π™Ύπšžπš› π™³πšŽπšœπšπš’πš—πš’ (#𝟸 𝙴...

By _sidedew

639K 31.3K 2.5K

#Book-2# BIJAKLAH DALAM MEMBACA! 18++ . . . π‘Ήπ’Šπ’„π’‰π’†π’π’π’† π‘ͺπ’“π’†π’”π’†π’π’„π’Šπ’‚ π‘¬π’…π’Žπ’π’π’… π’Žπ’†π’π’šπ’Šπ’Žπ’‘π’–... More

CAST
-Prolog-
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68 [END]
-Epilog-
EXTRA CHAPTER

Chapter 51

8.6K 424 55
By _sidedew

Playlist : Jennifer Lopez feat Maluma - Marry you


Absen dulu gengs! Sebutkan bulan dan tahun lahir mu!

Me : Oktober 98
.
.
.

🌷HAPPY READING 🌷

Petang sudah berlalu. Menyisakan gelap malam yang mulai melingkupi sempurna kota Paris itu. Jalan raya yang dilaui mobil nampaknya tidak akan sepi sampai pagi menjelang.

Di tengah perjalanan--beberapa ratus meter setelah keluar dari kawasan pusat perbelanjaan, Alaric meminta untuk bertukar mobil seperti semula.

Dengan atap mobil yang dibiarkan terbuka, baik Richelle maupun Alaric menikmati udara malam juga gemerlapnya dunia perkotaan. Meski jalanan dipadatkan oleh banyak kendaraan juga para pejalan kaki, untungnya di sepanjang perjalanan mereka tidak terjebak macet.

Richelle tidak bisa lepas dari keindahan kota Paris di malam hari ini meski bukan pertama kalinya datang ke kota ini, dia tetap tidak pernah bosan untuk berlama-lama memanjakan mata dengan keindahan dan kemewahan yang ada.

Dengan satu tangan berada di roda kemudi dan satu tangan kanan Alaric menggenggam tangan Richelle, beberapa kali punggung tangan sehalus kain sutra itu ditariknya untuk ia cium tanpa merasa bosan, pun Richelle tidak merasa terganggu kecuali jika Alaric mulai nakal meraba-raba paha Richelle yang terbuka tentu wanita itu akan memasang wajah mode galak dan Alaric hanya bisa tersenyum geli.

Setelah lima tahun menjeda, Alaric tidak lagi bersikap seperti seorang kakak yang menjaga Richelle sebagai adik. Katakanlah dia adalah pria mesum yang kerap kali menyentuh Richelle layaknya pria pada wanita. Meski begitu ia tetap masih mempertahankan kewarasannya agar tidak sampai kebablasan karena Richelle bukanlah wanita murahan yang mudah dipakai begitu saja.

Kalau boleh jujur, Alaric tidak sekuat itu menahan nafsunya, makanya, alih-alih membayar wanita bayaran-- ia lebih baik bermain sendiri di dalam kamar mandi. Poor Alaric.

"Kau senang?" Alaric membuka percakapan.

"Tentu. Sudah lama aku tidak berpergian sampai menjelang malam seperti ini. Biasanya hanya disibukkan oleh pekerjaan. Kalaupun pergi berbelanja, Lucy yang akan turun tangan ia bahkan tidak mengizinkan aku untuk pergi sesuka hati karena lagi-lagi jadwal pemotretan yang tidak bisa diganggu gugat. Dia sudah seperti ibu sekaligus ayah yang mengatur semua urusan anak bayinya." Tukasnya panjang lebar dengan tawa renyah di akhir ucapan.

"Dia asisten sekaligus manajer mu yang cekatan. Dan yang paling penting dia adalah gay, aku tidak perlu khawatir apalagi mencari penggantinya."

"Ck, seenak saja asal ganti-ganti asisten ku. Kau tidak khawatir tapi aku yang ketar ketir karena setiap dia melihatmu, miliknya sudah seperti menemukan radar bahkan secara terang-terangan kalau dia menginginkan mu di atas ranjang. Oh, Lucy memang seperti itu jika sudah melihat pria tampan yang bertubuh kekar."

Alaric merinding mendengar itu. Bisa-bisanya dia digilai oleh pria penganut aliran sesama jenis. Menggelikan. "Tidak usah mencemaskan hal itu, toh, aku pria normal. Masih menyukai lubang dibanding pistol-pistolan."

Richelle tergelak begitu saja dan itu menular pada Alaric.

"Terimakasih," katanya seraya merangkul lengan Alaric dan bersandar di bahunya.

"For what?"

"Untuk semuanya.... Aku juga sangat bahagia bisa menikmati waktu seharian ini bersama mu, keraguan yang mendesak ku seakan memaksa untuk menjauhi mu lambat laun terlepas begitu saja. Ada hati yang masih bisa melihat ketulusan mu, ada perasaan yang kerap kali berteriak mengatakan bahwa kau adalah pria yang tepat untukku."

Lampu lalu lintas menyala merah. Menandakan bahwa setiap kendaraan di jalur itu diharuskan berhenti.

Richelle setengah mendongak langsung bersitatap dengannya. "I love you. My life will definitely be happier if I'm with you. It's very hard to fall in love with another man. so don't give me fake love. My love has been for you since a long time ago."

Suara pelan itu bagai mantra yang menggetarkan jiwa. Alaric membalasnya dengan ciuman dalam tepat di dahinya. Itu dilakukan hingga satu menit lamanya dan terpaksa berakhir setelah mendengar bunyi klakson tidak sabaran dari belakang mobil mereka.

🌷🌷🌷

Richelle merasa gatal diujung kepala, pun seperti menular di area leher. Oh, kenapa dia bisa lupa bahwa seharian ini sekujur tubuhnya belum menyentuh air.

"Al, bisa kah kita mampir ke hotel dulu? Aku harus mandi, badan ku terasa lengket dan gatal. Tidak nyaman."

Alaric menoleh tanpa melepaskan bibirnya di punggung tangannya. Bukannya menanggapi, Alaric hanya diam tanpa melepas pandangan untuk tiga detik lamanya. Wajahnya kembali tertoleh ke depan, "kita cari hotel terdekat." Katanya.

Alaric menyuruh pada salah satu orangnya untuk mereservasi satu kamar hotel agar ketika sampai mereka tidak perlu lagi menunggu di meja resepsionis.

Tak lama, bangunan bertingkat mewah sudah terlihat. Melepas genggaman tangan untuk memegang persneling mobil sebelum berkelok kiri. Kendaraan beroda empat itu pun berhenti di depan lobby hotel diikuti juga oleh satu mobil pengawalnya.

Sebelumnya, Richelle mengambil asal barang yang akan ia kenakan-- dari atas kepala sampai ujung kaki sedangkan Alaric memang sudah membeli setelan khusus malam ini.

Karena sudah terbiasa dengan kemewahan hotel yang selalu dipesannya, mata mereka tidak perlu berpendar untuk melihat-lihat kemewahan hotel VVIP itu.

Sedangkan Richelle masuk ke dalam kamar mandi, Alaric menunggunya sembari berbaring nyaman di atas ranjang, tak lupa melepas pakaian yang hanya menyisakan celana pendek saja.

Ada waktu sekitar lima belas menit Richelle gunakan untuk berendam air hangat sebelum menyelesaikannya dengan berdiri di bawah pancuran shower.

Melilitkan handuk putih begitu pun dengan rambutnya yang basah, Richelle berjalan tanpa menimbulkan suara menghampiri Alaric yang terlentang dengan kedua kaki yang menggantung menapaki lantai.

Wanita yang hanya mengenakan sehelai handuk sebatas paha itu mengukung tubuh Alaric sebelum mendudukkannya di sekitar pinggul Alaric. Ia melepas lilitan di kepalanya bersamaan dengan Alaric yang membuka mata.

Pria itu hanya tertawa pelan tanpa suara. Ia mengambil beberapa helaian rambut setengah basah Richelle dan dimainkan oleh jemari panjangnya.

"Kau lelah?" Richelle bertanya.

"Em, lumayan." Katanya. Jari telunjuknya berpindah menyentuh ujung pipi lalu bergerak pelan mengikuti bentuk rahang wanita itu.

Richelle memejamkan matanya sejenak lalu kembali terbuka ketika bibirnya yang terkatup membelah oleh sapuan jemari Alaric.

"Sebaiknya kita istirahat saja." Usulnya sedikit menahan nafas saat jari-jari itu bermain di area leher bawah.

Samar-samar Richelle menelan saliva dengan kasar-- ia diam saja ketika ujung handuk yang terselip-- Alaric tarik dengan gerakan pelan.

Pun kain tebal itu terlepas hingga terkumpul di bawah payudaranya sehingga nampak jelas miliknya terlihat yang membuat Alaric bangkit, menumpu tubuhnya dengan satu tangan di belakang sedangkan satu tangan yang lain bermain lembut dimilik wanita itu.

Untuk beberapa saat, mereka tidak melepas tatap. Pun bibir keduanya bertemu dan bergerak dengan tempo yang pas. Tidak terburu-buru. Tidak ada nafsu-- seolah saling menggoda dalam kecupan-kecupan pelan dan lama.

Sampai pada akhirnya Alaric menyerah dan menyerang bibir itu penuh candu dan kasar. Kedua tangan Richelle merengkuh wajahnya untuk memperdalam ciuman mereka. Tak lama kemudian Richelle sendiri menarik wajah itu mendekatkan pada miliknya yang telanjang.

Mata indahnya terpejam seiring sentuhan Alaric pada tubuhnya. Ia juga meletakkan semua jari-jarinya pada rambut Alaric yang memiliki tekstur kaku tapi lembut.

Richelle sudah hafal dan ingat betul bagaimana rasanya ketika daging tak bertulang itu mencicipinya tanpa bosan.

Tubuhnya melengkung ke belakang dengan kepala mengadah ke langit-langit kamar sering sedotan kuat yang berhasil membuat seluruh tubuhnya merinding dan bergetar.

Kemudian yang dirasakan selanjutnya adalah, tubuhnya terbanting ke ranjang empuk.

Ada rasa kehilangan dan kecewa ketika Alaric justru berjalan cepat ke dalam kamar mandi.

Ada jeda yang Richelle gunakan dalam posisi terbaringnya sebelum ia beranjak untuk mengenakan pakaian.


Entah berapa lama Alaric berada di dalam sana sehingga Richelle pun punya banyak waktu untuk bersiap. Setelah memberikan sentuhan terakhir pada bibirnya, berlanjut pada pemasangan Chandelier earrings yang menjuntai ringan hampir menyentuh kulit bahu.

Bola mata tanpa softlens tambahan itu bergerak cepat tanpa disengaja ketika terdengar suara pintu yang terbuka. Memang meja rias itu tepat sekali berseberangan dengan jarak beberapa meter dari pintu kamar mandi sehingga Richelle bisa melihat sosok pria yang bertelanjang dada dengan handuk yang melilit di pinggangnya sedang bersandar di kusen pintu.

Tiba-tiba ia jadi gugup tatkala sepasang mata elang itu memindah penampilannya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Merasa sudah selesai. Richelle tetap berdiri seakan respon tubuhnya tidak mendukung untuk nya bergerak atau sekedar balik badan. Justru diam menunggu langkah yang diambil Alaric berhenti di belakangnya.

Tubuhnya yang atletis menjulang tinggi dan menawan disertai rambut setengah basah dengan titik-titik air yang berjatuhan mengenai permukaan kulit-- mengapa tercipta seperti pahatan patung dewa Yunani yang terpahat sempurna tanpa cela. Richelle secara terang-terangan menatapnya penuh minat.

Hingga. Tangan dingin dan lembab itu menyentuh permukaan kulitnya-- merabanya dengan gerakan lambat dan sensual. Model gaun hitam yang ia kenakan memang terbuka di sepanjang punggungnya.

"Aku tidak tahu kau membeli baju seperti ini." Ucap Alaric menyapu pendengaran.

Richelle hanya tersenyum manis di pantulan cermin. Tidak menolak saat pinggang rampingnya di peluk oleh Alaric juga dagu pria itu yang jatuh di bahunya yang terbuka.

"Aku tidak pernah gagal memilih pakaian. Bukan begitu?"

"Entahlah. Kau memang selalu dan selalu memukau dengan gaun-gaun mahal tapi aku tidak rela jika harus diperlihatkan untuk konsumsi publik."

Richelle tertawa ringan. "Sudah jadi pekerjaan ku memamerkan aset berharga ini,"

"Dikarenakan aku butuh seorang pria untuk menjadi kekasih ku, tentu penampilan menjadi faktor utama agar menarik perhatian mereka." Lanjutnya.

Terlihat pria itu mendesis dengan tatapan tidak suka. Pelukan pun semakin terasa mengerat.

"Tidak sedikit dari mereka yang terpesona melihat kemolekan tubuh ku. Kalau saja Papa mengizinkan, sudah pasti aku menjadi Angel di Victoria Secret. Berlenggak-lenggok di catwalk mengenakan lingerie-- aww!"
Wajahnya berubah-- merengut karena Alaric malah mengigit lehernya.

Tidak keras tapi cukup meninggalkan bekas di sana.

"Aku sendiri yang akan menarik mu dari panggung itu. Enak saja!" Alaric setengah membentak sekaligus merengek.

"Ini," ucapnya seraya meremas lembut payudara Richelle. "Dan ini," lanjutnya saat sebelah tangannya menyusup pada belahan gaun di bagian paha-- menekan lembut pada lembah yang tertutupi kain segitiga. "Hanya aku yang boleh melihatnya. Hanya Alaric yang boleh menyentuhnya."

Richelle tidak kuat untuk tidak tertawa ketika suara Alaric terdengar seperti anak kecil yang merajuk pada sang ibu.

"Cepat pakai bajumu."

Alaric tidak membantah. Pun ia mengambil semua pakaiannya yang sudah Richelle siapkan.

Sementara Alaric menyisir rambut di depan cermin, Richelle setengah membungkuk untuk memasang high heels dengan sempurna.

"Ayo." Alaric mengambilkan slingbag, senada dengan gaunnya itu. Pun Richelle meletakkannya di bahu kiri.

"Kenapa kau harus berpenampilan tampan?" Richelle melipat tangannya di dada. Bibirnya sedikit mencebik.

Sekali lagi Alaric menghadap cermin seraya merangkul posesif pinggangnya. "Karena aku berdampingan dengan seorang bidadari tentu saja penampilan ku tidak boleh memalukan. Lihatlah, kita benar-benar serasi." Ucapnya ringan.

Pakaian Alaric memang hanya kemeja hitam berlengan panjang yang dilipat setengahnya sehingga otot lengan pun terpampang mengundang para kaum hawa untuk menyentuhnya. Juga, dipadupadankan dengan celana senada. Untuk sepatu, ia mengenakan slip-on warna abu tua sehingga kesannya tidak begitu formal.

"Sebenarnya kau mau mengajak ku ke mana?" Katanya sesaat mereka keluar dari dalam lift.

Empat pengawal yang menunggu di sana pun serempak berdiri dari sofa tempat duduk mereka sebelumnya.

"Hanya melihat pertunjukan kecil. Ku harap kau tidak kecewa."

"Sirkus?"

"Bukan."

"Lalu apa?"

"Balet."

"Wah, aku tidak sabar ingin menontonnya." Richelle memekik ringan.

Ia segera masuk ke kursi samping kemudi, tidak lupa Alaric juga memasangkan seat belt untuknya.

Kurang lebih setengah jam kemudian mereka pun sampai di tujuan.

Begitu mereka masuk, satu hal pertama yang menarik untuk dilihat adalah kemegahan grand escalier. Dibangun dengan marmer putih dari Italia, marmer hijau dari Swedia serta beberapa marmer merah antik, yang menutupi hingga lantai dua hingga memberikan kesan gaya yang luar biasa dan mewah, menjadikannya salah satu ruang paling mengesankan di Opera Garnier itu.

Melewati tangga besar yang alas tangga didekorasi dengan obor wanita, hasil kreasi arsitek ternama tentunya. Langit-langit di atas tangga pun memiliki lukisan yang menggambarkan kemenangan Apollo.

Tempat ini tidak begitu sepi pengunjung. Tatkala mereka berjalan di atas undakan tangga dengan banyak orang yang berdiri di sisi pagar, mereka justru terlihat bagai pangeran dan putri yang menjadi tuan rumah dalam pesta kerajaan.

Akhirnya, Richelle dan Alaric duduk di kursi yang telah dipesannya. Sengaja memesan belasan kursi di sisi kiri juga kanan agar dibiarkan kosong. Di dalam teater, dekorasi emas dan kursi merah terlihat luar biasa dan mengagumkan.

Mendengar pembawa acara mengeluarkan satu dua patah kata sebelum akhirnya pertunjukan dari seorang balerina sebagai pembuka.

Wanita bertubuh kurus dengan kostumnya yang cantik bergerak-gerak lihai dan penuh perasaan. Menghayati pembawaannya yang tenang sanggup menghipnotis tatapan penonton.

Richelle terbuai. Kepalanya sedikit bergerak pelan juga sepasang mata yang tidak bosan mengikuti tarian dari balerina tersebut.

Sampai dua puluh menit selanjutnya, ada delapan, sembilan-- tiga belas balerina yang muncul dari samping kanan kemudian diikuti juga dari sebelah kiri dengan jumlah yang sama.

Pertunjukan semakin meriah dan mempesona karena gerakan mereka lebih cepat dan penuh semangat.

Tepuk tangan meriah pun tak terelakkan. Sesampainya di penghujung pertunjukan, semuanya berdiri tanpa terkecuali.

"Bagaimana? Kau puas? Apa ada yang kurang?" Tanya Alaric padanya sembari menyelipkan sejuntai rambut ke belakang telinganya.

"Ini sangat meriah. Mereka begitu mengagumkan rasa-rasanya aku juga ingin ikut serta dalam tarian itu."

"... baiklah, berikut kami sampaikan juga rasa terimakasih kami kepada Mr. William yang sudah menjadi sponsor penuh atas pementasan ini. Beliau merupakan pebisnis muda asal Amerika yang mempersembahkan acara ini teruntuk seseorang yang begitu spesial untuknya..."

Mendengar kata sambutan yang membawa namakan William tentu saja Richelle merespon dengan wajah bingung. "Apakah William yang mereka maksud adalah kau?"

Alaric hanya tersenyum kemudian terdengar tiga bangku di depan mereka yang terlipat otomatis-- dengan begitu maka ada jalan yang menghubungkannya ke arah panggung tanpa repot-repot berjalan memutari barisan bangku tersebut.

Meninggalkan Richelle dalam kebingungannya, dengan menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku, Alaric berjalan dengan langkah lebarnya tanpa mengurangi aura ketegasannya.

Bisik-bisik disertai tepuk tangan meriah pun terdengar dari segala penjuru ruangan.

Begitu Alaric berdiri di atas panggung, menerima alat pengeras suara. Bola matanya lekas tertuju padanya. Richelle dibuat merinding dan.... Berdebar.

"Sebagai sapaan, aku turut mengucapkan terima kasih untuk semua yang hadir di sini sekaligus menjadikan kalian semua sebagai saksi dengan apa yang akan aku lakukan setelah ini."

Hening masih bertahan walau bisik-bisik tak terekam jelas pun kerap terdengar. Alaric kembali melanjutkan. "Untuk malam ini. Di depan tujuh puluh delapan orang yang hadir, di dalam gedung grand escalier. Aku, Jay Alaric Wiliam mengaku telah jatuh cinta pada wanita cantik yang berdiri di sana seorang diri."

Tiba-tiba lampu menyorot pada Richelle yang berdiri kaku di tempatnya, punggung tangan pun menjadi perisai untuk menghalau sinar lampu.

Gemuruh rasa bahagia dari mereka yang sama-sama ikut menatapnya pun menjadi backsound untuknya.

"Richelle, aku mungkin tidak pernah melakukan hal-hal romantis padamu. Tidak pernah menjadi sosok laki-laki yang mencintaimu selayaknya pria pada wanita. Maaf karena dulu bersikap tak peduli saat kau mengejar ku dengan cinta tulusmu. Maaf pernah menghadirkan satu waktu yang amat sangat mengecewakan untuk mu. Maafkan aku yang kembali hadir menjanjikan apa yang dulu kau harapkan. Maafkan aku juga yang terlambat mengutarakan isi hatiku terhadap mu."

"Mulai sekarang, aku tidak lagi memiliki dan tidak berniat pula merencanakan sesuatu yang membuat kita kembali berjarak. Malam ini, ku nyatakan bahwa aku mencintaimu. Untuk itu,"

Alaric mengambil satu langkah ke depan. Tanpa Richelle duga, pria itu berlutut dengan gayanya yang gentleman selayaknya lelaki yang ingin melamar.

"Maukah kau menikah dengan ku?" Katanya dengan penuh keyakinan sambil menunjukkan sebuah kotak kecil yang berisi satu cincin.

Sebanyak wanita yang ada pun justru yang heboh karenanya. Siulan juga tepuk tangan kembali terdengar menggema. Juga teriakan yang meneriakinya untuk menerima lamaran pria di sana.

"Jawaban mu tergantung langkah mana yang kau ambil. Jika kau berbalik dan keluar dari ruangan ini, itu ku artikan sebagai penolakan tapi jika kau mengikuti langkah ku dan ikut berdiri di panggung ini, kau tidak bisa lagi mengelak bahwa kau menerima lamaran ku, honey."

🌷🌷🌷
.
.
.
-to be continued-

Pertanyaan random, cukup jawab sesuai emoticon. . . .


Dari kedua ini, siapa kamu?

Cowok 🕺

Cewek 💃


Dari kedua ini, kamu yang mana?

Mie goreng 🥢

Mie kuah 🥄


Dari kedua ini, pilih yang mana?

Marvel Series 🎯

Harry Potter series 🚘


Dari dua pilihan, kamu pilih?

Romance-Comedy 👽

Horror-Comedy 👻


_sidedew
©2021

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 115K 36
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
653K 13.3K 15
28-08-2019-RABU JUDUL AWAL : FORBIDDEN BABY. AKU GANTI BASTARD BROTHER! LAPAK DEWASA 21+ AKU'LAH SI BUDAK CINTA YANG PALING HINA, DAN MENYEDIHKAN DI...
3.3M 117K 97
|FINNISHED| β€’ TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK The story is based on my own thinking and imagination. Please report to me if you found others who copy m...
2.9M 117K 34
ADULT STORY πŸ”ž "Nothing Hurt more than realizing he meant everything to you but you meant nothing to him" Kata-kata itulah yang cocok menggambarkan p...