π™Ύπšžπš› π™³πšŽπšœπšπš’πš—πš’ (#𝟸 𝙴...

By _sidedew

639K 31.3K 2.5K

#Book-2# BIJAKLAH DALAM MEMBACA! 18++ . . . π‘Ήπ’Šπ’„π’‰π’†π’π’π’† π‘ͺπ’“π’†π’”π’†π’π’„π’Šπ’‚ π‘¬π’…π’Žπ’π’π’… π’Žπ’†π’π’šπ’Šπ’Žπ’‘π’–... More

CAST
-Prolog-
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68 [END]
-Epilog-
EXTRA CHAPTER

Chapter 44

8.7K 469 48
By _sidedew

Playlist : Blackpink - Stay


🌷🌷🌷

Apa pun dan bagaimana pun kelanjutannya, nikmati saja alurnya meski tidak sesuai ekspektasi kalian 😘

~sarangahae~

🌷🌷🌷

Kegelapan hampir sepenuhnya terlihat di langit malam yang juga memunculkan titik-titik bintang, di ufuk barat sisa-sisa matahari yang terbenam masih meninggalkan jejak. Mungkin jika ingin dihitung, maka sepuluh menit berlalu sinar orange di ujung sana semuanya teraup sempurna oleh malam.

Diseberang lautan dengan riak air yang bergelombang sedikit kencang, memantulkan cahaya rembulan juga gemerlap bintang-- di sana, di villa mewah berlantai dua itu kesegaran amat terlihat jelas di tubuh para wanita yang telah selesai membersihkan diri serta memilih pakaian santai.

Mereka saling menyusul ke halaman samping penginapan tersebut yang sudah lengkap dengan alat serta kebutuhan lainnya untuk acara makan malam. Barbeque time.

(Gambaran villa nya kek gini)

Dylora menata beberapa gelas sedangkan dalam teko bening sudah ada cairan berwarna hijau beraroma melon juga sedikit tambahan rasa asam dari lemon.

"Tuangkan untuk ku." Richelle mengangkat rendah gelas kosong.

"Baik, Nyonya." Dylora menuangkannya ke dalam gelas itu dan bersikap seolah ia adalah pelayan. Richelle tertawa geli karenanya

"Nona, kami sudah mengatur arang pada barbecue grill di sana, proses pemanggangan daging sudah bisa dilakukan." Ucap salah satu koki dari tiga wanita dengan sopan.

"Thank you. Kalian boleh pulang, pagi nanti tolong kembali dan siapkan sarapan untuk kami."

"Baik, Nona. Kalau begitu kami permisi. Jika membutuhkan sesuatu tolong hubungi lagi dengan begitu kami akan kembali dan siap membantu."

"Okey, itu mudah." Mengibaskan tangannya dengan pelan seraya tersenyum ramah begitu pun Dylora mengangguk singkat.

Ketiga pelayan sebagai koki itu segera meninggalkan halaman.

Richelle melepas satu-satunya kancing pada cardigan-nya yang berbahan rajut tebal berwarna broken white. Di baliknya ia mengenakan dress katun berwarna hijau sebatas paha tanpa lengan dengan motif bunga. Bagian leher sampai batas dadanya terbuka memperlihatkan kulitnya yang putih dan halus tanpa jejak cacat apa pun. Payudaranya yang penuh dan sekal tercetak jelas karena memang gaun yang dipakainya cukup ketat sampai batas pinggang.

"Dimana Marcella? Apa dia belum selesai mandi?" Dirinya celingukan mencari seseorang yang dimaksud.

"Sudah, bahkan dia lebih dulu selesai sebelum aku." Sedikit menengok ke arah kolam renang, "tadi dia hendak menjawab telepon dan lari ke area kolam, tapi lihat lah dia sudah tidak ada di sana."

"Cella tidak tiba-tiba pulang, kan?"

"Mana mungkin. Setidaknya dia pamit padaku jika memang tidak sempat bertemu kalian."

"Hei!"

Sapaan disertai tepukan kencang namun tidak kasar mendarat di bahu kiri Dylora dan bahu kanan Richelle. Keduanya menoleh cepat pada sosok yang sedari tadi menjadi tokoh dalam obrolan.

"Darimana kau? Lama sekali." Ucap Dylora, sedikit bergeser untuk memberi ruang padanya sehingga kini Marcella berada di tengah mereka.

Wanita dengan rambut dicepol atas itu mendengkus seraya mengambil satu gelas dari beberapa yang sudah terisi minuman. "Tidak ada lima belas menit kau anggap lama."

"Omong-omong, kenapa kalian menyajikan minuman sampai bergelas-gelas ini? Kita tidak sedang kedatangan tamu, kan?" Keningnya mengernyit halus saat cairan yang tidak ia cium dulu aromanya-- mengenai tenggorokan hingga tertelan tidak sampai setengahnya.

"Tidak ada. Tapi aku memang sengaja mengisi belasan gelas agar kita tidak harus menuang ulang. Tinggal ambil saja yang baru." Kata Dylora, mengganti gelas yang kosong dan mengambil minuman lagi.

"Tidak seru. Setidaknya ada sampanye di sini." Dengkusnya.

"Cel, kau tidak mengenakan bra?" Richelle mengernyit dan dengan kurang ajarnya menarik kerah gaun Marcella yang memiliki potongan rendah.

Wanita itu tidak bereaksi apa pun hanya mengangguk kepalanya miring sambil meletakkan gelas minumannya yang masih tersisa banyak.

"Aku tahu dimana kau menyimpan persediaan alkohol. Dasar pelit! Tidak mau membaginya untuk kami."

Putaran mata malas Richelle lakukan begitu saja. "Aku pikir malam ini tidak ada pesta alkohol."

"Harus ada! Setidaknya biar aku saja yang mabuk kalau kalian tidak mau." Kata Marcella dengan wajah centil. Ia menereng lantas menarik lengan Dylora, "bantu aku memilih dan membawakan minuman surga itu. Ayo!"

Tanpa sempat menolak, Dylora lekas menurut begitu saja dan mereka pun mengambil langkah cepat masuk ke dalam villa untuk mengambil beberapa minuman pilihan yang tersimpan di ruang bawah tanah.

Richelle tidak memerhatikan pergerakan mereka karena sudah beranjak untuk mendekati Elouis yang begitu terlihat kewalahan

Elouis tengah menimang putranya yang tiba-tiba menangis tanpa tahu apa penyebabnya namun bibir mungilnya terus saja memanggil Dii-di.

Pun Elouis tahu bahwa Alejandro lah sebagai ayahnya yang Ryker panggil sedari tadi.

"Tenang lah, sayang, Daddy sedang sibuk. Kau bersama Mommy dulu ya? Jangan menangis, Nak." Dalam gendongannya, Elouis mengusap air mata yang begitu deras

Helaan nafas terdengar lirih. Elouis belum begitu terbiasa dengan rengekan Ryker yang memang sering kali sulit ditenangkan dan di saat-saat seperti ini selain Alejandro, kedua nenek Ryker lah yang selalu berhasil menenangkannya.

"El, sebaiknya kau telepon saja ayahnya. Mungkin dia ingin mendengar suaranya."

Elouis menoleh ke arah sumber suara. Richelle membawa segelas minuman tadi lalu di letakkan pada meja. "Ini diminum lah."

"Thanks. Aku belum bisa meminum atau memakan apa pun, Ryker masih saja menangis dan aku belum sempat menelepon ayahnya, Ale pasti sedang sibuk sekarang, aku tak mau menggangunya." Jelas Elouis.

"Diiii.. Mom, Dii.." Ryker terus menjerit terisak dengan suaranya yang mulai mengecil mungkin karena kelelahan sedari tadi terus saja menangis, tubuh kecilnya sesenggukan. Beberapa kali juga Ryker terbatuk-batuk. Kasihan sekali.

"Biar aku mencoba menggendongnya."

Richelle pun perlahan memindahkan Ryker ke pangkuannya, bayi itu sempat memberontak tetapi Richelle terus mencobanya dengan sedikit paksaan.

Ryker tidak menolak setelah berhasil ke dalam gendongannya meski tangisnya belum juga usai.

"Kau merindukan ayahmu?" Richelle mengusap lembut punggung kecil itu dan bertanya dengan suara kecil nan lembut seperti meniru anak-anak. Pun bayi itu mengangguk lirih.

"Kita panggil Daddy ya? Kita suruh dia ke sini menemani mu, kau setuju, boy?"

Ryker tetap mengeluarkan air mata meski tangisnya mulai surut.

Sayup-sayup mereka mendengar suara bising yang setiap detiknya semakin terdengar jelas.

"Itu suara helikopter. Kau mengundang seseorang?" Elouis bertanya.

"Tidak. Ini adalah waktu ku bersama kalian dan aku tidak mengajak siapa pun."

Sebuah helikopter yang terdengar pun mendarat di tempat yang sama seperti helikopter mereka. Bising dari baling-baling terus terdengar keras juga menimbulkan tiupan angin kencang.

"D-iii.. Dii..."

Baik Richelle maupun Elouis terdiam bingung dengan Ryker yang mencondongkan tubuhnya ke arah helikopter itu berada.

"ALEJANDRO MENYUSUL MU." Ucap Richelle setengah berteriak.

"DIA TIDAK DATANG SENDIRI!"

Mendengar kelanjutan Elouis, tanpa bertanya lagi, Richelle pun kembali menoleh ke sana. Dan benar, Ale tidak datang sendiri melainkan bersama Oliver dan Alaric.

Kebisingan pun perlahan hilang bersamaan dengan helikopter tersebut yang pergi setelahnya.

Mereka. Ketiga pria itu berjalan dengan langkah menawan sekaligus kegagahan yang begitu kentara. Seolah memperlihatkan bahwa dari cara langkahnya saja mereka adalah orang-orang penguasa.

Hanya satu titik yang menjadi fokus Richelle, ia berkedip halus dengan bibir terbuka pelan memperhatikan seorang pria tampan dengan garis senyum teduh ke arahnya.

Richelle goyah. Yang ia bayangkan sekaligus diinginkan adalah berlari dan memeluk pria itu. Memberikan ciuman liar dan romantis.

Sama halnya dengan Alaric yang tidak pernah mau melepas fokusnya pada objek apapun selain gadis yang tidak pernah terlihat buruk-- selalu cantik.

Lihatlah mata besar dengan iris cokelat yang jernih itu, betapa polos dan menggemaskannya Richelle yang balas menatapnya dengan pandangan sayu.

Gila. Alaric tetap bersikap waras untuk tidak menarik tubuh mungilnya lalu membantingnya lembut setelah mengoyak pakaian kekurangan bahan itu.

Fantasinya berkeliaran dengan kurang ajar. Bagaimana jika mereka melakukan sex di ruang terbuka? Di bibir pantai dengan debur ombak yang menjadi alunan lagu serta desahan Richelle yang mengalun di pendengarannya.

Cup.

"Hi, baby" Alaric menyapa lirih namun terdengar berat dan seksi.

Lagi-lagi Richelle kecolongan. Satu kecupan hangat di keningnya mendarat tanpa hambatan. Richelle mengerjap dua kali sebelum mundur untuk mengikis jarak karena sepertinya Alaric sama sekali tidak mau menjauh barang satu jengkal pun.

Dirinya tidak sadar bahwa Elouis dan anaknya sudah lebih dulu meninggalkan tempat mereka berdiri bersama Alejandro. Pun Oliver yang sempat memberi anggukan ramah meski tanpa ekspresi, sudah tahu kemana ia pergi sekarang.

Dan disini lah keduanya bersitatap tanpa ada orang lain.

Bersilang tangan dengan dagu terangkat angkuh, Richelle berujar. "Tidak ada yang memperbolehkan kalian untuk datang ke acara kami termasuk kau karena aku tidak menginginkan keberadaan mu di sekitar ku dalam jarak sejauh apa pun selagi mataku masih bisa melihat mu."

...

"Pergi lah! Aku bisa menyuruh orangku untuk menjemput mu saat ini juga." Kembali, Richelle melakukan pengusiran.

Alaric tidak bisa menyembunyikan kegetiran di balik netra yang memandangnya sendu. Dan itu cukup mengganggu Richelle sebagai wanita yang berlaku kurang ajar dalam berbicara seperti tadi.

"Apa aku sudah kelewatan? Dia pasti marah dan sakit hati." Pikirnya

Tapi ia mempertahankan ego. Berbalik badan berniat meninggalkan Alaric yang tidak juga bersuara. Namun belum genap dua langkah ia ambil, seseorang sudah menahannya dengan pelukan lembut.

Richelle bergeming. Mengepalkan kedua tangannya yang berada di sisi tubuh lalu ia sedikit menunduk untuk melihat lengan kekar yang melilit perutnya dengan posesif. Dulu, ia bisa dengan leluasa memainkan jari jemari itu bahkan ia juga ingat betapa seringnya memakaikan cat kuku di kesepuluh milik Alaric.

Dulu, beberapa kali dengan percaya dirinya ia mengecup punggung tangan itu. Bahkan hanya melihatnya saja, Richelle bisa merasakan kembali bagaimana tangan itu yang selalu mengusapnya penuh kelembutan.

"Aku tidak bermaksud mengganggu. Tapi aku mengkhawatirkan mu," Alaric menumpukan dagunya di ceruk leher itu. Tidak ada rambut panjang Richelle yang menghalangi dan tentunya ia bisa mengecup pelan penuh hati-hati di sana.

"Apa yang kau khawatirkan? Aku tentu baik-baik saja di tempat ku." Susah payah Richelle menelan ludah. Mempertahankan suara angkuhnya dengan ke-sinis-an yang begitu kentara.

"Okey, jika kau tidak peduli dengan alasanku." Ia melepas peluk lalu memutar bahu Richelle agar mereka kembali saling berhadapan.

"Aku datang karena merindukan mu. Please, jangan mengusir ku. Aku sangat ingin melihat gadis manis yang begitu menyayangi ku dan nyaris tidak pernah bersikap kasar semenyebalkan apa pun aku." Ada keputusasaan dalam nada suara yang dilontarkannya.

Sejujurnya, Alaric tidak tahan menerima kemarahan Richelle dalam bentuk apa pun meski belum lama ini. Apa jadinya nanti jika Richelle bersikap sama sampai waktu yang lama?

"Jadi," mengambil nafas panjang setelah ucapannya yang terdengar berbisik itu, Richelle menatapnya datar. "Kau berharap aku tetap menjadi gadis polos yang mudah luluh meski sudah kau sakiti? Berfikir bahwa kedatangan mu lagi adalah keputusan yang benar dan percaya kalau seorang Richelle akan menerima mu begitu saja?"

Alaric tidak menanggapi, ia menelan saliva kuat-kuat dengan rasa pilu karena melihat jelas pancaran kesakitan di mata jernih itu.

Sudah sedalam apa yang diperbuatnya sehingga ketakutan, penyesalan, juga pertahanan diri yang begitu besar-- Richelle miliki sekarang.

"Kau menyakitiku tanpa memberi penjelasan apa pun. Membiarkan aku hidup dalam kebingungan yang tidak ku temukan apa alasannya dibalik permainanmu. Kau tahu bahwa aku menyayangimu selayaknya wanita kepada pria, kau seharusnya tahu betapa tulusnya aku mencintaimu dan itu bukan candaan gadis belasan tahun yang baru beranjak dewasa tapi kenapa kau malah mencintai wanita lain bahkan aku sendiri tidak tahu menahu pada siapa kau menaruh hati."

Pecah sudah tangis yang terdengar sangat menyayat hati. Runtuh sudah pertahanannya menjadi wanita angkuh untuk menipu Alaric jika Richelle bukan lagi wanita melankolis yang terpuruk setelah ditinggalkan.

Lalu didekapnya tubuh yang bergetar karena tangisnya itu. Alaric menariknya dan memaksa untuk mempertahankan pelukan mereka walau ada penolakan yang berusaha Richelle lakukan agar terlepas darinya.

"Maaf, sayang. Maafkan aku. Aku harus melakukan itu agar kau terhindar dari bahaya karena ulahku. Aku tidak ingin semua musuhku yang bersembunyi berniat melukaimu atau bahkan melukaimu."

"T-tapi caramu salah." Semula bersembunyi untuk menumpahkan tangis di dadanya, Richelle menarik wajahnya lalu mendongak ingin melihat tepat di mata Alaric. "Pada akhirnya kau lah yang membuat ku terluka bukan musuh yang kau maksudkan itu. Kau sendiri yang berperan jahat di hidupku, Alaric. Lalu kedatangan mu kembali untuk apa? Apa lagi yang kau rencanakan?"

Ada sekitar lima detik tidak ada tanggapan atau pun pembicaraan lagi, Alaric mengambil kesempatan itu untuk menatapnya lebih dulu, lalu satu kecupan panjang pun ia lakukan tepat di keningnya. Kedua telapak tangannya yang lebar sudah bertengger di sisi wajah Richelle seraya ibu jarinya bergerak mengusap lembut di pipinya yang lembab.

"Apa kau lupa? Atau aku belum menyampaikannya padamu? Kedatangan ku tentu untuk memperbaiki semua yang ku perbuat terhadap mu. Aku lah yang sudah menyakitimu tentu aku juga yang harus mengobatinya- tidak boleh yang lain."

Tiupan angin di pesisir pantai tentunya sangat kencang. Alaric menautkan helaian rambut Richelle ke balik telinganya. "Mari kita ulang waktu kita kembali untuk melanjutkan yang sudah kita lalui di lima tahun yang lalu. Kali ini perlakuan ku terhadap mu bukan lagi sebagai kakak, tetapi sebagai kekasih yang mencintaimu, sayang."

"Aku berjanji tidak akan melakukan rencana yang ku anggap benar nyatanya adalah kesalahan."

Tetapi Richelle hanya diam saja. Ia juga sudah tidak lagi menangis.

Sebab logika yang bermain, hati yang berperan, serta jiwa yang bertindak-- bersama-sama mendorongnya untuk semakin dekat pada cinta yang masih bersemayam di benaknya. Seluruh emosional yang bercabang, menuntunnya dengan cepat pada pelukan Alaric dan itu adalah keputusan yang tepat karena pada dasarnya, Alaric lah takdir yang ia inginkan.

"Kau tidak akan tahan dengan sikap ku, Al. Ku pastikan kau pasti kelelahan dan kesabaranmu akan diuji." Richelle tersenyum culas seraya merapatkan diri untuk memeluknya lagi.

Sikap serta kalimatnya yang terlontar, Alaric anggap sebagai lampu hijau bahwa Richelle memberinya satu kesempatan lagi.

"Terserah apa mau mu, aku takkan menolak. Apa pun itu selain menyuruhku untuk menjauhi mu, pasti ku lakukan tanpa ragu."

"Tentu, perbanyak lah setok kesabaran mu, Al."

Kali ini Richelle memberinya senyum lebar sampai deretan giginya yang tersusun rapih dapat dilihatnya dan itu amat sangat menghangatkan perasaan Alaric yang memandangnya penuh kelegaan.

Ada jarak sekitar dua jengkal. Tinggi Richelle yang hanya sebatas dada mengharuskan Alaric menunduk.

Perlahan, keduanya memiringkan wajah. Mendekat terus mendekat hingga tidak ada lagi sekat karena selanjutnya kedua bibir mereka bertemu untuk menyesap rasa yang dimiliki.

Awalnya hanya sebuah kecupan, terus diulang-ulang. Terakhir, Alaric meletakkan satu tangannya di belakang leher Richelle untuk memperdalam ciuman mereka.

Pun Richelle tidak menolak. Kedua tangannya yang masih melingkar di sekitar punggung lebar itu ia tarik untuk selanjutnya terulur sampai meremas sedikit kasar lada rambut Alaric bersamaan dengan ciuman mereka yang menggebu. Cepat. Menggoda. Mengundang sisi keliaran mereka.

"Aahhh.."

Shit.

Alaric tidak tahan setelah desahan yang tertahan dari mulut yang ia sesap itu terlontar juga. Dirinya mengangkat tubuh Richelle sehingga wanita itu otomatis melingkarkan kedua kakinya di sekitar pinggang Alaric tanpa melepas intensitas ciuman keduanya.

Richelle merasakan benturan pelan pada punggungnya, Alaric memang mendorongnya sehingga tubuh kecil itu terapit antara ia dan pohon kelapa yang ternyata berguna juga di saat-saat seperti ini.

Dalam hati Alaric semoga tidak ada buah kelapa yang tiba-tiba jatuh menimpa mereka.

Ciuman itu menjalar di setiap inci lehernya dan Richelle mengambil kesempatan itu untuk meraup oksigen dengan rakus.

"Aaahhh... Al, Please-- don't."

Richelle tidak bisa mengeluarkan kata yang jelas agar Alaric jangan meninggalkan jejak di lehernya tapi sayang hal itu sudah terlanjur terjadi.

"I want you but i know this is not the time." Nafas pria itu memburu kasar di setiap kata yang terlontar pelan dan berat.

.
.
.
-to be continued-

🌷🌷🌷

di chapter sebelumnya, kalian benar-benar demo yaaa🤣🤣
Gumushh bnget punya readers pada sopan di kolom komentar, semoga tetap selalu menjadi pembaca yang bijak tanpa menghujat para penulis yaaa, di lapak mana pun kalian berada tetap support author wattpad
❤️🥺❤️

Instagram : si.dedew

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 117K 97
|FINNISHED| β€’ TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK The story is based on my own thinking and imagination. Please report to me if you found others who copy m...
4.6M 134K 88
WARNING ⚠ (21+) πŸ”ž π‘©π’†π’“π’„π’†π’“π’Šπ’•π’‚ π’•π’†π’π’•π’‚π’π’ˆ π’”π’†π’π’“π’‚π’π’ˆ π’˜π’‚π’π’Šπ’•π’‚ π’šπ’ˆ π’ƒπ’†π’“π’‘π’Šπ’π’…π’‚π’‰ π’Œπ’† 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 π’π’“π’‚π’π’ˆ π’π’‚π’Šπ’ 𝒅𝒂𝒏 οΏ½...
10M 518K 43
Romance series #1 warning(s) : harsh words, kissing scenes, skinship, violence sexuality, and mature theme. Berawal dari datang ke acara birthday par...
2.5M 31.4K 29
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...