TESTIMONI TIME 🎉🎉
BTWW KABAR BAIK! Mow Tea Slim lagi ngadain PROMO POTONGAN ONGKIR UP TO 50%!! bener2 ongkirnya jd murah banget kebangetan 😭 langsung chat admin 0896032104731 okeei!
PEMBAYARAN BISA VIA QRIS
___________
Playlist ~ Pilihan yang Terbaik.
Happy reading!
______________
"Boleh nggak Mas Bara sama aku pacaran dulu?"
Pertanyaan yang keluar dari bibir ranum Naqiya membuat Bara mengernyitkan keningnya. Ia tak paham dengan apa yang terjadi pada Naqiya.
"Maksud kamu gimana?" Tanya Bara sembari kepalanya menoleh ke arah kiri. Sementara Naqiya tak merasa sanggup apabila harus menatap wajah suaminya langsung.
Wanita dengan bayi di pangkuannya itu membuang wajah dengan menatap ke depan. "Aku... mmm... Mas Bara sama aku 'kan belum kenal."
"Belum kenal?" Ulang Bara.
Entah mengapa, egonya sebagai pria sekaligus suami dari Naqiya merasa tersinggung dengan kalimat itu. Bagaimana mungkin, setiap malam selalu seranjang tapi Naqiya baru saja berkata dirinya belum mengenal Bara?
Bara terdiam di sana. Menanti penjelasan atas permintaan istrinya barusan.
Naqiya mengangguk perlahan, "Aku dulu mahasiswa, Mas Bara dosenku, tiba-tiba dalam satu malam status kita jadi suami istri. Aku rasa, aku belum kenal Mas Bara dan gitu sebaliknya."
"Mas kenal kamu kok." Tutur Bara. "Setahun cukup buat kenal kamu luar dalem."
Lagi, kepala wanita itu bergerak menggeleng, "Mas mungkin ngerasa gitu, tapi apa setahun bener-bener cukup buat saling kenal? Toh sekarang juga waktu kita dibagi buat Gaza."
Bara mengangguk, menurutnya ia sudah kenal betul dengan istrinya ini. Apa yang Naqiya suka, apa yang tidak. "Mas kenal kamu, nggak perlu diraguin lagi."
"Enggak gitu, Mas. Mas Bara emang suamiku, tapi aku bahkan masih ngerasa asing sama hal itu."
Ucapan Naqiya lagi-lagi berhasil menyinggung perasaan Bara. Setahun bersama bagi Naqiya, Bara bukanlah siapa-siapa hingga masih merasa asing dengannya?
"Bukan asing dalam artian itu, Mas." Tutur Naqiya. "Aku..."
Bara berdiri dan mengantongi jemarinya ke kantung celana, "Nggak ada pacaran-pacaranan. Kamu itu istri Mas, Mamanya Gaza, udah cukup."
Apa-apaan? Bahkan sejatinya banyak wanita yang ingin segera menikah, namun istrinya ini justru mengajak pacaran setelah menikah.
Apakah itu trend masa kini?
"Masss.." Dengan Puppy eyenya ia mencoba membujuk Bara. "Biar aku kenal Mas lebih lebih lagi. Biar kita juga lebih hangat, terus... biar aku semakin tau besar cinta aku ke Mas gimana."
Bara menaikkan satu alisnya. Ucapan Naqiya sudah mulai kemana-mana. "Mas nggak paham, Naqiya."
Naqiya mengulum lidahnya sembari berpikir, "Begini, Mas. Aku sama Mas Bara mulai malam ini kaya orang pacaran aja, maksudnya jangan kaya pasutri gitu. Jadi eeem ya gitu deh."
Bara diam, menyimak ucapan istrinya.
"Kita pergi dating, kita dinner bareng, tapi ya tetep sama bayi."
"Kita pisah rumah?" Tanya Bara menanggapi istrinya itu.
Naqiya menggeleng, "Nggak lah, Mas. Gimana pun kita 'kan suami istri, udah punya anak pula."
"Kumpul kebo ceritanya?" Ujar Bara lagi yang membuat Naqiya berdecak.
"Nggaak! 'Kan ceritanya aja kita masih pacaran. Lagian Mas Bara belum pernah pacaran 'kan? Aku juga belum pernah. Jadi mending kita pacaran halal."
Naqiya berdehem kala ia tak mendapat respon apapun dari Bara selain pria itu hanya menatap wajahnya datar. Persis seperti tatapan pria itu saat mengajar di kelas, datar.
Jemari lentik perempuan itu bergerak mengusap lehernya yang tak gatal. "Bedanya nggak banyak sih, Mas. Kita tetep serumah, tetep ngurus Gaza, tetep sekamar kok. Cuma ya ceritanya kita masih pacaran. Jadi nggak ada..."
Alis Bara terangkat sebelah, "Nggak ada apa?"
"Nggak ada cium, nggak ada peluk, nggak ada eung... anu juga." Naqiya mengangguk, "Pokoknya nggak ada physical touch selama kita pacaran."
Bara menggeleng sebelum dirinya beranjak pergi ke arah pintu kamar. Melihat itu sontak saja Naqiya menoleh pada sang suami. Gerakannya tentu membuat bayi gembil di gendongannya menggeliat gelisah.
"Shhh, Sayang," Bisiknya menenangkan Gaza sebelum kembali fokus pada suaminya, "Mas masa nggak setuju?"
"Enggak," Jawab Bara tepat, padat, jelas.
Suara helaan napas Naqiya terdengar menandakan kekecewaannya. "Ayolah, Mas... Kasih kesempatan kita buat saling mengenal."
Pintu yang sudah Bara buka, ia tutup lagi dengan cepat. Pria itu menyejajarkan tubuh sang istri dengan cara sedikit membungkuk.
"Kita bisa saling kenal di pernikahan ini, nggak perlu pacaran-pacaranan." Jelas Bara yang tak setuju dengan usulan Naqiya.
Apa-apaan? Orang yang berpacaran saja kebanyakan tujuannya untuk menikah. Kalau sudah menikah tujuannya untuk berpacaran?
"Haiiis," Naqiya berdecak setelahnya. Tangan Bara ia genggam dan ia tuntun menuju ranjang. "Duduk, biar aku jelasin."
"Monggo," Ucap Bara mengiyakan.
"Kita udah menikah, udah punya Gaza. Itupun baru nikah karena aku hamil duluan. Aku pengen kaya cewek-cewek lain gitu loh, Mas. Sebelum punya anak 'kan mesra-mesraan dulu sama suaminya." Tutur Naqiya menjelaskan.
Sebenarnya bukan itu yang ia inginkan.
Cengiran perempuan itu tetap saja tak membuat Bara berubah pikir. Pria berwajah datar itu lagi-lagi menggeleng, menolak usulan Naqiya.
"Yaudah besok Mas coba lebih mesra lagi ke kamu ya," Ucap Bara memberikan jalan keluar.
Naqiya sontak menggeleng keras. Bukan! Bukan itu yang ia maksud, Bung!
"Susah, Mas. Kemesraan itu dibentuk dari waktu ke waktu, takes time. Nggak bisa dalam semalam doang." Ungkap Naqiya.
"Mesra gimana yang kamu mau?" Tanya Bara dengan suara tegasnya. Ia sama sekali tidak paham dengan arah pembicaraan istrinya ini. "Semalem di pantai itu nggak cukup mesra buatmu?"
Naqiya dibuat gelagapan dengan pertanyaan suaminya barusan. Ia paham, Bara telah melakukan banyak hal untuk membuatnya nyaman, untuk membuatnya kembali seperti dulu. Nyatanya nihil. Hatinya memang tersentuh, namun kebimbangan itu muncul lagi.
Helaan napas Bara terdengar saat istrinya tak kunjung menjawab. Di bawah redupnya cahaya, Bara melirik bayi gembilnya yang tampak nyaman terlelap di pangkuan sang ibu. Tangannya bergerak memindahkan Gaza ke gendongannya.
"Gaza ditaruh kasur dulu," Ucap Bara pelan. "Mas mau bicara serius sama Mamanya."
Bayi menggemaskan itu menggeliat di pelukan Papanya. Merasa jauh lebih keras berotot daripada sang ibu.
Tubuh Naqiya menoleh, memperhatikan Bara yang cukup telaten meletakkan Gaza di atas ranjang dan mengecup kening bayi itu pelan. "Papa mau ngomong sama Mama, jangan ganggu ya," Bisiknya.
Saat Bara beranjak mendekati sang istri, Naqiya menahannya, "Besok aja, Mas, aku ngantuk."
Tangan Naqiya yang menahan dadanya, dicekal pelan oleh Bara untuk mengembalikan posisi istrinya itu seperti semula. "Duduk," Pinta Bara tegas.
Dalam situasi seperti ini, tentu Naqiya merasa sangat takut. Tanpa ia sadari, matanya berlinang dengan jemari meremas pakaiannya sendiri. Ia bahkan menggigit bibirnya sendiri untuk mengurangi ketakutannya.
Namun, entah mata Bara yang terlalu sensitif di bawah keremangan lampu atau bagaimana, Naqiya dapat merasakan ibu jari pria itu bergerak di bawah matanya. Ya, Bara menghapus air mata istrinya pelan.
Pria itu berdiri menghadap sang istri yang duduk di ranjang sebelum berjongkok di sana, "Mas bukan mau maksa kamu jujur sama Mas, Sayang," Tuturnya pelan masih dengan gerakan jemari di bawah matanya.
"Mas ini ibarat nahkoda dan kamu awak kapalnya. Kita berdua ada di tengah laut itu dengan tujuan yang sama. Nahkoda nggak bisa kerja sendiri tanpa awaknya, dan awak juga nggak bisa berlayar tanpa nahkoda toh?" Suara lembut Bara berkata membuat mata Naqiya semakin berkaca-kaca.
Remasan jemari di bajunya berubah setelah Bara yang sadar itu segera menyentuh jemari istrinya. Membiarkan tangannya saja yang diremas Naqiya untuk menghilangkan ketakutannya.
"Informasi penting saat berlayar juga mesti diketahui antara nahkoda dan awak biar nggak ada miskom," Tutur Bara lagi.
Naqiya terdiam menyimaknya. Sorot mata teduh suaminya sangatlah menenangkan.
"Apalagi tanda-tandanya keliatan, misal ombak terlalu kencang, atau cuaca buruk. Dan di kapal kita ini, tanda-tandanya jelas, kamu sering tiba-tiba nangis, dan sekarang tiba-tiba ngajak suamimu sendiri pacaran," Tambah Bara.
Bibir Naqiya terbuka sedikit untuk menjawabnya. "Aku udah jelasin alasannya, Mas." Jawabnya pelan.
Seakan Bara tidak puas dengan penjelasan istrinya, kepalanya menggeleng, "Sekarang coba Mas nahkoda ini tanya sama Mbak awak kapal, apa ada yang keliru selama Mas pimpin kapal pernikahan kita berlayar?"
Astaga, katakan pada Naqiya, hati perempuan mana yang tidak melunak saat diperlukan seperti ini?
[ B A Y I D O S E N K U 2 ]
Pak saya mau tanya, mohon izin sebelumnya, hatinya bapak bara ini terbuat dari apa ya? saya mau cari bahannya di syopi😭