When You Lost It

Por Delzy1

3.3K 1.9K 1.7K

Berawal dari mimpi buruk. Hari-hari yang seharusnya terdengar wajar bagi gadis itu mulai berubah sejak beber... Más

Pengantar
Character List!
Opening
Malam tanpa Ketenangan
Hari yang Indah
Teman
Pertanda Pertama
Kenapa harus meminta maaf?
Pelukan Seorang Dewi
Sekali lagi, Hari yang Indah
Pertanda Kedua
Tak lagi bersama
Penyesalan dan Tuan berwajah teduh
Kartu Nama
Pergi untuk Sementara
Khayalan atau Penglihatan?
Mulai menginap
Sosok kedua
Hampir saja!
Pertanda Ketiga
Kupu-kupu Hitam
Akhirnya, mereka tahu
Apa aku tidak pantas untuk tau?
Tidak ada Keberuntungan (1)
Tidak ada Keberuntungan (2)
Tidak ada Keberuntungan (3)
Tidak ada Keberuntungan (4)
Malam Perekrutan
Tekad dan Rencana
Pelatihan Pertama
Suara yang memanggil
Bertemu
Ucapan yang berguna
Bersaing!
Berkumpul
Di tengah kekacauan
Memperluas relasi
Dua golongan
Season 2 : The Beginning (1)
Season 2 : The Beginning (2)
Season 2 : The Beginning (3)
Season 2 : Awal yang buruk
Season 2 : Di Masa yang mana?
Season 2 : Sebuah Foto
Season 2 : Pesta Malam
Season 2 : Kucing dan Kupu-kupu yang berwarna hitam
Season 2 : Foto itu Menghilang!
Season 2 : Pembuat Onar
Season 2 : Seseorang yang tak terduga
Season 2 : Dia yang tidak pernah disangka
Season 2 : Asap hitam
Season 2 : Di suatu malam sehabis kekacauan
Season 2 : Kedatangan pelanggar

Dunia baru untukmu

53 37 27
Por Delzy1

Setelah menghabiskan air tersebut gadis itu kemudian mendengar suara dari beberapa langkah kaki.

Gadis itu mendongak, melihat perempuan yang semula duduk di kasurnya kini berdiri tegak dan mengaitkan tangannya di depan. Begitu pun dengan beberapa perempuan lain yang berpakaian serupa dengannya. Mereka tersenyum, menatap ke depan, mata mereka berbinar. Pipi mereka seolah menjadi merah merona. Gadis itu jadi mengira, di posisi manakah dia saat ini, apakah dia perlu berdiri dan menyambut seseorang ini layaknya perempuan-perempuan yang ada disini?

"Apa ini, seperti penyambutan seorang raja saja." Pikir gadis itu, kemudian mencoba untuk berdiri, sebelum akhirnya merasakan nyeri yang amat sangat dari belakang punggungnya.

"Aw, ternyata belum sembuh juga lukanya." Pikir gadis tersebut. Tetap mencoba untuk berdiri walaupun tertatih-tatih. Karena dia merasa tidak enak hati. Dia harus berperilaku baik disini.

Setelah itu, beberapa pemuda datang lalu berhenti dan memberikan salam. Semua perempuan disana membalas salam mereka diikuti oleh gadis tersebut yang menunduk dengan kikuk, kebingungan.

Tap.

Tap.

Tak lama kemudian orang itu datang.

Kedatangannya disambut oleh salam dari semua orang di pondok kesehatan di sana. Disaat menunduk itu, gadis tersebut mencoba mendongak sedikit.

Benar, seseorang inilah yang pernah dijumpai oleh gadis itu di depan pemakaman ibunya. Orang yang sama juga telah memberinya kartu nama di hari setelah kematian ibunya.

Memang benar, orang tersebut tidak salah lagi.

Pria itu mengangguk dan menginstruksikan mereka untuk kembali berdiri tegap dihadapannya. Setelah itu orang tersebut menoleh ke arah gadis itu dan tersenyum kemudian bertanya ke perempuan yang ada disampingnya.

"Bagaimana keadaan nona Wicaksono, Mbak Rita?"

Perempuan tersebut menatap pria itu dan tersenyum lalu membalas,
"Tuan, nona baik-baik saja, lukanya telah tertutup oleh obat-obatan yang telah di buat oleh pondok kami. Kami berharap pemulihan yang cepat untuk luka nona." Ucapnya.

Pria itu mengangguk lagi kemudian pembicaraan di antara keduanya berlanjut.

Sedangkan gadis tersebut hanya bisa menoleh ke arah lain dan bertingkah seakan-akan tidak mendengar apapun. Jujur canggung sekali rasanya, apalagi setelah dia mengingat beberapa momen disaat pria ini datang ke pemakaman ibundanya. Sungguh beberapa hal membuat dirinya bertanya-tanya. Dia pun juga berharap bisa bertemu kembali dengan pria yang ada dihadapannya kini untuk mengetahui jawaban dari kejadian-kejadian janggal yang telah dialaminya. Mungkin saja dia bisa mendapat pencerahan.

Setelah itu Hazel sedikit menoleh ke arah kedua orang tersebut untuk sekedar melihat situasi. Perempuan yang mengobrol dengan orang tersebut kemudian menundukkan kepalanya lalu berjalan keluar dari pondok sambil membawa nampan berisi mangkuk dan gelas kotor.

Sementara itu, pria tersebut kemudian menoleh ke arah gadis itu, mengulurkan tangannya, menawarkan sesuatu.

"Tidak keberatan jika Hazel ingin pergi melihat situasi pondok-pondok disini bersama saya?"

Hazel menoleh ke arah kanan dan kiri. Setelah itu menggangguk.

Baiklah, mungkin dia bisa bertanya hal-hal tersebut seusai tour ini.

_______

Gorden itu terbuka, kemudian Hazel mencoba untuk turun sedikit demi sedikit dari beberapa anak tangga disitu. Bersamaan dengan tangannya yang mengait erat dengan tangan pria yang akan mengajaknya berkeliling di tempat baru ini.

Setelah gadis itu selesai turun dan mendongak. Gadis itu kemudian terkejut.

"Wah...aku tidak pernah tau ada tempat seperti ini di dunia, kecuali dari imajinasi buku novel fantasi yang telah kubaca."

Udara yang sejuk.

Pepohonan tua yang begitu rindang dengan kebun-kebun bunga di bawahnya.

Terlihat belasan pondok kayu yang berjejer rapi sejauh mata memandang.

Tanah yang penuh dengan bebatuan alam.

Juga sungai yang mengalir dengan tenang.

Tidak salah memang jika perempuan bernama Mbak Rita yang dia jumpai di pondok kesehatan bilang kalau pendatang baru akan menganggap tempat ini sebagai surga.

Hazel begitu kagum, rasanya tenang sekali disini. Tidak seperti saat dia masih di rumah tantenya, apalagi setelah mengetahui kebenaran yang membuatnya frustasi itu. Ah, sudahlah Hazel tidak ingin memikirkannya kembali.

Setelah melangkah jauh dari pondok kesehatan, pria di sebelahnya mulai membuka pembicaraan.

"Indah bukan?"

"Emm..benar tuan, pemandangannya tidak begitu buruk."

Pria itu tersenyum kemudian menoleh ke arah gadis itu kemudian melihat sedikit gundukan di area punggung Hazel, ekspresi pria tersebut berubah lebih khawatir.

"Bagaimana dengan luka di punggungmu? Apakah masih sesakit itu?" Ucapnya.

Gadis itu kemudian mencoba meraba-raba bagian punggungnya, lalu merintih setelah menekan lembut bagian yang dirasanya luka. Gadis tersebut kembali ke posisi semula, wajahnya sedih, dia mengangguk.

Pria itu menghela nafasnya, kemudian kembali tersenyum,
"Baiklah, aku yakin luka itu akan cepat sembuh, kamu tau? Ahli obat paling jeniuslah yang dengan sendirinya telah sukarela merawatmu dari mulai kamu pertama kali datang kesini."

Gadis itu mengernyitkan dahi, siapakah ahli obat itu.
"Apakah orang itu Mbak Rita, Tuan?"

Pria itu mengangguk senang.

Gadis itu kemudian tersenyum lalu tetap berjalan santai. Lalu kemudian teringat, bagaimana keadaan Liam dan Reza? Apakah mereka ada di sekitar sini.

Gadis itu mendongak mencoba menyusun kata dan bertanya ke pria yang ada disampingnya tersebut.

"Tuan, apakah anda tau, dimana Liam dan Reza sekarang?"

Pria itu menoleh,
"Mereka ada di pondok kesehatan khusus laki-laki, mungkin sekarang mereka masih beristirahat, karena nanti akan ada jadwal untuk kumpul besar semua murid yang ada di padepokan ini."

Gadis itu bingung,
"Murid?"

"Benar, padepokan ini adalah dunia baru untuk mereka yang berhasil keluar dari kehidupan lamanya. Seperti kamu, mereka juga akan bersiap-siap untuk jadwal nanti. Kamu tidak akan sempat untuk ke pondok kesehatan tempat mereka berada, namun tidak apa toh kamu akan bertemu dengan mereka ketika kumpul besar nanti untuk pelantikan." Jelas pria itu.

Gadis itu kemudian memikirkan sesuatu,
"Apakah murid-murid yang telah menemukan potensinya akan disatukan dalam pondok khusus, Tuan?"

"Benar, apakah kamu ingin melihat pondok pelatihannya juga?" Tawar pria itu tersenyum menatap wajah antusias gadis tersebut.

Gadis itu dengan cepat mengangguk, dia senang, untuk pertama kalinya potensinya bisa dilatih disini.

Pria itu kemudian berbelok arah menuju jalanan yang penuh dengan anak-anak kecil seusia Liam bahkan dibawahnya.

Hazel menoleh kesana-kemari, kebingungan melihat anak-anak tersebut berlarian, namun memang senyum mereka mampu membuat hati gadis itu tenang.

"Sebelum itu, aku akan memperkenalkanmu dengan beberapa sistem pondok di padepokan ini." Ucap pria itu

Hazel mengangguk, menunggu.

"Pertama pondok yang ada dihadapanmu kini adalah pondok yang dibuat untuk perempuan atau lelaki berusia dibawah 15 tahun, atau bisa dikatakan mereka adalah yang belum terlihat potensinya." Jelas pria tersebut.

Memang benar setelah dilihat memang, tidak ada remaja seumuran Hazel disini. Karena area ini dikhususkan untuk anak-anak dibawah umur.

"Penjagaan disini pastinya juga yang paling kuat, karena mereka juga belum bisa menjaga diri mereka sendiri, maka itu pendamping perempuan banyak dibutuhkan disini untuk memenuhi kebutuhan mereka. Nanti jika potensi mereka sudah keluar, atau umur mereka menginjak 16 tahun atau diatasnya, mereka akan dapat mengikuti pelantikan dan pemilihan pondok asuh untuk mengasah potensi yang telah mereka miliki." Ujar pria itu menambahkan.

"Berarti walaupun, anak-anak tersebut masih tergolong dibawah umur, tetapi jika mereka telah memiliki potensi dalam diri mereka. Mereka akan dipindahkan ke pondok asuh pilihannya begitu?" Ucap gadis itu mencoba memahami.

Pria itu menggangguk.
"Kamu benar, usia berapa saja jika sudah punya potensi maka mereka diperbolehkan mengikuti pondok asuh yang mereka minati."

Gadis itu kemudian melihat beberapa gadis seusia Liam, berlari dan mengambil beberapa bunga di taman, dengan hati-hati mereka mulai meletakkan setangkai bunga di telinga mereka masing-masing. Hazel tersenyum, mereka terlihat imut dan cantik secara bersamaan.

"Baiklah, kalau begitu apa kita bisa berlanjut ke pondok selanjutnya?" Tawar pria itu, melihat gadis tersebut yang begitu fokus dengan anak-anak perempuan didepannya.

Hazel mengangguk kemudian berjalan dituntun oleh pria itu menuju ke jembatan yang menghubungkan area pondok satu dengan pondok lainnya.

Gadis itu mencoba menunduk melihat ke bawah jembatan yang ternyata adalah sungai sama yang tersambung dari pondok kesehatan tadi.

"Jembatan ini berfungsi untuk menghubungkan daerah pondok-pondok anak dibawah umur, pondok kesehatan perempuan, dan lain-lain. Sedangkan di seberangnya ini, adalah wilayah yang ingin kamu kunjungi, yaitu wilayah pondok pelatihan dan murid-murid yang telah memiliki potensi." Ujarnya sambil melintasi jembatan tersebut.

Jembatan tersebut cukup bergoyang, namun, bisa dikatakan kokoh dengan bahannya dari kayu.

Suasananya sudah menjelang sore. Sesaat setelah Hazel menapakkan kakinya disana. Seperti auranya benar-benar instens disini.

Obor-obor sebagai penyambut perjalanan mereka beberapa arena dan alat-alat pelatihan yang memadai, dengan remaja-remja seumurnya yang ada disana.

"Disini, kamu sudah memasuki wilayah pondok murid-murid yang telah memiliki potensi. Fasilitas yang disediakan disini mulai dari busur, pedang, empat arena bertanding dan yang lain ditujukan agar mereka dapat mengasah kemampuan mereka dengan bimbingan dari guru pengasuh masing-masing pondok pelatihan." Jelas pria itu kemudian mengarahkan Hazel ke salah satu arena bertanding disana.

Hazel melihat beberapa murid baik laki-laki atau perempuan disana saling berduel atau juga ada yang lawan tiga, disoraki oleh beberapa murid yang melihat pertandingan mereka.

Namun, satu hal yang menarik perhatiannya. Murid-murid ini bertanding dengan potensi yang telah terasah dengan baik! Bahkan lebih baik dari dirinya, jika disesuaikan dengan pengalamannya saat mencoba mengalahkan ayahnya sebelum datang kesini benar-benar memalukan.

Gadis itu mencoba menoleh ke arah kirinya dan melihat seorang gadis dan lelaki itu duduk berhadapan satu sama lain secara intens. Lelaki itu tersenyum lalu mengangkat alis sebelahnya dan menopang dagu, sementara gadis di depannya kini mengernyitkan dahi, kemudian membelalakkan matanya terkejut.

"Hei! Apa maksudmu berbicara seperti itu dipikiranku? Apakah kamu ingin kupukul?" Ucap gadis itu berdiri lalu menghampiri lelaki itu.

"Ahahaha, tunggu-tunggu maaf, baiklah-baiklah ayo kita berlatih lagi. Maafkan aku." Balas lelaki itu bersiap meilndungi dirinya.

Hazel dari kejauhan tersenyum,
"Ternyata ada banyak murid disini yang bisa melakukan telepati. Mulai sekarang aku harus berhati-hati dalam berfikir atau sesuatu yang tidak diinginkan bisa saja terjadi."

Kemudian beberapa pemuda datang ke arah Hazel dan Tuan Wirya disebelahnya.

"Guru!!" Sapa salah satu pemuda itu dengan wajah bahagia.

Pria di sebelah Hazel mengangguk dan tersenyum.
"Ah, kamu."

Setelah cukup dekat, akhirnya mereka berhenti dan membuka obrolan dengan pria disampingnya.

"Dari mana saja anda, guru? Saya dan teman-teman baru saja akan menyebrang ke wilayah sebelah, karena tidak menemukan anda disini." Ucap lelaki berambut kecoklatan itu tersenyum.

Hazel memperhatikannya, tubuh yang tinggi dan atletis, kulit berwarna kuning Langsat, rambut kecoklatan yang lurus. Perlu Hazel akui, penampilannya keren.

"Beberapa urusan baru saja aku selesaikan di wilayah sebrang, ah kamu ini benar-benar tidak sabar sekali. Lalu bagaimana dengan progress telekinesismu ?" Balas pria itu tersenyum.

Lelaki itu kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal,
"Cukup baik, guru! Saya sekarang bisa mengangkat dua kursi kayu yang ada di depan saya tadi, ini semua berkat bimbingan mu guru! Terimakasih banyak!" Kemudian lelaki itu sedikit membungkuk untuk akhirnya kembali ke postur awal.

Pria itu tersenyum dan mengangguk.
"Baguslah kalau begitu."

"Telekinesis? Bukankah Reza juga memiliki potensi ini?" Pikir gadis itu menatap lelaki dihadapan pria disampingnya ini lalu kembali melihat beberapa murid yang melakukan aktivitasnya di arena pertandingan itu.

Setelah beberapa saat mengobrol dengan gurunya, lelaki itu kemudian menoleh ke arah samping gurunya itu dan menyadari dia belum menyapa gadis yang ada dihadapannya ini. Lelaki itu tersenyum menatap gadis tersebut lalu memutuskan untuk berkenalan dengannya.

"Emm, guru siapakah gadis ini? Apakah dia murid baru di pondok asuh anda?" Tanya lelaki itu antusias.

Pria itu mengangguk,
"Kamu benar, dia baru saja datang beberapa hari yang lalu."

Lelaki itu kemudian mengulurkan tangannya,
"Hai! Salam kenal! Namaku Dimas, aku dari pondok asuh Bahuwirya dan telah datang dari 3 bulan yang lalu kesini."

Gadis itu tersenyum kemudian membalas uluran tangan lelaki itu.
"Salam kenal, Hazel, aku baru beberapa hari yang lalu datang ke sini."

Pria itu tersenyum kemudian mencoba menjelaskan.
"Dimas adalah murid pelatihan ketiga terbaik disini. Karena jejak rekamnya yang bagus dan dengan waktu secepat itu dia sudah bisa mengembangkan potensinya sejauh itu."

Gadis itu mengangguk,
"Apakah Tuan juga merupakan guru disini?"

"Benar sekali, pembagian pondok asuh disini ada tiga, yang pertama adalah pondok Dewandaru, Pondok Maheswari, dan pondok yang kuasuh yaitu pondok Bahuwirya. Setiap pondok asuh akan mendapatkan pondok pelatihan dan juga arena bertandingnya sendiri, lalu yang ada di hadapan kita disini adalah arena gabungan untuk berlatih murid-murid dari ketiga pondok asuh " Jelas pria disampingnya.

"Lalu bagaimana cara membedakan mereka?"

"Kamu tidak bisa membedakan mereka sekarang, namun, jika sudah berkumpul nanti, kita semua yang telah masuk pondok asuh masing-masing akan mendapatkan gelang karet untuk identitas. Merah untuk Bahuwirya, Hijau untuk Maheswari dan Biru untuk Dewandaru" Balas lelaki itu ditanggapi oleh gurunya dengan anggukan setuju.

Hari itu sudah mulai gelap, pertanda malam. Sedangkan acara kumpul besar ini akan diadakan di pondok besar untuk gabungan seluruh orang disana.

Hazel kemudian mengangguk faham.

"Kalau begitu, kita harus kembali untuk bersiap-siap kumpul besar nanti, Hazel." Ucap pria itu

Gadis itu mengangguk kemudian memberikan senyuman kepada lelaki dihadapannya itu.
"Kalau begitu aku kembali dulu Dimas."

"Iyaa hati-hati ya Hazel, sampai jumpa nanti malam!" Ujar lelaki itu mengangguk.

Kemudian hari itu semakin larut, tempat perkumpulan itu sudah penuh dengan murid-murid yang mengenakan seragamnya dan gelang identitas.

Sementara gadis itu masih berdiri di luar pondok, mencoba mengatur nafas gugup, ini adalah malam yang besar. Dia harus bersiap atas segala hal yang akan terjadi hari ini.

"Baiklah Hazel, bersiaplah, dunia baru kini menunggumu" Pikir gadis itu menenangkan diri.

Hazel kemudian menarik nafasnya pelan dan berjalan menuju pondok tersebut.
_________________________________

Thanks for reading!
-Delzy1

Seguir leyendo

También te gustarán

237K 43.8K 44
[SUDAH TERBIT] _______________________ "Gue mau balik. Gue mau balik," "AAAAAAA BOTAK!" "BANG JAY TURU WOI!" "ITU PINGSAN, GOBLOK!" "SERET!" Liburan...
1M 74.2K 31
Setelah tujuh hari kematian ibu, suasana rumah berubah mencekam. Suara rintihan kerap kali terdengar dari kamarnya. Aku pun melihat, ibu sedang membe...
144K 8.2K 35
Reina Amora, gadis berparas ayu khas pribumi, salah satu yang beruntung diterima di Black Campus melalui jalur beasiswa, kehidupan damai berubah begi...
357K 19.6K 30
Juwita Liliana, gadis berparas cantik, cerdas, kemampuan aneh yang dia miliki mengharuskan dia homeschooling, namun setelah satu tahun terakhir akhir...