TRULY DEEPLY (REVISED)

By irfaza_faza

319 0 0

Kriteria cowok idaman Liesel adalah sederhana, biasa, dan tidak terlibat kepentingan apapun-kriteria yang ber... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17

Chapter 5

14 0 0
By irfaza_faza

—Galan W. Aldrich—

Tentu saja tidak susah buat Galih mendapatkan informasi soal anak baru itu. Apalagi kalau dia membawa-bawa nama aku. Siapa sih di sekolah ini yang berani menolak permintaan aku? Salah satu keuntungan mempunyai keluarga pemilik yayasan di sekolah ini. Aku tidak pernah merasa seberuntung ini sebelumnya.

Namanya Liesel Iskan. Dia masuk ke kelas 12-2. Pindahan dari Paris.

Well, informasi singkat itu sudah membuatku teramat senang. Begitu istirahat tiba, aku—tentu saja Galih dan Max, mereka sengaja kuajak agar perempuan itu tidak terlalu tahu motifku sebenarnya—mendatangi kelasnya. Seluruh anak di kelas itu memandangku kebingungan seolah aku adalah alien. Dan aku tidak pernah merasa seperti seorang alien sampai hari ini. Bahkan Galih di sampingku berkali-kali berbisik kalau aku nggak waras.

Aku mengedarkan pandang sampai akhirnya tatapanku tertumbuk pada seorang perempuan di bangku pojok belakang. Perempuan itu terlihat fokus mencatat menggunakan tabletnya. Apa aku bilang, aku tidak berhalusinasi.

Aku meminta salah satu anak memanggil anak baru itu dan aku menunggu di luar pintu—menunggunya. Hanya itu satu-satunya harga diriku yang tersisa. Bahwa yang kulakukan ini hanyalah tugas. Galih dan Max menggeleng-gelengkan kepalanya. Namun mata mereka langsung berkilat saat cewek itu keluar. Sial, mereka tidak boleh tertarik dengan Liesel.

Perempuan itu terlihat terkejut melihatku.

"Anak baru?" tanyaku datar.

Perempuan itu mengangguk. "We have a responsibility to introduce this school to you as OSIS."

Max menatapku dengan pandangan—pantas lo tertarik. Aku tersenyum manis. Sial, perempuan di depanku terlihat salah tingkah. Aku benar-benar penasaran seperti apa suaranya.

"Kamu Ketua OSIS?" Kalimat pertama yang dia ucapkan padaku terdengar sangat lembut. Sial, suaranya saja bahkan membuatku terpaku.

Aku berusaha mengendalikan diri. Aku tidak pernah merasa seperti ini sampai detik ini. Well, aku belum pernah merasakan ketertarikan apapun yang kupunya pada perempuan ini.

"Iya, dia ketua OSIS." Galih menjawab untukku. Aku harus berterima kasih padanya. "OSIS punya kewajiban mengenalkan fasilitas sekolah pada setiap anak baru." Katanya menekankan kata setiap. "Pak Darta—kepala sekolah jika lo belum ingat—memberitahu kami soal lo."

Perempuan itu terlihat tidak bisa menolak, sampai akhirnya ia berkata, "Wait a second, aku akan menyimpan catatanku dulu."

Ketika akhirnya perempuan itu masuk, Max langsung menyenggolku. "Gila. Cantik bener. Pantesan lo naksir."

Aku menatapnya dengan penuh analisis. Galih yang tahu arti tatapanku langsung berkata, "Gila lo. Jangan bilang dalam pikiran lo, lo mengira kita akan merebutnya dari elo. Udah nggak waras—"

Max terkekeh. "Gimana kalau kita merebutnya, Lih? Secara tuh anak kan sama-sama nggak tahu siapa kita, siapa tahu dia lebih suka sama elo ataupun gue—"

Aku menoyor kepala Max dan Galih dengan penuh tenaga. Membayangkan Liesel lebih menyukai mereka membuatku panas. Sial, Liesel bahkan bukan siapa-siapa aku. Hmmh, belum.

"Aku udah selesai." Perempuan itu kembali datang dan membuatku memasang wajah datar lagi.

"Oh ya, Max, Lih. Tolong handle meeting dengan PJ acara hari ini ya." kataku berbohong karena ingin mereka pergi. Meeting dengan anak acara sebenarnya nanti sore. Hanya saja aku benar-benar tak ingin Max dan Galih mengekoriku sementara aku ingin mengenal lebih dekat perempuan ini.

Max dan Galih memandangku dengan tatapan—brengsek. Tapi aku tahu hanya aku yang mengenali jenis tatapan itu dari mereka.

"Aman, bos." Kemudian mereka berdua pergi. Aku menahan diri agar tidak tersenyum dan kembali memandang Liesel. Matanya yang cokelat terang itu menatapku penuh kebingungan.

"Kamu tahu, kalau kamu sibuk aku tidak perlu dikenalkan dengan sekolah ini. Aku punya peta."

Cara dia mengucapkan aku-kamu sangat lucu dan kaku. Asing tapi aku menyukainya. Apa sekarang kita berbicara menggunakan aku dan kamu?

"Peta tidak memberimu informasi apa-apa." Aku mulai berjalan dan perempuan itu mengikuti. Aku bertanya-tanya parfum apa yang dia pakai, karena baunya begitu segar. Sial. Aku tidak pernah memperhatikan seseorang begitu detail sebelumnya.

"I know you." kata perempuan itu kemudian. Aku menoleh dengan kening mengernyit. "Kamu ada di pesta Riana."

"Ya, kamu juga ada di sana." komentarku.

"Apa keberadaanku mengganggu kamu?"

"What?" Aku tak mengerti arah pembicaraan ini.

"Dengar. Maaf jika aku lancang—tapi bisakah kamu merahasiakan bahwa aku ada di pesta itu? Semua orang tidak mengenali aku selain kamu—"

"Dan kedua temanku tadi. Mereka tahu kamu di pesta itu." Kenapa dia tidak ingin orang tahu kalau dia ada di pesta Riana? Aku mulai merasa ada sesuatu yang tidak wajar antara dia dan Riana. Tapi aku berusaha memasang wajah datar.

Liesel mendesah. "Kamu dan teman-temanmu tadi... bisakah kalian merahasiakan?"

Dia terlihat sangat serius. Aku tidak mungkin menggodanya atas permintaan ini akhirnya aku mengangguk tegas.

"No problem." Aku ingin menanyakan alasannya, tapi aku tahu aku tak seharusnya ikut campur urusan orang lain. Lagipula dia bisa saja menjadi sangat ilfill padaku.

Liesel mendesah lega. "Thank you. Aku harap kamu bisa menjaga ucapanmu."

"Aku ketua OSIS."

Perempuan itu tersenyum—ya Tuhan, jantungku.

"You know what?" tanya Liesel kemudian.

"What?"

"Kita belum berkenalan."

Kita. Belum. Berkenalan. Aku tersenyum. "Yeah, kita belum berkenalan. Aku Galan." Aku mengulurkan tangan.

Perempuan itu membalas uluran tanganku. "Liesel."

Tanganku seperti tersengat arus listrik. Diam-diam aku tersenyum. Aku menyukai perasaan seperti ini. Hatiku yang selalu kosong kini terasa penuh—membuncah. Astaga, apa ini rasanya naksir?

Liesel terlihat seperti perempuan penurut. Ketika aku menjelaskan berbagai jenis fasilitas sekolah sambil memperlihatkan gedungnya, kebanyakan dia hanya mengangguk-angguk sambil sesekali menanggapi. Dia tidak seperti perempuan lain—yang selalu berusaha menarik perhatianku dengan berbagai macam cara. Atau mungkin Liesel sama sekali tidak peduli padaku? Apa sebenarnya dia sudah punya pacar? Riana bilang kalau Liesel tidak mungkin tertarik padaku... kenapa?

Liesel mulai terlihat begitu antusias ketika aku menjelaskan tentang ekstrakulikuler musik.

"Jadi, mereka punya band?"

"Iya, cukup terkenal sepertinya. Mereka sering manggung di kafe."

"Oh. Hanya itu?"

"Prestasinya?"

"No. Hanya band di ekskul musiknya?"

"Nggak. Ada banyak. Ekskul musik sangat maju dan berprestasi."

"Oh iya?"

"Iya. Ada anak yang menang lomba violin beberapa waktu lalu—sampai tingkat internasional. Belum lagi paduan suaranya—kamu tahu tim paduan suara The Flower Voice? Itu adalah tim dari sekolah ini—"

"Piano?"

"Oh. Pianonya juga maju. Ada guru piano paling hebat di daerah ini, pernah ikut menang di tingkat Asia saat masih muda. Tapi sepertinya belum menemukan murid yang cocok—"

"Apa?"

"Apanya?" tanyaku bingung karena Liesel terlihat begitu terkejut.

Liesel mengerutkan keningnya beberapa saat kemudian. "Jadi maksud kamu di antara guru piano di sekolah lain, guru piano di sini salah satu yang terbaik?"

"Yang paling baik, menurutku."

Kemudian dia memejamkan mata, seperti ingin mengumpat. Aku tidak mengerti apa yang terjadi, tapi dia terlihat begitu kesal. Hanya saja aku tahu sekarang, dia tertarik pada piano.

"Apa ada yang mengganggumu?" tanyaku hati-hati, takut melanggar privasinya.

"Ada seseorang yang mencoba menipu aku soal guru piano."

"Oh." Satu-satunya responsku. Aku bingung harus berkata apa. "Jadi kamu tertarik masuk ekskul musik? Khususnya piano?"

Kali ini ganti terlihat bingung. Lagi-lagi keningnya mengernyit, seolah-olah ada pergulatan dalam hatinya. Ia terlihat tersesat untuk beberapa lama sampai akhirnya menggeleng. "Tentu saja tidak. Buat apa." Kemudian ia berkata, "Ceritakan ekskul lain. Ekskul musik sama sekali nggak menarik."

Aku setengah tersenyum. Jelas-jelas dia memiliki ketertarikan khusus pada musik tapi berusaha mengingkarinya. Ya Tuhan, aku jadi ingin semakin tahu soal dia.

*****

Continue Reading

You'll Also Like

4.1M 88.2K 62
•[COMPLETED]• Book-1 of Costello series. Valentina is a free spirited bubbly girl who can sometimes be very annoyingly kind and sometimes just.. anno...
3.7M 87.7K 141
Soon to be Published under GSM Darlene isn't a typical high school student. She always gets in trouble in her previous School in her grandmother's pr...
47.1K 1K 53
not you're average mafia brothers and sister story.. This is the story of Natasha Clark, an assassin, mafia boss, and most of all the long lost siste...
99.6K 3.1K 30
[ONGOING 🔞] #8 insanity :- Wed, May 15, 2024. #2 yanderefanfic :- Sat, May 18, 2024. After y/n became an orphan, she had to do everything by herself...