Into The Light (Seungwoo X We...

Bởi primasantono

3.7K 438 112

*COMPLETED* Wendi yang telah memasuki umur mendekati kepala 3, sejatinya tidak peduli ketika teman-temannya s... Xem Thêm

Into the Mirror
Prolog
1. Light
2. Blank
3. Begin Again
4. Remember Me
5. Your Smile and You
6. Stay With Me
7. I'm Here For You
8. Fever
9. When We Were Close
10. White Night
11. While The Memory Fall A Sleep
12. Timeline
14. Slow Goodbye
15. Please
16. LL (Love + Love)
17. Sweet Travel
18. Petal
19. I'm Still Loving You
20. Child
21. So Bad
22. Here I Am
23. Time of Sorrow
24. Like Water
25. In Love
26. We Loved Each Other
27. You are Mine
28. Howling

13. Want Me

73 12 3
Bởi primasantono

Sakti berulang kali mondar-mandir di kamarnya sejak tadi. Bayang-bayang soal Shila berulang kali mengganggu pikirannya sejak semalam. Ia melihat pantulan dirinya sendiri di cermin, nampak jelas lingkaran hitam di bawah matanya seakan membesar karena sulitnya ia untuk tidur semalam.

Pertemuannya dengan Shila membuatnya tidak fokus selama perjalanan pulang sehingga berulang kali ia harus mendengar Wisnu yang mengingatkannya untuk fokus karena Sakti hampir menyerempet mobil lain. Sakti tidak bisa berbohong, Shila semakin menarik, semakin cantik, dan suaranya yang lembut itu tiba-tiba menguasai dirinya kembali. Semalam mereka hanya berinteraksi di meja kasir saja, selebihnya pikiran Sakti sudah keburu berkecamuk duluan, tidak tahu bagaimana menguasai keadaan.

Seakan ia tertarik kembali ke masa lalu, masa-masa ketika ia masih menjadikan Shila segalanya di hidupnya.

Sakti menggigiti kukunya sambil akhirnya duduk di meja kerja disamping tempat tidurnya dan membuka laptop, berusaha untuk fokus saja dengan kerjaan. Beberapa notifikasi email-nya otomatis masuk, ia hanya membaca sekilas dan lagi-lagi ia hanya bisa menghela napas karena ia diminta untuk meeting kembali ke Head Office. Ia dengan cepat membalas permintaan dari direktur operasional itu sambil beralih ke beberapa file yang harus ia siapkan takut-takut akan ditanya nanti. Ia membuka file satu persatu di laptopnya lalu mencoba membuka email lamanya karena ada beberapa file yang masih tersimpan di Drive dengan email yang ia pakai semasa magang.

Ia terhenti ketika membuka salah satu folder masih tersimpan rapi disana.

ma chérie

Sakti berulang kali menggelengkan kepalanya dengan cepat, memaksa diri untuk fokus namun ternyata ia masih belum bisa. Ia bergegas berjalan ke kamar mandi untuk menyegarkan pikiran sambil tangannya mengambil hp dan dengan cepat menelepon Wisnu, "Bang Sakti mau ke HO lagi. Mau bareng?"

Wisnu perlahan memeriksa kamar kakaknya yang masih tertutup rapat. Semalam Wendi memang pulang terlambat sehingga mungkin ia mau bangun sedikit lebih siang. Wisnu kemudian mendatangi ibunya yang sudah sibuk di dapur memasak sarapan untuk keduanya.

"Bu, aku berangkat sama Bang Sakti ya, jadi biar aja Kak Wendi tidur dulu,"

"Iya lagian masih pules kayaknya. Ini kamu makan dulu nasi sama sopnya," ujar ibunya dengan tangannya menyerahkan semangkok sup yang uapnya mengepul di udara.

Wisnu menerima mangkok itu sambil tangannya masih sibuk dengan dasi yang belum juga terpasang dengan benar. Ibunya dengan cepat ikut duduk bersamanya lalu membantunya dengan dasi itu, "Sakti kerja di Jakarta lagi ya?"

"Iya kayaknya emang lagi sibuk. Ibu gimana, jadi ambil penerbangan jam berapa? Besok aja sih pulangnya pas weekend biar aku bisa anterin,"

Ibunya masih berfokus dengan penampilan lelaki itu, tersenyum puas melihat anak lelakinya yang kini sudah tumbuh semakin gagah, "Itu toko seminggu ditinggal, Ibu khawatir udah kayak kapal pecah takutnya. Tahu sendiri Mas Wahyu sama Mbak Marni kalau sibuk sama pelanggan suka lupa beberes," ia lalu mengalihkan perhatiannya pada hp yang ia taruh diatas meja, membuka aplikasi pemesanan tiket, "Jam 6 sore ini, nanti Ibu pesen taksi bisa,"

"Ah, Ibu ..." keluh Wisnu sambil manyun dan mulai menyendokkan sup hangat itu ke mulutnya, "... padahal ada update loh hasil penyelidikan baru,"

Ibunya seakan tersedot perhatiannya oleh ucapan Wisnu barusan, matanya menyipit, "Soal SE apa SA?"

Wisnu terkekeh, "Apaan sih pakai kode segala? Soal SA ..." Wisnu mendekatkan kursinya ke arah Sang Ibu yang juga mencondongkan kepalanya mendekat ke arah putranya. Wisnu memelankan suaranya, "... kemarin pas jemput itu sebelumnya dia baru kebetulan ketemu mantannya,"

"Mantan pacar?"

"Iya lah Bu, masa mantan istri," ucap Wisnu mendumel, "Intinya pulang dari situ Bang Sakti kayak orang linglung,"

"Ssssst pakai kode aja," ucap ibunya menginterupsi, "Kok bisa ketemu?"

"Mbaknya punya kedai kopi di lobi bawah gedung kantor, Bu. Cantik banget Bu, artis. Sekarang jadi brand ambassador brand Wisnu juga,"

"Oh ya? Siapa namanya? Siapa tahu Ibu pernah liat di TV," sahut Ibunya itu terlihat tertarik yang langsung ditanggapi gelengan kepala Wisnu.

"Yaaah, Ibu kan demennya nonton sinetron adzab, nggak main dia disitu. Namanya Shila. Shila Danisa,"

"Ngawur! Eh yo bener sih, Ibu nggak tahu .... Pantes semalem kayak linglung gitu. Diem-diem aja dulu ya, Nu. Jangan bilang Mbakmu dulu deh takut kepikiran," ucap Ibunya sambil memperhatikan lamat-lamat pemuda itu yang sibuk mengunyah suapan terakhir supnya.

Tak lama terdengar bunyi klakson diluar pagar. Sekejap keduanya mengarahkan pandangan ke arah depan rumah. Wisnu dengan cepat menyomot tempe goreng ke mulutnya sambil menggendong tasnya, "Bang Sakti tuh Bu, aku duluan ya. Telepon aku nanti Bu pas mau berangkat,"

Ibunya pun ikut berdiri, dengan cepat menyambut tangan Wisnu yang menyalaminya. Keduanya bergegas melangkah ke depan rumah sambil menyambut Sakti yang juga turun dari mobilnya sambil tersenyum sumringah. Tanpa mengetahui kalau pembicaraan mereka sejak tadi pun ikut terdengar oleh penghuni lain yang mencuri dengar dari kamarnya.

Seorang gadis yang sejak tadi hanya termangu sambil mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Gadis itu dengan cepat mengambil hpnya dan mengetikkan sebuah nama.

Juna.

"Lo ada utang besar banget sama gue. Siang nanti traktir gue Nasi Uduk Kebon Kacang!"

"Wendi kemana ya Tante?" ujar Sakti sambil menyalami Ibunya Wendi dan Wisnu didepannya itu.

Sembari menunggu Wisnu yang mengikat tali sepatunya, Sakti akhirnya menyapa Ibu dari pacarnya itu. Pacar yang sedang sulit ia temui. Atau yang ia juga takut untuk temui dengan kondisi hatinya yang sedang tidak terlalu baik seperti sekarang.

"Masih tidur. Semalem pulangnya malem banget. Jadi belum Ibu bangunin, kasihan. Mau ketemu ya?"

Sakti hanya tersenyum salah tingkah sambil mengusap lehernya, "Nggak kok Tante, nanti aku telepon aja. Wisnu udah?"

Wisnu dengan cepat berdiri sambil tersenyum lalu mengedikkan kepalanya, mengajak Sakti untuk berangkat. "Berangkat ya Bu, nanti telepon ya."

Keduanya dengan cepat masuk ke mobil sambil terus menatap ke arah wanita itu yang mengantar mereka sampai pagar. Perlahan mobil Sakti mulai bergerak diiringi suara radio yang gemeresak mengumumkan lalu lintas pagi ini di sekitar Jakarta.

Wisnu memeriksa iMes-nya dan melihat sepertinya Bayu mengirimkan sesuatu lewat email. Bayu mengingatkannya ada bagian dari presentasi yang harus segera diperiksa dan di-edit. Ia bergegas menyalakan laptopnya namun tidak juga menyala.

"Aduh lupa!"

Sakti menatap Wisnu sambil tetap berusaha fokus dengan setir di tangannya, "Kenapa Nu?"

"Mau ngecek email, lupa kemaren laptop nggak di-charge. Mana hpku memorinya kentang banget udah nggak bisa install Outlook,"

Sakti tergelak sambil tangannya mengacak pelan rambut pria itu, "Makanya gaji tuh jangan buat jajan PS doang, beli lah hp baru. Tuh, pakai aja laptop gue,"

Wisnu hanya mencibir, "Orang yang suka nebeng main PS gue dilarang komentar. Gue ambil aja Bang laptopnya?"

Sakti hanya mengangguk sambil mengedikkan kepalanya ke arah belakang, "Iya, tadi masih gue mode 'Sleep' juga,"

Wisnu dengan cepat merogoh tas Sakti yang berada di kursi belakang, mengambil laptopnya dan menyalakannya. Benar saja, laptop itu masih dalam kondisi Sleep sehingga tampilan awal layarnya mengarah pada file terakhir yang Sakti buka.

Wisnu sedikit terkesiap.

ma chérie

Tatapan Wisnu tiba-tiba kosong ketika melihat layar didepannya itu menampakkan foto Sakti dengan wanita yang ia juga kenal, dengan pose yang membuat siapapun pasti berpikir kalau mereka adalah pasangan serasi. Fotonya tidak hanya 1, ratusan.

Wisnu mencoba menguasai dirinya, berusaha menggerakkan kursor untuk membuka Outlook dan mengetikkan username-nya sendiri dengan hati berkecamuk.

File-file yang ia butuhkan mulai terbuka, semestinya ia bisa segera meng-edit itu dengan hitungan detik namun tiba-tiba pikirannya kini melayang entah kemana. Wisnu perlahan mulai terfokus dan mengetikkan beberapa usulan Bayu sambil tetap menanggapi Sakti yang mulai protes dengan kondisi jalanan yang padat merayap.

Tiba-tiba ia tak bisa lagi melihat Sakti dengan pandangan yang sama seperti sebelumnya.

Seno memasuki kubikalnya sambil matanya terpaku pada segelas kopi yang mulai mengembun di permukaan mejanya itu. Alisnya terangkat, sambil duduk ia mengarah ke tempat Bayu yang masih bergumul dengan laptopnya itu, "Lo beli kopi Bay?"

Kepala Bayu menyembul dari balik kubikalnya sambil menggeleng, "Bukan gue, Bang. Tadi Mbak Shila mampir sambil persiapan mau syuting sama anak BE. Ini gue dibeliin juga," ucapnya sambil ikut mengangkat es americano di tangannya.

Seno mendengus sambil mengangkat kopi itu, "Lain kali jangan diterima lah. Nggak enak gue. Nyogok nggak nih namanya?"

"Minum aja Bang lumayan seger. Berdoa dulu tapi takut dijampi-jampi,"

Seno memutar bola matanya sambil memperhatikan gelas yang terasa dingin itu di tangannya. Tertulis nama Seno disitu, dengan tambahan emote smile dibelakangnya. Seno menghela napas sambil akhirnya berjalan menuju ruangan kubikal dimana divisi Brand Executive bernaung. Ia melihat Shila masih disitu, memegang sebuah buku yang sepertinya berisi script untuk syuting iklan produk mereka hari ini. Sesekali terlihat ia berbicara dengan tim BE dan kru secara bergantian.

Seno memberi isyarat pada salah satu anak BE, untuk menyerahkan es kopi itu ke Shila atau manajernya. Anak itu dengan tatapan penuh tanya hanya menerimanya sambil manut. Seno lalu melangkah keluar dari sana, sampai ada suara yang ia kenal jelas itu memanggilnya.

"Seno?"

Seno menghela napasnya sambil akhirnya berbalik. Ia menaikkan alisnya begitu melihat Shila memegang kopi itu di tangan.

"Ini kenapa? Kan buat elo. Lo suka Americano kan?"

"Buat lo aja La, sorry,"

Shila menghela napas dengan putus asa, "Tinggal terima aja, nggak bisa ya?"

Seno tersenyum pahit. Dengan segala hal yang ia sudah dengar dari Evan, pandangannya kini berbalik drastis pada gadis didepannya itu. Rasa bersalahnya berganti drastis menjadi jauh lebih pahit. Apa yang lebih pahit daripada menjadi lelaki cadangan? Atau lelaki yang dijadikan pelarian? Kalau ini sinetron adzab, pasti Seno dibenci ibu-ibu karena ngerebut pacar orang padahal dia tidak tahu apa-apa.

"Kalau lo masih ngerasa bersalah sama masa lalu, lo nggak perlu, Sen. Gue udah maafin lo kok," sahut Shila lagi sambil mendekat dan menatap Seno dengan manik mata bulatnya itu.

Perlahan gadis itu menarik tangan pria didepannya itu sambil menyerahkan kopi dingin tadi, "Kita bisa mulai dari awal lagi,"

Seno mengangkat sebelah alisnya. Ia menatap Shila sambil berucap pelan.

"Makasih karena lo udah maafin gue. Tapi Shila ... kalau Sakti gimana? Dia udah maafin lo juga?"

Mata Shila membulat sambil menatap ke arah Seno saking terkejutnya. Seno hanya tersenyum menyeringai melihat reaksi gadis didepannya yang sepertinya kaget dengan ucapannya barusan. Ia menarik tangannya perlahan yang sejak tadi digenggam gadis itu lalu mendekatkan wajahnya ke arah telinga kanan gadis itu.

"Lo tahu kan, gue kapten futsal kampus yang nggak pernah sekalipun duduk di bangku cadangan. Sesakit apapun lutut gue, gue nggak mau jadi cadangan."

Shila masih terdiam disana sambil mencoba mengarahkan pandangannya ke arah lain. Kaget dengan sebuah nama yang disebut Seno barusan.

Dia tahu?

Seno mengalihkan perhatiannya pada seorang lelaki yang mendatanginya dengan tatapan heran karena melihat atmosfer di sekitar situ yang terasa tidak enak. Wisnu tersenyum tipis pada Shila sejenak lalu beralih pada Seno, "Bang, kita diminta agensi buat ikut trial label Kids,"

"Oh jadinya hari ini ya. Gue nyusul, ngabisin kopi traktiran dari model kita ini dulu." seru Seno dengan suaranya yang terdengar sumringah lalu mulai menyeruput es kopi itu.

Berbanding terbalik dengan ekspresi Shila sekarang yang hanya bisa terdiam ditinggalkan Seno disana.

Bertahun-tahun Juna bisa mengatasi semua perilaku Wendi kalau lagi masa PMS namun baru hari ini rasanya ia begitu takut menghadapi gadis itu melebihi ke istrinya sendiri ketika ia lupa menaruh handuk basah di atas kasur. Wendi hanya diam, tapi diamnya lebih menakutkan dari rasa takut ia kehilangan protein shake yang pembayarannya masih ia cicil.

Juna terhimpit. Membawa Wendi yang sedang keluar taringnya ke Nasi Uduk Kebon Kacang itu sepertinya juga tidak berhasil melunakkan hati gadis di depannya itu.

Ralat, bukan Juna yang mengajak sih tepatnya justru gadis itu yang langsung menyeretnya keluar dan memaksanya duduk melihat gadis itu makan dengan super lahap.

"Wen,"

Usaha Juna kesekian kalinya seperti terpental keluar dan tidak bisa diterima oleh gadis di depannya itu. Wendi melahap nasi uduk dengan ayam kampung super lezat itu dengan cepat. Sesekali ia terbatuk karena saking cepatnya ia melahap makanan itu.

"Wen ah, jangan begini dong. Pukul aja gue deh asli,"

Wendi meletakkan sendok dan garpunya di piring, lalu menyeruput es jeruk disampingnya sambil menatap tajam pria didepannya. Juna hanya tersenyum salah tingkah.

"Mantannya Sakti itu Shila? Shila yang itu? Shila yang mau didatangi Seno di hari gue wisuda itu?"

Juna menelan ludahnya. Tahu bahwa hari ini mungkin akan tiba dan ia memang sudah mempersiapkannya dari jauh hari.

"Sekarang gue mau lo ceritain semuanya. Sedetilnya tanpa kecuali!"

Notes from Prima.

Hola! Karena kasus cororong naik lagi, aku doain kalian selalu sehat ya. Terima kasih sudah mau baca sampai part ini 🥳 maaf kalau alurnya lambat buanget. Karena aku mulai wfh terus, semoga updatenya juga jadi cepet ya haha (semoga).

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

6.6M 340K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
20.1K 3.3K 23
[✔] "Gue bahkan ragu, ini sebenarnya surga atau neraka." "Ini bukan surga maupun neraka, karena tempat ini masih di bumi. Mungkin suasananya aja yang...
3.6M 27.6K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
91.5K 8.7K 36
Terkadang apa yang terlihat bagus didepan sering kali berbeda dengan apa yang terjadi di belakang. Sama hal nya dengan kehidupan pernikahan antara Ar...