HELP [Tamat]

By TintaBiru26

327K 24.3K 2.9K

Aksa bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hidupnya hanya di isi dengan luka,kecewa dan air mata. Dirinya... More

Kilas balik
Tokoh
Awal dari semuanya
Keluarga baru Dika
keluarga baru Mona
Doa Arya
Terlambat?
Pingsan
Ikut senang
Alergi
Amarah
khawatir
Sendirian
hal yang tak di inginkan
Aksa atau Rayyan?
bagaimana caranya?
Darren
haruskah?
andai Dika tau
Rencana tuhan
kenapa selalu aku?
Pertanda?
Sakit.
kenapa?
Harus kemana?
yang selalu ada
Haruskah berkorban?
haruskah berkorban? 2
jadi seperti ini rasanya?
Rasa yang tak biasa
Birthday Keenan
niat menolong
belum usai
Rayyan
sama-sama tumbang
tidak ada rasa kasihan
istirahat sejenak
Trauma
Kecewa
Sekedar Info
Bullying
di pendam sendiri
ternyata?
sama-sama takut
salah?
pertanda? 2
Kesakitannya
amarah?
berhenti berdetak?
Arka Bodoh
Mimpi dan kabar baik
satu kesakitannya terbongkar
tawanya
aku lagi?
siapa sebenarnya Calista?
Pergi.
jadi?
berawal
menyesal?
mulai mencari?
menghilang bak di telan bumi.
Baru
Dami-nya Rio
Akhir?
kepergiannya
Selesai
Good Bye
Cerita baru
GaReNdra
Baca dulu yukk

perundungan

3.9K 332 6
By TintaBiru26

HALO SELAMAT MALAM

MAAF BARU BISA NEXT

.
.
.
.
.

Pagi-pagi buta, Aksa sudah berkutat di dapur. Menyiapkan hidangan lezat untuk mereka sarapan. Tangan itu begitu lihai memotong sesuatu.

Sekitar 30 menit, hidangan yang Aksa siapkan sudah tertata rapi di atas meja. Senyumnya mengembang tipi. Semoga saja mereka suka. Pikirnya.

"Bang Arka? Bang, sarapan dulu. Sudah aku siapkan," ucap Aksa saat melihat Arka melewati meja makan begitu saja. Arka tak merespon, ia malah berjalan ke ruan tamu, mendudukkan dirinya di sana.

Aksa menghela nafas. Kakinya melangkah menghampiri Arka. Namun belum juga sampai di hadapan Arka, Aksa menghentikan langkah, ringisan kecil keluar dari bibir tipisnya. Tangannya bertengger di pinggang kanannya.

Kenapa sakit lagi? Padahal dirinya sudah meminum obatnya. Apa fungsi ginjalnua semakin menurun sampai-sampai meminum obat pun sudah tak mempan? Entahlah.

"Ya Allah sakit," ingin sekali ia menemui seseorang dan memeriksakan diri, tetapi ia takut.

Jauh dari tempat Aksa berdiri, seseorang memperhatikannya, keningnya mengernyit pelan.

"Ada apa dengan dia?"

"Selamat pagi..."

Aksa menoleh, di ujung tangga paling atas ada Darren dan Rayyan. Entah apa yang sedang mereka obrolkan. Keduanya menuruni tangga dengan beriringan.

"Bang Darren, bang Rayyan, selamat pagi. Sarapan dulu, Aku udah siapkan." ucap Aksa.

"Jangan pernah kalian menyentuh atau memakan masakan dia kalau kalian tidak ingin bernasib sama seperti anak bungsu Dika. Ah,anak sambung yang sudah Dika anggap anak kandung sepertinya." ujar seseorang seraya menuruni anak tangga.

"Ayah?" Lirih Rayyan pelan. Ya, itu Raffa.

Aksa menunduk. "T-tapi om, aku tida---"

"Bunda sudah pesan grabfood, mungkin sebentar lagi akan datang. Atau sudah datang, Arka sedang berada di ruang tamu. Kalian kesana saja, kita sarapan di sana. Bunda gak mau anak-anak bunda celaka."

Perih hati Aksa mendengarnya, Mona---wanita itu datang sembari berujar seperti itu. Apalagi tatapan Mona begitu sinis kepadanya.

"Ibuuu... Makanannya sudah datang. Ayok kita sarapan, Aku takut telat. " itu suara teriakan Arka.

"Nah, ayok sayang. Sarapannya sudah siap." Mona berjalan mendahului tanpa menoleh ka arah Aksa. Di susul oleh Raffa dan Darren. Kepala Aksa semakin menunduk, kenapa ia tidak di hargai sama sekali.

"Sa..."

Aksa mengangkat kepalanya, di sana Rayyan masih berdiri menatapnya dengan tatapan yang sangat sulit di artikan. Aksa tersenyum, kepalanya menggeleng, meyakinkan Rayyan bahwa dirinya tidak apa-apa.

"Tidak apa-apa bang, Abang sarapan saja. Kasihan yang lain sudah menunggu. Lagian ini hari Senin, takut telat juga kesekolah."

"Tapi lo---"

Aksa menggeleng, "Aku gak papa, Abang jangan mikirin aku. Sumpah aku gak papa, "

"Masakan lo?" Rayyan tidak tahu ada apa dengan dirinya. Kenapa seakan-akan ia peduli terhadap Aksa?

"Gak papa, nanti aku bawa buat teman-teman aku."

"Tapi kan lo---"

"Sudah ya bang, nanti aku telat. Gih, Abang sarapan dulu."

Rayyan tak menanggapi, ia hanya menatap Aksa yang sedang sibuk memasukan semua masakannya kedalam Tupperware. Miris.

"Rayyan,"

Rayyan tersentak, itu suara Darren. Ahh--pasti mereka sedang menunggu. Buru-buru Rayyan menghampirinya.

Setelah kepergian Rayyan, bahu Aksa bergetar begitu saja. Demi tuhan, ia kecewa, kenapa ia merasa tidak di hargai? Capek-capek ia bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan sarapan.

Tangan Aksa terangkat, menghapus air matanya. Ia tidak boleh cengeng. Mungkin mereka hanya takut apa yang terjadi sama Keenan, terjadi juga kepada mereka. Tidak apa-apa. Aksa paham.

*****

"Aku selesai," ucap Rayyan seraya menaruh gelas kosong yang sudah ia tegak airnya itu.

"Aku juga selesai," ucap Darren.

"Yasudah aku berangkat," Rayyan bangkit dari duduknya bertepatan dengan Aksa yang muncul.

"Ah dek, Lo berangkat sama gue. Gue gak mau, adek gue kenapa-kenapa." ucap Darren, matanya menatap Aksa dengan tatapan sinis.

"Lo juga Arka, berangkat bareng gue ke kampus kalo lo gak mau celaka." lanjut Darren, Arka mengangguk.

"Iya bang, gue sih ogah celaka di tangan dia. " ucap Arka seraya melirik Aksa dengan tatapan sinis. Darren tersenyum miring.

"Yasudah, anak-anak bunda berangkat nya hati-hati. Takut celaka, apalagi ada manusia jahat disini, ahh maksud bunda, banyak manusia jahat di dunia ini." kali Mona bangkit, menatap satu persatu anak-anaknya. Sesekali matanya melirik ke arah Aksa yang tengah menundukkan kepala.

"Ibu, sudah cukup, Aksa tidak sekuat itu bu."

"Yasudah aku juga berangkat, kamu hati-hati dirumah. Jangan makan sembarangan, apalagi makan masakan dia. Aku gak mau kenapa-kenapa dan kalau ada apa-apa kabari aku atau anak-anak."

Mona mengangguk seraya tersenyum, Rayyan, lelaki itu hanya terdiam menatap Aksa. Entahlah, kenapa hatinya ikut merasa perih. Ada apa?

"Yasudah Bu, Arka berangkat. Mungkin Arka akan pulang kerumah ayah, soalnya Keenan pulang nanti sore."

"Oke sayang, hati-hati di jalan. Jangan nakal di rumah ayah kamu ya? " Arka mengangguk.

Cup!

Aksa mengangkat kepala tepat saat Mona mengecup kening Arka. Ah--Aksa juga ingin merasakannya.

"Pasti Bu, aku bukan anak nakal apalagi jahat seperti dia." sinis Arka.

Kali ini Mona menghampiri Rayyan, mengecup kening Rayyan lembut sama dengan Mona mencium kening Arka.

"Kamu juga belajar yang rajin, biar jadi anak pintar. Biar bisa banggain bunda dan ayah ya sayang?"

Rayyan mengangguk, "iya bunda," setelah berucap Rayyan sempatkan melirik Aksa, lelaki itu tengah tersenyum ke arahnya. Dan Rayyan tau, senyuman itu menyiratkan kesedihan apalagi pancaran matanya, begitu sangat mencolok.

"Darren, bunda titip adik-adik kamu ya. Tolong antar adik-adik kamu ketujuannya dengan selamat, banyak orang jahat di sekitaran kita." lagi, Mona berucap seraya mencium kening Darren sekilas. Mona tahu, anak sambungnya itu tidak terlalu suka di perlakukan seperti itu.

Lagi, perlakuan Mona membuat hati Aksa sakit.

"Bunda tenang aja, aku pastikan Rayyan dan Arka selamat sampai tujuan. "

*****

"Abang Aksa!"

Aksa tersenyum lebar saat anak kecil di hadapannya begitu antusias menyambut dirinya.

"Wooyyy, Abang Aksa datang." teriak seseorang yang baru saja datang, sekitar 5 atau 6 anak berhambur memeluk Aksa. Aksa semakin melebarkan senyumannya.

"Selamat pagi," sapa Aksa.

"Pagi Abang." Aksa tertawa kecil saat mereka, ya mereka, anak-anak jalanan membalas sapaan Aksa. Ahh--kenapa mereka sangat menggemaskan di mata Aksa.

"Abang, Zia kangen sama Abang. Kenapa Abang jarang kesini akhir-akhir ini?"

Aksa tersenyum, ia membungkuk untuk mengelus Surai hitam anak perempuan yang bernama Zia itu.

"Abang sibuk dengan tugas sekolah Zia, makanya Abang jarang kesini. Tapi hari ini Abang kesini untuk menemui kalian. Tapi Abang gak bisa lama, Abang harus pergi ke sekolah."

"Yah Abang, padahal Abil ingin bermain dengan Abang. Abang tidak usah sekolah ya? Abang disini saja sama kami. " Aksa tersenyum mendengar ucapan Abil, anak lelaki berusia 7 tahun.

"Hey, kalo Abang gak sekolah,nanti Abang gak pinter, kalo Abang gak pinter Abang gak akan sukses. Gimana coba caranya Abang bangun sekolah untuk kalian heum?" suara Aksa begitu lembut, belum lagi genggaman tangan Aksa yang menggenggam bocah berumur 7 tahun itu begitu lembut.

Bahu bocah 7 tahun itu merosot begitu saja namun setelah beberapa detik ia mengembangkan senyuman, menatap Aksa dengan tatapan hangat. Ahh--;Aksa sangat suka dengan tatapan itu.

"Ah, oke Abang. Semangat sekolah nya, biar pinter abis itu sukses terus bangun sekolah untuk kita oke?"

Aksa mengangguk antusias.

"Abang, kalau Abang capek istirahat ya," ucap seorang wanita dengan rambut yang di kuncir dua. Aksa tersenyum menatapnya,setelahnya mengangguk pelan.

"Ah yasudah kalau gitu, Abang kesini cuma mau ngasih ini. Makan bareng-bareng yaa? Ini masakan Abang, semoga kalian suka. Inget jangan berebut. Alfi, kamu yang paling gede disini, bantu Abang jagain adek-adek yaa.. Abang janji akan sering-sering kesini."

"Siap Abang," jawab Alfi, tangannya terangkat,memberi hormat kepada Aksa. Aksa tersenyum geli. Inilah mereka, keluarga Aksa. Yaa, keluarga Aksa.

Ada Alfi, perempuan manis berumur 10 tahun. Abil, lelaki berani berumur 7 tahun. Ikhsan, si paling pendiam dari yang lain berumur 6 tahun. Zia, perempuan cantik berumur 5 tahun. Argi, si paling muda berumur 4 tahun.

"Yasudah Abang pergi dulu, kalian juga jangan lupa belajar. Biar pinter oke? "

"Oke Abang," jawab mereka serempak, lagi Aksa mengembangkan senyuman. Yaa, inilah Aksa, bisa tersenyum lebar hanya dengan mereka.

"Abang pamit kalo gitu, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam,"

*****

Kaki itu terus melangkah di koridor sekolah, kepalanya menunduk. Banyak yang menatap dengan tatapan yang sangat sulit di artikan. Dan Aksa sedikit risih akan hal itu.

"Dih, gak tau diri banget ya tuh orang. Padahal hidup nya udah enak, tinggal di rumah mewah, sekolah di sekolah elite, tapi tetep aja jahat."

"Kurang baik apa coba keluarga Keenan, padahal dia bukan siapa-siapa. Seharusnya dia mikir dan seharusnya dia berterimakasih bukan malah nyelakai. Gak takut apa yaa dia kena azab."

"Hhh, orang kaya dia mana tau terimakasih, kalo gue jadi dia sih malu tujuh turunan ya. "

"Dia mah enggak punya malu, untungnya keluarga Keenan enggak ngelaporin dia ke kantor polisi, "

"Kalo sampe dia di laporin, hukuman apa yang pantas untuk dia?"

"Penjara seumur hidup,"

"Hukum seberat-beratnya, jangan kasih ampun."

"Hukum mati kalau perlu,"

Aksa semakin menundukkan kepalanya, ingin sekali tak menghiraukan tapi nyatanya suara-suara itu terus terngiang di telinganya. Apa memang hukuman itu pantas untuk dirinya? Apa kesalahannya begitu fatal?

Satu yang tertanam di otak Aksa. Hukum mati. Apa semua orang meng-inginkan kematiannya? Di dalam tunduknya. Mata Aksa berkaca-kaca.

"Itu lebih pantas si, karena dunia ini gak perlu orang jahat dan gak tau diri kaya dia."

Aksa terus melangkah, memasuki kelasnya. Disana, tatapan teman-teman sekelasnya sama seperti tatapan siswa-siswi di koridor. Jujur saja, Aksa risih lebih tepatnya takut akan tatapan-tatapan itu. Kepala Aksa masih menunduk.

Brukh!

Aksa terjatuh saat tak sengaja tersandung kaki teman sekelasnya yang memang di sengaja untuk membuat Aksa terjatuh.

"Hahaha," tawa teman-teman sekelasnya menggema. Aksa meringis, bukan, bukan sakit dan malu karena terjatuh tetapi karena sesuatu di area pinggangnya yang berdenyut nyeri karena tak sengaja terpentok lututnya sendiri.

Aksa mencoba bangkit, namun seseorang menginjak tangannya. Aksa mengerang, tangannya terasa begitu sakit dan kebas. Aksa berusaha melepas, namun semakin Aksa berusaha semakin kencang pula injakkan itu.

"Agrrhh," akhirnya, Aksa mengerang keras. Mereka tertawa serempak. Ya beginilah hari-harinya.

"Orang gak tau diri kaya dia memang seharusnya di lakukan seperti ini. Dasar pembunuh! Gak tau diri! Gak tau terimakasih! Sok lugu! Sok alim! Padahal hatinya busuk! Mati aja sih, hidup lo penuh drama tau gak!"

Aksa terdiam, ia tak lagi mengereng. Sesuatu di dalam dadanya terasa sesak dan sakit. Mati. Sudah berapa banyak yang menginginkan kematiannya. Itulah yang ada di fikiran Aksa selama ini.

"Ibu, lihatlah, banyak sekali yang menginginkan anakmu ini mati Bu. Ibu, bisa tolong marahi mereka? Ibu melahirkan Aksa dengan susah payah, masa mereka dengan seenaknya menyuruh ahh bahkan mendoakan Aksa mati. Mereka yang jahat kan bu bukan Aksa?"

"Tolong Bu, tolong Aksa, Aksa tidak sekuat itu." Mata Aksa semakin berkaca-kaca, dengan satu kedipan mata, air itu meluncur membasahi pipinya. Ya, ia menangis tanpa suara. Dan itu sangat-sangat menyesakkan.

Tak jauh dari Aksa berada, seorang lelaki menatapnya dengan tatapan yang sangat sulit di artikan. Kesal, tapi tak tahu kesal kepada siapa.

"Bodoh, kenapa Lo gak ngelawan. Bangun bego, lawan. Kenapa Lo diem aja selama ini di perlakukan seperti itu? Lo bodoh, bego, pecundang. " Batin seseorang

Haiiiii....

Aku Comeback..ada yang nunggu?

Bagaimana dengan Chapter ini?

Vote dan commentnya jangan lupa yaa🙏

Aksa Damian, kesayangannya aku❤️

Continue Reading

You'll Also Like

3M 49.5K 35
⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️ Megan tidak menyadari bahwa rumah yang ia beli adalah rumah bekas pembunuhan beberapa tahun silam. Beberapa hari tinggal di rumah i...
134K 9K 57
Arial dan Reyndra merupakan saudara kembar. Ayah mereka meninggal dunia sejak dua tahun silam, seiring berjalannya waktu bunda menikah dengan seorang...
5.6K 4.1K 22
[ ON GOING ] Lika-liku kehidupan dua pria kembar, Aksara dan Askara. Hancurnya keluarga mereka, membuat mereka frustasi akan hal itu. Hadirnya seoran...
TANAKA [END] By riya

Teen Fiction

437K 35.6K 31
"Biarkan hanya aku yang merasakan luka dan lelahku, kalian cukup nikmati saja tawaku"-- Karunasankara Narendra Tanaka. Karena bagi dia berpura-pura b...