someone to take you home | HE...

By tanukiwrite

200K 29.4K 3.1K

Kisah di mana hidup Jake menjadi simpang siur setelah ia bertemu dengan seorang single parent bernama Heeseun... More

author's note
introduction: part one
introduction: part two
the good, the bad, and the okay i guess
how to be a good single dad 101, by heeseung
maybe you aren't as bad as i thought
the art of making a bad decision
day one, perhaps?
note to self: don't fall for him
so maybe I'm not okay
clown on a day out
love is bullsh*t
uh oh
unfamiliar comfort
just another normal day in jake's life
birthday boy
the proposal
where we stand
unsaid feelings
the idea of us
from the kitchen counter
adore you
for lovers who hesitate
feelings are fatal
what I wish just one person would say to me
of growing up and everything else
a perfectly ruined thing
I'll weather your storms for the stillness in you
grumpy beginnings
wish you felt the way I do
if the vernal equinox taps on your window, will you let them in?

let's talk about love

6.7K 1K 117
By tanukiwrite

cw // subtle implications of verbal bullying

─────────────────────────

"Gue akhirnya bilang ke dia."

Jay mengangkat kepalanya dari hidangan di hadapannya, menatap lelaki yang lebih tua darinya satu tahun.

Mereka kini sedang berada di salah satu restoran steak ternama. Jay, yang kebetulan sedang memiliki urusan bisnis di pusat kota — sangat dekat dengan lokasi HYBE Book Group, memutuskan untuk mampir dan mengajak Heeseung makan siang bersama. Dan Heeseung, yang bosan dengan menu kafetaria kantor pun menyetujui ajakan Jay. Sudah lumayan lama juga mereka tidak duduk di meja yang sama dan menikmati makanan. Terakhir kali mereka bertemu juga sudah sebulan yang lalu, ketika Sunoo berulang tahun.

"Siapa?"

"Jake."

Jay mengangguk singkat, sekilas masih mengingat pertemuan pertamanya dengan pria yang sedang dibicarakan. "Bilang apa?"

Yang lebih tua menaruh pisau dan garpunya sejenak. "Kalo gue udah cerai," ia memberikan jeda beberapa detik, seolah ragu dengan potongan kalimat yang akan ia lontarkan selanjutnya. "Dan... tentang kenapa gue cerai."

Heeseung bisa melihat dengan jelas bagaimana terkejutnya Jay dengan ucapannya barusan.

"You told him that too? Dia yang tanya?"

Ia cepat-cepat menggeleng. "Dia ngga tanya apa-apa. The moment just felt right, and somehow, he looks like someone I can trust."Jay yang mendengar itu sedikit mencondongkan badannya ke depan dan menaruh dagunya di punggung tangan. "Dan sebelum gue sadar, gue udah ungkapin semua yang ngganjel di pikiran gue selama beberapa tahun belakangan ini. And he was just...so thoughtful. Bahkan ketika gue selesai cerita pun dia ngga komentar apa-apa."

Matanya sekilas bertemu dengan milik Jay yang masih menaruh atensi penuh padanya.

"Dia cuma bilang makasih udah mau terbuka ke dia."

"I see..." Jay mengubah posisinya menjadi lebih rileks. Punggungnya bersandar pada kursi dan jemarinya memainkan leher gelas yang berisi jus. Sementara Heeseung kembali melanjutkan makannya. "Terus? Kalian sekarang udah pacaran?"

Tidak mengekspektasikan pertanyaan itu keluar dari mulut Jay, Heeseung tersedak potongan daging yang sedang ia kunyah.

"Hah?"

Pria yang lebih muda mengerjap. "Sorry, terlalu cepet?"

"Iyalah," dengan kedua ujung telinga yang sedikit memerah, ia mengambil minumannya dan menegaknya hingga tersisa setengah gelas saja. "Lagipula," Heeseung mengelap tetesan jus di ujung mulutnya dengan sapu tangan. "Ini bukan tentang gue aja. Ini tentang Sunoo juga."

Right.

Heeseung sedari dulu memang sering dikatakan kalau ia adalah orang yang tidak mementingkan dirinya sendiri, sampai ke titik dimana ia secara tidak sadar selalu meletakkan kebahagiaan dirinya sendiri di urutan nomor sekian dan mengutamakan orang lain terlebih dahulu. Ditambah lagi semenjak ia memiliki Sunoo, yang mana membuat alasan dan tujuan hidup Heeseung kini benar-benar hanya berputar untuk anaknya saja.

Bukannya Heeseung tidak memiliki pilihan lain, namun itu memang inginnya dia. Bagaimana pun juga ia adalah ayahnya Sunoo, satu-satunya yang Sunoo miliki saat ini. Jadi memang sudah seharusnya ia mementingkan Sunoo daripada dirinya sendiri.

Sebagian dari dirinya berpikir kalau ini adalah sifat natural yang dimiliki setiap orang tua dan khusus ditujukan kepada anaknya, karena, jika ia ingat kembali, orang tua Heeseung juga sama sepertinya — ibu bapaknya selalu menempatkan kebutuhan dan kebahagiaan Heeseung di atas segalanya — bahkan hingga saat ini, ketika umur Heeseung sudah memasuki kepala tiga.

Namun kemudian ia teringat akan mantan istrinya, yang jika dipandang secara kedudukan status, mereka semua sama-sama merupakan orang tua. Dan mau dicoba dipikir berapa kali pun, Heeseung tidak dapat menemukan sifat yang sama antara mantan istrinya dan ibu bapaknya.

Ketika Sunoo demam tinggi di malam hari, hanya Heeseung saja yang panik dan membawanya ke rumah sakit. Sedangkan mantan istrinya kala itu enggan berbuat apa-apa dan memilih untuk tidur karena ia mengaku lelah sepulang kerja.

Ketika Sunoo tersandung di taman bermain dan menangis, kalimat pertama yang mantan istrinya katakan pada Sunoo adalah, "Makanya jangan lari-larian. Udah, ga usah nangis, ngga lecet aja kok."

Heeseung tidak suka bagaimana si mantan istrinya tidak memvalidasi perasaan anaknya sendiri.

Sangat berbeda dengan ibunya Heeseung.

Dulu ketika Heeseung berumur delapan tahun, banyak teman-teman kelasnya yang menertawainya karena ia memiliki logat bicara yang berbeda dengan mereka. Heeseung tidak mengerti mengapa hal sekecil itu berpengaruh terhadap pertemanan mereka, tapi yang jelas, ia merasa terganggu dengan itu.

Tiap kali ia melihat temannya menertawakannya, rasanya ia ingin marah. Namun ia ingat perkataan orang lain, amarah bukanlah sesuatu yang baik. Jadi yang bisa Heeseung lakukan hanyalah menundukkan kepala dan lari menjauh dari kerumunan.

Hingga kemudian ibunya menyadari sikap Heeseung yang menjadi lebih pendiam dibandingkan saat sebelum mereka sekeluarga pindah ke kota ini. Dan saat ibunya bertanya, seketika di kepalanya dimainkan lagi adegan-adegan yang ia alami, seperti film yang diputar kembali setelah sekian lama Heeseung coba untuk kubur dalam-dalam. Ia teringat lagi dengan hari-hari dimana semua anak di kelasnya menertawakannya, hari-hari dimana tidak ada yang mau satu kelompok dengannya.

Ia merasa tidak adil diperlakukan seperti itu. Emosi yang Heeseung rasakan saat itu begitu besar dan kuat untuk ukuran badannya yang masih kecil. Dan karena Heeseung tidak bisa lagi menampung emosinya, ia menangis bahkan sebelum ia dapat bercerita pada ibunya.

Sang ibu hanya membawa tangan hangatnya dan mengusap lembut rambut Heeseung. Ia membiarkan Heeseung menangis sejadi-jadinya di pelukan ibu hingga matanya bengkak dan kaus ibunya basah karena air mata dan ingusnya.

Dan beberapa saat kemudian, ketika ia sudah jauh lebih tenang, Heeseung coba ceritakan semuanya dengan perlahan. Usapan lembut di punggungnya masih ada, dan genggaman tangan ibunya terasa menenangkan.

Setelah bercerita, ibunya tidak menyuruhnya untuk jangan menangis lagi karena alasannya konyol. Ibunya juga tidak mengatakan untuk jangan marah pada teman-temannya karena itu hanyalah candaan bocah umur delapan tahun yang tak begitu berarti.

Ia mengecup puncak kepalanya, lalu berkata pada Heeseung kalau tidak apa-apa menangis jika ia merasa sakit. Dan tidak ada salahnya juga jika ia marah pada teman-temannya. Terkadang manusia juga butuh meluapkan amarahnya — asalkan tidak berujung dengan menyakiti orang lain, maka itu tidak apa-apa. Dan malam itu, si ibu meminta Heeseung untuk berjanji akan selalu mengekspresikan dirinya sendiri sesuai dengan apa kata hatinya dan jangan memendam semuanya sendirian.

So, no.

Jika Heeseung disuruh mengaku kalau mengutamakan orang lain adalah sifat bawaan dari semua orang tua, Heeseung harus mundur selangkah karena ia tidak setuju. Sifat ini datangnya bukan dari tanggung jawab mereka sebagai orang tua — atau paling tidak, begitu yang Heeseung percayai hingga saat ini. Karena mantan istrinya dan orang tuanya berbeda. Dan Heeseung tidak mau menempatkan mantan istrinya di dalam kategori yang sama dengan bapak ibunya ketika sudah jelas bapak ibunya adalah sosok orang tua yang jauh lebih baik, karena mereka selalu mengutamakan anaknya dalam segala situasi dan kondisi.

Dan Heeseung tahu di dunia ini tidak ada yang mencintai dirinya lebih dari kedua orang tuanya dan Sunoo.

Namun di sisi lain, ketika ia tahu bagaimana orang tuanya selalu berusaha untuk mengesampingkan kebahagiaan mereka sendiri untuk ditukar dengan kebahagiaan Heeseung, mereka juga pernah berpesan padanya — saat Heeseung sudah bekerja dan memutuskan untuk pindah dan tinggal sendirian, jauh dari kedua orang tuanya. Mereka berpesan agar Heeseung mencari sesuatu yang bisa membuatnya bahagia — kalau Heeseung juga berhak untuk mendapatkan kebahagiaan yang berasal dari dirinya sendiri, dan bukan karena melihat orang lain bahagia.

Ia awalnya tidak paham dengan kalimat yang diucapkan mereka. Hingga bertahun-tahun kemudian, Heeseung masih tidak mengerti. Lagipula ia kini memiliki Sunoo. Dan melihat anaknya bahagia membuat dirinya juga ikut senang. Melihat senyuman terukir di wajah Sunoo membuat Heeseung bisa tidur lebih nyenyak di malam hari. Dan ia cukup yakin kalau hanya itu saja yang ia butuhkan dalam hidupya. Jadi perlahan, Heeseung mulai abaikan pesan orang tuanya yang satu itu.

Hingga ia bertemu dengan Jake, si pemuda asal Australia yang tutur katanya lembut dan begitu sayang pada anaknya.

Di sana ada roda yang kembali berputar di dalam hatinya, dan otaknya berkata padanya kalau ia menginginkan pemuda ini di hidupnya. Bukan karena Sunoo yang menyukai pemuda ini dan bersama dengan pemuda ini membuat Sunoo bahagia, bukan juga karena Jay yang ingin melihatnya menjalin hubungan lagi setelah sekian lama ia menduda. Tetapi karena ini kemauannya dia sendiri.

Dan akhirnya, setelah bertahun-tahun, Heeseung baru mengerti apa maksud dari perkataan orang tuanya — untuk mencari kebahagiaan sendiri, dan tidak bergantung dari bahagia orang lain.

Namun tentu situasinya kini berbeda. Saat itu orang tuanya berkata padanya pada saat ia masih lajang. Kini ia sudah memiliki satu anak. Heeseung tidak bisa begitu saja mengesampingkan kebutuhan anaknya hanya karena ini adalah keinginannya. That's just straight up a selfish asshole behavior.

Jadi ketika Jay bertanya padanya apakah ia sudah memiliki hubungan dengan Jake atau belum, jelas ia sedikit terkejut. Heeseung bahkan tidak tahu bagaimana Jay menanyakan hal itu seperti bertanya sesuatu yang sangat umum dan biasa. Karena pertama, ia tidak tahu bagaimana pendapat dan perasaan Sunoo tentang dirinya jika ayahnya memiliki kekasih baru, terlebih lagi Jake adalah gurunya di sekolah. Dan jujur saja, Heeseung agak kebingungan untuk membawa topik itu ke hadapan anak yang baru saja bertambah umur menjadi enam tahun.

Kedua, Jake adalah seorang lelaki — yang mana sebenarnya Heeseung tahu anaknya tidak mungkin memiliki sifat LGBTQ-fobik karena di rak buku ceritanya ada paling tidak tiga sampai empat buku anak-anak yang bertemakan LGBTQ — dan Sunoo suka meminta Heeseung untuk membacakannya sebelum tidur. Ia tidak khawatir apabila Sunoo akan menganggapnya aneh bila ia memiliki pacar laki-laki. Karena ia tahu Sunoo tidak mungkin berpikir begitu.

Yang Heeseung khawatirkan di sini adalah Jake. Karena meskipun Heeseung tahu sedari remaja Heeseung tertarik pada perempuan dan laki-laki, namun Heeseung belum pernah sama sekali memiliki hubungan yang lebih jauh dari sekadar teman dengan seorang lelaki. Mau bagaimana lagi, ia lahir dan dibesarkan di negara yang mayoritas populasinya menganggap hubungan sesama jenis adalah sesuatu yang tabu. Jadi Heeseung tidak ingin coba-coba. Dan karena ia belum pernah memiliki hubungan dengan seorang lelaki, ia takut jika ia tidak dapat membuat Jake bahagia jika memang mereka pada akhirnya memutuskan untuk menjalin sebuah hubungan.

Mungkin memang lebih baik semuanya tetap bertahan seperti ini, Heeseung pikir. Dimana ada ia dan Sunoo sebagai keluarga, dan ada Jake — sebagai guru Bahasa Inggrisnya Sunoo di TK, dan juga sebagai teman Heeseung.

Heeseung pikir semuanya tidak akan berubah. Selama ia tidak membahas hal ini di depan anaknya, semuanya akan tetap sama seperti biasanya.

Hingga suatu saat di beberapa minggu kemudian, Sunoo bertanya padanya ketika ia sedang mencuci tomat ceri untuk Sunoo makan sebagai camilan di sore hari.

"Ayah," panggilnya.

"Iyaa?"

"Ayah ngga kesepian?"

Heeseung mengernyitkan alisnya, merasa bingung mengapa tiba-tiba Sunoo bertanya seperti itu. Namun ia tetap menjawab, "Ayah punya Sunoo, Ayah nggak kesepian." Ia mengeringkan tangannya dengan kain yang menggantung di samping wastafel. "Kenapa tanya gitu?"

Sunoo tidak mengangkat kepalanya dari potongan-potongan puzzle dinosaurus. Bahkan ketika Heeseung meletakkan semangkuk berisi tomat ceri di hadapannya, ia hanya bergumam terima kasih, lalu kembali melanjutkan mencari potongan puzzle yang tepat.

"Gapapa, Ddeonu kira Ayah kesepian karena Mama ngga di sini lagi." Heeseung menahan nafasnya, benar-benar terkejut dengan topik pembicaraan yang dibawa anaknya. Ketika ia tidak mendengar balasan dari Heeseung, Sunoo mengangkat kepalanya, menatap Heeseung dengan bola matanya yang amat jernih. Ia melanjutkan, "Ddeonu diceritain temen Ddeonu di sekolah. Katanya, abis ayahnya ngga di rumah lagi, mamanya jadi kesepian. Terus Ddeonu jadi keinget Ayah."

Ah.

Sunoo.

Anaknya yang pintar dan memiliki empati yang tinggi.

Heeseung terdiam. Sulit rasanya untuk membayangkan mereka memiliki keluarga yang utuh lagi seperti semula, ketika sudah tiga tahun lebih belakangan ini Heeseung habiskan waktunya hanya berdua dengan anaknya saja.

Heeseung tidak keberatan. Justru sebaliknya, ia ingin begini saja. Heeseung tidak ingin mencari cinta yang baru. Sudah cukup ia dikhianati dan disakiti kala itu. Ia tidak ingin hal yang sama terulang lagi.

Itu juga alasan mengapa Heeseung selalu menolak semua manuskrip novel yang bertemakan romansa tiap kali Riki ajukan padanya. It's just — love is stupid. Dan ia cukup yakin dengan pendiriannya.

Sampai kemudian Jake muncul di hidupnya dan mengacaukan pertahanan yang sudah ia bangun susah payah selama ini. Dengan mudahnya Jake berdansa masuk ke dalam skenario cerita yang sudah sengaja ia tulis untuk dirinya sendiri, membuat Heeseung kelimpungan karena ia tidak memiliki plan B dari semua ini. Dan kini Sunoo membahas hal yang bersangkutan dengan itu, Heeseung tidak tahu harus bagaimana selain — 

"Ayah?"

"Yaa, Sayang?"

Sunoo cemberut, di tangannya ada tomat ceri yang sudah digigit setengah. "Ayah ngga dengerin Ddeonu ya?"

Heeseung tertawa singkat. Ia duduk di sebelah anaknya dan mengangkat tubuh ringannya, lalu didudukkannya Sunoo di paha Heeseung. "Maaf, tadi Sunoo bilang apa?"

"Ddeonu tadi bilang," ia melahap habis sayur di tangannya. "Kalau Ayah ngerasa sedih atau kesepian, Ayah bisa cari mama baru."

Hening mengudara.

Sampai Sunoo menambahkan lagi, "Atau ayah baru juga gapapa. Kayak Stella," salah satu karakter dari buku bertemakan LGBTQ yang ada di raknya, "Dia punya dua ayah."

Heeseung belum bisa merangkai kata-kata di kepalanya. Seolah-olah semua pertanyaan dan hal yang ingin ia ungkapkan lenyap begitu saja.

Ia terlalu bingung dihadapkan dengan situasi seperti ini, tidak sadar kalau Sunoo sudah turun dari pangkuannya. Yang menyadarkannya kembali dari lamunannya adalah ketika anaknya menarik ujung sweatshirt-nya dan mengecup pipinya. "Ddeonu ngga mau liat Ayah sedih. Kalo nyari mama atau ayah baru bisa bikin Ayah seneng, Ddeonu ngga papa kok."

Heeseung ingin menenggelamkan kepalanya di tangannya saja saat itu.


─────────────────────────


Author's note:

I'm so sorry this took a long time for me to update it, but I hope you guys still enjoy this little update.

Oiya, kan aku tadi sempet nyebutin kalau Sunoo baca buku anak-anak yang bertemakan LGBTQ, buat kalian yang penasaran (karena aku yakin di toko buku Indo ngga ada), kalian bisa cek post di conversation aku yaa. (Ini aku bukan jualan kok wkwk) Aku cantumin link book reading videos-nya. Please check it out, it's such a simple story but with great messages for kids — tentang bagaimana kita menerima diri sendiri dan bagaimana kita ngga membeda-bedakan orang lain hanya karena mereka punya orientasi seksual atau perspektif mereka tentang diri mereka sendiri yang mungkin belum umum di masyarakat. Biar di masa depan jumlah anak-anak yang homofobik semakin berkurang dan dunia ini jadi lebih baik ke semua golongan, ngga memandang gender, orientasi seksual, kaum atau ras, dsb 🤍

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 105K 47
āš ļø Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
4.2M 127K 87
WARNING āš  (21+) šŸ”ž š‘©š’†š’“š’„š’†š’“š’Šš’•š’‚ š’•š’†š’š’•š’‚š’š’ˆ š’”š’†š’š’“š’‚š’š’ˆ š’˜š’‚š’š’Šš’•š’‚ š’šš’ˆ š’ƒš’†š’“š’‘š’Šš’š’…š’‚š’‰ š’Œš’† š’•š’–š’ƒš’–š’‰ š’š’“š’‚š’š’ˆ š’š’‚š’Šš’ š’…š’‚š’ ļæ½...
1.8M 58K 69
Cinta atau Obsesi? Siapa sangka, Kebaikan dan ketulusan hati, ternyata malah mengantarkannya pada gerbang kesengsaraan, dan harus terjebak Di dalam n...
40.3K 3K 44
(Update Sesuai MOOD) 4 orang gadis yg ingin mengisi liburannya dengan berpetualang.mereka memutuskan untuk berpetualang ke hutan yg sering disebut...