GERIMIS [SELESAI]

By sari_nikmata

306K 22.2K 690

Story 2 . "Katanya, harus terluka dulu biar nanti bisa merasakan bahagia. Lantas, luka sedalam apa yang harus... More

BAGIAN 01
BAGIAN 02
BAGIAN 03
BAGIAN 04
BAGIAN 05
BAGIAN 06
BAGIAN 07
BAGIAN 08
BAGIAN 09
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 28
BAGIAN 29
BAGIAN 30
BAGIAN 31
BAGIAN 32
BAGIAN 33
BAGIAN 34
Wajib Baca
BAGIAN 35
BAGIAN 36
BAGIAN 37
BAGIAN 38
BAGIAN 39
BAGIAN 40
BAGIAN 41
BAGIAN 42
BAGIAN 43
BAGIAN 44
BAGIAN 45
BAGIAN 46
BAGIAN 47
BAGIAN 48
BAGIAN 49
BAGIAN 50
BAGIAN 51
BAGIAN 52
BAGIAN 53
BAGIAN 54
BAGIAN 55
BAGIAN 56
BAGIAN 57
BAGIAN 58
BAGIAN 59
BAGIAN 60
⚠️Thriller Gerimis⚠️
⚠️Pengumuman Penting⚠️
Cerita Baru

BAGIAN 27

4.6K 403 20
By sari_nikmata

Rafa menggesekkan rambutnya dengan handuk kecil lalu duduk di kasurnya. Lelaki itu baru saja selesai mandi kemudian menggunakan pakaian santainya. Handphonenya bergetar sedari tadi di atas kasur, Teman-teman satu komunitas dengannya sangat ribut di group chat WhatsApp dan itu salah satu alasan Rafa untuk mensilent handphonenya tadi. Sekarang mereka malah menghubunginya berulang kali.

Rafa berdecak kesal lalu memilih segera menjawab panggilan itu.

"Lo kemana aja bro? Ayo lah ngumpul sini bareng kita di cafe biasa."

"Hmm."

"Ck, lo bakalan nyusul kagak nih? Hmm doang."

"Nanti gue nyusul."

"Sip, abang Afa ganteng!"

Rafa segera memutuskan panggilan itu setelah mendengar jawaban dari temannya di seberang. Setelah merasa rambutnya kering, Rafa meletakan asal handuk kecilnya tadi lalu bangkit dan mengambil jaket komunitas skeatboardnya dengan lambang skeatboard di bagian samping dada kiri lalu mengambil kunci motornya dan segera turun ke bawah.

G E R I M I S

Zeva menatap taburan bintang di atas langit dari arah balkon kamarnya dengan menekukkan kakinya, kedua tangannya dia gunakan sebagai bantal untuk bertopang dagu. Zeva menutup mata sesekali merasakan embusan angin malam ini yang terasa sedikit dingin dan bau tanah menyugar penciumannya akibat hujan tadi sore.

Gadis itu hanya diam tetapi di dalam pikirannya sangat berisik. "Capek tapi gue gak mau nyerah. Rasanya gak sanggup, gak bisa, tapi sampe sekarang masih tetap gue jalanin. Gue bosan hidup sebagai diri sendiri, tapi gue juga gak mau jadi seperti orang lain. Rasanya mau mati tapi belum siap ketemu sama Tuhan." Zeva terkekeh lalu menghela menghela napas kasar lalu tersenyum menatap satu ke arah bintang yang paling terang di atas langit itu.

"Gue seneng, dia baik-baik aja," ujar Azka yang berada beberapa meter dari posisi Zeva sekarang bersama dengan Putra dan Bani.

"Lo gak mau samperin dia sekarang?" Azka menoleh ke arah Putra.

Putra berdecak kesal, "pengecut lo Ka!" umpatnya.

"Jadi lo ngajak gue sama Putra cuma buat temenin lo liat Zeva dari sini tanpa berani nyamperin langsung?" tanya Bani.

"Cabut, yang penting gue tau kalo dia baik-baik aja sekarang," putus Azka lalu memakai helm fulfacenya kembali dan mengendari motornya meningggalkan mereka berdua.

"Woy Ka! Malah di tinggal lagi! Dasar laknat!" umpat Bani.

"Gak usah ngumpat, nanti lo kesambet sama setan di sini gimana?" peringat Putra yang membuat Bani seketika merinding, "gue duluan susulin Azka," lanjut Putra dan segera mengendarai motornya membuat Bani ketar ketir di sana.

"Dasar Babi lo! Woy tungguin gue!"

G E R I M I S

Rafa memelankan motornya dan menajamkan matanya melihat lelaki yang sering ke rumah Zeva setiap malam itu tengah terlibat perkelahian dengan sekelompok pria berbadan kekar di sana.

Rafa segera mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi ke arah mereka hingga membuat beberapa orang berbadan kekar itu terjatuh. Rafa berbalik ke belakang, ternyata jumlah mereka yang lumayan banyak di bandingkan Fahri yang hanya sendiri tidak bisa untuk membuat orang-orang berbadan kekar itu kalah.

Rafa memberhentikan motornya lalu dia turun dari atas motor itu dan melepaskan helmnya. Rafa berjalan sedikit cepat lalu melemparkan helmnya ke arah mereka dan ikut dalam perkelahian itu. Fahri masih sibuk menjatuhkan beberapa dari mereka, dia sempat melirik sekilas ke arah Rafa, lalu fokus kembali menyerang lawannya.

Dua banding sepuluh orang membuat Rafa dan Fahri kewalahan. Kekuatan mereka tidak sebanding dengan orang-orang itu, hingga kedatangan Azka, Putra, dan Bani yang tiba-tiba ikut bergabung dengan mereka membuat beberapa lelaki berbadan kekar itu tumbang.

Fahri, Rafa, Putra, dan Bani mengatur napas masing-masing dan saling melihat satu sama lain. Sedangkan Azka baru saja menumbangkan satu lawan terakhirnya, Azka memukul dengan membabi buta pria itu di atas tindihannya. Di rasa lawannya sudah tidak bisa melawan, Azka segera bangkit. Hal yang tidak di duga terjadi, keempat lelaki itu melototkan mata mereka kala pria yang berhasil Azka pukul tadi secara diam-diam mengeluarkan belati kecil di dalam sakunya.

"AZKA AWAS!" seru Putra.

"AZKA BELAKANG LO!" sambung Bani.

"Sialan!" umpat Fahri segera berlari ke arah Azka untuk mencegah hal buruk terjadi.

Azka mengerutkan keningnya melihat Putra dan Bani yang berteriak dan Rafa yang memelototkan matanya seperti ingin mengatakan hal yang sama namun rasanya tenggorokan laki-laki itu tercekat. Azka menoleh kebelakang dan mendapati lelaki berbadan kekar itu sudah beberapa jengkal dari dirinya. Pria itu memegang pundak Azka yang dimana Azka baru saja menoleh kebelakangnya dan dengan cepat menusuk perut Azka membuat Azka meneguk ludah susah payah.

"Sial!" Azka membatin dengan tubuh menegang. Darah keluar dari balik kaos hitam yang dia gunakan.

BUGH!

Fahri menendang dada pria itu dan langsung tersungkur. "Apa yang lo lakuin bangsat!" teriak Fahri dengan sebelah tangannya mencengkram kerah baju pria itu kemudian melayangkan banyak sekali pukulan tanpa ampun.

Putra, Bani, dan Rafa berlari kearah Azka. Azka terduduk lemas diatas trotoar sambil mempertahankan kesadarannya.

"Woy, sadar Ka! Lo jangan mati dulu!" panik Bani.

"Bangsat lo Ban! Omongan di jaga!" seru Putra dan langsung membantu Azka berdiri, Bani yang panik pun ikut memegang sebelah tangan Azka.

"Cepetan bawa ke mobil gue!" titah Fahri yang panik dan kalut lalu berlari kearah mobil sedan berwarna hitam yang berada tidak jauh dari posisi mereka saat ini. Rafa ikut berlari membukakan pintu duduk di belakang mobil Fahri.

"Gue bawa dia ke rumah sakit. Lo bertiga ikutin mobil gue."

Rafa, Bani, dan Putra mengangguk lalu segera ke motor masing-masing.

Di dalam ruang IGD, Azka masih di tangani oleh beberapa perawat. Fahri berdiri dengan menatap gelisah pintu ruangan IGD yang belum ada tanda-tanda akan terbuka itu. Putra dan Bani duduk di salah satu kursi yang ada di sana dengan harap-harap cemas.

Bani melihat arlojinya, berdecak kesal lantas lelaki itu bangkit, "mau kemana lo?!" cegat Putra.

"Gue mau liat Azka. Sekarang udah tiga puluh menit tapi Azka belum juga keluar, Put!" sarkas Bani.

"Duduk! Jaga emosi lo, bukan cuma lo aja yang sekarang nunggu Azka keluar. Lo pikir, gue enggak?!"

Bani langsung duduk kembali dengan kasar di samping Putra lalu menyenderkan kepalanya pada tembok dingin ruangan IGD itu. Sedangkan Rafa sedari tadi masih diam dengan matanya yang selalu tertuju pada Fahri yang berdiri di depan ruangan.

Suara pintu terbuka membuat Bani langsung berdiri dan melangkah lebar ke depan, di susul Putra dan Rafa.

"Lo gak apa-apa Ka?!" tanya Bani panik dan ingin memeluk Azka membuat Azka dengan cepat memukul pelan lengan lelaki itu. "Lo mau bikin jahitan di perut gue robek? Hah?!"

Bani meringis lalu segera mundur.

"Lo mending rawat di sini dulu, biar gue urus semua biaya rawat buat lo," celetuk Fahri.

Azka berdecak menatap Fahri di sampingnya, "gue gak apa-apa. Lo guru les cewek gue kan?"

"Hah?" Putra dan Bani kompak mendelik kaget mendengar penuturan Azka.

Fahri berdehem sejenak lalu berkata, "iyah, dan lo sekarang mantan Zeva."

Putra dan Bani menutup mulut menahan tawa melihat raut wajah Azka yang berubah kesal dan tidak terima.

"Gue perlu ngomong sama lo," ujar Azka.

Fahri mengangguk mengiyakan, "tapi gak di sini juga." Lanjut Azka.

"Yaudah, gimana kalo ke kantin di rumah sakit ini?" celetuk Bani.

Azka setuju, lalu mereka segera berjalan mencari bagian kantin di rumah sakit itu. "Lo juga ikut, bro!" Bani merangkul pundak Rafa yang masih diam di sana.

G E R I M I S

"Sebelumnya gue mau ngenalin diri-"

"Azka." Sela Fahri menyebutkan nama Azka, "siswa dari kelas XII IPA 3. Aktif di ekskul futsal dan jabatan sebagai ketua tim futsal SMA Satu selama dua tahun berturut. Tinggi 183 cm." Tutup Fahri yang membuat mereka semua cengo mendengarkannya.

Fahri lantas menoleh ke samping Azka, "dan yang di samping lo itu sahabat lo dari sejak SMP."

Setelah itu, Fahri memusatkan pandangannya kearah Rafa, "dan lo, sahabat masa kecil Zeva. Tadi sore lo main hujan-hujanan sama dia di taman. Right?" jelas Fahri.

"Gue tau tentang lo semua," tutup lelaki itu.

"Siapa lo sebenarnya?" tanya Rafa tajam.

Sempat terjadi keheningan sesaat hingga Fahri membuka suaranya, "bokap gue dulu sahabatan sama Om Hardi sampai sekarang mereka masih menjalin hubungan baik dan menjadi partner bisnis. Gue Fahri, guru les sekaligus abang Zeva."

Azka merasakan kecemburuan yang teramat mendengar Fahri dengan enteng mengatakan bahwa dia adalah abang Zeva. "Lo gak ada hubungan darah sedikitpun dengan dia, gak usah berlebihan."

Mengerti dengan perkataan Azka, Fahri lantas mendengus, "lo cemburu sama gue?"

"Kenapa lo mau waktu Zeva minta putus kalo lo masih sayang? Lo cowok kan?"

Azka terdiam, tenggorokannya seperti tercekat mendengarkan perkataan Fahri. "By the way, gue ngucapin terimakasih sama kalian semua karena udah nolongin gue," Fahri menatap mereka semua.

"Dan lo," ujar Fahri menunjuk Azka dengan dagunya, "kalo lo masih mau jadi pengecut, mending lo mundur teratur dan lupain Zeva. Gue bisa ngeliat gimana rasa sayang adek gue yang besar waktu dia cerita tentang lo ke gue." Fahri memberikan peringatan pertamanya kepada Azka.

Azka menelan salivanya susah payah mendengar perkataan Fahri, "gue bukan pengecut dan gue gak akan mundur!"

Fahri mendengus mendengar kata-kata emosional Azka.

"Lo sepertinya banyak musuh," Fahri menoleh menatap Rafa yang berkata seperti itu.

"Gue gak ada musuh sama sekali dan tadi, gue gak anggap mereka musuh gue. Tapi, mereka orang suruhan Om Hardi," jelas Fahri.

"O-om Hardi?" ulang Putra terbata.

"Iyah, Om Hardi."

"Tapi kan, lo anak dari-"

"Gue paham maksud lo. Tapi, gue lagi berusaha buat ngumpulin bukti kekerasan yang Om Hardi lakuin selama ini."

"Maksud lo?" tanya Azka.

"Gue mau ngeluarin Zeva dari jeratan Om Hardi." Fahri meneguh ludahnya kasar, sebenarnya dia sangat emosional dan sensitif dengan pembicaraan ini tetapi dia berusaha untuk tetap biasa saja.

"Om Hardi bukan pria yang baik. Gue lagi cari bukti apapun itu untuk masukkan dia ke penjara, sekalipun itu membuat gue dalam bahaya. Gue lagi berusaha lacak keberadaan tante Asra, karena terakhir dia ngomong sama gue lewat telepon. Dia ngajak ketemu tapi setelah itu gue denger suara pria lain di sana, gue sangat mengenal kalo suara pria itu adalah Om Hardi dan sampai sekarang tante Asra gak ada kabar."

"Satu minggu yang lalu, gue berhasil dapat titik keberadaan tante Asra. Rumah Sakit Jiwa Samanta. Gue coba cari di sana tapi mereka gak ada yang bisa kasih gue informasi sedikitpun."

"Sekarang lo bisa mikir gimana kondisi Zeva yang setiap saat bersama ayahnya itu?"

Azka menggelatukkan giginya marah, Rafa diam-diam mengepalkan tangannya di atas paha, Putra dan Bani saling pandang lalu meneguk saliva susah payah. Penjelasan Fahri tadi sudah membuat keduanya ngeri, apalagi jika membayangkan berada di posisi Zeva?

"Lo ngelakuin semua ini sendiri?" tanya Rafa.

Fahri mengangguk, "gue mau bilang ke bokap, tapi gue gak mau salah langkah apalagi bukti yang gue pegang belum bisa di katakan kuat."

"Gue gabung sama lo bang," tandas Rafa.

"Gue ikut. Gue bakalan lakuin apapun agar Zeva gak disiksa lagi sama ayahnya. Dia perempuan baik dan gue sayang sama dia, gue mau nembus kesalahan gue," ujar Azka.

"Kita berdua juga gabung bang," sambung Putra.

"Kalian yakin? Ini gak semudah yang kalian bayangkan, tadi cuma satu hal kecil yang kalian lihat. Gue tau Om Hardi bukan orang sembarangan. Dia nekat dan gue gak mau ambil risiko."

G E R I M I S

Kalo kemarin emosi banget. Apakah ini bakalan bikin emosi semakin naik?

Selamat datang di konflik utama cerita ini.

Masih sanggup?

Satu kata untuk part ini?

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 217K 75
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
4.5M 267K 62
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

932K 52.2K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
301K 10.1K 24
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...