Jujur ya, hampir ga pernah mowteaslim promo SESADIS ini, GRATIS 1 PCS LOH SENILAI 70K KL NO PROMO😭 CATET CUMA BESOK YA PROMO AKHIR TAHUN
Langsung aja masukin ke keranjang shopee mowteaslim atau WA sekarang! 0896032104731. Rugi banget kalo kelewat
___________
Dilarang baca sebelum vote!
____________
Di sini, di tempat asri nan sejuk yang belum bisa banyak ditemukan di kota asal keluarga itulah canda tawa dan kebahagiaan terdengar. Rasa-rasanya memang berlibur sekeluarga merupakan bagian penting demi suatu keharmonisan.
Begitu juga dengan keluarga kecil Bara. Pria yang tengah menggendong bayinya itu melangkah menyusuri setiap kandang-kandang yang di dalamnya terdapat hewan-hewan. Tak lupa jemarinya menggenggam telapak tangan kecil milik sang istri.
"Abihh, Dek Aja liat ulung beo?" Celotehan Addar terdengar karena Aufar berada tepat di samping Bara.
(*Abi, Dek Gaza lihat burung beo?)
Bara menunduk, melihat mata bulat bayinya menatap burung beo di dalam sangkar. Astaga bayi itu begitu menggemaskan. Seakan ia paham cara berkomunikasi dengan burung cantik itu.
"Hihi itu namanya burung beo, Sayang. Burung beo, kenalin ini Argaza Aqsabian," Ucap Naqiya yang juga menyadari bayinya memperhatikan burung beo. Burung pintar itu menirukan bagaimana Naqiya menyebut nama lengkap bayinya.
Wah, memang keajaiban Tuhan menciptakan burung sepintar ini. Ia menyebut 'Argaza Aqsabian' dengan lancarnya.
Menyadari keponakannya mulai penasaran dengan apa yang tante dan om nya perhatikan, Addar meminta Abinya menemani untuk menghampiri mereka di sana. Tentu saja, Naqiya menyadari kehadiran keponakannya itu, "Bang Addar masih takut sama burung beo?"
Anak laki-laki kecil yang berjalan digandeng Abinya itu menggeleng keras. "Endak. Dek Aja ani, Addal ani."
(*Tidak, Dek Gaza berani, Addar juga berani.)
"Widiiih udah berani sekarang. Dulu kamu liat burung dari radius seribu meter aja udah nangis lari ke Umma," Goda Naqiya pada keponakannya itu. "Takut soalnya burung bisa terbang, Bang Addar takut digigit ya? Hahaha..."
"Ati!" Protes Addar yang tak suka rahasianya dibongkar di depan Bara dan adik sepupunya. "Adal dah ani, kaya Om Ala ani anget."
(*Addar sudah berani seperti Om Bara yang berani banget.)
Naqiya hanya tertawa mendengar keponakannya itu kesal. Mungkin beginilah rasanya menjadi Addar, sebelas dua belas seperti saat Bara membuatnya kesal karena sifatnya yang super iseng.
Bara melangkah mendekati Umi Zainab yang juga berdiri menyaksikan burung beo di dalam sangkar itu, sementara Abi Muhammad memilih duduk di gazebo dan tak minat berkeliling melihat kandang-kandang di sini.
"Umi kalo capek duduk di sana aja ndak papa," Tutur Bara sembari menunjuk tempat duduk yang kosong. "Udah mulai terik juga ini mataharinya."
Umi Zainab yang mendapat perhatian dari menantunya itu tersenyum, "Seneng Umi liatin cucu, tapi sudah tua, Mas Bara, berdiri lama jadi capek hehe."
"Yaudah ayo saya anter, Umi," Ajak Bara dengan tubuhnya yang masih menggendong Gaza.
Tangan pria itu ia ulurkan agar Umi Zainab dengan mudah menuruni sedikit undakan ketika turun dari tempat sebelumnya. Hingga kini Umi Zainab dengan napas beratnya duduk di bangku taman.
"Makasih ya, Mas Bara." Tutur Umi sembari mengibas-ngibaskan kertas ke arahnya karena hari mulai menjelang siang. "Capek juga jalan dari pintu masuk. Pantas lah Abi nggak mau ikut ke dalam."
Bara mengangguk, "Nggih, sama-sama, Umi." Ucapnya. "Lumayan jauh, Umi jaraknya dari pintu tadi."
"Tapi nggak kerasa, hati Umi senang duluan kumpul keluarga begini. Kapan lagi ya, Mas Bara? Besok sudah senin lagi, aktivitas anak mantu Umi sudah kembali ke setelan pabrik hihi," Canda Umi Pada Bara.
Bara pun terkekeh mendengarnya, memang benar hari ini minggu alhasil mau tidak mau besok mereka semua kembali pada kesibukannya masing-masing. Terutama Bara.
"InshaAllah nanti ada waktunya kumpul-kumpul lagi, Umi. Yang penting Umi sama Abi sehat terus udah itu intinya," Tutur Bara dengan kesantunan pria itu.
"Aamiin allahuma aamiin, Mas Bara," Netra tua Umi menangkap cucunya asyik menatap dirinya, seakan paham apa yang sedang neneknya itu ucapkan, "Ishhh, Adek Gaza liat liat Jidah ini," Goda Umi Zainab pada cucunya yang berada di depan perut Bara. Bayi itu mengerjapkan matanya kala menatap Zainab di sana.
Naqiya yang tak mendapati suaminya berada di tempat semula, di sampingnya, menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan pria itu. Ketika netranya menemukan Bara berdiri dan Umi dengan posisi duduknya, hatinya seketika menghangat.
Beruntungnya ia memiliki suami penyayang.
Perhatian pula pada mertua, huh, nilai plus Bara memang terlalu banyak. Terlebih pada Umi, Bara seakan memberikan bakti yang ia punya pada ibu mertuanya itu.
Karena masa baktinya pada almarhumah Ibu Seruni sudah usai. Hanya kiriman doa dan perawatan makam saja yang mampu Bara lakukan sebagai bentuk bakti untuk sang ibu yang sudah tiada.
Di bangku taman, Umi Zainab yang sedang berceloteh sembari mengobrol dengan Bara tiba-tiba melirik arloji di pergelangan tangannya.
"Mas Bara," Panggilnya dengan mata menyipit dan mendongak menatap Bara. "Jam segini biasanya Dek Gaza lapar. Biar dikasihkan asi dulu sama Nay."
Ah. Bara tak heran mengapa neneknya Gaza lebih mengerti bayi itu ketimbang Mamanya sendiri. Dari pagi sampai kelas Naqiya usai, Gaza biasa dititipkan pada Umi Zainab.
Bara mengangguk, "Sebentar ya, Umi, saya bilang ke Naqiya dulu," Izinnya sebelum ia bergegas menghampiri istrinya tadi.
"Sayang," Panggil Bara kala pria itu telah berada di belakang tubuh wanita dengan pashmina cokelat mudanya itu. "Gaza mau nen."
"Heh, kok tau, Mas?" Tanya Naqiya.
"Kata Umi tadi jam segini nen dia."
Wanita itu mengangguk patuh, tangannya ia ulurkan untuk mengambil bayi gembilnya dari gendongan di depan dada Bara. "Uluh uluh anak Mama laper ya, Nak?"
"Tutupannya dibawa, Sayang?" Tanya Bara. "Nursing cover."
Naqiya mengerjap, astaga dia melupakan itu. "Tadi kayaknya nggak aku masukin ke tas, Mas, hehe, kelupaan." Ucapnya dengan senyum lebar.
Dalam waktu singkat, Bara melepas jaket bomber yang ia kenakan dan memberikan jaket tersebut pada Naqiya. Alhasil tubuh indah pria itu melekat sempurna di kaos hitam yang ia kenakan. Ototnya membentuk indah dan mampu terlihat dari luar kaosnya saja.
"Auroranya, Mas," Protes Naqiya ketika Bara melepaskan jaketnya. Tidak rela dirinya berbagi keindahan tubuh sang suami.
"Aman, bajunya ndak ngetet kok," Ia mengulurkan tangannya dan menggenggam jemari istrinya itu menuju bangku dimana Zainab duduk tadi.
"Justru auratmu yang Mas jaga," Dengan cekatan, Bara menutupi payudara istrinya yang terbuka karena menyusui Gaza. Umi Zainab betul, bayi itu benar-benar merasa haus.
"Pelan-pelan, Papa nggak minta," Celoteh Bara yang berjongkok di depan istrinya seketika saat melihat betapa cepatnya bayi itu menyedot susu dari payudara Naqiya. Seakan sudah dua bulan bayi itu tidak menerima asi sama sekali.
Tentu saja Bara mendapati pelototan dari istri tercintanya. Bisa-bisanya pria itu berbicara tidak senonoh di depan mertuanya sendiri?!
Umi Zainab yang mengelus lembut rambut cucunya itupun terkekeh, "Jidah juga nggak minta. Pelan-pelan punya Adek Gaza itu diabisin nggak papa," Ucapnya dengan gemas pada bayi itu.
Beruntung Bara karena Umi Zainab menanggapinya dengan guyonan juga. Coba bayangkan apabila Umi paham apa yang dimaksud Bara, pasti sudah kepalang malu Naqiya sekarang.
Naqiya dengan kekehan dibuat-buatnya menanggapi ibu kandungnya itu, "Gaza suka ngebut, Jidah, Papa. Takut habis minumannya."
Saat wanita itu menyebut 'papa' dengan menatap Bara seakan berujar,
'Mas Bara, beruntung hari ini kamu selamat.'
[ B A Y I D O S E N K U 2 ]
FRESH BARU UP HARI INI CHAP 35—36 XIXI! Sudah tersedia di karyakarsa fridayukht dan pdf wa😍
Jangan lupa 12.12 order mowteaslim! PROMO GRATIS 1 HANYA BESOK AJA, jangan lupa s&k nya di pamflet😍