someone to take you home | HE...

By tanukiwrite

183K 28.1K 2.9K

Kisah di mana hidup Jake menjadi simpang siur setelah ia bertemu dengan seorang single parent bernama Heeseun... More

author's note
introduction: part one
introduction: part two
the good, the bad, and the okay i guess
how to be a good single dad 101, by heeseung
maybe you aren't as bad as i thought
the art of making a bad decision
day one, perhaps?
note to self: don't fall for him
so maybe I'm not okay
clown on a day out
love is bullsh*t
uh oh
unfamiliar comfort
just another normal day in jake's life
birthday boy
let's talk about love
the proposal
unsaid feelings
the idea of us
from the kitchen counter
adore you
for lovers who hesitate
feelings are fatal
what I wish just one person would say to me
of growing up and everything else
a perfectly ruined thing
I'll weather your storms for the stillness in you
grumpy beginnings
wish you felt the way I do

where we stand

5.9K 1K 136
By tanukiwrite

Satu hal yang Heeseung baru sadari setelah ia menjadi orang tua ialah, di saat-saat tertentu, ia akan merasa kalau dirinya kehilangan kendali sepenuhnya terhadap situasi yang ada.

That, control is an illusion.

Bahwa ia tidak bisa tahu kapan Sunoo akan merasa sedih, marah, atau kecewa.

Tentu, Heeseung ingin menganggap dirinya sendiri sebagai seorang ayah yang bijaksana, tegas, dan lembut. Tetapi juga ia sadar masih ada banyak aspek yang belum begitu ia kuasai perihal menjadi sosok orang tua. Salah satunya adalah menenangkan Sunoo yang menangis.

Singkat cerita, tempo hari, ketika ia dan Sunoo sedang makan malam menghabiskan burger yang ia beli di perjalanan pulang dari kantor, ia memberi tahu Sunoo kalau dirinya akan pergi ke Jerman selama beberapa hari. Ia juga memberi tahu Sunoo kalau Jake akan tinggal di rumah bersama dengannya selama Heeseung tak ada, yang mana itu membuat Sunoo tersenyum lebar — di titik ini Heeseung sudah tidak lagi heran dengan anaknya yang selalu terlihat senang hanya karena mendengar nama Jake yang keluar dari mulutnya.

Ia ingat betul kala itu Sunoo tersenyum dan terkesan baik-baik saja saat Heeseung memberi tahunya.

Namun ini bukanlah pertama kalinya Heeseung melewati situasi seperti ini. Ia yakin nanti ketika mereka sudah sampai di bandara, Sunoo akan menangis sejadi-jadinya, seolah-olah Heeseung akan pergi dan tak kembali lagi.

Dan dugaannya tepat.

Begitu sampai di tempat parkir bandara dan turun dari mobil milik Jay, Sunoo menangis. Ia melingkarkan kedua lengannya di leher Heeseung, mendekapnya erat-erat, seakan-akan dengan begitu Heeseung tidak jadi pergi — yang tentunya itu sedikit membuat hati Heeseung seperti dihancurkan. Namun apa boleh buat, ini adalah tuntutan pekerjaannya.

Ia menggendong Sunoo dan berulang kali mengusap air matanya, membuatnya sedikit kewalahan karena ia juga butuh membawa barang-barangnya. Untungnya ada Jay, adik sepupunya itu membantu Heeseung untuk menurukan kopernya dari bagasi dan mereka pun berjalan masuk ke terminal bandara untuk penerbangan internasional.

"Riki mana?" tanya Jay sambil dirinya menarik koper silver milik Heeseung.

"Dia udah nunggu di boarding lounge."

Lelaki itu menghentikan langkahnya, "Ya udah Abang langsung check-in aja. Sunoo biar sama gue," kedua lengannya sudah ia buka, siap untuk menggendong anak yang masih menangis. Sedangkan Heeseung tak bergeming. Ia masih menggendong Sunoo dan mengusap punggungnya selagi matanya sibuk mencari kesana kemari di tengah banyaknya kerumunan orang. "Nyariin siapa sih, Bang?"

"Jake."

Ekspresi Jay sedikit terkejut. Namun di detik berikutnya, Jay memberinya tatapan penuh arti — seperti mengatakan "Oh, so you're at that stage already now?" dengan matanya. Heeseung mengabaikan tatapannya, tidak ingin adik sepupunya itu menanyainya yang macam-macam dulu untuk saat ini.

Sementara itu, setelah beberapa menit kemudian, tangisan Sunoo mulai reda meskipun sesekali ia masih terisak. Lingkaran tangannya tak meregang sedikit pun, masih sama seperti pertama kali ia memeluk Heeseung.

Ia melihat jam tangannya — 11:07.

Jake seharusnya sudah ada di sini sekarang. Jika dalam sepuluh menit ia tidak datang juga, Heeseung mau tidak mau harus — 

"Sorry, busnya kejebak macet di jalan," suara itu membuatnya membalikkan badan, melihat seorang pemuda yang baru saja tiba. Nafas lelaki itu masih sedikit terengah, dan poni rambutnya terlihat sedikit berantakan. "Hai," sapanya, saat matanya bertemu dengan milik Heeseung. Senyuman manis muncul di bibirnya. (Dan Heeseung harus menahan dirinya sendiri untuk tidak mengulurkan tangannya dan merapikan rambutnya. Lalu pandangan Jake beralih ke badan yang lebih kecil, yang sedang direngkuh. "Hey, buddy. How you doin'?"

Seakan malu guru TK-nya tahu kalau ia menangis, Sunoo pun menyembunyikan wajah merah dan basahnya di ceruk leher sang ayah. Dan Heeseung terkekeh pelan, "He's not a big fan of farewell."

Sekali lagi, manik mereka bertemu. "Well, I guess nobody is," sudut bibirnya sedikit naik. Sorot matanya begitu lembut. Namun kali ini, Jake lah yang pertama kali memutus pandangannya. "I guess you should get going."

"Oh, right." Heeseung langsung teringat kalau ia belum check-in bagasi. Dan sepertinya, sedari tadi pun Riki sudah bolak-balik menghubunginya karena ia bisa merasakan ponselnya yang terus-terusan bergetar di saku celana. Dan tangisan anaknya yang tadinya sudah mulai berhenti, kini dimulai lagi. Ia menempelkan bibirnya di kening Sunoo dan membiarkannya di sana untuk beberapa saat. "Jangan nakal yaa, Sunoo. Dengerin apa kata Om Jeyi sama Jake-ssaem, okay?"

Sunoo tidak menolak ketika Heeseung melepaskan pelukannya dan membiarkan Jay untuk gantian menggendongnya. Dan ketika Sunoo sudah berada di dekapan Jay, Jake baru sadar kalau mantel yang Heeseung kenakan terlihat begitu basah di bagian pundaknya, air mata dan ingus semuanya menempel di sana. Jake mengulum senyumnya.

"Safe flight ya, Bang. Kabarin gue kalo dah landing," ujar Jay. Yang lebih tua mengangguk.

Dan ketika Heeseung beralih ke Jake, pria yang lebih kecil mengatakan, "Hati-hati ya, Mas. Barang bawaan sama dokumen-dokumen pentingnya dijaga." Lagi, Heeseung mengangguk.

Lelaki itu terlihat ragu saat ia menaruh tangannya di pundak Jake. "Kabarin saya tiap hari ya, Jake." Ia memberikan satu cengkeraman lemah di pundaknya sebelum ia menurunkan tangannya dari sana.

"Jay, gue titip Sunoo sama Jake ya," Heeseung mengucapkan kalimat itu sebelum otaknya dapat memprosesnya dua kali. Dan, tentu saja, Jay menaikkan alisnya mendengar hal itu. Namun yang lebih muda tetap mengiyakan. "Ayah berangkat dulu yaa, Sunoo." Sekali lagi, ia memberikan satu kecupan ringan di pipi anaknya sebelum ia melangkah ke konter check-in, meninggalkan tiga orang di situ yang menatap punggungnya semakin menjauh.

───────────────────────

Perjalanan di mobil hanya diisi dengan radio bervolume kecil — nyaris tak terdengar karena beradu dengan suara isak tangis Sunoo. Si kecil duduk di pangkuan Jake di kursi penumpang, sedangkan di sampingnya, Jay terlihat fokus menyetir.

"Hey, it's okay, buddy. I'm here, Omnya Sunoo juga ada di sini nemenin Sunoo." Jake mengusap jejak air mata yang membasahi pipi bulat itu. "Ayah will be back before you know it."

Mendengar itu, ia menahan tangisnya sejenak. Matanya merah, menatap gurunya. "B-beneran?"

Jake mengangguk. "Iya. Kita juga bisa tiap hari video call-an sama Ayah kok. Sunoo mau liat Ayah kan?"

Kini, giliran Sunoo yang mengangguk antusias. Ia mengusap rambut lembut Sunoo dan membiarkan yang lebih kecil bersandar di dadanya.

Jay melirik ke samping, "Jake-ssi udah makan kah? Kita bisa mampir beli take-away dulu kalo misal belom makan."

"Ngga usah terlalu formal sama aku, Kak," Jake tertawa pelan. "Tapi, engga, makasih. Aku tadi pagi udah sarapan kok."

Jay menggumam sebagai tanggapannya. "Oh iya, barang-barang kamu gimana? Udah ada di rumah Bang Heeseung kah?"

Yang lebih muda menggeleng, "Aku masih perlu ngambil barang-barangku di apartemen."

"Oh, kalo gitu ini berarti kita ke tempat kamu dulu yaa?"

"Iya, Kak."

"Masukin ajaa alamat apartemen kamu." Jay menunjuk layar GPS dengan dagunya, dan Jake pun menurut.

Ini adalah kali pertama bagi Jake untuk menghabiskan waktunya bersama dengan Jay, adik sepupu Heeseung.

Selama ini, interaksi di antara mereka hanyalah sebatas badan yang membungkuk singkat atau sapaan "Take care! Have a good day" saja tiap kali Jay menjemput Sunoo pulang sekolah. Pernah juga kala itu mereka berbasa-basi ringan ketika ia datang ke pesta ulang tahun Sunoo. Namun di luar itu, mereka tak pernah lagi berbicara dengan satu sama lain. Dan sejujurnya, Jake agak merasa gugup saat ini.

Berbeda dengan Heeseung, fitur wajah yang dimiliki Jay terkesan jauh lebih tajam. Dan hal itu membuatnya terlihat seperti seseorang yang sifatnya dingin dan kaku — meskipun Jake tahu kalau Jay sejauh ini selalu bersikap sopan padanya. Namun tetap, aura yang Jay keluarkan sedikit membuatnya merasa canggung. Dan fakta bahwa Sunoo kini tertidur di pangkuannya — karena kelelahan sehabis menangis — tidak memperbaiki suasana.

Yang ada di bayangannya, setelah ia datang ke bandara untuk melihat Heeseung pergi, ia akan kembali ke apartemennya sendiri — menggunakan bus seperti biasanya, mengambil barang keperluannya, lalu ke rumah Heeseung. Ia tidak menyangka Jay malah menawarinya tumpangan.

Yang ada di bayangannya, sesaat setelah mesin mobil dinyalakan dan keluar dari area bandara, Sunoo akan berhenti menangis dan kembali menjadi dirinya sendiri yang ceria dan aktif — bercerita padanya tentang episode We Bare Bears yang ia tonton kemarin sore, memusatkan atensi Jake pada dirinya saja dan membiarkan Jay fokus menyetir.

Namun semua yang ada di bayangannya ternyata salah. Dan ia harus mencari cara bagaimana membuat suasana di antara mereka tidak sesunyi ini.

Jake menggigit bibir bawahnya, baru ingin mengeluarkan kalimat basa-basi, ketika niatnya terpotong oleh Jay.

"Maaf ya, saya ngga bisa jagain Sunoo selama Bang Hee ngga di sini. Saya bisa bantu kamu sesekali, kalo saya lagi luang, tapi lain dari itu, saya terpaksa harus serahin ini ke kamu."

Jake menggeleng cepat, "Ngga papa, Kak! Aku ngga keberatan kok," tangannya menggenggam erat di kedua sisinya. "Aku malah sebenernya khawatir apa Kak Jay ngga masalah ninggalin Sunoo sepenuhnya di tangan aku."

Pria yang lebih tua melirik sejenak sebelum kembali melihat ke jalanan, "Bang Heeseung udah percaya kamu. Saya juga harusnya begitu."

Yang menjadi poin utama sebenarnya adalah, sampai saat ini Jake merasa ia masih bermimpi.

Karena, tidak mungkin, kan, pria yang diam-diam ia sukai menaruh tingkat kepercayaan yang begitu besar pada dirinya — untuk menjaga anak dan tinggal di kediamannya selama ia tak ada di Korea.

Belum pernah ada orang lain di hidupnya yang menempatkannya di posisi seperti ini. Dimana ia bisa merasa senang namun juga cemas di saat yang bersamaan.

Hanya Heeseung saja.

"You know," Jay memulai. "I'm glad that he met you."

Jake mengangkat pandangannya, menatap side profile Jay. "W-why?"

"Because after all these years, he can finally open his heart again and trust someone new."

Dan perkataan itu sukses membuat telinga Jake memanas.

Jake ingin meledak rasanya.

Ia tahu, konsep dari mempercayakan anak kesayanganmu dan rumahmu di tangan orang lain terdengar sangat domestik — borderline romantic, even. Dan ia bisa mengerti mengapa Jay menangkap arti yang salah dari hubungan di antara ia dan Heeseung.

Tetapi Jake dan Heeseung hanyalah teman

...kan?

Jake menggigit dinding pipinya, mengingat-ingat lagi semua peristiwa yang pernah terjadi di antara mereka, menandai mana saja kejadian yang mengimplikasikan bahwa Heeseung menaruh perasaan romantis padanya.

Dan tidak ada.

Heeseung belum pernah berbicara sepatah kata pun mengenai perasaannya pada Jake — dan Jake cukup yakin akan hal itu.

Jadi, sebenarnya mereka ini hanyalah teman, kan?

Yes. It makes sense, right? To ask your friend to take care of your six years old son and your house.

Yeah, Jake could live with that.

Jake terus-terusan mengulang kalimat itu di kepalanya, berusaha mengingatkan dirinya sendiri kalau ia tidak seharusnya menaruh harapannya terlalu tinggi di atas sana lalu menyalahkan dirinya sendiri karena tergelincir bebas dan tidak ada yang menangkapnya.

Saat ini saja, ia membayangkan posisinya seperti sedang berjalan di atas tightrope, terus menerka-nerka kapan ia bisa sampai di ujung yang aman — atau malah ia akan jatuh dan tak bisa bangkit lagi?

Namun yang ia benci adalah, sebagian kecil dari dirinya tidak keberatan jika nanti hatinya akan hancur kalau ternyata Heeseung tidak menaruh perasaan yang sama seperti dirinya. Ia tidak keberatan jika nanti hatinya sakit karena tahu kalau Heeseung menganggapnya hanya sebagai guru Sunoo, dan tak lebih.

Karena ini tentang Heeseung. Dan Jake tidak keberatan jika ia yang harus jatuh tersandung.

Continue Reading

You'll Also Like

25.9K 3K 30
Semua manusia pasti memiliki masalah, dan selalu dimaafkan. Namun, jika kita sudah membuat masalah besar. Masih inginkah mereka memaafkan kita? [...
69.3K 4.2K 20
Senja Athalia Raven tidak akan menyangka jika tiba-tiba tubuhnya tersedot ke dalam cahaya yang ada di dalam novel yang baru selesai ia baca. "Ini kay...
141K 7.1K 42
[Tetangga series] SQUEL MAS TETANGGA (Baca Mas Tetangga terlebih dahulu agar tau alurnya!) Keputusan Gama dan Reliya untuk menikah muda malah mencipt...
3.5M 27K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...