Bismillah spesial isra' Mi'raj ada promo khusus WA! buat paketan pdf yang di karyakarsa dan MOWTEASLIM! langsung ke wa yuk
______________
Playlist ~ Mockingbird (Eminem)
_____________
Gadis berambut hitam lurus hasil catokan itu hari ini tampak lebih bersemangat. Rok begaris yang baru ia setrika kini siap untuk ia pakai pergi ke kampus. Rok itu tampak begitu pas dikenakan olehnya.
"Oke, udah cantik, Rasel," Dengan sedikit bersemangat ia menepuk-nepuk pipinya. Hari ini berbeda dari kemarin. Dan beribu harapannya, rezekinya hari ini akan selalu diperlancar.
Lembaran baru di hidup Rasel baru saja ia buka sejak kejadian dimana ia hampir bersekongkol merenggut nyawa ibu hamil yang tak tahu menahu apapun tentang dendam. Segala hal yang buruk semaksimal mungkin ia jauhi.
Sekalipun Rasel terkenal sosok wanita yang pemberani, ibarat kematian sekalipun bukan lagi momok yang menakutkan baginya. Karena baginya, kehidupannya sudah terlalu suram untuk dirasakan oleh manusia manapun.
Gadis itu terdiam di depan cermin ketika hatinya kembali sendu. Luka yang ia terima perlahan tumbuh menjadi tameng baru melawan segala hal-hal buruk yang berpotensi kembali melukainya. Rasel hidup menjadi gadis yang tahan banting dan tak takut apapun.
Hingga suatu saat ia sadar, kelebihan dari dirinya itu bukan modal untuk menindas orang lain. Bukan modal untuk menyakiti orang seenak yang ia inginkan.
Terlebih hanya karena bayaran.
"Kak Sel," Suara pelan anak laki-laki yang membuka pintu kamarnya itu berhasil membuat Rasel memecahkan lamunannya. "Kak Sel mau belangkat?"
Kaki Rasel otomatis melangkah ke arah anak kecil itu, "Iyups, Adek bener. Eh bentar," Tangannya merogoh tas untuk mengambil sesuatu dari sana. "Nih Kak Sel punya susu beruang, diminum sama Bang Rama ya."
"Aku?" Suara adik Rasel yang kini duduk di bangku SMA itu menyahut, "Nggak usah buat kamu aja, Dek. Kak Sel aku berangkat sekolah dulu."
"Okei, nanti kalo sempet aku beliin susu itu lagi deh. Oiya Adek mau bareng Kak Sel apa Bang Rama?" Tanya Rasel pada adik bungsunya itu.
Anak kecil polos dengan bola mata berbinar itu tampak berpikir sebelum akhirnya Rama lah yang membuka suara, "Udah sama aku aja. Kak Sel pulang kerja jam berapa?"
"Jam empat aku pulang dari kampus langsung kerja. Paling jam delapan aku udah di rumah."
Rama menggangguk paham, "Yaudah, kita berangkat dulu, Kak."
"Okee ati-ati jangan ngebut ya, Ram," ucapnya setelah kedua adiknya itu mengecup punggung tangan mulus milik Rasel.
Mata Rasel menatap nanar dua laki-laki yang kini menempati posisi terpenting dalam hidupnya. Ya, adik-adiknya. Dua manusia yang selama ini membuatnya masih sanggup bertahan menjalani kehidupan kelam.
Setelah Rasel pikir lebih dalam, kalau nanti dirinya tiada, bagaimana nasib kedua adiknya? Bagaimana hidup mereka? Bagaimana pendidikan mereka?
Semenjak keluarganya hancur, ialah menjadi tulang punggung dan bertanggung jawab atas mereka. Dari pekerjaan yang tidak bisa dibilang bersih, Rasel sangat mampu mencukupi kebutuhan dirinya beserta adik-adiknya.
Bahkan untuk hidup glamor di kota dengan rutinitas mabuk saat suntuk pun Rasel sanggup.
Namun, setelah lembaran baru itu ia buka, tentu saja penghasilnnya tidak sebesar dulu. Semoga saja adik-adiknya tidak merasa berat dengan adaptasinya kali ini.
Buru-buru Rasel menggelengkan kepalanya, "Udah ih, Rasel, udah ayo semangat! Cepet lulus cepet cari kerjaan tetap!" Ucapnya menyemangati diri sendiri dari depan cermin.
Setibanya di kampus, gengnya sudah menyambut kedatangan seorang Rasel. Mereka selalu membiarkan satu bangku kosong bila Rasel belum tiba tepat waktu.
"Assalamu'alaikum, selamat pagi, Pak Rafi," Salam Rasel karena entah mengapa Rafi sudah berada di kelas padahal belum waktunya mata kuliah dimulai. Bodohnya ia datang terlambat hari ini.
"Hem, ya waalaikumussalam." Jawab Rafi yang mendapat tatapan sengit dari Rasel.
Sok cool sekali? Situ Pak Bara?
Sebab hanya Pak Bara yang dihalalkan untuk bertindak kejam dan dingin. Dosen satu itu luput dari kebencian mahasiswinya meskipun kelakuannya menyebalkan karena tampangnya yang rupawan.
Tapi, tentu saja berbeda di mata mahasiswa. Bagi mereka, Bara adalah momok yang menyebalkan.
"Oke nilai sudah saya input, bisa diliat masing-masing ujian kemaren dapet berapa ya," Tutur Rafi. "Yang bagus jangan tinggi hati, yang jelek ya mau gimana lagi?"
Mata Rasel berhasil dibuat melotot saat melihat nilai di matakuliah ini. Yang benar saja?
Nilainya 3.5/10!
"Kenawhy Neng Rasel mau protes kamu shay?" Tanya Rafi dengam gaya andalannya.
Dengan kesal Rasel berjalan menghampiri dosennya itu sembari membawa hasil ujiannya, "Pak, kok saya dapet tiga?"
Rafi mengerutkan kening sebelum ia mengambil hasil nilai Rasel, "Ya kamu ngisi jawabannya amburadul, Neng! Nggak lengkap!" Ucap Rafi pada Rasel.
"Nggak lengkap gimananya, Pak? Ini nomer satu, dua, tiga. Semuanya saya isi kok nggak ada yang kosong." Protes Rasel dengan pelototan matanya ia mendekat, "Pak Rafi jangan mode on ala Pak Bara ya!" Ancamnya.
"Astoge, Neng, nomer lima enemnya mana coba?"
Rasel meneliti terlebih dahulu sebelu menemukan nomor yang diminta Rafi, "Nih, lima enem ada semua lengkap."
"Heh?" Rafi membulatkan matanya dan mendekatkan lembaran tersebut. "Ini bukan huruf G? Nyambung sama jawaban sebelumnya ini mah, Neng!"
Tentu saja, sang empu yang sudah bekerja maksimal menyelesaikan tugas Pak Rafi tidak terima. Jelas-jelas itu nomor 6 bukan angka sembilan.
Bayangkan saja, semalam Rasel mengerjakan sembari mengajarkan pekerjaan rumah sang adik. Semua hanya demi tugas yang kini mendapat nilai 3! Astaga, kejam sekali Pak Rafi ini.
Rasel terdiam sebelum ia berniat mengambil kertas tersebut dan menerima dengan berat hati nilai kecil dari Pak Rafi. Namun, belum sempat kertas itu terangkat, Rafi sudah menahannya.
"Huft, ngadi-ngadi mahasiswa jaman sekarang yah, Gusti..." Keluh Rafi sembali mengubah data yang ia input tadi. "Mangkanya kalo nulis itu jangan kaya ceker ayam nggak bertulang, gemulai 'kan jadinya."
Gadis itu sontak mendongak dengan kebaikan hati Rafi yang masih bersedia merevisi nilainya. Nilai Rasel kini naik drastis dari 3.5 menjadi 7/10. Sangat amat lumayan tentu saja, bisa mendongkrak IPnya semester ini.
Tanpa sadar Rasel langsung mengambil tangan Rafi dan mengecupnya sebagai tanda terima kasih, "Pak makasih banyak ya, ya ampun!"
Namun, Rafi yang terpaku buru-buru menarik kembali tangannya dari Rasel, "Hih pegang-pegang tangan perawan!"
Mendengar itu membuat Rasel menatap sengit pada sosok di hadapannya. Pak Rafi anda laki-laki loh!
"Nggak papa, perawan megang perawan aman," Timpal Rasel pada ucapan Rafi tadi. Sebelum akhirnya ia berniat undur diri.
Namun, sebelum langkahnya jauh, Rasel teringat sesuatu.
Ya, sapu tangan Rafi yang terjatuh di Ujung dan suami Fat titipkan padanya. Astaga, mengapa sulit sekali memutus hubungan dengan keluarga Amir?
"Pak!" Panggil Rasel sebelum Rafi juga pergi dari ruangan itu. "Sapu tangan Pak Rafi yang warna keemasan udah lama ketinggalan di rumah Pak Amir. Udah lama juga saya simpen di rumah."
Mendengar itu tentu saja menghentikan langkah Rafi. Matanya langsung terbelalak, bagaimana bisa ia tidak menyadari sapu tangan sakral miliknya itu tertinggal selama ini?
"Ya ampun kok eke nggak sadar yah kalo ketinggalan?!" Tanya Rafi kebingungan, "Mana, Neng?"
"Bentar, Pak." Tangan Rasel merogoh tas yang ia gunakan. Namun, benda yang ia cari tak kunjung ia dapatkan.
Ah, barang kecil itu bisa-bisanya tertinggal di rumah?!
Dengan cengiran lebar miliknya, Rasel menatap Rafi memelas, "Pak, maaf banget sebelumnya saya lupa bawa hehe. Besok Pak saya janji saya bawain langsung ke ruangan Bapak. Mohon maaf banget, Pak."
"NO!" Sentak Rafi yang tak setuju dengan ucapan Rasel barusan. "Kamu tau itu barang penting buat saya, Sel sepatu."
Helaan napas terdengar dari mulut Rasel, mulai 'kan lebaynya banci satu ini. Apalagi caranya memanggil Rasel barusan? Sel sepatu? Sol kali, Pak!
"Yaudah saya pulang dulu nanti saya kesini lagi," Ucap Rasel dengan kesalnya. "Bentar doang ko, janji nggak akan kabur."
"NO!" Sentak Rafi lagi yang membuat Rasel semakin merasa kesal.
"Terus gimana dong, Pak?" Tanya Rasel yang sungguh kebingungan dengan keinginan dosen kemayu yang satu ini. Jika ada pria menye-menye yang ribet dan banyak permintaan ya itu pastinya Rafi seorang.
"Saya mau ikut kamu pulang ambil sapu tangan itu," Tegasnya tanpa basa-basi lagi.
[ B A Y I D O S E N K U 2]
"....tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya...Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram." (HR. Ibnu Majah)
Ngapain si pak main2 ke rumah anak gadis 😭🙏
Pak Bara marah besar kenapa ya? reaksi naqiya gimana tuh diomelin☹️Ayo gas polin fresh baru update paketan ada promo yaa spesial ISRA' MI'RAJ 😍
WA = 0896032104731
KARYAKARSA : fridayukht