"Tidak seperti itu...," sangkal Nora. "Aku hanya tidak nyaman. Ibumu adalah atasannya atasanku di sekolah. Aku merasa sangat tidak pada tempatnya, dan ah--maaf."

Nora lupa siapa tempatnya meracau. Pria ini adalah anak wanita itu.

"Tenangkan dirimu di sini," ujar Chanyeol, menyarankan bangku kayu yang berada di bawah lampu.

Dengung tipis binatang yang mengurungi cahaya lampu itu menyapa telinga. Nora mendengar suaranya tapi tidak peduli karena Chanyeol sekarang berada di depannya. Tersenyum manis dengan binar mata yang lagi-lagi menyesatkan kewarasannya. Nora terguncang ketika ingatannya tentang kemarin malam kembali menyeruak ke permukaan.

Rasa bibir itu di bibirnya seperti lemon soda. Manis dan menyengat di lidahnya.

"Tolong jangan melarikan diri lagi," godaan Chanyeol memperburuk situasi. Pria itu sepertinya sedang mengingat momen yang sama juga. Terlihat jelas sekali dari matanya yang berbinar jenaka.

Ah, menyebalkan.

"Mana mungkin aku bisa melarikan diri."

Nora mendudukkan dirinya di atas bangku tersebut dan memandang ujung sandal rumah yang sekarang mendekap kakinya.

"Aku sudah tidak bisa melarikan diri." Nora bergumam lesu.

Baik itu menyangkut dinner ataupun masalah yang sudah ia timbulkan kemarin. Mencium Chanyeol adalah kesalahan, melarikan diri tidak akan membuat kejadian kemarin tidak terjadi.

"Maafkan aku," gumam Nora. Kepalanya masih tertunduk dan Chanyeol hanya bisa melihat ubun-ubunnya. "Apa yang kulakukan kemarin--itu--"

"Jangan meminta maaf," potong Chanyeol cepat. "Aku tidak pernah menganggap kejadian kemarin sebagai kesalahan. Aku tidak menyesal dan aku akan mengulangnya lagi andai saja itu tidak membuatmu melarikan diri."

Nora mengangkat kepala. Raut tegangnya yang berbaur dengan kekesalan terpatri kentara. "Jangan tolol. Aku sudah bilang untuk jangan membingungkanku, kan?"

"Kalau semuanya jelas, apa kau akan membiarkanku melakukannya lagi?"

"Huh?"

"Menciummu, atau bahkan lebih dari itu?"

"Tidak, tidak. Bukan itu masalahnya." Nora frustasi. "Aku tidak mengharapkan apa-apa lagi padamu. Aku tidak mau mempunyai kaitan apa pun padamu selain masalah pekerjaan ini, Park Chanyeol. Karena itu--aku memintamu berhenti dengan segala keambiguan yang kau tunjukkan."

 Ah, kenapa setiap tempat di rumah ini selalu membuatnya tersudutkan?

"Apa maksudmu kau sudah tidak menyukaiku?"

"Aku tidak mau menyukaimu," sambar Nora. Ia sedikit terkejut dengan keagresifan di suaranya. "Pokoknya berhenti mengusikku. Aku datang ke sini hanya untuk mengajar Sooyoung."

"Tapi aku menyukaimu," sahut Chanyeol.

Persetan dengan risiko yang keluar dari kata-katanya. Jika kata itu bisa mengikat Nora padanya maka ia akan mengulangnya.

"Aku menyukaimu."

Kata-kata itu seharusnya indah di telinga, manis di hatinya dan membuat ia berbunga-bunga. Tapi, saat Chanyeol mengungkapkannya, Nora hanya merasa terbelenggu.

Akan sangat manis bila ia mendengar tanggapan itu empat tahun lalu. Tapi sekarang, ketika mempunyai ketergantungan, kesukaan terhadap suatu hobi maupun orang merupakan pengalaman yang mengerikan bagi Nora, ia tidak mau merasakan hal yang sama lagi--patah hati.

"Itu tidak membantu sama sekali," jawab Nora, ekspresinya mati. Ia berlalu melewati Chanyeol dengan pundak yang merosot layu. 

Ada sesuatu yang lebih dari sekedar penolakan di mata Nora. Kesedihan yang familiar tercermin di indah iris hazelnya. Chanyeol merasa seperti mengenal kesedihan yang sama. Ketakutan yang sempat mencengkramnya juga ada pada Nora.

"Nora," panggil Chanyeol kembali. "Aku akan terus berusaha sampai kau membuka hatimu kembali, bagaimana?"

"Hah?"

"Aku belum menyerah."

Chanyeol tau Nora menyukainya. Ini bukan sekedar perasaan intutif saja. Ia tau karena ia mengingat rasa Nora di bibirnya. Ia tau mereka berbagi keinginan yang sama terhadap satu sama lain. Ia hanya perlu menunggu..., menunggu Nora membukakan kesempatan itu.

"Jangan melakukan sesuatu yang sia-sia."

Chanyeol tersenyum jenaka, "Belum ada satu pun usahaku yang berakhir sia-sia, Nora."

Sebaliknya, semua upaya pendekatan yang pria itu lakukan berjalan lancar. Dalam beberapa kali pertemuan saja, Chanyeol sudah berhasil membuat Nora lepas kendali dan menciumnya. Berapa kali pertemuan lagi hingga pria itu mampu membuat Nora berlutut di kakinya?

Itu menakutkan.

Bagaimana kalau Chanyeol memenangkannya?

"Miss. Nora..., apa yang kau dan Chanyeol lakukan di belakang sini?" Sooyoung muncul dari pintu dapur.

"Bukan apa-apa." jawab Nora.

Seharusnya, ini bukan apa-apa. Tapi hatinya meronta-ronta.

----

Continue Reading

You'll Also Like

656K 76.5K 60
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
101K 17.8K 35
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
249K 34.2K 24
Sederhana saja. Hanya tentang kehidupan tiga bersaudara putra Pak Bratadikara yang akan membuatmu harus memutuskan antara dua pilihan, yakni mengingi...
115K 6K 25
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...