[✔] Klub 513 | Universe | Ep...

By Wiki_Dwiki

51.2K 16.4K 4.5K

Jaemin : "Yang berani tidur pas saya lagi ngajar, ikhlas lahir batin saya colok matanya pakai spidol, ya?" * ... More

Prologue : "Arjuna Jaemin Nasution S.Si"
1. Walikelas Ceria
2. Merajut Asa
3. Menjadi Atom Karbon
4. Laporan Hasil Observasi
5. Menyita Atensi
6. Kerja Sama
7. Teori Bronsted-Lowry
9. Menahan Kasus
10. Penghinaan Nama
11. Kunjungan Walikelas
12. Pengakuan Mengejutkan
13. Pembebasan Bersyarat
Epilogue : "Menunggumu Di Tempat Yang Sama"

8. Cerita Yang Tak Terungkap

3.1K 1K 463
By Wiki_Dwiki

.
.
.

  "Apakah kamu benar benar memiliki keberanian itu?" Tanya Jaemin.

  "Aku sudah membunuh siswa itu—"

  "Kau melakukannya namun saya meyakini bahwa sebenarnya kau hanyalah seorang anak baik yang tersakiti. Kau melakukannya atas dasar sakit hatimu pada seseorang. Ceritakan keluh kesahmu dan saya akan mendengarkannya." Sela Jaemin.

  "Aku nggak butuh orang yang menawarkan telinganya untuk mendengar ceritaku." Balas anak itu.

    Jaemin memutar mata malas, "kalau begitu lakukan saja. Lu pingin nuangin cairan itu ke gua, kan? Mangga, silahkan. Toh, gua emang ada rencana resign dari kehidupan."

  "Kau tak se optimistis seperti yang kau tunjukkan di depan kelas ternyata." Katanya.

    Jaemin menaikkan bahu, "manusia itu ibarat cermin. Kalo lu sedih maka yang terpantul adalah kesedihan, begitupula kebahagiaan. Gua udah nggak punya siapa siapa lagi, gua rasa gua udah cukup jagain anak anak gua sampai detik ini. Lagian, mereka pasti udah pada lupa ama gua, nggak ada trauma apapun kalo mereka tau gua mati."

  "Seperti yang kau ucapkan di depan kelas, jika kau mati, kau akan benar benar mati." Kata anak itu.

  "Seenggaknya gua ngga mati sebagai pecundang." Jaemin tertawa sarkas.

    Anak itu tak jadi menuangkan cairan HCl pada Jaemin. Dia menutup kembali botol kaca itu dan meletakkannya di dalam sakunya. Alisnya menekuk dan dia berjalan mundur.

  "Kenapa?" Jaemin memiringkan kepala sambil tersenyum mengejek, "melihat refleksi diri, hum?"

  "Aku hanya ingin membayarnya." Katanya.

    Jaemin mengangguk menanggapi, "sudah gua bilang, kan? Lu cuma sedikit putus asa."

  "Kehidupanku baik baik saja di panti asuhan itu.. aku bahagia dengan semua adik laki lakiku. Sampai nama itu menjadi salah satu yang kami takuti, dia menculik kami dan menjadikan kami seperti anjing di etalase toko hewan yang bisa dibeli kapan saja. Ledakan dan kebakaran hebat yang kemudian mengambil seluruhnya dariku." Jelas anak itu sambil duduk di lantai.

  "Terus lu dibawa ke rumah besar itu, diberi sebuah nama yang hingga detik ini masih gua harapin ada di di belakang nama gua juga. Tanpa tau menahu bahwa orang yang memberimu makan dan pengobatan adalah putra dari kelompok yang lu maksud tadi. Gua nggak peduli gimana lu menemukan fakta itu, tapi sejauh yang gua tau, bahwa Hongjoong Zahuwirya sendiri bahkan membenci seluruh keluarganya. Ketika gua gantiin Kak Hongjoong jadi walikelas lu, gua sadar kalau lu satu satunya yang nggak suka sama keputusan itu, karena peluang lu nyakitin dia bakal sedikit. Awalnya, lu coba buat gua berhenti jadi walikelas dengan memaksa teman teman lu yang lain buat bikin gua merasa dikucilkan di dalam kelas itu, namun nggak sukses karena gua lebih kuat dari yang lu kira."

  "Akhirnya lu memutuskan buat ngotorin tangan lu sendiri, bergerak sendirian karena yang biasanya bantuin lu ngapa ngapain udah pada menunjukkan perubahan yang baik. Nyawa pertama muncul biar perhatian gua lebih condong ke elu, habis itu, lu ngerencanain pembunuhan gua disini, dengan cairan HCl yang lu curi di dalam lab kimia. Gua udah curiga dari awal, ketika gua baca nama lu di absen, kok nama belakangnya di tip-x, habis ketemu ama Beomgyu, dan liat gimana dia dengan susah payah meyakinkan diri sendiri kalo dia nggak tau pelakunya, gua yakin kalo itu elu. Ketika gua dapet kesempatan untuk bongkar bongkar ruang arsip, gua nemu profil pendaftaran lu, lengkap, dan keyakinan gua terbukti dengan keberadaan lu di depan gua detik ini." Jelas Jaemin.

  "Gitu, kan? Heeseung Zahuwirya?" Lanjut Jaemin.

    Anak itu menggaruk tengkuk dan mengangguk tanpa ragu, "aku melakukan semua yang kau katakan."

    Jaemin menghela nafas panjang, "fungsi keberadaan arsenik dan narkoba yang ada di dalam darah korban bukan digunakan sebagai zat untuk membunuh namun sebagai tanda, lu nunjukin diri bahwa lu punya kerabat yang deket banget ama bau bau kriminal, dan itu Juyeon Zahuwirya. Walau bisa siapa aja, gua nggak ambil pusing, soalnya aneh aja kalo tiba tiba ada karakter penjahat baru ketika kasusnya udah di tengah jalan pemecahan. Lu caper ke Kak Hongjoong, tapi kasihan betul nggak di notice juga."

  "Aku cuma pingin dia merasakan apa yang ayahnya lakukan padaku." Kata Heeseung.

  "Percuma, nak, kalo kata gua. Toh, agaknya Pak Pratabrama udah nggak peduli kalopun Kak Hongjoong mati." Balas Jaemin, "dia nggak bakal merasa kehilangan, justru, orang orang kayak Beomgyu yang bakal kehilangan."

  "Aku bahkan tak peduli dengan itu." Balas Heeseung.

    Jaemin mengerutkan alis, "dengar, lu sama kayak bunuh orang yang nggak tau apa apa. Kak Hongjoong nggak pernah berurusan ama bapaknya, anjir."

  "AKU BILANG, AKU TAK PEDULI! AKU AKAN TETAP MENYAKITINYA!" Heeseung berteriak pada Jaemin.

  "Kalau kau tak suka, maka hentikan aku." Ucapnya sebelum meninggalkan Jaemin di ruangan itu dengan keadaan yang masih terikat di sebuah kursi.

  "ASTAGFIRULLAHALAZIM! TERUS GUA PULANGNYA GIMANA, ANJEENGG! LIAT AJA LU HEESEUNG ZAHUWIRYA! NILAI KIMIA LU SEMESTER INI GUA MERAH!" Teriak Jaemin.

*

    Hongjoong lagi nge print perbaikan tesis-nya di warnet deket SMA 7 Puncak keheranan ketika dia mendapat panggilan masuk dari nomor yang nggak dia kenal. Hongjoong mengangkat panggilan itu dan berdecak keras gegara denger suara anak bajingan yang tengah menelponnya itu.

  "Halo, Kak Hongjoong dimana?"

  "Ga usah sok lugu lu, Heeseung. Lu ngapain nelpon gua?" Tanya Hongjoong.

  "I just hurt someone."

  "What the hell are you doing?!" Hongjoong mengumpat dan seisi warnet langsung menjadikan Hongjoong pusat perhatian mereka.

  "I actually want to kill him, but.. I can't.. he looks like me. Aku yakin dia perlu ke rumah sakit. Jika kau peduli dengan salah seseorang yang dipisahkan dengan teman temannya karena kisah sahabatmu itu, Kak.. tolong dia, dia ada di dalam kelas, aku rasa dia belum pingsan sekarang. Kalau kau membawa mobil, segeralah bawa dia ke rumah sakit, sebelum dia mati karena penggumpalan darah di dalam kepalanya."

  "Lu nyelametin orang yang hampir lu bunuh? Nggak biasanya." Kata Hongjoong.

  "Aku udah bilang.. dia mirip denganku. Aku merasa seperti membunuh diriku sendiri jika aku membunuhnya."

  "Pergilah ke kantor polisi sendiri atau gua yang bakal nyeret lu kesana." Kata Hongjoong segera berlari keluar dari warnet, menuju ke SMA 7 Puncak.

  "Jangan khawatir, aku dalam perjalanan kesana."

 
    Hongjoong berlari menaiki anak tangga, dan sampailah dia di dalam kelas dimana Jaemin berada. Anak itu masih terikat di sebuah kursi, kerah kemeja belakangnya sudah penuh darah. Pelipisnya tampak memar dan darah mengalir dari lubang hidungnya. Menyadari keberadaannya, Jaemin mengangkat kepala dan tersenyum lelah.

  "Gua kira gua bakal mati, Kak." Kata Jaemin.

  "Gua ngiranya juga gitu, gua kira lu bakal mati, jadi beban gua bisa keangkat satu." Balas Hongjoong sambil melepaskan ikatan di tangan dan kaki Jaemin.

  "Tega betul jadi manusia lu, Kak." Kata Jaemin.

    Hongjoong lalu membopong Jaemin keluar sekolah. Menuju mobilnya yang terparkir tak beraturan di dekat warnet tadi. Setelah Hongjoong memastikan kalau Jaemin baik baik saja di kursi belakang, dia segera menyetir mobilnya menuju Rumah Sakit Cipta Sehat dengan kecepatan tinggi.

  "Anak itu, Kak.."

  "Lu lagi sekarat, diem aja udah. Biar gua yang ngurus." Kata Hongjoong.

  "Anak itu cuma perlu dipahami sedikit lagi, habis itu dia pasti bakal baik baik aja." Kata Jaemin.

    Hongjoong tak merespon omongan Jaemin barusan. Dia fokus menyetir mobilnya. Sampai di Rumah Sakit, tenaga kesehatan yang menjaga di IGD langsung panik ketika mendapati Hongjoong membawa turun seseorang dengan kepala yang berdarah dari mobilnya. Dari keramaian itu, Hongjoong dari kejauhan bisa melihat sosok tegap yang terbilang paling panik. Pemuda itu langsung memeluk tubuh Jaemin yang akhirnya oleng setelah terlalu lama menjaga kesadarannya.

    Hongjoong berjalan mundur dan duduk di kursi ruang tunggu, menghela nafas panjang menenangkan diri. Dia kembali memikirkan perkataan Jaemin tadi. Tentang sedikit lebih memahami satu anak yang paling bermasalah dengan kepribadiannya.

     Setelah lama menunggu di depan salah satu ruang IGD, Hongjoong melihat seorang dokter spesialis keluar dari ruangan itu bersama beberapa perawat dan pemuda tegap itu. Dia berjalan lurus ke arah Hongjoong yang menjelaskan keadaan Jaemin. Semua baik baik saja dan tak ada yang perlu dikhawatirkan, namun untuk mengawasi perkembangannya, Jaemin diharuskan untuk opname selama beberapa hari.

    Hongjoong mengangguk dan tersenyum. Berterima kasih pada dokter dan mengikutinya untuk membayar biaya opname dan semua obat yang Jaemin butuhkan beberapa hari kedepan. Setelahnya dia dihadapkan dengan pemuda tegap yang emang udah Hongjoong tunggu tunggu mengintrogasinya tentang apa yang terjadi pada Jaemin.
 
 
  "Kenapa nggak lu tanyain ke Jaemin langsung aja, hah?" Tanya Hongjoong, "gua rasa Jaemin bakal bahagia lu ajak omong setelah sekian lama nggak lu ajak omong karena sibuk sendiri—"

  "Justru karena itu, gua nanya lu, Kak." Sela pemuda itu.

    Hongjoong terkekeh mengejek, "urusan pertemanan kalian bukan urusan gua."

  "Tapi—"

  "Ajakin dia ngomong, Hyunjin. Dia kesepian banget semenjak kalian memutuskan buat pisah. Bukannya mau menggurui atau apapun, cuma, gua prihatin aja sama Jaemin. Dia cuma mau balik kayak dulu lagi, tapi dia sendiri juga tau kalo itu nggak bakal bisa. Dia lakuin semua kegiatan yang bisa ngalihin pikirannya dari masa lalu tapi tetep aja dia kesepian. Sebanyak apapun temen yang mau nemenin dia, kalian nggak pernah tergantikan di hatinya. Masuk ke ruang rawatnya, ajakin ngobrol. Beres, kan?" Sela Hongjoong.

    Hyunjin menunduk dalam, tampak menyesal.

  "Ajakin dia ngobrol selagi sempat dan bisa. Kalo udah terlanjur kayak gua," Hongjoong tersenyum miris, "jangankan ngobrol, ketemu di mimpi aja kadang nggak kesampaian."

.

    Jaemin duduk di atas kasurnya dengan wajah bosan, padahal baru beberapa saat lalu dia dikasih tau kalo bakal opname. Nggak lama setelahnya, hpnya bunyi, panggilan masuk dari Jeno.

  "Halo Na, apa kabar? Sehat?"

  "Sehat wal afiat. Ngapain telpon?"

  "Jangan judes judes dong, biasa aja."

  "Gabut lu?"

  "Iya, nih. Hehe."

  "Orang yang Hehe haha hihi, besok ketimpa langit."

  "Kok lu emosi bener, sih? PMS?"

  "Nggak, lagi pingin emosi aja."

  "Gimana jadi gurunya? Asik?"

  "Asik banget, sampai hampir mati gua."

  "Njir, kok bisa?"

  "Ya bisa, lah. Tapi gua nggak apa apa, kok."

    Untuk beberapa saat, Jeno diam. Sampai Jaemin kira kalo lagi koneksi buruk.

  "Kalo lu udah ngomong nggak apa apa berarti lu kenapa napa."

  "Dih,"

  "Soalnya lu yang biasa bakal bilang gpp. Sekarang lu bilang nggak apa apa.. berarti lu kenapa napa. Ada apa, Na? Sini cerita aja ke gua, gak apa apa."

    Suaranya Jeno bikin Jaemin emosional, asli. Akhirnya Jaemin nggak berani jawab, soalnya Jaemin tau kalo dia ngomong, suaranya bakal kedengeran pecah di Jeno.

  "Jaemin?"

    Kalo Jeno udah manggil dia Jaemin, jelas banget Ajisaka satu ini lagi beneran khawatir ama dia.

  "Cerita aja nggak apa apa.. ada apa, hm?"

  "Nggak ada apa apa." Jaemin akhirnya membalas.

  "Gua nggak suka kalo lu kayak gitu. Kalo ada masalah itu cerita, nanti kita cari solusinya sama sama, kayak biasanya—"

  "Lu nggak bakalan bisa." Jaemin menyela.

  "Lu bahkan belum cerita apa apa ke gua, Jaem. Gua pasti bisa bantu nyari solusi—"

  "Oke, sekarang kalo gua ngomong gua pingin kalian berempat ada di sini sama gua lagi, lu bakal ngasih solusi apaan, hah?" Jaemin akhirnya benar benar menangis.

  "Capek gua, Jen. Gua capek ngerasa kayak orang gangguan jiwa, gua berharap yang di hari lalu bisa gua dapetin lagi sekarang. Tapi nggak bisa, gua tau tapi gua tetep berharap. Goblok? Emang, biarin aja kata gua, asli, gua nggak masalah."

  "Na.."

  "Gua ngerasa hampa, Jen. Gua overthinking tiap malam. Gua nebak nebak apa kalian masih nganggep gua temen kalian atau justru sekarang gua cuma nama yang pernah jadi anggota Klub 513. Gua sendirian.. beneran sendirian, pas Kak Hongjoong nyelametin gua, gua harap itu lu, Jen.. bukan Kak Hongjoong. Pas gua sekarat, gua cuma mau tau satu, gua pingin tau kalo kalian masih tetep sama.."

  "Semua tetap sama, Na—"

  "Gua nggak bisa percaya, Jen. Berkali kali gua yakinin hati gua kalo kalian tetep sama, tapi tetep aja.. setiap gua inget kalo gua sendirian.. gua kepikiran gimana kalian sekarang... Kan? Apa kata gua, lu nggak bisa ngasih solusi ke gua, Jen. Lu nggak bakal bisa.. karena gua bego ngarepin hal yang ga bisa diulang."
  
 
  
  
  
  
 
 
  
  
  
  
  
  
  
 

 
#####

Halo, Hola!

Semoga hari ini adalah hari yang baik buat kalian. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan dan kebahagiaan serta melindungi kalian dari segala hal yang buruk, Aamiin.

Ngomongi soal buku The World As I See It karya Albert Einstein yang aku singgung di chapter sebelumnya, aku serius kalo buku ini itu recommended buat dibaca apalagi buat kalian yang suka sama Psikologi. Selain itu,

Cover book nya bagus  ‿ಥ
 
 
Ya udah,
Sehat sehat ya kalian ^^
   
 
Makasih udah baca!
 
Luv kalian semua ️❣️❣️❣️
 
 

Continue Reading

You'll Also Like

1M 63.3K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
3.1K 481 33
Highest rank : #1 in Chiara (03.10.2020) #2 in lifeproblem (14.06.2020) #50 in teenage (14.06.2020) #58 in teenagers (14.06.2020) #92 in alone (14.0...
29.3K 5.1K 13
➭ "Trus, kalau lo bunuh kita sekarang, siapa yang mau jagain lo?" ⚠️Contains curses and harsh words. ⚠️Only fantasy and prohibited from carrying it i...
160K 32.8K 20
setiap jam dua belas malam, mereka mendapati luka di sekitar wajahnya, lalu menghilang secara misterius di jam dua belas siang.